Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL TESIS

PENGARUH VARIASI JENIS SEMEN TERHADAP


KEKEDAPAN DAN KUAT TEKAN BETON PADA
LINGKUNGAN AIR LAUT DENGAN TINJAUAN
STRUKTUR MIKRO

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat sarjana S2 pada


Program Studi Magister Teknik Sipil
Minat Studi Pengelolaan Sarana Prasarana

Disusun oleh:

ADITYA PERDANA PUTRA


16/405835/PTK/11290

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
PENGARUH VARIASI JENIS SEMEN TERHADAP
KEKEDAPAN DAN KUAT TEKAN BETON PADA
LINGKUNGAN AIR LAUT DENGAN TINJAUAN
STRUKTUR MIKRO
Aditya Perdana Putra
Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
aadityaperdanaputra@gmail.com

Dr.-Ing. Ir. Djoko Sulistyo


Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
djokosulistyo@ugm.ac.id

Ashar Saputra
Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
saputra@ugm.ac.id

INTISARI

Beton merupakan bahan komponen struktur yang handal dalam segi kekuatan,
kemudahan dalam pengerjaan, ketahanan terhadap perubahan cuaca, akan tetapi memiliki
durabilitas yang buruk pada lingkungan agresif air laut. Pentingnya mengidentifikasi dan
memahami penyebab kerusakan beton baik dalam jangka pendek maupun panjang
memberikan alternatif perencanaan konstruksi dan solusi penanganan kerusakan. Dalam
penelitian ini akan dikaji lebih dalam mengenai pengaruh perendaman air laut pada beton
dengan variasi jenis semen terhadap sifat dan kekuatan beton, yaitu kekedapan dan kuat
tekan, berdasarkan uji eksperimental di laboratorium dan tinjauan struktur mikronya
dengan menggunakan uji Scanning Electron Microscopy (SEM).
Penelitian menggunakan metode eksperimental untuk kekedapan dan kekuatan tekan
beton dengan benda uji berupa silinder beton berukuran tinggi 300 mm dan diameter 150
mm yang terendam air laut dengan pembanding dilakukan dengan merendam benda uji
pada air tawar biasa. Variasi semen yang digunakan adalah jenis semen dengan
penambahan fly ash, semen tipe OPC, serta semen PPC. Perendaman beton pada
lingkungan agresif air laut juga divariasikan yaitu 7, 14, dan 28 hari. Mutu rencana kuat
beton 25 MPa. Pengujian kekedapan dilakukan untuk mengetahui kemampuan pori – pori
beton untuk dilalui air. Sedangkan kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kemampuan
beton menahan beban axial. Pengamatan mikro struktur menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) dilakukan untuk memperlihatkan keadaan permukaan beton yang
terekspos secara lebih nyata untuk mengetahui morfologi dan senyawa atau fasa yang
terbentuk.
Kata kunci: pengaruh air laut pada beton, kekedapan, kuat tekan, SEM

1
1. PENDAHULUAN fisik dan mekanik beton yaitu kekedapan dan kuat tekan
pada berbagai variasi jenis semen. Pengujian SEM pada
1.1 Latar Belakang beton yang terekspos memberikan informasi mengenai
Pemerintah melalui nawa cita mendorong keadaan beton pada skala mikro sehingga dapat
pembangunan pelabuhan – pelabuhan besar baru untuk membantu mengetahui mekanisme reaksi yang terjadi
mencanangkan konsep tol laut dengan dana investasi antara air laut dan beton serta senyawa dan fasa yang
mencapai Rp 39,5 triliyun (www.kompasiana.com). terbentuk pada beton dan pengaruhnya terhadap kuat
Dana investasi yang besar tersebut membutuhkan studi tekan dan kekedapan pada beton.
yang mendalam sebelum mulai dilakukan perencanaan
konstruksi bangunan laut dan pantai. Pentingnya 1.2 Rumusan Masalah
mengidentifikasi dan memahami penyebab kerusakan Rumusan masalah dalam penelitian adalah :
bangunan daerah pantai baik dalam jangka pendek
maupun panjang akan memberikan alternatif a. Bagaimana pengaruh variasi jenis semen pada
perencanaan kontruksi dan solusi penanganan perendaman beton di lingkungan air laut terhadap
kerusakan. Pemahaman itu menjadi perubahan struktur mikro bahan?
fundamental karena terkait efektivitas biaya dan b. Bagaimana pengaruh variasi jenis semen pada
penghematan biaya operasional untuk pemeliharaan dan perendaman beton di lingkungan air laut terhadap
perbaikan (Gerwick, 1994). kekedapan dan kuat tekan beton ?

Dermaga merupakan suatu bentuk konstruksi pelabuhan 1.3 Tujuan Penelitian


dimana kapal dapat bersandar untuk dihubungkan Tujuan dari penelitian ini yaitu :
dengan daratan yang melakukan bongkar muat-muatan
(Kramadibrata, 2002). Beberapa literatur menyebutkan, a. Mengetahui pengaruh pengaruh variasi jenis
bangsa Romawi Kuno sejak 2000 tahun yang lalu semen pada perendaman beton di lingkungan air
menggunakan beton sebagai material konstruksi pada laut berdasarkan tinjauan pengamatan struktur
struktur bangunan yang terletak pada tepian laut mikro.
Mediterania (Mather, 1964). Beton dipilih karena b. Mengetahui pengaruh pengaruh variasi jenis
memiliki karakteristik bahan struktur yang handal semen pada perendaman beton di lingkungan air
dalam segi kekuatan, kemudahan dalam pengerjaan, laut terhadap kekedapan dan kuat tekan beton.
serta ketahanan terhadap perubahan cuaca, akan tetapi
memiliki durabilitas yang buruk pada lingkungan 1.4 Batasan Masalah
agresif air laut. Durabilitas beton adalah kunci untuk
Adapun batasan masalah yang digunakan :
kinerja jangka panjang (Mehta dan Monteiro, 1993).

Lingkungan air laut merupakan lingkungan yang agresif a. Pengujian eksperimental digunakan untuk
karena korosif. Lingkungan yang korosif akan menganalisis pengaruh kekedapan dan kuat tekan
mengakibatkan garam sodium dan sulfat yang beton yang terekspos air laut.
terkandung dalam air laut menjadi unsur yang b. Pengujian dilakukan pada kondisi balok yang telah
berbahaya bila berkombinasi dengan agregat alkali yang diangin-anginkan mencapai kadar kelembaban
reaktif. Reaksi kimia tersebut dapat menyebabkan 95%.
hilangnya kelekatan antara pasta semen dan agregat c. Kuat tekan rencana beton 25 MPa.
yang membuat kekuatan beton menurun, retakan pada d. Pengujian dilakukan pada umur beton 7, 14, dan
beton yang diakibatkan oleh terbentuknya senyawa 28 hari.
etringate ekspansif, serta korosi baja tulangan (Ragab
dkk, 2016). Hal tersebut mengakibatkan kapasitas 1.5 Manfaat Penelitian
dukung struktur dalam jangka panjang menjadi Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
berkurang. memberikan tambahan ilmu pengetahuan, referensi dan
pertimbangan - pertimbangan bagi pihak terkait dalam
Melihat besarnya dampak pengaruh air laut terhadap masalah perencanaan, serta kegiatan operasi dan
beton mendorong perlu adanya penelitian yang dapat pemeliharaan pada bangunan dengan konstruksi beton
mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh beton pada di lingkungan agresif air laut.
lingkungan agresif serta pengaruhnya terhadap sifat

2
1.6 Keaslian Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai penelitian yang sudah dilakukan antara lain
sebagai berikut : 2.1 Pengaruh Kandungan Air Laut Terhadap
Perubahan Senyawa pada Beton
a. Dharma Putra (2006) melakukan penelitian
Senyawa terlarut di dalam air laut utamanya adalah
penambahan abu sekam dalam mengantisipasi
klorida, magnesium, kalsium dan sedikit potassium.
kerusakan akibat magnesium sulfat pada air laut.
Pada air laut rata – rata mengandung larutan garam
b. Chrismaningwang dkk, (2017) melakukan
mencapai 3,5% artinya dalam 1000 mL air terdapat 35
penelitian pengaruh campuran RHA pada
gram garam. Variasi konsentrasi senyawa dalam air laut
pengawetan beton menggunakan air laut dan air
berbeda dari tempat satu ketempat yang lain namun
normal terhadap nilai kuat tarik belah dan kuat
memiliki rasio perbandingan yang relatif tetap
tekan lentur.
(Emanuel dkk, 2012). Temperatur air laut bervariasi
c. Gao dkk, (2013) melakukan penelitian mekanisme
dari -3 – 30 oC pada darah tropis, sedangkan pada daerah
deteriorasi beton yang mengalami beban four point
laut yang dalam mencapai 2 – 5 oC pada rentang
bending serta pengaruhnya terhadap serangan
kedalaman 100-1000 m. setiap kenaikan 10 oC akan
sulfat pada siklus perendaman basah dan kering.
menyebabkan kenaikan percepatan reaksi kimia 2x dari
d. Herwanto dkk, (2012) melakukan penelitian
semula (Mehta P. K., 1991). Derajat keasaman (pH)
mengenai pengaruh mutu beton K-250 akibat
pada air laut bervariasi antara 7,4 – 8,4. Reaksi korosi
terendam air laut dengan penambahan aditif
pada baja tulangan terjadi pada nilai pH kurang dari 11
sikacim concrete kadar 0,6%.
(Gani, 1997).
e. Hunggurami dkk, (2014) melakukan penelitian
juga terkait dengan pengaruh masa perawatan Reaksi yang terjadi antara senyawa air laut dengan
(curing) terhadap absrobsi beton. Benda uji berupa beton sebagian besar diakibatkan karena adanya reaksi
kubus beton dengan variasi mutu yaitu 20, 25 dan senyawa klorida yang bereaksi secara kimiawi dengan
30 MPa. semen yang mengubah serta dapat memperlambat
f. Ragab dkk, (2016) melakukan penelitian terkait proses pengikatan semen, mengurangi kekuatan beton,
dengan mekanisme deteriorasi beton terhadap dan porositas. Selain reaksi kimia, kristalisasi senyawa
serangan air laut berdasarkan uji pengamatan klorida berupa garam - garaman yang terabsorbsi ke
secara mikrostruktur. dalam pori beton dapat mengakibatkan retak atau
g. Gawande dkk (2014) melakukan penelitian spalling karena desakan gaya tekan kristal garam.
mengenai pengaruh kekuatan beton menggunakan (Nugraha, 2007)
campuran semen OPC dan air laut.
h. Susilorini dkk, (2015) melakukan penelitian Ragab dkk (2016) melakukan penelitian untuk
mengenai pengaruh curing air laut terhadap mengetahui pengaruh lingkungan agresif laut
performa awal beton. Mediterania pada beton pemecah gelombang yang telah
i. Shui Yu dkk (2015) secara khusus melakukan terendam selama 4 sampai 60 tahun. Deteriorasi beton
pengamatan SEM terhadap beton yang terendam terjadi akibat pelapukan beton yang mengalami paparan
pada lingkungan agresif air laut dengan variasi lingkungan agresif dalam waktu yang lama. Interaksi
mutu beton dan jenis agregat. antara ion klorida dan sulfat pada beton akan
j. Tjaronge dkk (2014) melakukan pengamatan pada mengakibatkan perubahan sifat pada beton. Ion sulfat
kuat lentur beton dengan menggunakan campuran yang berdifusi pada pori – pori beton menyebabkan
air laut, pasir laut dan semen PCC. beton mengalami ekspansifitas dan kehilangan lekatan
k. Wang dkk, (2014) melakukan penelitian terkait antara semen pasta dan agregat sehingga menyebabkan
dengan pengaruh masuknya ion klorida pada beton kekuatan menurun. Sedangkan ion klorida yang
yang diberi variasi pembebanan flexural strength berdifusi pada pori – pori beton akan mengakibatkan
(fcr) pada perendaman beton di lingkungan air laut reaksi C3A di dalam semen menjadi chloroaluminate
compound atau dikenal formasi etringit klorida. Kedua
Berdasarkan referensi yang diperoleh penelitian terkait jenis formasi ini tidak secara langsung menyebabkan
pengaruh air laut terhadap kuat tekan lentur beton secara ekspansifitas ataupun retak namun serangan klorida
eksperimental dengan tambahan tinjauan analisis menyebabkan korosi pada baja tulangan yang membuat
pengamatan struktur mikro belum pernah dilakukan dan kehilangan kekuatan lekatan antara baja tulangan dan
dipublikasikan, terlebih untuk karakteristik lingkungan beton yang membuat struktur kehilangan kekuatannya.
air laut di Indonesia dan di kawasan laut pantai
Yogyakarta. Pada beton yang mengalami pembebanan tarik
memberikan kontribusi yaitu adanya inisiasi crack

2
membuat semakin banyak ion klorida yang terdifusi dan 60%. Pada lingkungan pengamatan temperatur
kedalam pori melewati celah retakan. Sedangkan beton dijaga konstan yaitu 20 ± 2 oC dengan kadar
yang mengalami pembebanan tekan berkontribusi kelembapan sebesar 95%. Beton yang digunakan
menutup porositas beton sampai pada tahap mikro atau sebagai benda uji memiliki kuat tekan 48,3 MPa dengan
celah kapiler sehingga berdampak pada berkurangnya dimensi berbentuk balok dengan ukuran 100x100x400
ion klorida yang terdifusi kedalam beton. Banyak mm. Observasi visual menunjukkan akibat perubahan
sedikitnya ion berdifusi juga dipengaruhi koefisien siklus basah dan kering mengakibatkan permukaan
difusi (Dc) sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu beton terdapat bercak – bercak garam berwarna putih
perendaman dan pembebanan. Semakin lama waktu yang mengindikasi terbentuknya mirabilite dan
perendaman dan pembebanan yang dialami beton thenardite seperti pada Gambar 2.1 (a) dan terdistribusi
selama masa perendaman maka semakin banyak dan merata ke seluruh permukaan beton seperti pada
dalam ion klorida mampu berdifusi (Wang dkk, 2014). Gambar 2.1 (b).

Chrismaningwang dkk, (2017) melakukan penelitian (a) (b) (c)


pada beton yang diberikan bahan tambah berupa RHA
(rice husk ash) berbasis silikat 82,59 %. Penambahan
RHA sebagai filler akan mengurangi dapat mengurangi
porositas. Semakin banyak kandungan SiO2 didalam
RHA membuat beton tahan terhadap serangan garam
sulfat. Silika pada RHA di dalam beton akan bereaksi
membentuk Ca(OH)2 yang selanjutnya membentuk
CSH. CSH membuat beton semakin kuat serta
permeabilitas menurun. Herwanto dkk (2012) dalam
penelitiannya serupa yakni penambahan aditif Gambar 2.1 (a) Kristalisasi Garam pada Permuka an Beton
(b) Distribusi Kristalisasi Garam pada Permukaan Beton (c)
akselelator sikasim 0,6% pada beton mutu K-250 di Observasi Berdasarkan uji SEM (Gao, dkk 2013)
lingkungan agresif air laut menghasilkan kesimpulan
yaitu pada umur 28 hari kuat tekan beton dimana pada
beton normal tanpa akselerator kuat tekan beton yang Fasa merabilite cenderung lebih stabil pada temperatur
direndam air tawar dan beton yang direndam air laut 32.4oC sehingga ketika beton mengalami perubahan
sebesar mengalami penurunan kuat tekan sebesar temperatur pada kondisi basah ke kondisi kering dan
7,53%. Sedangkan pada beton yang menggunakan juga perubahan kelembaban akan mengakibatkan
akselerator dengan perlakuan sama mengalami kristalisasi. Kristalisasi tersebut mengisi celah inisiasi
penurunan kuat tekan beton sebesar 2,69%. Dharma retakan dan porositas pada pori sehingga terjadi
(2006)) dalam penelitiannya dengan menambahkan abu peningkatan dan menurun pada lama waktu setelahnya.
sekam pada beton yang terendam di dalam lingkungan Portlandite bereaksi dengan ion – ion sulfat yang
magnesium sulfat di air laut. Pada umur 90 hari dengan hasilnya membentuk jarum ettringate dan gypsum
hasil penurunan kuat tekan antara benda uji yang seperti pada Gambar 2.1 (c). Semakin lama waktu
direndam dengan magnesium sulfat dengan air biasa perendaman adanya gypsum menyebabkan scalling
berturut-turut adalah 18,043%, 14,230%, 11,922%, pada beton yang memicu terlepasnya ikatan antara pasta
9,068%, 7,149%, dan 9,450%. Dari hasil tersebut beton dengan agregat pasir hal ini lah yang memicu
ditarik kesimpulan penurunan kuat tekan beton akibat proses degradasi beton.
disintegrasi oleh magnesium sulfat terjadi cukup Shui Yu, dkk (2015) secara khusus melakukan
signifikan, penambahan abu sekam padi dapat sebagai pengamatan SEM terhadap beton yang terendam pada
salah satu cara untuk memperbaiki mutu beton yang lingkungan agresif air laut dengan variasi mutu beton
berada pada lingkungan agresif. dan jenis agregat. Kesimpulan yang didapatkan adalah
kemampuan beton untuk dapat menyerap air sangat
2.2 Pengamatan Struktur Mikro pada Beton yang
tergantung pada pori – pori yang ada didalam beton.
Direndam di Air Laut Pada beton yang memiliki sedikit semen dan agregat
Gao dkk (2013) melakukan penelitian variasi lama kasar terlihat memiliki celah atau pori – pori pada beton
waktu perendaman pada lingkungan sulfat dengan (gambar terang) yang relatif lebih banyak seperti yang
konsentrasi 6,9% yaitu 30, 90, 180, 270 dan 360 hari terlihat pada Gambar 2.2 (a). Pada campuran beton yang
dengan siklus basah dan kering bergantian selama 15 memiliki campuran semen dan agregat yang terukur dan
hari pada beton yang mengalami pembebanan for – telah sesuai berdasarkan mixing desain memliki pori –
point bending dengan variasi level, yaitu : 20%, 40%, pori (gambar terang) yang cenderung lebih sedikit dan
rapat seperti pada Gambar 2.2 (b).

3
kristal dalam tahap awal serangan sebagaimana terlihat
(a) pada Gambar 2.3.

(b)

Gambar 2.2 (a) Beton yang memiliki Pori – Pori yang Banyak
(b) Beton yang memiliki pori – pori yang sedikit (shui yu dkk,
2015)

Ragab dkk (2016) melakukan pengamatan secara


khusus pada mikrostruktur beton yang terekspos air laut
menggunakan scanning electron microscopy (SEM).
Tujuan utama pengamatan adalah untuk mengamati
porositas beton, capillary pipes, zona transisi Gambar 2.3 Interpretasi Hasil SEM (Ragab dkk, 2016 )
agregat/pasta, portlandite CH, CSH, silika gel, gypsum,
ettringite, thaumasite, MSH, friedels salt, dolomite, 2.3 Pengaruh Air Laut pada Kuat Tekan Beton
quartz, unhydrated clincer, pottasium feldspar dll.
Hasilnya adalah terlihat pada Gambar 2.3 pada beton Susilorini dkk, (2005) melakukan penelitian dengan
yang terpapar air laut pada waktu yang lama diketahui menggunakan dua metode yaitu metode ekperimental
terdapat etringate yang memiliki bentuk jarum yang dan metode analisis. Pada metode ekperimental
hexagonal cross-section. Kristal – kristal ettringate menyelediki kekuatan tekan pada silinder beton pada
tersebut saling bergabung dan tumbuh satu sama lain rentang waktu 7 dan 14 hari. Beton yang digunakan
pada arah yang sama. Beberapa kristal merupakan memiliki f’c 22,5 MPa dengan variasi fas. Hasil uji tekan
kristal kembar yang tumbuh secara terpisah. Ettringite yang dilakukan bahwa beton yang direndam pada
muncul dalam dua cara, pertama jenis ettringite yang perawatan media air laut memiliki nilai kuat tekan yang
memiliki kristal berbentuk menyerupai batang berkisar lebih tinggi dari pada beton direndam pada perawatan
dari 1 hingga 2 𝜇m panjang dan 0,1-0,2 𝜇m tebal, yang air tawar yakni lebih tinggi 2,56 – 5,25% untuk waktu
terbentuk pada konsentrasi hidroksil ion tinggi, dan perendaman 7 hari dan 3,39 – 11, 87% untuk waktu
kedua kristal yang berkisar dari 10 hingga 100 𝜇m dan perendaman 14 hari seperti yang terlihat pada Gambar
tebal beberapa 𝜇m terbentuk pada konsentrasi hidroksil 2.4.
ion rendah ( nilai pH rendah dalam larutan pori-pori).
Ettringate ini hadir selama hidrasi semen portland yang
berjumlah besar sehingga menyebabkan ekspansi.
Pengikatan C3A menjadi bentuk chloroaluminate
compound atau Friedel’s salt akibat serangan klorida
tidak memberikan pengaruh ekspansi tetapi sangat
mempengaruhi korosi pada baja tulangan. Friedel's salt
memiliki bentuk heksagonal slice yang memiliki
ukurannya 2 hingga 3 𝜇m. Sementara morfologi
Thaumasite salah satu bentuk dari friedel's salt adalah
kusut jarum bentuk serat dan ukurannya antara 5 𝜇m.
Magnesium yang ada dalam air laut menggantikan
kalsium CH untuk membentuk bahan Mg(OH)2 Gambar 2.4 Hasil kuat tekan beton pada perawatan air biasa
berbentuk serat. Bahan bentuk kecil Roset ini berbentuk dan air laut (Susilorini dkk, 2005)

4
Pada penelitian hasil menunjukkan semakin kecil rasio (c)
w/c, menunjukkan semakin besar pula nilai kuat tekan
yang akan diperoleh. Selanjutnya pada nilai w/c 0,4
menunjukkan nilai kuat tekan yang paling tinggi baik
pada beton pada media air laut ataupun pada media air
tawar. Khususnya pada media air laut menunjukkan
nilai kuat tekan yang relatif tinggi yaitu 21,69 – 22,26
MPa dibandingkan desain yang hanya 22,5 MPa. Hal ini
dapat terjadi karena adanya akselerasi proses hidrasi
yang maksimal akibat pengaruh temperatur reaksi yang
lebih tinggi pada beton sehingga beton memiliki
kualitas kuat tekan yang baik. Selain itu pengaruh
terbentuknya kalsium klorida sebagai produk dari hasil Gambar 2.5 Pengaruh Kuat Tekan Beton pada Beton mutu f’c
reaksi air laut dengan beton yang mengisi celah retakan 20 MPa (a) Pengaruh Kuat Tekan Beton pada Beton Mutu f’c
dan pori pada beton. 25 MPa (b) Pengaruh Kuat Tekan Beton pada Beton Mutu f’c
30 MPa (Hunggurami dkk, 2014)
Hunggurami dkk (2014) melakukan penelitian tentang
pengaruh masa perawatan beton (curing) terhadap Kuat tekan beton yang mengalami curing dengan air
absorpsi dan kuat tekan. Benda uji beton yang laut untuk masa curing 7 hari untuk mutu 20 MPa, 25
digunakan memiliki variasi mutu beton normal yaitu 20 MPa, dan 30 MPa secara berturut-turut lebih tinggi
MPa, 25 MPa, 30 MPa dengan durasi curing 7 hari, 14 3,18%, 2,65%, dan 1,74% dari pada beton yang
hari, dan 28 hari. Hasil penelitian tersebut menyatakan mengalami curing dengan air tawar, sedangkan untuk
bahwa beton yang mengalami perawatan dengan air laut masa curing 14 hari kuat tekan beton yang mengalami
pada umur 7 hari memiliki kekuatan yang sedikit lebih curing dengan air laut untuk mutu 20 MPa, 25 MPa, dan
tinggi, sedangkan beton yang mengalami perawatan 30 MPa secara berturut-turut lebih rendah 4,09%,
pada umur 14 dan 28 hari yang mengalami perawatan 2,98%, dan 1,12% dari pada beton yang mengalami
air tawar mengalami kuat tekan rata – rata yang lebih curing dengan air tawar, dan untuk masa curing 28 hari
tinggi dari pada yang menggunakan air laut seperti kuat tekan beton yang mengalami curing dengan air laut
terlihat pada Gambar 2.5. untuk mutu 20 MPa, 25 MPa, dan 30 MPa secara
berturut-turut lebih rendah 4,31%, 3,56%, dan 2,85%
(a) dari pada beton yang mengalami curing dengan air
tawar.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kuat tekan beton


yang mengalami perawatan dengan air laut lebih tinggi
dari pada beton yang mengalami perawatan dengan air
tawar untuk masa perawatan 7 hari. Sementara untuk
masa perawatan 14 hari dan 28 hari kuat tekan beton
yang mengalami perawatan dengan air laut lebih rendah
dari pada beton yang mengalami perawatan dengan air
tawar. Hal ini menunjukan bahwa beton yang
mengalami perawatan dengan air laut memiliki
(b) kekuatan awal yang lebih tinggi dari pada beton yang
mengalami perawatan dengan air tawar, namun setelah
itu kekuatannya akan lebih rendah dan semakin tinggi
mutu beton maka perbedaan kuat tekan antara beton
yang mengalami perawatan dengan air laut dengan kuat
tekan beton.

Gawande dkk, (2017) melakukan penelitian mengenai


pengaruh kekuatan beton menggunakan campuran
semen OPC dan air laut. Mutu beton yang digunakan
mengacu pada standar mutu beton normal pada Negara
India yaitu ditentukan standar mutu M30 dengan
komposisi perbandingan berat campuran beton 1 : 2,093
: 4,038 dan nilai fas 0,45. Waktu perendaman

5
divariasikan yaitu 7 dan 28 hari. Pengujian tekan ion yang berdifusi juga akan semakin banyak seperti
dilakukan pada kubus dengan ukuran 150 x 150 x 150 pada Gambar 2.7 (b). Sedangkan pada bagian beton
mm3. Penelitian dilakukan dengan variasi benda uji yang mengalami tegangan tekan, tekanan berkontribusi
menggunakan mixing dan curing air biasa (FF), mixing untuk menutup porositas dan inisiasi retakan hanya
air laut dan curing air biasa (SF), mixing air biasa dan sampai pada ukuran mikro atau kapiler pores sehingga
curing air laut (FS), serta mixing dan curing dengan berdampak berkurangnya ion sulfat yang masuk
menggunakan air laut (SS). Hasilnya menunjukkan kedalam bagian ini seperti terlihat pada Gambar 2.7 (c).
bahwa beton yang menggunakan mixing air laut
memiliki kenaikan kekuatan beton dari pada beton yang
menggunakan mixing air biasa. Semakin lama waktu (a)
perendaman beton maka kekuatan beton bertambah
tinggi. Beton dengan mixing dan curing air laut
memiliki nilai kuat tekan beton paling tinggi pada waktu
umur 28 hari yaitu sekitar 37,04 MPa.

(b)

Gambar 2.6 Pengaruh Variasi Mixing dan Curing Air Laut


dan Biasa pada Umur 7 hari dan 28 Hari (Gawande dkk,
2017)
(c)
Gao, dkk (2013) melakukan penelitian Variasi lama
waktu perendaman pada lingkungan sulfat dengan
konsentrasi 6.9% yaitu 30, 90, 180, 270 dan 360 hari
dengan siklus basah dan kering bergantian selama 15
hari. Beton yang digunakan sebagai benda uji memiliki
kuat tekan 48.3 MPa dengan variasi pembebanan yang
diberikan berupa beban lentur 20, 40 dan 60% total kuat
lentur beton. Analisa holistik menunjukkan bahwa pada
perendaman benda uji yang mengalami loading level
20-40% pada rentang waktu 30-180 hari mengalami
kenaikan kekuatan. Hal ini dikarenakan benda uji masih
mengalami proses hidrasi dan juga pengaruh Gambar 2.7 Pengaruh Lama Waktu terhadap kekuatan beton
terbentuknya produk sampingan menutup inisiasi celah (a) Kandungan Ion Sulfat pada daerah Tarik (b) Kandungan
retakan dan pori beton Gambar 2.7 (a). Penjelasan ion Sulfat pada daerah tekan (c) (Gao dkk, 2013)
terkait pengaruh pemberian pembebanan pada beton
yang dilakukan selama perendaman menunjukkan 2.4 Pengaruh Air Laut Terhadap Kekedapan Beton
terdapatnya bagian sisi beton yang menerima tegangan Wang, dkk (2014) melakukan penelitian laboratorium
tarik dan tegangan tekan. Pada bagian beton yang terkait pengaruh masuknya ion klorida pada beton yang
mengalami tegangan tarik memberikan kontribusi memiliki kuat tekan 40 MPa diberi variasi pembebenan
terbentuknya inisiasi retakan. Inisiasi retakan di dalam lingkungan pasang surut air laut. Benda uji
merupakan jalan baru bagi ion sulfat untuk berdifusi berbentuk beam dengan ukuran 100 x 100 x 400 mm.
(a)
melewati celah retakan dan pori – pori beton sehingga Sebuah Alat PLC otomatis membuka tutup pump pada

6
tanki yang digunakan untuk memvisualisasikan secara (b)
nyata kondisi pasang surut pada tidal zone dengan
pengaturan perendaman pasang dilakukan 12 jam,
selanjutnya 12 jam berikutnya surut. Konsentrasi
larutan garam 3.5%, kelembapan dijaga 60 – 68 %
dengan temperatur konstan 32 ± 3o C. Sedangkan alat
salt spray, benda uji diletakkan pada tanki dengan
konsentrasi larutan garam 5%, kelembaban relatif yang
lebih tinggi yaitu 85 – 95 % dengan temperatur konstan
35± 2 C. Dalam satu kali siklus, spray dilakukan selama
10 menit, dan berhenti selama 20 menit selama 8 jam
dalam kurun waktu 24 jam. Jangka waktu perendaman
tidal zone dan salt spray zone diberi lagi variasi
perendaman yaitu 35, 70, 120 dan 180 hari. Penelitian
ini digunakan untuk menentukan nilai koefisien difusi (c)
(Dc) dan konsentrasi klorida (Cs) pada permukaan
berdasarkan analisis hukum Fick’s.

Hasilnya diketahui bahwa Pengaruh ion yang terdifusi


pada tidal zone akan jauh lebih besar dibandingkan
dengan pada salt spray zone. Hal ini mengindikasikan
bahwasannya ada perbedaan difusi ion pada lingkungan
klorida berbeda pada masing – masing kondisi marine
tertentu. Koefisien difusi (Dc) sangat dipengaruhi oleh
lamanya waktu perendaman dan pembebanan. Semakin
lama waktu perendaman dan pembanan yang dialami
beton selama masa perendaman maka semakin banyak
dan dalam ion klorida mampu berdifusi seperti yang
terlihat pada Gambar 2.8. Fenomena tersebut dapat Gambar 2.8 Pengaruh Perubahan Konsentrasi Terhadap
dijelaskan bukan hanya pengaruh deteriorientasi saja Kedalaman Garam Berdifusi Pada Variasi Waktu (a) 35
yang mempengaruhi koefiesien difusi tetapi juga Hari; (b) 70 Hari; (c) 120 Hari;
pengaruh akumulasi konsentrasi ion klorida yang
menyebar semakin cepat seiring dengan tingginya Hunggurami dkk (2014) melakukan penelitian juga
konsentrasi. Pengaruh pembebenan khususnya pada terkait dengan pengaruh masa perawatan (curing)
pengujian pembebenan tarik memberikan kontribusi terhadap absrobsi beton. Benda uji berupa kubus beton
terbentuknya crack sehingga membuat semkain banyak dengan variasi mutu yaitu 20, 25 dan 30 MPa.
ion klorida yang terdifusi. Sedangkan pembebenan Berdasarkan pengamatan dan uji pada variasi waktu 7,
tekan berkontribusi untuk menutup porositas pada beton 14 dan 28 hari terlihat bahwasannya semakin lama
sampai pada tahap mikro atau celah kapiler sehingga waktu perendaman maka tingkat absorbs penyerapan
berdampak pada berkurangnya ion klorida yang juga akan semakin besar tetapi cenderung menurun
terdifusi kedalam beton. berdasarkan tingkat mutu beton seperti pada Gambar
2.9.
(a) (a)

7
(b)
tipe V (moderat). Belakangan lebih banyak
diproduksi sebagai pengganti tipe IV.
c. Tipe III adalah semen Portland dengan kekuatan
awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya
dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini
digunakan ketika acuan harus dibongkar secepat
mungkin atau struktur harus dapat cepat dipakai.
d. Tipe IV adalah semen Portland dengan panas
hidrasi rendah, yang dipakai pada kondisi dimana
kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus
minimum. Contohnya pada bangunan massif
seperti bendungan gravitasi yang besar.
e. Tipe V adalah semen Portland tahan sulfat yang
(c) dipakai untuk menghadapi aksi sulfat yang ganas.
Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau
airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.
(Nugraha, 2007)

Dari tipe-tipe semen diatas, semen yang paling umum


digunakan adalah semen Portland tipe I karena semen
tipe ini tidak memerlukan persyaratan-persyaratan
khusus dalam pengerjaannya. Adapun kandungan pada
semen portland dibedakan menjadi 4, yaitu :

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat


menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat
Gambar 2.9 Pengaruh Perawatan Beton terhadap Absorbsi menjadi C2S.
Pada Mutu Beton (a) 20MPa (b) 25 MPa (c) 30 MPa c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat
(Hanggurami dkk, 2014) menjadi C3A.
Nilai absorpsi air laut dari beton yang mengalami d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3)
perawatan dengan air laut memiliki nilai yang lebih yang disingkat menjadi C4AF.
tinggi dari pada beton yang mengalami perawatan
dengan air tawar. Mutu beton berbanding lurus dengan Penggunaan semen tipe V akan mengurangi kadar C3A
nilai porositas pada beton itu sendiri. Beton akan dan C4AF pada semen sehingga pada lingkungan agresif
bersinggungan dengan air laut yang senyawa klorida reaksi antara sulfat dengan kalsium aluminat hidrat
mampu meresap ke dalam beton sehingga dapat menjadi ettringate dapat dihindari. Sementara itu
merusak dan bahkan menghancurkan beton. Kerusakan semakin sedikit C4AF maka semakin sedikit serangan
beton terjadi ketika NaCl tersebut menguap sehingga di kalsium sulfat. Hal dapat terjadi karena rendahnya rasio
dalam pori-pori beton timbul kristal - kristal yang akan Al2O3 dan Fe2O3 pada beton. Karakteristik semen tipe V
mendesak pori-pori dinding beton. Akibatnya beton ini adalah memiliki kekuatan yang tinggi namun
pecah menjadi serpihan-serpihan lepas. memiliki kekuatan awal serta panas hidrasi yang relatif
rendah.
3. LANDASAN TEORI
Deteriorasi pada beton adalah suatu keadaan dimana
3.1 Reaksi antara Semen dan Air Laut terjadi pemisahan atau terlepasnya ikatan antara
material penyusun beton yang menyebabkan penurunan
Semen Portland dibedakan menjadi 4 tipe yaitu :
sifat-sifat beton baik secara fisik maupun mekanik.
a. Tipe I adalah semen Portland untuk tujuan umum. Deteriorasi disebabkan oleh pengaruh dalam beton
Jenis ini paling banyak diproduksi karena maupun luar lingkungan beton. Salah satu pengaruh dari
digunakan hampir semua jenis konstruksi. dalam adalah bahan penyusun beton yang bersifat
b. Tipe II adalah semen Portland modifikasi yang reaktif misalnya agregat beton yang mengandung alkali.
sifatnya setengah dari tipe IV dan setengah dari Selain itu pengaruh lingkungan luar yaitu serangan
kimia yang melibatkan reaksi antara zat – zat yang

8
terlarut didalam air laut dengan beton yaitu klorida, (gypsum) dibentuk dari reaksi 4 yang bereaksi dengan
sulfat, karbonat, serta alkali metal. calcium aluminate hydrate hasil reaksi 3.

a. Sulfat Selanjutnya magnesium hydroxide beraksi dengan silica


Keberadaan sulfat di dalam air laut didominasi oleh gel membentuk magnesium silicate hydrate.
magnesium dibandingkan sodium atau kalsium.
Serangan magnesium sulfat pada beton menyerang 4 Mg(OH)2 + SiO2 .nH2 O → 4MgO.SiO2 .
produk hidrasi dari semen yaitu kalsium aluminat 40H2 O + n-4.5H2 O
hidrat. Reaksi antara magnesium sulfat dengan kalsium Magnesium Hydroxide + Silica Gel →
aluminat hidrat menghasilkan aluminium hidroksida. Magnesium Silicate hydrate
2(3CaO.Al2 O3 .12H2 O)+3(MgSO4 .7H2 O) → Magnesium silicate hydrate memiliki bentuk material
(3CaO.Al2 O3 .3CaSO4 .31H2 O)+2Al(OH)3 + putih lunak yang ditemukan pada beton yang terendam
3Mg(OH)2 +8H2 O air laut. Tahapan ekspansi mortar dalam rekasinya
dengan senyawa sulfat pada tingkatan rendah adalah
Calcium Aluminate Hydrate+Magnesium Sulfate → ekspansi selanjutnya pada tingkatan yang lebih tinggi
meningkatnya jumlah gypsum dan ettringate
Calcium Aluminum Sulfate Hydrate (Ettringate)
menyebabkan beton semakin mengembang dan terjadi
+Aluminum Hydroxide+Magnesium Hydroxide
retak dan keruntuhan.
Magnesium sulfate bereaksi dengan calcium hydroxide b. Karbonat dan Bicarbonat
membentuk calcium sulfate kemudian bereaksi kembali
dengan calcium aluminate hydrate membentuk calcium Ca(OH)2 +CO2 → CaCO3 +H2 O
aluminium sulfate hydrate (CSH) atau ettringite yang
mampu mengembang 5x volume beton menyebabkan Calcium Hydroxide + Carbondioxide →
beton menjadi retak. Calcium Carbonate + hydrogen dioxide

Ca(OH)2 +MgSO4 .7H2 O → CaSO4 .2H2 O Pada saat terjadi hidrasi semen ion karbonat dan
bicarbonat pada air laut ikut berpartisipasi di dalam
+Mg(OH)2 +5H2 O
reaksi. Karbondioksida terlarut pada air dalam senyawa
asam membuat terjadinya pelunakan pada bagian –
Calcium Hydroxide+Magnesium Sulfate → bagian tertentu. Hal tersebut dapat terjadi jika pada air
Calcium Sulfate (Gypsum) + Magnesium laut memiliki kandungan klorida 30 – 60 % dengan
Hydroxide kandungan 𝐶𝑂2 bebas 7 – 99 mg perliter dengan derajat
keasaman (pH) sekitar 6,9. Senyawa karbonat yang
3CaO.Al2 O3 .12H2 O + 3(CaSO4 .2H2 O) mengandung ion hidroksi mengakibatkan air akan
+12H2 O → 3CaO.Al2 O3 .3CaSO4 .31H2 O berinfiltrasi ke dalam beton dengan cara berdifusi yang
mengakibatkan korosi pada baja tulangan.
Calcium Silicate Hydrate + Magnesium Sulfate
Reaksi Anodik : 𝐹𝑒 → 𝐹𝑒 2+ + 2𝑒
→ Calcium Sulfate( Gypsum) + Magnesium
Hydroxide + Silica Gel 1
Reaksi Katodik :𝐻2 𝑂 + 2𝑒 + 2
𝑂2 → 2𝑂𝐻 −
Magnesium sulfat bereaksi dengan calcium silicate
hydrate menjadi calcium sulfate (gypsum), magnesium 2Fe2+ + 4 OH- → 2 Fe(OH)2
hydroxide, dan silika gel.
𝐹𝑒(𝑂𝐻)2 merupakan produk korosi yang dapat
3CaO.SiO2 .nH2 O + MgSO4 .7H2 O → mengakibatkan beton terdesak lalu retak.
CaSO4 .2H2 O + Mg(OH)2 + SiO2 .nH2 O
c. Alkali
Calcium Silicate Hydrate + Magnesium Sulfate Reaksi alkali dapat terjadi dalam beberapa kondisi
→ Calcium Sulfate ( Gypsum) + Magnesium dimana terjadi reaksi dengan silika atau agregat yang
Hydroxide + Silica Gel mengandung senyawa karbonat yang mengakibatkan
beton mengembang. Sebuah studi menyebutkan bahwa
Calcium sulfate (gypsum) mengembang menjadi 2x beton yang ditambahkan senyawa kapur yang telah
volume beton yang juga mampu menyebabkan beton dihaluskan kemudian terendam dalam air laut terbukti
menjadi retak. Selain rekasi di atas calcium sulfate mengalami reaksi antara partikel agregat dengan batuan

9
kapur tersebut. Pada bagian tertentu pada beton tersebut dengan :
mudah mengalami pengelupasan ketika dilarutkan
dengan larutan yang mengandung ion sodium namun 𝑓′𝑐 : Kuat Tekan Beton (MPa)
dapat menghambat pembengkakan volume beton yang
akan terjadi akibat reaksi dengan senyawa P : Beban Tekan Maksimum (N)
Calcium Hydroxide. A : Luas Penampang Silinder (mm2)
d. Klorida Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 28 hari
Senyawa klorida dalam air laut dalam interaksinya
dengan senyawa kimia pada beton sejatinya mampu 3.3 Kekedapan beton
menghambat reaksi beton dengan sulfat sehingga beton
Kekedapan atau permeabilitas merupakan kemampuan
akan terhindar dari keretakan akibat ekspansifitas beton.
pori-pori beton ringan dilalui oleh air. Pasta semen yang
Akan tetapi adanya klorida ini akan berakibat fatal pada
telah mengeras tersusun atas banyak pertikel,
beton yang memiliki baja tulangan di dalamnya karena
dihubungkan antar permukaan yang jumlahnya relatif
akan mengakibatkan korosi pada baja tulangan.
lebih kecil dari total permukaan partikel yang ada. Air
memiliki viskositas yang tinggi namun demikian dapat
Fe + 2HCl → FeCl2 +H2 bergerak dan merupakan bagian dari aliran yang terjadi
(Neville, 1995)
Reaksi korosi baja tulangan dengan larutan klorida yang
memiliki pH rendah ini akan menghasilkan gas 𝐻2 dan Dalam beton nilai koefisien permeabilitas akan
larutan garamnya. Pada reaksi tersebut logam terlarut menurun secara substansial dengan menurunnya faktor
akan terkorosi membentuk larutan garam yang dapat air semen. Permeabilitas beton juga dipengaruhi dari
bereaksi dengan air membentuk produk korosi sifat semen, untuk perbandingan air atau semen yang
Fe(OH)2 . Korosi ini dapat terjadi tanpa adanya oksigen sama. Semen yang butiranya kasar cenderung
dalam proses reaksinya. Hal ini juga yang membedakan menghasilkan pasta semen yang mengeras dengan
reaksi korosi pada lingkungan terbuka dimana korosi porositas yang lebih tinggi daripada semen yang
yang terjadi di dalamnya melibatkan reaksi dengan butirannya lebih halus. Uji permeabilitas ini terdiri dari
oksigen terlarut. dua macam :

 uji aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur


FeCl2 +2H2 O → Fe(OH)2 + 2HCl
permeabilitas beton terhadap air bila air dapat mengalir
melalui sampel beton. dan
Fe(OH)2 merupakan produk korosi yang terbentuk pada
baja tulangan ini mengakibatkan beton retak dan  uji penetrasi (penetration test) yaitu pengujian
terkelupas karena menjadi terdesak akibat permeabilitas beton tidak ada air mengalir terhadap
pengembangan volume besi tulangan sedangkan baja sampel.
mengalami penurunan kekuatan karena baja mengalami
reduksi baik dimensi maupun beratnya (Bryant, 1964). Dari data pengujian permeabilitas ini dapat ditentukan
koefisien permeabilitas yang menunjukkan suatu angka
3.2 Kuat Tekan kecepatan rembesan fluida dalam suatu zat. Koefisien
permeabilitas untuk uji aliran dihitung dengan rumus
Sifat yang paling penting dari beton adalah kuat tekan Darcy,
beton. Kuat tekan beton biasanya berhubungan dengan
sifat-sifat lain, maksudnya apabila kuat tekan beton 𝑄 𝑑𝑙
tinggi, sifat-sifat lainnya juga baik (Tjokrodimulya,
𝐾= …………………...……(2)
𝐴 𝑡 𝑑ℎ
1995)
Keterangan :
Menurut ASTM C-39, uji tekan beton dilakukan pada
benda uji yang berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm. k : koefisien Permeabilitas (cm/s)
Gaya aksial yang terdistribusi pada batang penekan
Q : Total air permeable (cm3)
compressive strength machine akan diterima oleh luas
penampang silinder dirumuskan sebagai berikut : A : luas penampang benda uji (cm2)
𝑃 𝑃
𝑓′𝑐 = ………….……....................(1) dh = 𝜌𝑔
, dengan P = 5 bar, ρ = 1 gr/cm3, g = 980.665
𝐴
cm/s2

10
3.4 SEM yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan di
ubah ke dalam sebuah gambar oleh analisis SEM dan
Untuk mengetahui morfologi senyawa padatan dan juga dalam bentuk grafik oleh analisis EDX (Yudi
komposisi unsur yang terdapat dalam suatu senyawa Prasetyo,2011).
dapat digunakan alat Scanning Electron Microscope
(SEM). Scanning Electron Microscope adalah suatu
tipe mikroskop elektron yang menggambarkan
permukaan sampel melalui proses scan dengan
menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron
dalam suatu pola scan raster. Electron berinteraksi
dengan atom – atom yang membuat sampel
menghasilkan sinyal yang memberikan informasi
mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan
sifat – sifat lainnya seperti konduktivitas listrik (Yudi
Prasetyo, 2011).

Prinsip kerja SEM dengan mikroskop biasa pada


dasarnya sama karena dua alat tersebut berfungsi
sebagai alat pembesar benda yang ukurannya terlalu
kecil untuk dapat dilihat mata secara langsung. Berikut
Tabel 3.1 memperlihatkan perbedaan bagian antara Gambar 3.2 Alat Uji SEM (http://lppt.ugm.ac.id)
SEM dengan mikroskop biasa
4. METODE PENELITIAN
Tabel 3.1 Perbedaan SEM dan Mikroskop Biasa
4.1 Lokasi Penelitian
Mikroskop
Bagian Alat SEM
Biasa Pengujian akan dilakukan di Laboratorium Bahan
Sumber Pancaran Cahaya Tampak Bangunan DTSL FT UGM dan LPPT UGM.
Cahaya Elektron
Media Hampa Atmosfer 4.2 Bahan Penelitian
Lensa Lensa Elektron Lensa Optik
Perbesaran 10 x sampai 10 x sampai Bahan dan material yang digunakan untuk penelitian ini
180.000 x 2000 x terdiri dari:
Gambar Gambar hasil Gambar a. Agregat kasar yang digunakan adalah berupa split
hamburan pantulan cahaya yang berasal dari Celereng dengan kisaran gradasi
elektron butir 10 – 20 mm. Agregat kasar diperoleh dari
Kontras Bentuk Penyerapan dan pemecahan batuan oleh stone crusher.
geometris, pantulan cahaya
b. Agregat halus yang digunakan adalah agregat yang
sifat kimia dan
fisika lolos saringan 4 mm dan tertahan hingga saringan
0.075 mm yang diambil dari sungai Progo,
Yogyakarta.
SEM dapat dilengkapi Dengan EDS (Electron
c. Semen yang digunakan adalah semen tipe V, OPC
Dispersive X ray Spectroscopy) sehingga dapat
(Ordinary Portland Cement) serta fly ash.
menganalisis unsur – unsur atau mengkarakterisasi
d. Air laut yang digunakan sebagai air bahan baku
kandungan unsur kimia dari suatu sampel.
rendaman diambil dari pantai di Daerah Istimewa
Pada pengambilan data dengan alat SEM-EDX, sampel Yogyakarta.
bubuk yang telah diletakkan di atas specimen holder e. Air yang digunakan untuk pembuatan beton dalam
dimasukkan kedalam specimen chamber, kemudian penelitian ini diambil dari Laboratorium Struktur
dimasukkan dalam alat SEM-EDX dan alat siap untuk Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah
dioperasikan. Dalam pengukuran SEM–EDX untuk Mada.
setiap sampel dianalisis dengan menggunakan analisis
area. Sinar elektron yang dihasilkan dialirkan hingga 4.3 Peralatan Penelitian
mengenai sampel. Aliran sinar electron ini selanjutnya
difokuskan menggunakan electron optic columb 4.3.1 Alat untuk Pengujian Bahan
mengenai sampel. Akan terjadi beberapa interaksi – Adapun peralatan pengujian bahan yang akan
interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi – interaksi digunakan dalam penelitian ini antara lain:

11
a. Saringan Tabel 4.1 Pembuatan enda Uji Balok Beton
b. Timbangan Digital
c. Mesin Penggetar Jumlah
d. Mesin Los Angeles Umur
Air Laut Air Tawar Rencana
e. Piknometer Kode
Uji Uji Uji Uji
f. Stopwatch Kedap Kuat Kedap Kuat
g. Oven tekan tekan
h. Loyang atau cawan
i. Cetok atau sekop A1,A2,A3 3 3 3 3 7 hari
B1,B2,B3 3 3 3 3 14 hari
4.3.2 Alat untuk pembuatan benda uji C1,C2,C3 3 3 3 3 28 hari

Adapun peralatan pembuatan benda uji yang akan


digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Jumlah Benda Uji : 36 Buah
a. Molen
b. Kereta Sorong
c. Cetakan / Begesting Keterangan :
d. alat pemadat A : Semen PPC
e. Jangka Sorong B : Semen tipe V dan fly ash
f. Saltnometer C : Semen OPC
g. Kerucut Abrahams dan tongkat pemadat
h. Alat Pertukangan 4.4.2 SEM
i. Kamera Spesimen uji SEM dilakukan pada hasil potongan beton
yang telah terendam selama 28 hari dengan panjang sisi
4.3.3 Alat untuk pengujian benda uji specimen 5 cm dan lebar 5 cm dengan ketebalan 2 cm.
Adapun peralatan pengujian benda uji yang akan
4.5 Pelaksanaan Penelitian
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Penelitian ini dlakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
a. Hydraulic Pump
b. Compression Testing Machine (CTM) a. Persiapan agregat
c. SEM b. Pembuatan mix design beton
c. Pengambilan air laut
4.4 Benda Uji d. Pembuatan begesting dan wadah penampungan
e. Pembuatan beton
4.4.1 Silinder Beton f. Pembukaan begesting
Benda uji berupa silinder beton dengan diameter 150 g. Perawatan dan perendaman beton
mm dan tinggi 300 mm yang akan digunakan untuk h. Pengujian dan analisa
mengetahui nilai kuat tekan dan nilai absorbsi dan
kekedapan beton pada bak berisi air laut seperti dapat 4.6 Pengujian
dilihat pada Gambar 4.1.
150 mm 4.6.1 Pengujian Bahan Dasar Beton
Adapun pengujian bahan dasar beton yang digunakan
adalah :

300 mm a. Pengujian berat volume agregat


b. Pemeriksaan kadar air agregat
c. Pemeriksaan berat jenis agregat halus
d. Pemeriksaan ketahanan aus agegat kasar
Gambar 4.1 Dimensi Silinder Beton
e. Pemeriksaan kadar lumpur
f. Pengujian gradasi / saringan

12
g. Perencanaan campuran beton

4.6.2 Uji pada Pembuatan dan Perawatan Beton


Adapun pengujian pembuatan dan perawatan beton DAFTAR PUSTAKA
adalah : Bryant, M. (1964). Effect Of Sea Water on Concrete.
Missisipi: US Army Waterways Experiment
a. Uji berat isi beton
Station.
b. Uji kuat tekan
c. Uji kuat absorbsi Chrismaningwang, G., Basuki, A., & Sambowo, K. A.
d. Uji SEM (2017). The Effect of Sea Water Curing on The
Correlation Between Split Tensile Strength
4.7 Diagram alir Penelitian and Modulus of Rupture in High Strength
Concrete Incorporating Rice Husk Ash.
Procedia Engineering, 774 - 780.

Cody, R., & Cody, A. M. (2001). Reduction of Concrete


Deterioration by Etringate Using Crystal
Growth Inhibition Techniques. Iowa City:
University of Iowa.

Emanuel, A. O., Oladipor, F. A., & Olabode, O. (2012).


Investigation Of Salinity Effect On
Compressive Strength Of Reinforced
Concrete. Sustainable of Reinforced Concrete,
74 - 82.

Gani, M. S. (1997). Cement and concrete. 1st ed.


England: Chapman and Hills.

Gao, R., Li, Q., & Zhao, S. (2013). Concrete


Deterioration Mechanisms under Combined
Sulfate Attack and Flexural Loading. Journal of
Materials In Civil Engineering, 39 - 44.

Gawande, S., Deshmukh, Y., Bhagwat, M., & More, S.


(2017). Comparative Study of Effect of Salt
Water and Fresh Water on Concrete .
International Research Journal of Engineering
and Technology (IRJET), 56 - 72.

Gerwick, B. (1994). The Economic aspect of Durability


– How Much Added Expense Can Be Justified?
Mehta Symposium on Durability, 1-19.

Herwanto, J., Idham, M., & Enda, D. (2012). Pengaruh


Mutu Beton K-250 Akibat Terendam Air laut
Dengan Penambahan Zat Aditif Sikacim
Concrete Additive kadar 0.6 %. Tugas Akhir
Teknik Sipil Politeknik Negeri bengkalis.

hunggurami, E., utomo, S., & Wad, A. (2014).


Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian Pengaruh Masa Perawatan Menggunakan Air

13
Laut Terhadap Kuat Tekan dan Absorbsi Ragab, A. m., Elgammal, M. A., Hodhod, O. A., &
Beton. Jurnal teknik Sipil. Ahmed, T. E. (2016). Evaluation of field
concrete deterioration undr real conditions of
Kompasiana.com/Membangun-Indonesia-Melalui-
seawater attack. Construction and Building
Pembangunan-Infrastruktur-Indonesia-
materials, 130-144.
Sentris.html. (n.d.). Diakses 30/4/2017 Pukul
15.19 WIB. Susilorini, R., Dewi, K. R., & Wibowo, T. (2005). The
Performance Of early Age Concrete With
Kramadibrata, S. (2002). Perencanaan Pelabuhan.
Seawater Curing. Journal of Coastal
Bandung: Penerbit ITB.
Development, 89 - 95.
Mather, B. (1964). Effect Of Sea Water On Concrete.
Tjaronge, M. W. (2014). Workability and Compresive
Miscellaneous Paper, 6-690.
Strength of Self Compacting Concrete Use
Mehta, & Monteiro, P. (1993). Concrete - Structure, Seawater as Mixing. International Seminar on
Properties, and Materials. Second edison. New Infrastructure Development.
Jersey: Prentice Hall.
Tjokrodimulya, K. (1995). Teknologi Beton.
Mehta, P. K. (1991). Durability of Concrete - fifty years Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil Fakultas
of progress? Durability of Concrete: Second Teknik UGM.
International Conference, Montreal, Canada
Wang, Y., Lin, C., & Cui, Y. (2014). Experiments of
1991, 27-34.
Chloride Ingression in Loaded Concrete
Neville, A. M. (1995). Properties of Concrete. Longman Members under the Marine Environment.
Harlow UK. ASCE Journals, 26.

Nugraha, P. (2007). Teknologi Beton. Yogyakarta: CV. Yu, S., Li, K., & Feng, G. (2015). Experiment on Water
Andi Offset. Absorbing and Surface Pore Property of
Concrete . Procedia Engineering, 1443 - 1448.
Prasetyo, Y. (2011). Petunjuk Penggunaan Alat
Laboratorium Scanning Electron Microskop
(SEM). Departemen Fisika MIPA USU.

Putra, D. (2006). PENAMBAHAN ABU SEKAM PADA


BETON DALAMMENGANTISIPASI KERUSAKAN
AKIBAT MAGNESIUM SULFATPADA AIR LAUT.
Jurnal Ilmiah Teknik Sipil.

14

Anda mungkin juga menyukai