Anda di halaman 1dari 35

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Bayi Baru Lahir Normal

a. Pengertian Bayi Baru Lahir Normal

Departemen Kesehatan RI (2005) menjelaskan bahwa bayi

baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37

minggu sampai 40 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000

gram.

Donna L. Wong (2003) menyebutkan bayi baru lahir adalah

bayi dari lahir sampai usia 42 minggu. Lahirnya biasanya dengan usia

gestasi 38 – 42 minggu.

M. Sholeh (2007) menjelaskan bahwa bayi baru lahir

normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir

langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan)

yang berat.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur

kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan 2500-4000 gram tanpa

cacat bawaan apapun.

b. Klasifikasi bayi baru lahir menurut Surasmi (2003:31) :

Berdasarkan masa kehamilan atau masa gestasi :

7
8

1) Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur

kehamilan tidak mencapai 37 minggu.

2) Term infant atau bayi cukup bulan (matur/aterm), yaitu bayi yang

lahir pada umur kehamilan lebih daripada 37-40 minggu.

3) Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu

bayi yang lahir pada umur kehamilan 42 minggu atau lebih.

c. Tanda klinis bayi baru lahir normal

David dan Derek (2008: 44) menyebutkan bahwa tanda klinis

bayi baru lahir normal yaitu :

1) Berat badan 2500 - 4000 gram.

2) Panjang badan 48 - 50 cm.

3) Lingkar kepala 33-35 cm.

4) Lingkar dada 30 – 33 cm.

5) Testis sudah turun ke skrotum pada bayi laki-laki dan labia

mayora sudah menutupi labia minora.

d. Penanganan Bayi Baru Lahir

Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah :

1) Membersihkan jalan nafas

Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila

bayi tidak langsung menangis, tenaga kesehatan harus segera

membersihkan jalan nafas bayi.


9

2) Memotong dan merawat tali pusat

Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak

begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali

pada bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak menangis, maka

tali pusat segera dipotong untuk memudahkan melakukan tindakan

resusitasi pada bayi. Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut

bayi dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril.

Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru. Luka

tali pusat dibungkus dengan kassa kering steril. Pembalut tersebut

harus diganti setiap memandikan bayi.

3) Penilaian bayi baru lahir (assessment at birth)

Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan

penggunaan nilai APGAR.

Tabel 2.1 . Nilai APGAR

0 1 2
Appearance Pucat Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) ekstremitas biru kemerah-merahan
Pulse rate Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari100
(denyut jantung)
Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Batuk/bersin
(reaksi rangsangan) mimik (grimace)
Activity Tidak ada Ekstremitas dalam Gerakan aktif
(tonus otot) sedikit fleksi
Respiration Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik/menangis
(pernafasan)
Sumber : Prawirohardjo, 2007:249.

Buku Asuhan Persalinan Normal (APN), (2007) menjelaskan

bahwa penilaian segera setelah bayi lahir yaitu menilai bayi

menangis kuat atau tidak, tidak bernafas atau nafas megap-megap,

dan bayi lemas atau tidak.


10

4) Mempertahankan suhu tubuh bayi

Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu

tubuh badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk

membuatnya tetap hangat.

5) Memberi vitamin K

Perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir

dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25-0,5%. Untuk mencegah

terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan

cukup bulan perlu diberi vitamin K.

6) Memberikan salep mata/ obat tetes

Perawatan mata bayi baru lahir diharuskan untuk mencegah

terjadinya oftalmia neonatorum. Pemberian obat mata eritromisin

0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit

mata karena klamidia (penyakit menular seksual).

7) Identifikasi bayi

Identifikasi bayi meliputi pencatatan nama ibu bayi, tanggal lahir

bayi, nomor bayi, jenis kelamin bayi (Saifuddin, 2008: 134).

Tabel 2.2 Reflek-reflek pada bayi

Reflek Respons normal Respons abnormal

Merangkak Bayi akan berusaha untuk Respons asimetris terlihat


merangkak ke depan dengan pada cidera saraf SSP atau
kedua tangan dan kaki bila perifer atau fraktur tulang
diletakkan telungkup pada panjang
permukaan datar
Tonik leher atau Ekstremitas pada satu sisi di Respons persistens setelah
„fencing‟ mana kepala di tolehkan akan bulan ke empat dapat
ekstensi, dan ekstremitas yang menandakan cedera
berlawanan akan fleksi bila neurologis. Respons menetap
kepala bayi ditolehkan ke satu tampak pada cedera SSP dan
11

sisi selagi beristirahat. Respons gangguan neurologis


ini dapat tidak ada atau tidk
lengkap segera setelah lahir
Terkejut Bayi melakukan abduksi dan Tidak adanya respons dapat
fleksi seluruh ekstremitas dan menandakan deficit neurologis
dapat mulai menagis bila atau cedera. Tidak adanya
mendapat gerakan mendadak respons secara lengkap dan
atau suara keras konsisten terhadap bunyi
keras dapat menandakan
ketulian. Respons dapat
menjadi tidak ada atau
berkurang selama tidur
malam.
Eksteni silang Kaki bayi yg berlawanan akan Respons yang lemah atau
fleksi dan kemudian ekstensi tidak ada respons terlihat pada
dengan cepat seolah-olah cedera saraf perifer atau
berusaha untuk memindahkan fraktur tulang panjang.
stimulus ke kaki yang lain bila
diletakkan telentang, bayi akan
ekstensikan satu kaki sebagai
respons terhadap stimulus pada
telapak kaki.
Glabellar “blink” Bayi akan berkedip bila Terus berkedip dan gagal
dilakukan 4 atau 5 ketuk untuk berkedip menandakan
pertama pada batang hidung kemungkinan gangguan
pada saat mata terbuka neurologis
Palmar grasp Jari bayi akan memeluk di Respons ini berkurang pada
sekeliling benda dan prematuritas. Asimteris terjadi
menggenggamnya seketika bila pada kerusakan saraf perifer
jari diletakkan ditelapak tangan (pleksusu brakialis) atau
bayi fraktur humerus. Tidak ada
respons terjadi pada deficit
neurologis yang berat.
Plantar grasp Jari-jari kaki bayi akan Respons yang berkurang
menekuk ke bawah bila jari terjadi pada prematuritas.
diletakkan di dasar jari-jari Tidak ada respons terjadi pada
kakinya deficit neurologis yang berat
Tanda babinski Jari-jari kaki bayi akan Tidak ada respons terjadi pada
hiperekstensi dan terpisah deficit SSP.
seperti kipas dari dorsofleksi
ibu jari kaki bila satu sisi kaki
di gosok dari tumit ke atas
melintasi bantalan kaki
Sumber : R. Stright, 2004: 214-215.

e. Kompilkasi Bayi Baru Lahir

David dan Derek (2008: 44) dan Prawirohardjo (2007: 712-

714) menyebutkan bahwa komlikasi yang dialami bayi baru lahir

diantaranya :
12

1) Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur. Asfiksia pada bayi di

klasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu :

a) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Penatalaksanaan pada kasus asfiksia ini yaitu dengan

memperbaiki ventilasi paru yaitu dengan melakukan ventilasi

tekanan positif.

b) Asfiksia ringan (nilai APGAR 4-6)

Penatalaksanaan untuk asfiksia pada tingkat ini yaitu dengan

memberikan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan

dengan cara menghisap lendir bayi dan memberikan aliran

oksigen pada bayi.

2) Ikterus

Ikterus dibagi menjadi 2 macam yaitu :

a) Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis adalah kuning pada bayi yang timbul pada

hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik,

kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau

mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya

akan menghilang pada akhir minggu pertama atau 10 hari

pertama.
13

b) Ikterus patologis

Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

billirubinnya mencapai suatu nilai yang di sebut

hiperbillirubinemia.

Penentuan kadar bilirubin atau penghitungan nilai ikterik dapat

dilakukan dengan metode Kramer. Kramer menyebutkan

timbulnya ikterus ialah menurut aturan tertentu yaitu

sefalokaudal.

Interpretasi kadar bilirubin menurut Kramer :

(1) Daerah 1  ikterus pada kepala dan leher = 5 mg%.

(2) Daerah 2  ikterus pada daerah 1 + badan bagian atas =

9 mg%.

(3) Daerah 3  ikterus pada daerah 1 + 2 + badan bagian

bawah dan tungkai = 11 mg%.

(4) Daerah 4  ikterus pada daerah 1 + 2 + 3 + lengan dan

kaki bawah lutut.

(5) Daerah 5  ikterus pada daerah 1 + 2 + 3 + 4 + tangan

dan kaki = 16 mg%.

Penangan ikterus menurut kadar billirubinnya :

(1) Bilirubin <5 mg% : pemberian ASI sesering mungkin.

(2) Bilirubin 5 – 9 mg%: terapi sinar <24 jam dan pemberian

kalori yang cukup.


14

(3) Bilirubin 10 – 14 mg% : transfusi tukar (sebelum dan

sesudahnya diberi terapi sinar) <24 jam selanjutnya terapi

sinar 24-48 jam.

3) Hipotermi.

Bayi hipotermi adalah bayi yang mempunyai suhu tubuh di bawah

36 0C. Ada dua macam hipotermi, yaitu hipotermi sedang (32-36


0
C) dan hipotermi kuat (< 32 0C). Tanda dan gejala hipotermi yaitu

bayi tidak mau minum/ menetek, bayi tampak lesu/ mengantuk/

letargie, tubuh bayi teraba dingin, denyut jantung bayi menurun

dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema). Penanganan hipotermi

adalah perawatan di dalam incubator/penyinaran lampu, metode

kanguru, pemberian selimut hangat, pemberian ASI sedikit-sedikit

tapi sesering mungkin untuk mencegah hipoglikemia, dan jika bayi

tidak mau menyusu, beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg

per hari.

2. Bayi Baru Lahir Prematur

a. Pengertian bayi prematur

WHO menjelaskan bahwa bayi prematur adalah bayi lahir

hidup sebelum usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari

pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatric,

mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur.

Bayi prematur atau bayi preterm adalah bayi yang lahir saat

umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa memperhatikan berat


15

badan. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500

gram adalah bayi prematur. Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bayi prematur ditetapkan berdasarkan umur kehamilan

(Surasmi, 2003: 31).

Kelahiran prematur adalah istilah yang digunakan untuk

mendefinisikan bayi yang lahir terlalu dini. Kelahiran prematur adalah

satu dari situasi utama yang mengancam kesehatan manusia, menjadi

penyebab terbesar (dibandingkan kelainan kongenital) dari morbiditas

dan mortalitas neonatus. American Collage of Obstetricians and

Gynecologist telah merekomendasikan definisi kelahiran prematur

sebagai kelahiran yang terjadi sebelum 37 minggu gestasi (Leveno,

2009: 459).

Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum masa

kehamilan 37 minggu atau sering disebut dengan kelahiran kurang

bulan yang berat badan lahirnya ±1500- 2500 gram.

b. Klasifikasi bayi prematur.

Prawirohardjo (2007: 775) menyebutkan bahwa

berdasarkan timbulnya problematik pada derajat prematuritas

digolongkan dalam tiga kelompok :

1) Bayi yang sangat prematur (extremely premature) :24-30 minggu.

Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup

terutama di negara yang belum atau sedang berkembang.

Prawirohardjo (2007: 156-157) menjealskan, masa gestasi 24-27


16

minggu ini disebut permulaan trimester 3, dimana terdapat

perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan

gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka, namun

kelangsungan hidup pada periode ini sangat sulit bila lahir. Bayi

dengan masa gestasi 28-30 minggu (50-70%) masih dapat hidup

dengan perawatan yang sangat intensif. Berat bayi ±1000-1500

gram.

2) Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature)

:31-36 minggu. Berat badan bayi pada masa gestasi ini ±1500-2500

gram. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik

dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya

dikemudian hari lebih ringan.

3) Borderline premature : masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini

mempunyai sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya berat bayi

seperti bayi matur (2500-3400 gram) dan dikelola seperti bayi

matur, akan tetapi sering timbul problematik seperti yang dialami

bayi prematur, misalnya sindroma gangguan pernafasan,

hiperbilirubin, daya isap yang lemah, sehingga bayi ini harus

diawasi dengan seksama.

c. Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur menurut Surasmi

(2003: 31-32) dan Leveno (2009: 462) :

1) Faktor ibu

a) Toksemia gravidarum, yaitu preeklamsia dan eklampsia.


17

b) Kelainan bentuk uterus (misalnya : uterus bikornis, inkompeten

serviks).

c) Tumor (misalnya : mioma uteri, sistoma).

d) Ibu yang menderita penyakit antara lain :

(1) Akut dengan gejala panas tinggi (misalnya : tifus

abdominalis, malaria).

(2) Kronis (misalnya : TBC, penyakit jantung).

e) Trauma pada masa kehamilan antara lain :

(1) Fisik (misalnya : jatuh).

(2) Psikoligis (misalnya : stress).

f) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari

35 tahun.

2) Faktor janin

a) Kehamilan ganda

b) Hidramnion

c) Ketuban pecah dini

d) Cacat bawaan

e) Infeksi (misalnya: rubeolla, sifillis, toksoplasmosis)

f) Insufisiensi plasenta

g) Inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor Rhesus, golongan

darah ABO)

3) Faktor plasenta: Solusio plasenta

4) Tidak diketahui
18

Prawirohardjo (2007: 775) menyebutkan faktor yang

merupakan predisposisi prematur yaitu :

1) Faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan

antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit

jantung/ penyakit kronik lainnya, hipertensi umur ibu kurang dari

20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu

dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.

2) Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban

pecah dini.

3) Keadaan sosial ekonomi yang rendah.

4) Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.

5) Tidak diketahui.

d. Tanda bayi prematur.

Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat

bervariasi, bergantung pada usia kehamilan saat kehamilan saat bayi

dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat

dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang lahir

cukup bulan.

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi (2003: 32) :

1) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

2) Panjang badan kurang dari 46 cm.

3) Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas.

4) Lingkar kepala kurang dari 33cm.


19

5) Lingkar dada kurang dari 30 cm.

6) Rambut lanugo masih banyak

7) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.

8) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya,

sehingga seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga.

9) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.

10) Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada

skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk

bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup

oleh labia mayora.

11) Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya

lemah.

12) Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan

reflek isap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan

tangisannya lemah.

13) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot

dan jaringan lemak yang masih kurang.

14) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.

15) Rasio luas permukaan tubuh yang besar dibandingkan berat badan

(Surasmi, 2003: 32).

e. Patofisiologi bayi prematur

Bayi prematur adalah bayi yang lahir karena persalinan

prematur. Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan


20

mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi

uterus selama kehamilan atau disebabkan karena adanya gangguan

yang menyebabkan singkatnya kehamilan. Kondisi tersebut memicu

dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur penyebab

prematuritas terpisah yaitu stress, infeksi, perdarahan dan regangan

(Norwitz dan John, 2007: 54).

Manuaba (2008: 264) menjelaskan bahwa stress dapat terjadi

pada ibu dan janin. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stress

pada ibu yaitu tingkat sosial ekonomi yang rendah, anemia, gizi

kurang, hamil tua tetap kerja, infeksi, grandemultipara, atau jarak

hamil yang pendek yang dapat meningkatkan stress pada ibu sehingga

meningkatkan hormon prostaglandin yang dapat menyebabkan uterus

mudah terangsang untuk berkontraksi (irritable) dan menyebabkan

perubahan serviks (serviks menjadi lunak) sehingga meningkatkan

hormon oksitosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi uterus dan

mengakibatkan ketuban pecah spontan sehingga terjadi persalinan

prematur.

Norwitz (2007: 54) menjelaskan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi stress pada janin yaitu hipoksia karena insufisiensi

plasenta, infeksi, atau perdarahan. Beberapa faktor tersebut

menyebabkan stress pada janin yang merangsang hipotalamus

melepas hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang

kemudian CRH akan merangsang hipofisis anterior melepas hormon


21

adrenokortikotropin (ACTH). ACTH akan bersekresi menjadi

dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) dan kortisol. DHEAS

kemudian masuk ke hati, sedangkan kortisol akan merangsang CRH

plasenta. CRH plasenta ada dan ditambah dengan adanya CRH janin,

maka akan merangsang hormon prostaglandin E (PGE2/ PGF2a) yang

menyebabkan kotraksi uterus sehingga mengakibatkan ketuban pecah

spontan dan terjadi persalinan prematur.

Faktor kedua prematuritas menurut Norwitz (2007: 54) yaitu

infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya ketuban

pecah dini (KPD), ibu hamil dengan penyakit akut (tifus abdominalis

atau malaria), ibu dengan infeksi (rubeolla, toksoplasmosis), ibu yang

mempunyai tumor (mioma uteri, sistoma). Faktor-faktor tersebut

dapat merangsang hormon sitokin sebagai respon terhadap stimulus

sistem imun yang kemudian merangsang CRH plasenta dan

mengakibatkan timbulnya hormon PGE2 yang kemudian

mengakibatkan kontraksi uterus, lalu menyebabkan ketuban pecah

spontan dan terjadi persalinan prematur.

Norwitz (2007: 54) menyebutkan faktor ketiga dari

prematuritas yaitu perdarahan. Ada beberapa faktor yang dapat

menjadi sebab terjadinya perdarahan yaitu trauma masa kehamilan

(jatuh), atau solusio plasenta (lepasnya plasenta sebelum waktunya).

Hal tersebut dapat merangsang protrombin menjadi thrombin yang

dapat mengakibatkan kontraksi uterus, lalu terjadi ketuban pecah


22

spontan dan terjadi persalinan prematur. Perdarahan juga bisa

merangsang PGE2 dan menyebabkan kontraksi sehingga terjadi

ketuban pecah dan terjadi persalina prematur.

Faktor keempat yang menyebabkan prematuritas menurut

Norwitz (2007: 54) yaitu regangan. Regangan yang dimaksud adalah

regangan uterus. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu

grandemultipara, hamil <20 tahun >35 tahun, uterus bikornis,

polihidramnion dan hamil kembar. Hal-hal tersebut dapat merangsang

oksitosin dan meningkatkan oksitosin yang kemudian menyebabkan

kontraksi dan mengakibatkan ketuban pecah sehingga terjadi

persalinan prematur.
23

f. Patofisiologi Bayi Prematur

Faktor yang Faktor yang Faktor yang Faktor yang Faktor yang
mempegaruhi : mempengaruhi :
mempengaruhi : mempengaruhi : mempengaruhi :
a. Sosial a. Hipoksia a. Ketuban pecah a. Trauma masa a. Grandemultipara
ekonomi karena dini kehamilan b. Hamil <20 tahun
rendah insufisiensi b. Ibu hamil (jatuh) atau >35 tahun
b. Anemia plasenta dengan penyakit b. Solusio plasenta c. Uterus bikornis
c. Gizi kurang b. Infeksi akut c. Abrusio plasenta d. Polihidramnion
d. Infeksi c. Perdarahan
c. Ibu dengan e. Hamil kembar
e. Hamil tua infeksi (rubeolla,
tetap kerja toxoplasmosis,
f. Gande Stress Janin dll) Perdarahan
multipara Regangan
g. Jarak hamil
Hipotalamus
pendek
melepas CRH Thrombin PGE2 (PGF2a)
Infeksi Oksitosin
meningkat
CRH masuk
Stress
ke hipofisis Sitokin
Ibu anterior

CRH Plasenta
Prostaglandin melepas ACTH

ACTH masuk PGE2 (PGF2a)


Uterus irritable ke kelenjar
Perubahan adrenal
serviks
DHEAS Kortisol
Oksitosin
intern
CRH
meningkat
Plasenta

CRH Plasenta +
CRH Janin

PGE2 (PGF2a)

Kontraksi

Ketuban Pecah
Spontan
Sumber : Norwitz dan John, 2007: 54.
Manuaba, 2008: 264. Persalinan prematur (Bayi
Prematur)

Bagan 2.1 Patofisiologi Bayi Prematur


24

g. Komplikasi bayi prematur menurut David dan Derek (2008: 55) dan

Surasmi (2003: 28-29) yaitu :

1) Pernafasan:

a) Gangguan pernafasan (asfiksia).

b) Hipoksia.

2) Hipotermi.

3) Hipoglikemia.

4) Ikterus pada prematuritas.

5) Masalah pemberian makan :

a) Mengisap dan menelan yang buruk.

b) Ileus fungsional.

6) Enterokolitis nekrotikans.

7) Perdarahan intraventrikular.

8) Anemia.

h. Penatalaksanaan bayi prematur

Bayi prematur dapat dilahirkan dengan dua cara yaitu bisa

dengan pervaginam dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi atau

dengan abdominal. Bayi dapat dilahirkan secara pervaginam apabila

bayi pada presentasi kepala atau sungsang dengan kepala tidak

defleksi, taksiran berat janin tidak kurang dari 3176 gram, pembukaan

sudah lebih dari 4 cm. sedamgkan untuk bayi prematur yang

dilahirkan perabdominal yaitu apabila bayi dalam posisi sungsang

namun kepala bayi dalam posisi defleksi, atau terjadi plasenta previa
25

totalis sehingga bayi tidak dapat dilahirkan pervaginam (Manuaba,

2010).

Prawirohardjo (2007: 778) menjelaskan bahwa karena

belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk

pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan

lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan

suhu lingkungan, pemberian makanan bila perlu pemberian oksigen,

mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

1) Pengaturan suhu

Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita

hipotermi bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan

panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif lebih

luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan

lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat (brown fat).

Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang

cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat konsumsi

oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal.

Bila bayi dirawat dialam inkubator, maka suhunya untuk bayi

dengan berat badan < 2kg adalah 35ºC dan untuk bayi dengan

berat badan 2-2,5kg adalah 34ºC, agar ia dapat mempertahankan

suhu tubuh sekitar 37ºC. Kelembapan inkubator berkisar antara

50-60%. Suhu inkubator dapat diturunkan 1ºC perminggu untuk

bayi dengan berat badan 2 kg dan secara berangsur-angsur bayi


26

dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu

lingkungan 27ºC- 29ºC. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat

dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol

hangat disekitarnya atau dengan menyalakan lampu didekat bayi

berjarak sekitar 50-60cm. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan

popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai

keadaan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernafasan,

kejang, dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat

dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat

dilaksanakan secepat mungkin (Prawirohardjo, 2007: 778).

Kelembapan relatif perlu dipertahankan untuk

membantu stabilitas suhu tubuh bayi, yaitu :

a) Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang

rendah.

b) Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan

nafas, terutama saat mendapat terapi oksigen dan selama

pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea.

c) Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi

kehilangan cairan insensibel dari paru (Surasmi, 2003: 13).

2) Makanan bayi

Pada bayi prematur refleks isap,telan dan batuk belum

sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim

pencernaan lipase masih kurang disamping itu kebutuhan protein


27

3-5 g/hari dan tingi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat badan

bertambah sebaik-baiknya. Pemberian cairan yang cukup sngat

penting untuk bayi prematur, karena kadar air ekstrasel pada bayi

prematur lebih tinggi daripada bayi normal (70% pada bayi

normal, 90% pada bayi prematur). Permukaan badan bayi

prematur relatif lebih luas daripada bayi aterm dan kapasitas

diuresis osmotiknya terbatas, terutama bayi prematur dengan

kelainan ginjal sehingga rentan kekurangan air (Surasmi,

2003:17).

Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3

jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan

hiperbillirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama harus

dilakukan pengisapan cairan lambung. Hal ini perlu untuk

mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan mencegah muntah.

Pengisapan cairan lambung juga dilakukan pada setiap sebelum

pemberian minum berikutnya. Pada umumnya bayi dengan berat

lahir 2000 g atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan

berat < 1500 g kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu

botol, terutama pada hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi

minum melalui sonde lambung (orogastric- intubation). Sesudah 5

hari dicoba untuk menyusu pada ibunya, apabila daya isap bayi

sudah baik maka pemberian air susu ibu dapat diteruskan.

Frekuensi pemberian minum makin berkurang dengan


28

bertambahnya berat bayi. Jumlah cairan yang diberikan pertama

kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya dapat ditambah sedikit demi

sedikit tiap 12 jam. Penambahan susu tersebut tergantung pada

jumlah susu yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya.

Banyaknya cairan yang diberikan adalah 60 ml/kg/hari, dan setiap

hari dinaikkan sampai 200 ml/kg/hari pada akhir minggu kedua.

Air susu yang paling baik adalah air susu ibu. Bila bayi belum bisa

menyusu pada ibunya, air susu ibu dapat dipompa dan dimasukkan

kedalam botol yang kering dan steril (Prawirohardjo, 2007: 779).

Pada waktu bayi minum harus diperhatikan, bayi

menjadi biru atau tidak, ada atau tidaknya gangguan pernafasan

atau perut kembung. Sesudah bayi minum susu, sendawakan bayi

untuk mengurangi gumoh. Bila bayi biru atau mengalami

kesukaran bernafas pada waktu minum, kepala bayi harus segera

direndahkan 30º, cairan dimulut dan di faring dihisap. Bila bayi

masih tetap biru dan sukar bernafas, harus segera diberi oksigen

dan pernafasan buatan, dan jika perlu lakukan resusitasi dan

pasang endotrakeal intubasi. Pada bayi yang nutrisinya diberikan

melalui kateter, sebaiknya menggunakan kateter dari polietilen

yang dapat tinggal dilambung 4-5 hari tanpa iritasi. Kateter dari

karet mudah menyebabkan iritasi dan infeksi (Prawirohardjo,

2007: 780 dan Surasmi, 2003:17).


29

3) Bayi prematur mudah sekali terserang infeksi.

Bayi prematur dan berat badan lahir rendah mudah

menderita sakit. Hal ini disebabkan karena imunitas dan humoral

masih kurang. Bayi risiko tinggi lain juga mudah menderita sakit

karena keterbatasan dan gangguan fungsi organ yang sudah ada

pada mereka (Surasmi, 2003: 16).

Tindakan aseptik dan antiseptik harus selalu

digalakkan, baik dirawat gabung ataupun di kamar perinatal.

Infeksi yang sering terjadi ialah infeksi silang melalui para dokter,

perawat, bidan, dan petugas lain yang berhubungan dengan bayi

(Prawirohardjo, 2007: 781).

4) Bantuan pernafasan

Bantuan pernafasan di berikan pada bayi prematur yang

mengalami asfiksia. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru

lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur. Pertolongan

bayi prematur yang mengalami asfiksia yaitu dengan cara

resusitasi. (Surasmi, 2003: 31).

Sebelum melakukan resusitasi dilakukan dua penilaian

yaitu penilaian awal sebelum bayi lahir dan penilaian segera

setelah bayi lahir. Penilaian awal sebelum bayi lahir meliputi,

apakah air ketuban bercampur mekonium atau tidak, pada

presentasi kepala atau tidak. Penilaian bayi setelah lahir meliputi

apakah bayi menangis kuat atau tidak, bernafas spontan tanpa


30

kesulitan dan teratur atau tidak, nafas megap-megap atau tidak

bernafas, dan apakah bayi bergerak aktif atau tidak. Putuskan

tindakan resusitasi jika salah satu jawaban dari penilaian tersebut

menyatakan tidak (POGI, IBI, Depkes RI, IDAI, P2KP-KR,

2008).

Persiapan resusitasi bayi baru lahir meliputi persiapan

keluarga yaitu bicarakan dan diskusikan dengan keluarga

mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada

bayi atau ibunya. Kedua adalah persiapan tempat resusitasi.

Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi

hendaknya rata, keras, bersih dan kering (misalnya meja kayu).

Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi.

Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas (misalnya :

lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu

yang terbuka). Biasanya di gunakan lampu sorot atau bola lampu

berdaya 60 watt yang diletakkan dengan jarak 50-60 cm dari bayi,

pastikan lampu dinyalakan terlebih dahulu menjelang kelahiran

bayi (POGI, IBI, Depkes RI, IDAI, P2KP-KR, 2008 dan Aziz,

2008).

Persiapan resusitasi yang ketiga adalah persiapan alat

resusitasi. Alat-alat yang dibutuhkan untuk tindakan resusitasi

adalah 2 helai kain kering/ handuk (bahan pengganjal bahu bayi,

kain di gulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk


31

mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi), alat penghisap

lender De Lee atau bola karet, tabung beserta sungkup atau balon

serta sungkup neonatal, kotak alat resusitasi dan jam atau pencatat

waktu (POGI, IBI, Depkes RI, IDAI, P2KP-KR, 2008).

Langkah awal tindakan resusitasi dalam Asuhan

Persalinan Normal (APN) harus dilakukan dalam waktu 30 detik,

tindakan yang dilakukan meliputi : menjaga kehangatan tubuh

bayi, mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi dengan di ganjal

pada leher bayi dengan kain yang sudah disiapkan, menghiap

lendir bayi, keringkan dan rangsang taktil bayi, reposisi bayi, lalu

lakukan penilaian apakah bayi sudah menangis atau bernafas

spontan dan teratur. Apabila resusitasi yang pertama tidak berhasil

maka lanjutkan langkah resusitasi yang kedua yaitu Ventilasi

Tekanan Positif (VTP). Langkah- langkah VTP yaitu :

a) Periksa sungkup, apakah sungkup bocor atau tidak

b) Pasang sungkup mencakup hidung dan mulut bayi sambil

melihat perlekatan sungkup, pastikan rapat dan tidak ada

udara yang keluar dari sekitar perlekatan.

c) Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan

dada bayi.

d) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali

dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik.


32

e) Lakukan penilaian apakah bayi menangis atau bernafas

spontan dan teratur.

Apabila setelah dilakukan VTP bayi belum dapat

menangis, bernafas spontan dan teratur, lanjutkan ventilasi dan

evaluasi tiap 30 detik. Apabila bayi masih belum dapat bernafas

secara spontan dan teratur, biasanya jika bayi di rumah sakit bayi

akan di berikan injeksi adrenalin untuk memicu denyut jantung

bayi, namun apabila bayi masih belum bisa bernafas spontan beri

motivasi kepada ibu dan keluarga dan beritahukan bahwa bayi

meninggal. Apabila setelah tindakan VTP bayi dapat bernafas

spontan dan teratur, lakukan asuhan pasca resusitasi seperti bayi

baru lahir normal yaitu mengukur antopometri, memberikan salep

mata, vitamin K. Untuk bayi prematur (belum cukup bulan)

imunisasi hepatitis B belum diberikan karena bayi belum aterm,

sedangkan syarat untuk imunisasi tersebut adalah bayi yang lahir

aterm (Prawirohardjo, 2007 dan POGI, IBI, Depkes RI, IDAI,

P2KP-KR, 2008).
33

i. Pathway Bayi Prematur

Faktor ibu:
a. Toksemia gravidarum Faktor janin :
b. Kelainan uterus a. Kehamilan ganda
c. Tumor Faktor plasenta : Faktor
b. Hidramnion
d. Ibu yang mempunyai c. Ketuban pecah dini idiopatik
penyakit kronis/ akut Solusio plasenta
d. Cacat bawaan
e. Trauma masa kehamilan e. Infeksi
f. Usia hamil <20tahun aau
>35 tahun.

Bayi Baru Lahir

Umur Kehamilan <37minggu Umur Kehamilan >37minggu

Tanda klinis : Tanda klinis : Tanda klinis : Tanda klinis :


a. Berat badan a. Berat badan 2500- a. Berat badan <2500gram a. Berat badan 2500-
<2500gram 4000gram b. Panjang badan <46 cm 4000gram
b. Panjang badan <46 cm b. Panjang badan 48-52 c. Lingkar kepala <33 cm b. Panjang badan 48-52
c. Lingkar kepala <33 cm cm d. Lingkar dada <30 cm cm
d. Lingkar dada <30 cm c. Lingkar kepala 33-35 e. Rambut lanugo masih c. Lingkar kepala 33-35
e. Rambut lanugo masih cm banyak cm
banyak d. Lingkar dada 30-33 cm f. Testis belum turun ke d. Lingkar dada 30-33 cm
f. Testis belum turun e. Testis sudah turun ke scrotum pada bayi laki- e. Testis sudah turun ke
kescrotum pada bayi scrotum pada bayi laki- laki/ klitoris menonjol, scrotum pada bayi laki-
laki-laki/ klitoris laki/ klitoris menonjol, labia minora belum laki/ klitoris menonjol,
menonjol, labia minora labia minora tertutup tertutup oleh labia labia minora tertutup
belum tertutup oleh oleh labia mayora mayora oleh labia mayora
labia mayora

Bayi prematur Bayi normal salah HPHT BBLR BBL Normal

Deteksi Dini Komplikasi

Tidak ada Asfiksia Ikterus Hipotermi


komplikasi
Resusitasi Fisiologi Patologi Inkubatorisasi

Berhasil Tidak Penanganan Terapi Berhasil Tidak


Penanganan berhasil berhasil
Bayi prematur BBL normal sinar
Penangan
Penanganan an Bayi Meninggal
Meninggal Berhasil Tidak
Bayi prematur
Berhasil
prematur
Penanganan
Bayi prematur Hiperbillirubin
Sumber :
Prawirohardjo (2007) Asidosis Metabolik
Surasmi, dkk (2003)
Komara Yudha, dkk (2009)
Yusna dan Huriawati (2008) Meninggal

Bagan 2.2 Pathway Bayi Prematur


34

B. Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Muslihatun, dkk (2009) menjelaskan bahwa manajemen

kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam

menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari

pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi.

Sedangkan Atik (2008) menyebutkan bahwa manajemen

kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai

metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis

dan menguntungkan, menguraikan perilaku yang diharapkan dari pemberi

asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan, keterampilan dalam

rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus

pada klien.

2. Asuhan Kebidanan

Muslihatun, dkk (2009) menjelaskan bahwa asuhan kebidanan

adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab bidan

memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau

masalah di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, nifas,

bayi, setelah lahir serta keluarga berencana.

3. Proses Manajemen Kebidanan Menurut Helen Varney

Varney menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan

pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal
35

tahun 1970an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan

pengorganisasian, pemikiran dan tindakan – tindakan dengan urutan yang

logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan

(Muslihatun dkk, 2009).

Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang

berurutan dari setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses

dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.

Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat

diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat

diuraikan lagi menjadi langkah – langkah yang lebih rinci dan ini berubah

sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Langkah 1. Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua

data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara

lengkap, yaitu :

1) Riwayat kesehatan.

2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya.

3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.

4) Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil

studi.

Pada langkah ini di kumpulkan semua informasi yang akurat dari

semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan


36

mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengajukan

komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam

manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada

keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan

langkah kelima dan keenam (atau menjadi bagian dari langkah –

langkah tersebut) karena data yang diperlukan diambil dari hasil

pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain.

Kadang – kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah

keempat untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan

kepada dokter (Muslihatun dkk, 2009).

b. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis

atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar

atau dasar data – data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah

dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau

diagnosis yang spesifik. Diagnosis kebidanan, yaitu diagnosis yang

ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam lingkup praktik kebidanan dan

memenuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan.

Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut adalah :

1) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi.

2) Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan.

3) Memiliki ciri khas kebidanan.

4) Didukung oleh clinical judgenment dalam praktek kebidanan.


37

5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

(Muslihatun dkk, 2009).

c. Langkah 3. Mengidentifikasikan Diagnosis atau masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan

diharapkan dapat bersiap – siap bila diagnosis atau masalah potensial

ini benar – benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan

asuhan yang aman (Muslihatun dkk, 2009).

d. Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang

memerlukan penangan segera

Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi dan

menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnose dan masalah

ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,

kolaborasi dan melakukan rujukan ( Wildan, 2008: 38).

e. Langkah 5. Merencanakan asuhan secara menyeluruh

Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan

perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang

ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga

dilakukan indetifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar

perlaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil (Wildan, 2008: 38).


38

f. Langkah 6. Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan

aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau

anggota tim kesehatan lainnya. Manajemen yang efisien akan

menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan (Mufdilah,

Hidayat, 2008: 75-79) .

g. Langkah 7. Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah

benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana

telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Manajemen

kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang

kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses

manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak

efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan berikutnya

(Mufdilah, Hidayat, 2008: 75-79).

C. Kewenangan Bidan

1. Pengertian Kewenangan Kebidanan

Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap

mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Bidan adalah


39

seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah

teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Kepmenkes,

1464/2010).

Pengertian Kewenangan Bidan Kewenangan bidan adalah

pelayanan kepada wanita, pada masa pranikah termasuk remaja putri,

prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui. Jadi, Hukum

Kewenangan Bidan yaitu peraturan resmi yang dikukuhkan oleh

pemerintah yang mengatur tentang pelayanan kepada wanita, pada masa

pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas,

dan menyusui (Kepmenkes, 1464/2010).

2. Kewenangan Bidan

Kewenangan bidan dalam praktik mandiri juga harus memenuhi

ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. Tugas pokok

bidan yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor 369 Tahun 2007 tentang

standar profesi bidan adalah melaksanakan pelayanan Kesehatan Ibu dan

Anak (KIA) khususnya dalam mendukung pelayanan kesehatan ibu hamil,

bersalin dan nifas, pelayanan kesehatan bayi dan anak balita, serta

pelayanan Keluarga Berencana (KB), mengelola program KIA di wilayah

kerjanya dan memantau pelayanan KIA di wilayah desa berdasarkan data

riil sasaran, meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung

pelaksanaan pelayanan KIA termasuk pembinaan dukun bayi dan kader,

pembinaan wahana/forum peran serta masyarakat yang terkait melalui


40

pendekatan kepada pamong dan tokoh masyarakat. Kewenangan yang

telah diberikan itu harus di tindak lanjuti dengan peningkatan pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan supaya dapat melaksanakan tugas dengan

baik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,

kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

1. Pasal 9

Bidan dalam penyelenggaraan praktik, berwenang untuk memberikan

pelayanan meliputi :

a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2. Pasal 11

a. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak

pra sekolah.

b. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :

1) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin K

1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan

perawatan tali pusat.


41

2) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.

3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.

4) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra

sekolah.

6) Pemberian konseling dan penyuluhan.

7) Pemberian surat keterangan kelahiran, dan Pemberian surat

keterangan kematian.

Anda mungkin juga menyukai