Anda di halaman 1dari 16

REVIEW BOOK METODOLOGI STUDI ISLAM

DI

OLEH :

NUR FADHILLAH MUKARRAMI

(160202016)

DOSEN PENGAMPU :

IMAM JUAINI, M.A

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH

2018
REVIEW BOOK METODOLOGI STUDI ISLAM

REVIEW BOOK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Metodologi Studi Islam”

Dosen Pengampu : Imam Juan

Disusun Oleh :

NAMA : Nur Fadhillah Mukarrami

NIM : 160202016

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

UNIVERSITAS ISLM NEGERI (UIN) AR-RANIRY

BANDA ACEH

2018
REVIEW BUKU METODOLOGI STUDI ISLAM

Metodologi Studi Islam

Penulis Buku : Drs. Atang Abd. Hakim, M.A.

Dr. Jaih Mubarok

Judul : Metodologi Studi Islam

Editor : Cucu Cuanda

Penerbit : PT. REMAJA ROSDAKARYA

Tahun : 1999

Tebal halaman : 240 halaman

A. Ringkasan Bab

Dari buku Drs. Atang Abd. Hakim, MA dan Dr. Jaih mubarok mengenai Metodologi Studi Islam
terdiri dari 16 bab. Dari pengalaman penulis, materi tersebut tidak mungkin disampaikan secara
keseluruhan kecuali setelah dilakukan penyederhanaannya. Maka dalam upaya
menyederhanakan membaginya menjadi tiga tema besar, yaitu : (1) islam, kebudayaan, dan
penelitian, (2) doktrin, sejarah dan studi islam kawasan, (3) islam dan modernitas

> Bagian pertama adalah Islam, kebudayaan dan penelitian ; terdiri atas lima bab, yaitu :

1. Agama, Islam dan Studi Islam

2. Peran Islam Dalam Kehidupan Manusia

3. Islam dan Kebudayaan

4. Islam dan Kebudayaan Indonesia

5. Penelitian Agama dan Model-Modelnya


> Bagian kedua adalah doktrin, sejarah, dan studi islam kawasan.; terdiri atas delapan bab, yaitu
sebagai berikut :

1. Al-Qur’an dan Sumber Agama Islam

2. Sunnah Sebagai Sumber Agama Islam

3. Ijtihad Sebagai Sumber Agama Islam

4. Doktrin Kepercayaan Dalam Islam

5. Rirtual dan Institusi Islam

6. Sejarah Islam

7. Dimensi dan Alirah-Aliran Pemikiran Islam

8. Studi Kawasan dan Islam Dewasa

> Bagian ketiga adalah Islam, tradisi dan modernitas yang terdiri atas tiga bab, yaitu sebagai
berikut :

1. Islam dan Dunia Kontemporer

2. Islam : Moral dan Kemanusiaan

3. Islam : Keluarga dan Masyarakat


B. Isi Review

BAB I

ISLAM DAN AGAMA-AGAMA

1. Islam dan Agama-agama Lainnya

Dalam perkembangannya, agama menjadi semacam himpunan doktrin,ajaran serta


hokum-hukum yang baku yang telah diyakini sebagai kodifikasi perintah Tuhan untuk
manusia.ini melalui proses sistematisasi dan semangat agama yang kemudian hadir sebagai
firman Tuhan melalui kitab suci. Kebenaran ada dua macam, yaitu: pertama kebenaran
filosofis,yaitu pencapaian kebenaran dalam setiap agama adalah satu (Realitas tertinggi).Kedua
kebenaran sosiologis yaitu setiap individu menganggap agama merka sendirilah yang paling
benar. Atas dasar kedua kebenaran tersebut, sebaiknya Realitas tertinggi dijadikan sebagai
patokan.

Berikutnya akan dijelaskan mengenai tipologi sikap keberagamaan:

a. Eksklusifisme

Eksklusif berarti sikap untuk mengkhususkan atau mengeksklusifkan kelompok atau


golongan tertentu. Pandangan eksklusifisme menyatakan bahwa agamanya adalah satu-satunya
yang paling benar dan menawarkan keselamatan. Dengan kata lain, eksklusifisme merupakan
sebuah pandangan yang berprinsip keselamatan tunggal, sedemikian rupa sehingga agama-agama
selainnya dipandang sesat dan salah. Pandangan inilah yang mendominasi sikap keberagamaan
komunitas agama dari zaman ke zaman.

b. Inklusivisme

Inklusif dalam agama adalah merupakan bentuk klaim kebenaran absolut yang lebih
longgar. Di satu fihak, inklusiv tetap meyakini bahwa hanya salah satu agama saja yang benar
(the truth) secara absolut, akan tetapi di lain fihak ia mencoba mengakomodasi konsep yuridis
keselamatan dan transformasinya untuk mencakup seluruh pengikut agama lain. Pandangan
inklusivisme yang bertolak belakang dengan pandangan eksklusifisme. Menjadi inklusif
berarti percaya bahwa kebenaran tidak menjadi monopoli agama tertentu, tetapi juga bisa
ditemukan dalam agama-agama lain. Sebagian orang menganggap bahwa inklusifisme ini tampil
sebagai penengah dari eksklusif dan plural.

c. Pluralisme

Pluralisme yakni sebuah keadaan yang bersifat plural, jamak atau banyak. Secara
sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman
pemikiran, peradaban, agama dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanaya keragaman
pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran mesing-masing pemahaman, setidaknya
menurut logika para pengikutnya.

d. Universalisme

Dalam Islam konsep universal ini dikenal juga sebagai Rahmatan lil’Alamin. Dalam
Kamus Ilmiah Populer kata universal mempunyai arti “mencakup keseluruhan”. Rangkaian
ajaran dalam Islam meliputi berbagai bidang, seperti hukum agama (fiqh), keimanan (tauhid),
etika (akhlaq, seringkali disempitkan oleh masyarakat hingga menjadi hanya kesusilaan belaka)
dan sikap hidup, menampilkan kepedulian yang sangat besar kepada unsur-unsur utama dari
kemanusiaan (al-insaniyyah). Inilah yang mendasari kenapa Islam juga disebut sebagai
Rahmatan lil’Alamin, karena Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi
juga hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan sesama makhluq Tuhan lainnya, dan
hubungan manusia dengan alam pun ada dalam ajaran Islam. Inilah manifestasi Islam sebagai
“Rahmatan lil’Alamin”.

2. Signifikasi studi islam

Dari segi tingkatan kebudayaan, agama merupakan universal culture. Salah satu prinsip
teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan
sendirinya. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan ekstensinya,
berarti ia mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di dalam masyarakat. Oleh
karena itu, secara umum studi islam menjadi penting karena agama, termasuk islam memerankan
sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.

Situasi keberagamaan di Indonesia cenderung menampilkan kondisi keberagamaan yang


legalistic-formalistik, sehingga muncul formalisme keagamaan yang lebih
mementingkan bentuk dari pada isi. Kondisi seperti itu menyebabkan agama kurang dipahami
sebagai seperangkap paradigma moral dan etika yang bertujuan membebaskan manusia dari
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan, malah cenderung individualistic yang
menyebabkan munculnya sikap kontra produktiv. Oleh karena itu signikasi studi islam di
Indonesia adalah mengubah pemahaman dan penhayatan keislaman masyarakat muslim
Indonesia secara kusus dan masyarakat beragama pada umumnya. Adapun perubahan yang
diharapkan adalah format-format formalisme keagamaan islam diubah menjadi format agam
yang substansif. Disamping itu study islam diharapkan dapat melahirkan suatu komunitas yang
mampu melakukan perbaikan secara intern dan ekstern.

3. Pertumbuhan Studi Islam di Dunia

Pada awalnya, studi Islam dilaksanakan di masjid-masjid. Pusat-pusat studi Islam klasik
adalah di Mekah, Madinah, Basrah, Kufah, Damaskus, dan Palestina. Pada zaman kejayaan
Islam, studi Islam dilakukan di beberapa tempat, seperti di Kairo, Kordova (Spanyol), dan
dipusatkan di Baghdad. Studi Islam sekarang ini berkembang hamper di seluruh Negara di dunia,
baik di Negara-negara Islam sendiri maupun di Negara-negara non Islam.
BAB II

PERAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

1. Hubungan Tauhid Dengan Ilmu Pengetahuan

Dari segi unsur kebudayaan, agama merupakan universal culltural; artinya terdapat
disetiap daerah kebduayaan dimana saja masyarakat dan kebudayaan itu berada. Salah satu
prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap
dengan sendirinya. Tauhid mendorong manusia untuk menguasai dan memanfaatkan alam
karena sudah ditundukkan Allah untuk kepentingan manusia. Tauhid mendorong mnausia untuk
menguasai dan memanfaatkan alam karena sudah ditundukkan untuk manusia. Konsekuensi dari
tauhid itu sendiri adalah bahwa manusia haruaas mengusai alam dan haram untuk tunduk kepada
alam.

2. Paradigma Ilmu-ilmu Islami

Menusia yang hendak menyikapi rahasia allah melalui tanda-Nya berupa jagad raya,
manusia dan wahyu. Paradigma ini merupakan jawaban terhadap dikotomi ilmu agama dan ilmu
non agama. Pada dasarnya ilmu agama dan non agama hanya dapat dibedakan untuk kepentingan
analisis, bukan untuk dipisahkan apalagi dipertentangkan.

3. Ilmu Eksakta di Tangan Umat Islam

Merupakan ilmu-ilmu yang membahas masalah-masalah yang bersifat empiris dan


bersifat pasti. Dalam beberapa literatur dijelaskan mengenai sumbangan umat islam terhadap
ilmu-ilmu eksakta diantaranya sumbangan umat islam terhadap matematika, astronomi, kimia
dan optik.

4. Sains Dunia Islam Masa Kini

Sains dunia islam sekarang ini sangat menyedihkan. Nurcholis Madjid (1998:9)
menyatakan bahwa sekarang ini dunia islam merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang
diantara penganut-penganut agama besar lainnya. Keadaan yang memprihatinkan ini terjadi
karena umat islam tidak mampu menangkap ajarannya yang lebih dinamis dan sekaligus otentik.
BAB III

ISLAM DAN KEBUDAYAAN

1. Kebudayaan

Menurut Parsudi Suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-


aturan,petunjuk, resep-resep, rencana-rencana yang terdiri atas serangkaian model-model
kognitif yang dimiliki manusia, dan yang digunakan secara selektif dalam menghadapi
lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.

Disamping itu, tedapat unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, karena dapat
dijumpai pada setiap kebudayaan yang ada didunia ini.

2. Islam dan Kebudayaan Islami

Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya, yaitu agama dan budaya
adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak,
sedangkan budaya dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.

Sistem kemasyarakatan dalam islam kita sebut sebagai cultural universal karena ia
terjajdi disetiap tempat dan setiap waktu. Perkawinan sering disebut cultural activity karena
perkawinan merupakan unsur yang lebih kecil daripada unsur sistem kemasyarakatan.

3. Islam dan Kebudayaan Arab Pra-islam

Bangsa arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi.
Ciri-ciri utama tatanan arab pra-islam adalah : (a) menganut paham kesukunan, (b) memiliki
tatasosial politik yang tertutup dengna partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih
penting daripada kemampuan, (c) kedudukan perempuan cenderung direndahkan.

Dari segi akidah, bangasa arab pra-islam percaya kepada allah sebagai pencipta sumber
kepercayaan adalah risalah samawiah yang dikembangkan dan disebarkan dijazirah arab. Dan
kemudian melakukan transformasi dari sudut islam yang dibawa Muhammad disebut
penyimpangan. Agama mereka menjadikan berhala sebagai penyerta Allah. Dalam bidang
hukum, bangsa arab pra-islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuk.
BAB IV

ISLAM DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Persentuhan Islam Dengan Kebudayaan Melayu dan Jawa

Indonesia pernah mengalami dualisme kebudayaan yaitu antara kebudayaan keraton dan
kebudayaan populer. Kebudayaan keraton dikembangkan ileh abdi dalem. Biasanya bentuk
kebudayaan yang diciptakan untuk kepentingan itu berupa mitos. Meskipun dalam keraton
terdapat pengaruh hinduisme, tetapi islam pun cukup berpengaruh.

Konsep kekuasaan jawa sangat berbeda dengan konsep kekuasaan islam. Dalam
kebudayaan jawa dikenal dengan konsep raja absolut, islam justru mengutamakan konsep raja
adil, al-malik al-‘adil. Akan tetapi, suatu hal yang prlu dicacat adalah budaya keraton diluar jawa
yang lebih dekat dengan gagasan islam.

2. Inovasi dan Pengaruh Islam Dalam Sastra, Seni dan Arsitek

Ekpresi estetik islam di indonesia, paling tidak, dapat dilihat dalam dalam dua bidang :
sastra dan arsitek . Inovasi keislaman di indonesia yang cukup menarik antara lain disampaikan
oleh, yang menegaskan bahwa agama dan budaya hanya dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

Cara berffikir yang benar dalam kaitannya dengan masalah tradisi dan inovasi,
menghendaki kemampuan untuk mebedakan antara keduanya. Maka lahirlah kerancauan dalam
menentukan hierarki nilai, yaitu penentuan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah,
atau penentuan mana yang lebih absolute dan mana yang relatif.

3. Islam dan Adat Melayu di Sulawesi Selatan dan Aceh

Bagian ini akan membicarakan isam dan kebudayaan melayu di daerah sulawesi selatan
dan aceh. Bagian pertama merujuk pada artikel yang berjudul “ norma adat dan agama islam
dulu, kini dan esok di sulawesi selatan” karya helide, sedangkan bagian kedua merujuk pada
artikel yang berjudul “ pengembaraan kebudayaan aceh diluar tanah ranahnya.” Karya Tgk. H.
Muslim Ibrahim.
BAB V

PENELITIAN AGAMA DAN MODEL-MODELNYA

1. Penelitian dan Penelitin Agama

Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk pengetahuan dan pikiran manusia
merupakan bagian dari budaya, maka ia termasuk objek penelitian filsafat. Agama yang
diturunkan dan terwujud dalam bentuk tindakan dan sikap manusia merupakan produk interakasi
sosial, maka merupakan bagian dari olmu sosial dan ilmu sejarah.

Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk benda-benda suci merupakan
wilayah kajian antropologi dan arkeologi. Maka dari itu agama dapat dijadikan objek penelitian
tanpa harus menggunakan metode yang berbeda dengan metode yang lain.

2. Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan

Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi agama, sehingga sasarannya terletak
pada tiga elemen pokok, yaitu ritus, mitos, dan magik. Sedangkan penelitian keagamaan lebih
mengutamakan pada agama sebagai sistem atau sistem keagamaan.

3. Kontruksi Teori Penelitian Keagamaan

Teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah : teori perubahan sosial, teori struktural
fungsional, teori antropologi dan sosiologi agama, teori budaya dan tafsir budaya simbolik, teori
pertukaran sosial, dan teori sikap. Penelitian tersebut meminjam teori-teori yang dibangun dalam
ilmu sosial. Maka disebut penelitian keagamaan atau penelitian hidup agama, karena objeknya
adalah perilaku tarekat Tijaniah.

4. Model-Model Penelitian Keagamaan

Kajian sosiologi agama menggunakan metode ilimiah. Pengumpulan data dan metode
yang digunakan antara lain dengan sejarah analisis, analisis komparatif lintas budaya,
eksperimen yang terkontrol, observasi, survey sample, dan analisis isi.
BAB VI

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM

1. Fungsi Al-qur’an

Dari sudut subtansinya fungsi al-qur’an adalah tersurat dengan nama-namanya, sebagai
berikut : 1) al-huda, 2) al-furqan, 3) al-syifa, 4) al-mau’izhah. Fungsi tersebut difirmankan Allah
dalam al-qur’an, sedangkan fungsi Al-qur’an dari pengalaman dan penghayatan terhadap isinya
bergantung pada kualitas ketakwaan individu yang bersangkutan. Karena bersifat personal, maka
pengalaman tersebut hampir dipastikan berbeda-beda, meskipun persamaan-persamaan
pengalaman itu pun tidak dapat diabaikan.

2. Al-qur’an sebagai firman Allah

Sebagai wahyu Allah, Al-qur’an bukan pikiran dan ciptaan nabi Muhammad SAW , oleh
karena itu, mereka yang mengatakan bahwa al-qur’an itu pikiran dan ciptaan manusia nabi
Muhammad SAW, tidak benar dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Demikianlah
kedudukan Al-qur’an sebgai firman Allah. Berdasarkan subtansinya, al-qur’an bukanlah ciptaan
nabi Muhammad SAW, ia dipelihara oleh Allah yang mewahyukan.

4. ‘Ulum Al-qur’an dan tafsir

Ilmu bantu untuk memahami al-qur’an adalah ‘ulumul qur’an dan ilmu tafsir. Dalam al-
qur’an dibahas umpamanya, ayat makiyyah dan madaniyyah, asbabunnuzul, i’rab al-qur’an ilmu
qira’at, dll. Adanya ayat al-qur’an yang masih dalam bentuk garis besar memberikan peluang
kepada para mufasir untuk menjelaskannya. Dalam menafsirkan al-qur’an, merea tentu
menggunakan kaidah-kaidah yang sebagian diambil dari ‘ulum al-qur’an.
BAB VII

HADIS SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM

Bab ini dibagi menjadi 4 bagian : 1) beberapa istilah seputar hadits, 2) posisi dan fungsi hadits,
3) sejarah kodifikasi hadits, 4) unsur-unsur hadits.

1. Beberapa Istilah Seputar Hadist

Dalam literatur hadis dijumpai beberapa istilah lain yang menunjukkan penyebutan al-
hadist, seperti al-sunnah, al-khabar, al-atsar. Dalam mengartikan al-hadis secara istilah anatara
ulama hadis dan ulama fiqih terjadi beberapa pendapat. Adanya perbedaan makna istilah hadist
tersebut mengacu pada pengertian yang sama, yaitu segala sesuatu yang di nukilkan dari nabi
Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir.

2. Posisi dan fungsi Hadits

Hadis merupakan sumber ajaran islam kedua setelah al-qur’an. Keberadaan hadis sebagai
sumber kedua setelah al-qur’an, selain ketetapan Allah yang dipahami dari ayatNya secara
tersirat, juga nerupakan Ijma’. Yang fungsi hadist sendiri yaitu sebagai penetapan aturan atau
hukum yang tidak didapat didalam al-qur’an.

3. Sejarah dan Kodifikasi Hadits

Sejak jaman kenabian, hadis adalah ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum
muslimin. Hadits mendapat tempat tersendiri di hati para sahabat, tabi’in dan orang-orang
yang datang setelah mereka. Setelah Al-Quran, seseorang akan dimuliakan sesuai dengan
tingkat keilmuan dan hapalan hadisnya. Karena itu, mereka sangat termotivasi untuk
mempelajari dan menghafal hadis-hadis Nabi melalui proses periwayatan. Tidak heran, jika
sebagian mereka sanggup menumpuh perjalanan beribu-ribu kilometer demi mencari satu
hadits saja.

- Masa Sahabat

Sebetulnya, kodifikasi (penulisan dan pengumpulan) hadits telah dilakukan sejak jaman para
sahabat. Namun, hanya beberapa orang saja diantara mereka yang menuliskan dan
menyampaikan hadits dari apa yang mereka tulis. Disebutkan dalam shahih al-Bukhari, di
Kitab al-Ilmu, bahwa Abdullah bin ‘Amr biasa menulis hadis.

- Masa Tabi’in dan setelahnya

Tradisi periwayatan hadits ini juga kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh tabi`in
sesudahnya. Hingga datang masa kepemimpinan khalifah kelima, Umar Ibn Abdul’aziz.
Dengan perintah beliau, kodifikasi hadits secara resmi dilakukan. Para ulama di abad ke dua,
mengumpulan hadits yang mana hadits yang ada pada mereka masih bercampur dengan
perkataan para sahabat dan fatwa para ulama tabi’iin.

Begitulah juga penulisan hadis ini menjadi tradisi ulama setelahnya di abad ke tiga dan
seterusnya. Hingga datang zaman keemasan dalam penulisan hadis. Ia adalah periode Kitab
Musnad Ahmad dan kutub sittah. Diantaranya adalah dua kitab shahih. Al-Imam al-Bukhari,
seorang ulama hadis jenius yang memiliki kedudukan tinggi, menulis dan mengumpulkan
hadis-hadis shahih dalam satu kitab yang kemudian terkenal dengan nama “shahih al-
Bukhari”. Diikuti setelahnya oleh al-Imam Muslim dengan kitab “shahih muslim”.

Tidak hanya itu, zaman keemasan ini telah menelurkan kitab-kitab hadis yang hampir
tidak terhitung jumlahnya. Dalam bentuk majaami, sunan, masanid, ‘ilal, tarikh, ajzaa` dan
lain-lain. Hingga, tidak berlalu zaman ini kecuali sunnah seluruhnya telah tertulis. Tidak ada
riwayat yang diriwayatkan secara verbal yang tidak tertulis dalam kitab-kitab itu kecuali
riwayat-riwayat yang tidak diperhitungkan.

4. Unsur-unsur Hadits

Hadits mempunyai tiga unsur pokok yaitu sanad, matan, dan rawi. Pemaparan unsur
hadist secara luas dapat dibaca dalam kitab-kitab ilmu hadits. Contoh Sanad, Matan, dan Rawi :

‫سالَ ِم ا ْل َم ْر ِء ت َ ْر ُكهُ َما الَ يَ ْعنِ ْي ِه‬ ْ ‫ ِم ْن ُح‬:‫س ْو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬
ْ ِ‫س ِن إ‬ َ ُ‫ع َْن أ َ ِبي ه َُري َْرةَ َر ِض َي هللا‬
ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ع ْنهُ َقا َل‬

]‫[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا‬

Terjemah hadits : Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang
tidak berguna baginya . (Hadits Hasan riwayat Turmuzi dan lainnya).
BAB VIII

IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

1. Pengertian ijtihad

Bahasa Indonesia, Ijtihad berasal dari kata Jahada . Kata-kata ini adalah seluruh bagian dari
pekerjaan yang dilakukan lebih dari bahasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak disenangi. Arti
ijtihad dalam artian jahada yang terdapat di dalam Al-Qur'an surat Al-Nahl ayat 38, surat An-Nur
ayat 53, dan surat Fathir ayat 42. Semua kata itu berarti kemampuan dan kekuatan atau juga
bermakna dalam bersumpah.

Dalam al-Sunnah, kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang berarti “Pada waktu sujud,
bersungguh-sungguhlah dalam berdo'a.” Dan hadits lain yang artinya “Rasulullah SAW
bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan.”

Menurut Istilah, Ijtihad adalah bersunguh-sungguh menggunaka akal pikiran untuk merumuskan
dan menetapkan hukum atas biasa perkara yang tidak ditemukan kepastian hukumnya di dalam
Al-Qur'an atau Hadits. Definisi ijtihad secara tersirat menunjukkan bahwa ijtihad hanya berlaku
pada bidang fikih, bidang hukum yang berkenaan dengan amal, bukan bidang pemikiran.

2. Dasar-dasar ijtihad

Dasar hukum ijtihad adalah al-qur’an dan sunnah. Diantara ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar
ijtihad adalah sebagai berikut:

Yang berarti: "Sesungguhnya kami Telah Mengubah Kitab Anda dengan membawa kebenaran,
memasukkan kamu ke antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (orang) orang-orang
yang khianat" ( QS an-Nissa: 105)

Yang tidak: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar
berisi tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir. ”(QS ar-Ruum: 32)

Sedangkan sunnah yang menjadi dasar hukum ijtihad merah hadits Amr bin al-Ash yang
diriwayatkan imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad
bersabda: “Ketika seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian ia benar-
benar menjadi dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu shalat maka
ia menjadi satu pahala. ”(Muslim, t.th: 62)
3. Syarat-syarat mujtahid

Mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath dan tathbiq. Melihat
begitu banyak dan beragamnya syarat-syarat yang harus dimiliki mujtahid :

Syarat-Syarat Menjadi Ijtihad (Mujtahid)

 Mengetahui ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.


 Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya
 Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
 Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya dengan sempurna.
 Mengetahui ushul fiqh
 Mengetahui dengan jelas rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
 Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh
 Mengetahui seluk beluk qiyas.

4. Hukum ijtihad

Ulama fikih membagi hukum ijtihad menjadi tiga macam. Hukum-hukum tersebut
berkaitan dengan saat ijtihad tersebut disampaikan. Pertama (1), ijtihad itu fardu ‘ain, yaitu
harus dilakukan oleh setiap muslim. Hal ini terjadi jika seseorang berada dalam suatu keadaan
atau masalah dan ia harus menentukan sikap, sementara tidak ada orang lain di sana. Kedua (2),
ijtihad itu fardu kifayah, yaitu jika ada suatu masalah dan pada saat yang sama ada para ulama
yang mampu melakukan ijtihad. Oleh karena itu, hanya mereka yang telah mampu yang
dibolehkan melakukan ijtihad. Ketiga (3), ijtihad itu mandub atau sunah, jika terdapat masalah
yang masih baru dan masih bersifat wacana atau belum terjadi. Saat itu, ijtihad tidak harus
dilakukan, walaupun jika dilakukan tetap diperbolehkan sebagai langkah antisipasi kemungkinan
pada masa depan.

Anda mungkin juga menyukai