id
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
NURILLAH ’IZZATI
H 0406061
Dosen Pembimbing:
1. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD
2. Bekti Wahyu Utami, SP, MSi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
2011to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ir. Marcelinus Molo, MS., PhD Bekti Wahyu Utami, SP, MSi Dr. Ir. Suwarto, MSi
NIP. 19490320 197611 001 NIP. 19780715 200112 2 001 NIP. 19561119 198303 1 002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat, Hidayah dan Nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Hubungan
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat Penerapan Konservasi
Pengelolaan Lahan Pasang Surut Di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri”.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Kusnandar, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD, selaku pembimbing utama yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi ini.
4. Ibu Bekti Wahyu Utami, SP, MSi selaku pembimbing pendamping sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyusunan skripsi dan studi.
5. Bapak Dr. Ir. Suwarto, MSi selaku Dosen peguji tamu yang telah
mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi ini.
6. Bapak Ketut dan seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan
skripsi.
7. Kepala Bapeda Kabupaten Wonogiri atas pemberian ijin penelitian.
8. Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri atas pemberian ijin penelitian.
9. Kepala dan Karyawan PERUM Jasa Tirta 1 dan petani di kecamatan yang
telah memberikan bantuannya.
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10. Kedua orang tua penulis, Bapak Yatno Karsi dan Ibu Ma’rifatun, serta adikku
Istafad Sani terima kasih atas dukungan, doa, dan segalanya yang terus
mengalir. Mohon maaf jika belum bisa memberikan yang terbaik.
11. Sahabat-sahabat penulis anak kost Rilda (Dian, Herning, Poyan), Genk Pelok
(Datik, Yayuk, Santi), Yunita, Ifat, Asih, Ule, Febri atas segala hal yang telah
diberikan, bantuan, perhatian dan dukungan doa kepada penulis.
12. Teman-teman PKP 2006 yang telah bersedia membantu dan memberi
dukungan kepada penulis.
13. Kakak-kakak tingkat PKP 2004, 2005 dan adik tingkat PKP 2007.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan skirsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi yang memerlukan.
Penulis
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berkembang dengan struktur
perekonomian yang bercorak agraris. Hal ini ditandai oleh sebagian penduduk
Indonesia yang bermata pencaharian di bidang pertanian. Baik sebagai petani
yang memiliki tanah sendiri (petani pemilik) maupun yang tidak memiliki
tanah sendiri (buruh tani). Dengan demikian untuk masa sekarang maupun
dimasa-masa yang akan datang tanah merupakan sumber daya yang utama
atau primer bagi seluruh penduduk.
Perkembangan penduduk yang diiringi dengan pembangunan yang
pesat diberbagai sektor mengakibatkan kebutuhan lahan untuk berbagai
keperluan pembangunan dan kepentingan lain juga meningkat. Hal tersebut
menimbulkan tekanan terhadap keberadaan kawasan hutan dan pertanian.
Pembangunan wilayah khususnya pembangunan pertanian merupakan
kegiatan pokok dalam usaha melaksanakan kebijakan memberikan
kesempatan kerja agar dapat meningkatkan pendapatan petani di daerah
pedesaan. Bagi masyarakat pedesaan, lahan pertanian merupakan modal utama
dalam memenuhi kehidupan keluarganya. Untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil produksinya, para petani pada umumnya melakukan usaha
pengembangan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Salah satu pengembangan intensifikasi pertanian yaitu pengairan sebab
lahan pertanian membutuhkan pengairan bahkan semua makhluk hidup butuh
air, seperti manusia yang membutuhkan air bersih untuk minum, mandi,
masak dan lain-lain. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi
di bumi. Untuk tanaman kebutuhan air juga mutlak. Pada kondisi tidak ada air,
terutama pada musim kemarau tanaman akan segera mati. Sehingga dalam
pertanian disebutkan bahwa kekeringan merupakan bencana terparah
dibandingkan bencana lainnya. Misalkan bila kebanjiran tanaman masih bisa
hidup, kekurangan pupuk masih bisa diupayakan. Selain itu bendungan juga
commit
dapat menampung air pada saat to user
musim hujan sehingga tidak terjadi banjir.
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
Untuk itu pembangunan sarana irigasi yang baik perlu dilakukan. Misalnya
dengan dibangun bendungan contohnya seperti Bendungan Gajah Mungkur.
Bendungan Gajah Mungkur didesain untuk 100 tahun terhitung sejak
beroperasi tahun 1982 sampai tahun 2082. Namun pada saat ini Bendungan
Gajah Mungkur tersebut telah mengalami sedimentasi atau pendangkalan
akibat penuh dengan wallet (lumpur tanah) yang berasal dari erosi sungai-
sungai yang bermuara ke bendungan yang meliputi Sungai Keduang, Wiroko,
Solo Hulu, Alang dan Sungai Wuryantoro. Hal itu dikarenakan air hujan dari
tangkapan air (cathment area) yang kondisi lahannya sudah gundul akan
membawa material tanah masuk ke dalam bendungan tanpa bisa dicegah. Agar
hal tersebut tidak terjadi maka perlu dilakukan usaha konservasi di areal
sekitar bendungan, yaitu lahan green belt dan lahan pasang surut. Sebab
green belt dan lahan pasang surut merupakan areal yang sangat strategis
sebagai penyangga keberadaan bendungan, sekaligus sebagai pemisah antara
areal bendungan dengan lahan non bendungan (Jasa Tirta, 2009).
Pembangunan green belt dilakukan dengan cara menanam tanaman
tahunan di sekitar bendungan, yang berbentuk seperti sabuk. Hal itulah yang
membuat green belt sering disebut dengan sabuk hijau. Sabuk hijau (green
belt) Bendungan Gajah Mungkur berada di sekitar bendungan dengan luas
1.653 ha yang tersebar di tujuh wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan
Wonogiri kota, Nguntoronadi, Ngadirojo, Baturetno, Giriwoyo, Wuryantoro
dan Eromoko. Sedangkan luas lahan pasang surut adalah 1177 ha, yang
berbatasan langsung dengan green belt dan bendungan, karena keberadaannya
tersebut maka lahan pasang surut sangat menentukan cepat atau tidaknya
sedimentasi yang nantinya akan mempengaruhi umur Bendungan Gajah
Mungkur. Dalam pengelolaan lahan pasang surut terdapat aturan-aturan yang
harus dipatuhi oleh petani, petani yang menggarap lahan pasang surut
merupakan petani mitra dari Perum Jasa Tirta. Perum Jasa Tirta adalah
Perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang ditunjuk untuk
mengelola Bendungan Gajah Mungkur (jasa Tirta, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah
Bendungan Serbaguna Wonogiri yang terkenal dengan Bendungan
Gajah Mungkur diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, pada saat itu
yang menjabat H. Suharto, tepatnya pada tanggal 17 November 1978.
Pembangunan Bendungan Gajah Mungkur mengorbankan 51 Desa di 7
kecamatan yang terdiri dari 12.525 kepala keluarga (KK) yang secara sukarela
melakukan bedhol desa dengan bertransmigrasi ke berbagai daerah, daerah
tersebut seperti di Sumatera Barat (Sitiung), Jambi (Jujuhan, Rimbo Bujang,
Alai ilir, Pemenang), Bengkulu (Air Lais, Sebelat, Ketahun, Ipuh), Sumatera
Selatan (Panggang, Baturaja). Pengerjaan pembangunan Bendungan Gajah
Mungkur dilakukan secara swakelola dengan bantuan konsultan dari Nippon
Koei Co, Ltd Jepang. Hal itulah yang menyebabkan pembangunan Bendungan
Gajah Mungkur lama sehingga Bendungan Gajah Mungkur baru mulai
beroperasi pada tahun 1982.
Fungsi utama Bendungan selain untuk mengendalikan banjir ( flood
control) juga untuk irigasi, pemasok air baku untuk Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) dan air industri, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
commit to user
pariwisata, perikanan darat. Luas tangkapan air (Cachtment area) Bendungan
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id
Gajah Mungkur adalah 1.350 Km2 terdiri atas 90 km2 genamgan bendungan
dan 1260 km2 DTA (Daerah Tangkapan Air). Akibat pendangkalan
bendungan yang disebabkan oleh sedimentasi, Bendungan Gajah Mungkur
yang tadinya mampu mengendalikan banjir dari 4000 meter kubik (m3) per
detik sekarang hanya dapat mengendalikan banjir 400 meter kubik (m3) per
detik. Padahal Bendungan Gajah Mungkur digunakan untuk mengamankan
seluruh daerah di sekitar aliran Bengawan Solo mulai Wonogiri, Ngawi
sampai ke wilayah hilir di Gresik Jawa Timur dari bencana banjir. Terjadinya
banjir pada awal tahun 2008 di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo
merupakan salah satu akibat dari Bendungan Gajah Mungkur yang telah
mengalami pendangkalan karena tingginya laju sedimentasi (Jasa Tirta, 2009).
Sejak beroperasi 27 tahun yang lalu, Bendungan Gajah Mungkur
banyak memberi manfaat dalam pencegahan banjir dan yang lebih utama
mampu mengairi lahan pertanian seluas lebih dari 23.600 ha di kabupaten
Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Sragen. Selain manfaat pengendali banjir
dan kebutuhan irigasi, Bendungan Gajah Mungkur mampu memproduksi
listrik sebesar 24 MW dari 2 mesin pembangkit namun, karena pendangkalan
Bendungan pada musim kemarau kini Bendungan Gajah Mungkur hanya
mampu menghasilkan listrik sebesar 12 MW.
Salah satu hal yang penting di dalam pengelolaan Bendungan
Serbaguna Wonogiri adalah pemeliharaan daerah lindung Bendungan yang
terdiri dari daerah sabuk hijau (green belt) dan lahan pasang surut. Sabuk hijau
(green belt) Bendungan Gajah Mungkur seluas 1.653 ha, sedangkan luas lahan
pasang surut Bendungan Gajah Mungkur saat pertama dibangun adalah 804 ha
sekarang 1177 ha. Penambahan luas lahan pasang surut disebabkan oleh
sedimentasi yang berasal dari tangkapan air yang kondisi lahannya sudah
gundul akan membawa material masuk kedalam bendungan tanpa bisa
dicegah. Lahan pasang surut Bendungan Gajah Mungkur terdiri dari dua
macam yaitu lahan pasang surut tetap dan lahan pasang surut tidak tetap.
Lahan pasang surut tetap yaitu lahan yang pada musim hujan kemungkinan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
banyak tergenang air, sedangkan lahan pasang surut tidak tetap yaitu lahan
yang jarang tergenang air, walaupun saat musim hujan.
Sejak dibangun Bendungan Gajah Mungkur, lahan pasang surut tidak
tetap sudah digunakan masyarakat Kabupaten Wonogiri sebagai lahan
pertanian. Hingga kini masyarakat yang mengolah lahan pasang surut
merupakan petani yang tinggal di sekitar bendungan dan sebagian besar
adalah masyarakat yang dahulunya tinggal di daerah yang sekarang menjadi
Bendungan Gajah Mungkur namun masyarakat tersebut tidak ikut
transmigrasi. Untuk itu lahan pasang surut mempunyai kontribusi yang besar
terhadap rumah tangga petani. Dilihat dari segi fungsinya sebagai daerah
lindung maka lahan pasang surut perlu dilindungi, agar tidak terjadi
eksploitasi lahan pertanian yang nantinya dapat menyebabkan atau
mempercepat sedimentasi Bendungan Gajah Mungkur. Upaya yang dilakukan
pemerintah yaitu dengan mengadakan konservasi dengan bentuk membuat
aturan-aturan dalam pemanfaatan lahan pasang surut. Aturan tersebut antara
lain seperti pengelolaan lahan, sewa lahan dan lain-lain. Aturan konservasi
pemanfaatan lahan sebenarnya sudah dibuat sejak tahun 1984, namun baru
dilaksankan pada tahun 2009, sebab surat keputusan dari Bupati Wonogiri
baru turun pada tahun 2009. Untuk itu petani yang menggarap lahan pasang
surut harus menyewa lahan dari Pemerintah dan mematuhi aturan pengelolaan
lahan pasang surut. Pemerintah yang berwenang disini adalah Perum Jasa
Tirta. Sehingga petani penggarap daerah pasang surut dapat disebut dengan
Petani Mitra Jasa Tirta.
Keberhasilan Pengelolaan lahan pasang surut sangat dipengaruhi oleh
karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang mengolahnya. Oleh karena itu
perlu diteliti hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat
penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi petani lahan pasang surut di
Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
2. Mengkaji tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di
Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
3. Mengkaji hubungan karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat
penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di Bendungan Gajah
Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi bahan
informasi dan landasan untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan
konservasi lahan pasang surut.
2. Bagi peneliti, agar dapat memahami lebih jauh tentang hubungan
karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan konservasi
pengelolaan lahan pasang surut di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri.
3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian
sejenis selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Pertanian
Tujuan penting yang menjadi sasaran kegiatan pembangunan
pertanian adalah meningkatkan taraf hidup petani, khususnya petani kecil
melalui peningkatan pendapatan dan kegiatan usaha pertaniannya. Ke dua
adalah meningkatkan kemampuan petani serta daya saing produk dan jasa
pertanian nasional dalam menghadapi persaingan pasar bebas. Ke tiga
adalah mencegah degradasi lingkungan akibat kegiatan pertanian dan
kegiatan sektor lain sehingga dapat menjaga keseimbangan dan
keberlanjutan ekologis. Ke empat adalah menjamin ketahanan pangan
nasional yang dinamis secara proporsional, bermutu, dan aman. Tujuan
pembangunan pertanian yang ke lima yaitu memanfaatkan sumberdaya
alam secara rasional guna menjamin kegiatan pembangunan pertanian
secara berkelanjutan (Mangunwidjaja dan Illah, 2005).
Pembangunan pertanian berkelanjutan menurut Apriyantono (2006),
diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian
melalui penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan secara
berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan. Kesinambungan
usaha dapat diartikan bahwa usahatani tersebut dapat memberikan
kontribusi ekonomi bagi petani dan keluarganya, sehingga pemilihan jenis
komoditas dan usaha harus yang bernilai ekonomis, pasar tersedia dan
produksi kontinyu.
Banyak di negara berkembang kebijakan tata guna lahan untuk lahan
hutan dikemukakan berdasarkan peran hutan yang dianggap dapat
mempengaruhi ciri-ciri tertentu hidrologi, perlindungan erosi tanah, dan
penekanan sampai sekecil mungkin endapan suatu DAS (Daerah Aliran
Sungai). Sebagai contoh adalah penebangan hutan hujan tropika akan
mengakibatkan terbentuknya gurun. Penghutanan kembali atau penanaman
commit
daerah terbuka dengan hutan, to userlahan rumput yang ekstensif, akan
termasuk
7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
menyebabkan naiknya muka air sumur, mengalirnya kembali mata air, dan
meningkatnya debit rendah di sungai-sungai (Hamilton, 1997).
2. Bendungan
Pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS (Daerah Aliran
Sungai) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu
pemanfaatan sumberdaya tanah dalam hal ini lahan dan pemanfaatan
sumberdaya air. Secara garis besar ada 3 sasaran umum yang ingin dicapai
dalam pengelolaan DAS (Dareah Aliran Sungai) (Asdak, 2002) dalam
Lukman dan Eko Susanto (2008), (1) rehabilitasi lahan terlantar atau lahan
yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip konservasi tanah dan air. (2) perlindungan terhadap lahan-
lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor
atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan tindakan rehabilitasi di
kemudian hari. (3) peningkatan dan pengembangan sumberdaya air.
Ketiga sasaran tersebut hanyalah alat yang digunakan untuk meningkatkan
stabilitas tanah, meningkatkan pendapatan petani, dan meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap kegiatan konservasi.
Haeruman (1994) dalam Sunaryo (2002), Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS) merupakan upaya terpadu yang melibatkan beberapa
disiplin ilmu yang bekerja secara multidisipliner dalam pengendalian dan
pengembangan sumberdaya dengan memasukkan manjemen dan teknologi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan DAS (Daerah
Aliran Sungai) pada dasarnya meliputi pengelolaan sumberdaya air,
pengelolaan sumberdaya lahan, pengelolaan sumberdaya vegetasi/hutan,
dan pembinaan sumberdaya manusia. Pengeloaan DAS (Daerah Aliran
Sungai) merupakan rangkaian aktivitas manusia dalam pemanfaatan
sumberdaya alam DAS (Daerah Aliran Sungai) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian manfaat DAS
(Daerah Aliran Sungai). Dalam memanfaatkan sumberdaya alam berupa
tanah, air dan vegetasi serta interaksi antar faktor sangat dipengaruhi oleh
commit to user
kegiatan manusia itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
4. Konservasi
Konservasi lahan menurut Bumiar (2008) adalah usaha untuk
mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan-lahan yang kritis dan mengalami
kesulitan dalam mengadopsi air dan hara dari dalam tanah. Dengan
melakukan konservasi lahan maka keuntungan yang diperoleh adalah
dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan mengurangi resiko
kekeringan mencegah terjadinya erosi angin serta mencegah dari pukulan
hujan secara langsung, menciptakan kesuburan tanah serta mengurangi
terjadinya pencemaran tanah dan air.
Sedangkan menurut Arsyad (1989), konservasi tanah diartikan
sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat
fisik, kimia tanah dan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah
untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang dibutuhkan. Sarief (1986),
menyebutkan konservasi tanah dan air merupakan usaha-usaha untuk
menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah, kualitas dan kuantitas air.
Menurut Ilyas dan Ginting (1990), tanpa memperhatikan tindakan
konservasi tanah dan air akan terjadi bahaya erosi yang akan menunjukan
kesuburan tanah.
Suripin (2004) Konservasi air tidak dapat lepas dari konservasi
tanah, sehingga keduanya sering disebut bersamaan menjadi konservasi
tanah dan air. Hal ini mengandung makna, bahwa kegiatan konservasi
tanah akan berpengaruh tidak hanya pada perbaikan kondisi lahan tetapi
juga pada kondisi sumberdaya airnya. Demikian juga sebaliknya.
Langkah-langkah usaha konservasi tanah dan air secara menyeluruh dan
komprehensif. Tujuan akhir dari konservasi tanah adalah untuk
mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju
kehilangan tanah tetap dibawah amabang batas yang diperkenankan, yang
secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama
dengan laju pembentukancommittanah.toKarena
user erosi merupakan proses alam
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
yang tidak dapat dihindari sama sekali atau nol erosi. Khususnya untuk
lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan adalah mengurangi laju erosi
sampai batas yang dapat diterima (maximum acceptable limit).
Kohnke dan Bertrand (1959), Tujuan-tujuan spesifik yang akan
dicapai dalam upaya konservasi lahan antara lain yaitu: (1) menjaga
supaya erosi berada pada tingkat yang rendah sehingga terdapat
keseimbangan antara produksi pembentukan tanah baru secara alami dan
perlakuan budidaya dengan tanah yang hilang karena erosi; (2)
mengupayakan ketersediaan unsur hara pada jumlah tertentu, mencegah
hilangnya unsur hara secara tidak perlu, serta mengganti unsur hara yang
hilang; (3) menjaga bahan organik pada lapisan oksidasi dengan baik; (4)
untuk menjaga atau memperbaiki tanah-tanah yang miring; (5)
mengoptimalkan penggunaan air tanah.
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan utama yaitu (1) secara agronomis atau biologi
adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan
dan meningkatkan pengisian air tanah. (2) secara mekanis atau fisik adalah
konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat
ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan secara memanipulasi topografi mikro
untuk mengendalikan aliran air dan angin. Pemutusan air berlangsung
lebih lama sehingga kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah lebih
panjang. Sedangkan (3) Secara kimia adalah usaha konservasi yang
ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap
erosi (Kodoatie, 2005).
5. Lahan Pasang Surut
Bendungan memiliki bagian – bagian yang tidak terpisahkan.
Menurut Su Ritohardoyo (1999) dalam Daryanto (2007), wilayah
bendungan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :wilayah perairan
bendungan, wilayah pasang surut bendungan dan wilayah sempadan
bendungan. Wilayah perairan bendungan ialah wilayah yang senantiasa
commit
tergenang oleh air sepanjang tahuntobaik
usermusim penghujan maupun musim
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
hijau (green belt) adalah daerah penyangga (buffer zone) yang dibentuk
dengan cara membatasi kegiatan pembangunan terhadap daerah lahan
tertentu. Kelestarian kawasan sabuk hijau akan berpengaruh juga terhadap
kelestarian fungsi bendungan.
Anonimb (2010), sabuk hijau atau green belt adalah penetapan
kebijakan dan penggunaan tanah yang digunakan dalam perencanaan
penggunaan lahan untuk mempertahankan daerah yang sebagian besar
belum berkembang, liar, atau pertanian lahan sekitar daerah perkotaan atau
tetangga. Konsep serupa hijau atau wedges hijau yang memiliki karakter
yang linier dan dapat berjalan melalui daerah perkotaan bukannya di
sekitarnya. Sebuah sabuk hijau pada dasarnya adalah garis tak kasat mata
yang terjadi di sekitar area tertentu, menghentikan orang dari bangunan
ada sehingga beberapa dari tanah liar dan pertanian dapat disimpan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
Skala 1: 66.000
Gambar 2.1 Pasang Surut
Keterangan:
: green belt
: pasang surut
: Bendungan GajahtoMungkur
commit user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
a. Umum
1) Mengamankan daerah sekitar bendungan terhadap erosi dan
pencemaran bendungan.
2) Memelihara tanaman green belt yang telah ada.
3) Pengawasan terhadap tanah yang menjadi penguasaan.
4) Pengembangan dan penyempurnaan green belt yang sudah ada.
5) Pengawasan keamanan terhadap gangguan dari luar antara lain:
pencurian, kebakaran, hewan dan pengrusakan.
6) Menjaga kelestarian daerah green belt.
7) Membersihkan sampah bekas tanaman/kotoran yang berada di
daerah green belt/menjaga jangan sampai ada kotoran tanaman
yang tergenang hanyut ke bendungan, dan mengawasi agar sampah
bekas tanaman berada di daerah pasang surut dibuang keluar
wilayah bendungan.
b. Administrasi
1) Pemeliharaan fasilitas kantor/rumah jaga pengawas bendungan dan
tanaman sabuk hijau (green belt) serta perlengkapannya.
2) Inventarisasi tanaman yang ada dibatas daerah yang menjadi
tanggung jawabnya.
3) Inventarisasi kegiatan yang ada di daerah yang menjadi tanggung
jawabnya.
4) Laporan kegiatan, program dan evaluasi mingguan/bulanan.
c. Teknis
1) Pengumpulan biji untuk keperluan persemaian.
2) Pembuatan persemaian sebagai persediaan untuk penyulaman dan
pengembangan.
3) Pembuatan program kerja bulanan/tahunan.
4) Pembinaan/penyuluhan terhadap masyarakat.
5) Pengamatan terhadap pertumbuhan masing-masing jenis tanaman
yang ada di daerah masing-masing.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
c. Sanksi
1) Tidak boleh memindahkan/mengalihkan hak pengolahan lahan
pasang surut kepada orang lain, kecuali ada
pertimbangan/persetujuan dari pihak yang berwenang.
2) Bila ternyata ada yang tidak sepengetahuan yang berwenang
memindahkan hak pengolahann lahan pasang surut kepada orang
lain, hak pengolahannya akan dicabut untuk seterusnya.
3) Bila sudah mempunyai hak pengolahan lahan pasang surut, tetapi
tidak memenihi kewajiban-kewajiban sebagai penyewa lahan
pasang surut, maka haknya dipertimbangkan/dicabut
(Sugimin, 2010).
Tanaman yang sering ditanam di Lahan Pasang surut antara lain
adalah padi, jagung, kedelai, cabai, kacang panjang. Cara bercocok
tanamnya antara lain:
a. Padi
Usahatani padi di lahan sawah pasang surut memerlukan teknik
budi daya tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak
serupa dengan lahan sawah irigasi. Kesalahan budi daya dapat
menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak tanah dan
lingkungan. Berdasarkan tipe luapan air, padi sawah dapat
dibudidayakan pada lahan bertipe luapan air A, B, atau C yang telah
menjadi sawah tadah hujan. Lahan yang bertipe luapan air A adalah
lahan yang selalu terluapi air, baik pada saat pasang besar maupun
kecil. Tipe B hanya terluapi air pada saat pasang besar saja.
Sedangkan lahan tipe C lahan tidak terluapi air pasang, namun air
tanahnya dangkal. Lahan pasang surut juga dapat ditanami padi gogo,
tetapi teknik budi dayanya berbeda dengan padi sawah.
Penyiapan lahan terdiri dari penebasan rumput-rumput/belukar.
Penebasan dilakukan dengan menggunakan parang. Rumput/ belukar
yang sudah ditebas dikumpulkan disuatu tempat kemudian dibakar.
commit todua
Pengolahan tanah dilakukan usertahap. Setelah pengolahan tahap
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
pertama, tanah digenangi, agar zat beracun terpisah dari tanah. Tinggi
air genangan berkisar antara 5-10 cm. Untuk mengatur tinggi air
genangan dapat dilakukan dengan memperbesar atau memperkecil
bukaan pintu saluran air. Pengolahan tanah tahap kedua dilakukan dua
minggu setelah pengolahan pertama. Alat untuk mengolah tanah dapat
menggunakan cangkul, traktor, bajak yang ditarik sapi/kerbau.
Kedalaman pengolahan tanah sekitar 20-25 cm, jika terlalu dalam
dapat menyebabkan terangkatnya lapisan pint (lapisan beracun). Pint
ini dapat meracuni tanaman dan berakibat tanaman mati. Namun
sebaiknya tidak dilakukan pengolahan tanah atau tanpa olah tanah
agar lahan pasang surut tidak menyebabkan erosi tanah. Pengolahan
tanah dengan TOT, TOT adalah suatu cara pengolahan tanah yang
lebih dikonsentrasikan pada pembakaran dan penyiangan tanaman dan
gulma atau dengan menggunakan herbisida. Pengolahan tanah ini
dilakukan tanpa atau hanya dengan melakukan pengolahan tanah
secara minimal.
Beberapa varietas padi sawah yang sesuai di lahan pasang surut
telah disebarluaskan di beberapa wilayah pasang surut. Melihat
potensi hasil rata-rata 4-7 ton/ha, varietas unggul ini dapat
meningkatkan pendapatan petani khususnya di lahan pasang surut ini.
Jumlah benih 30-45 kg per hektar. Musim tanam pertama, penanaman
dilakukan pertengahan Oktober sampai awal Desember atau Juni
sampai Agustus. Musim tanam kedua, penanaman dilakukan
pertengahan Maret sampai awal April atau September sampai
Oktober. Jarak tanam lahan potensial 25 cm x 25 cm, lahan sulfat
masam 20 cm x 20cm, lahan bergambut 20 cm x 20 cm, jumlah bibit:
3-4 batang setiap rumpun. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu
penyiangan pertama umur 3 minggu setelah tanam penyiangan kedua
umur 6 minggu setelah tanam penyiangan dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dicabut dengan tangan, kemudian dipendam dalam
tanah. Menggunakan commit to user
alat siang (gasrok) namun tidak boleh terlalu
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
ringan sampai sedang dan ditunjang oleh drainase yang baik (Lopez-
Belido et al. 1996). Pada tanah bertekstur ringan, sedang, dan berat,
penyiapan lahan dengan sistem TOT dan gulma disemprot dengan
herbisida berbahan aktif glifosat sebanyak 3 l/ha, hasil jagung tidak
berbeda antartekstur tanah. Di beberapa tempat, hasil jagung dengan
teknologi TOT lebih baik dibanding teknik Olah Tanah Sempurna
(OTS) maupun OTM. Dalam teknik TOT memberikan keuntungan
lebih tinggi dibanding teknik OTS. Keunggulan teknik TOT di sini
adalah mengurangi biaya untuk pengolahan tanah dan pengairan. Hasil
yang lebih tinggi dari teknik TOT diperoleh pada kondisi lingkungan
tumbuh tanaman yang lebih baik, tertama dari aspek kecukupan lengas
tanah. Penanaman jagung dengan teknik TOT lebih awal satu bulan
dibanding OTS, sehingga sisa air setelah padi dapat dimanfaatkan oleh
tanaman jagung. Mundurnya waktu penanaman pada teknik OTS
karena menunggu turunnya lengas tanah untuk dapat diolah
(Wahid et al. 2002) dalam Akil dan Hadijah (2007).
Varietas yang digunakan adalah jagung manis. Benih yang
dibutuhkan kira-kira 40kg/ha Penanaman 1 lobang tanam 1-2 benih
jagung, dengan jarak tanam 70cm x 40cm. Pengairan dilakukan jika
lahan kering dan biasanya dengan air bendungan yang dipompa. Untuk
pupuk dasar biasanya pupuk kandang dan pupuk susulannya pupuk
daun, urea dan KCl sesuai kebutuhan lahan masing-masing. Biasanya
penyiangan dilakukan dua minggu setelah tanam. Tanpa pengendalian
gulma, pertumbuhan tanaman jagung tertekan sehingga hasilnya
rendah. Oleh sebab itu, pengendalian gulma mutlak diperlukan, apalagi
pada budidaya tanpa olah tanah. Pengendalian gulma dapat dilakukan
dengan cara manual seperti penyiangan menggunakan cangkul atau
bajak, atau secara mekanis menggunakan alat, mesin, dan secara
kimiawi menggunakan herbisida. Dari segi teknis, penyiangan dengan
herbisida tidak berbeda dengan penyiangan secara mekanis. Takaran
commit
dan jenis herbisida yang to user bergantung pada jenis gulma,
digunakan
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Bendungan Gajah Mungkur Wonogiri mempunyai lahan pasang surut.
Lahan pasang surut terdiri dari dua macam yaitu ”Lahan Pasang Surut Tetap”
dan ”Lahan Pasang Surut Tidak Tetap”. Lahan pasang surut tetap yaitu lahan
yang kemungkinan pada musim hujan banyak tergenang air, sedangkan lahan
pasang surut tidak tetap adalah lahan yang jarang tergenang air, walaupun saat
musim hujan. Lahan pasang surut memiliki topografi lahan yang curam seperti
lereng, sehingga memiliki tingkat erosi yang tinggi. Erosi dan sedimentasi
merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya disuatu tempat dan
terangkutnya material tersebut oleh gerakan air dan angin, kemudian diikuti
dengan pengendapan material yang terangkut ditempat yang lain (Suripin,
2004). Pada saat ini Bendungan Gajah Mungkur telah mengalami sedimentasi,
yang ditandai banyaknya lumpur yang ada di bendungan, yang disebabkan
pengolahan lahan pasang surut yang kurang baik.
Dalam upaya mengurangi erosi dan sedimentasi, maka Pemerintah
commit to user
Kabupaten Wonogiri membuat aturan-aturan pengolahan lahan pasang surut.
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
Pengolahan lahan pasang surut yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta sebagai
BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Aturan-aturan tersebut dibuat karena
lahan pasang surut merupakan lahan pemerintah. Apabila masyarakat ingin
memanfaatkannya maka harus menyewanya. Bagi masyarakat Kecamatan
Baturetno lahan pasang surut merupakan lahan yang sangat dibutuhkan. Sebab
lahan itu digunakan sebagai area pertanian yang dinilai dapat menunjang
perekonomian rumah tangga Petani Mitra. Walaupun demikian karekteristik
sosial ekonomi petani terhadap pengelolaan lahan pasang surut akan
menentukan tindakan petani apakah dapat menerima atau sebaliknya menolak
aturan maupun ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pengelolaan lahan
pasang surut. Sebab karakteristik sosial ekonomi petani adalah ciri-ciri khusus
atau sifat khas yang dimiliki petani yang berkaitan dengan sosial ekonominya
(Hernanto, 1984).
Karakteristik sosial ekonomi terdiri dari umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, pengalaman, luas lahan, dan pendapatan. Sedangkan
tingkat penerapan pengelolaan lahan pasang surut terdiri dari persiapan lahan,
pemeliharaan dan panen untuk tanaman padi, jagung, kedelai, kacang
panjang,dan cabai. Kemudian nantinya akan diketahui apakah peraturan
tersebut sesuai, cukup sesuai, atau tidak sesuai.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dengan kerangka berfikir dibawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id
C. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Diduga ada hubungan signifikan antara karakteristik sosial
ekonomi petani dengan tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan
pasang surut di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno
Kabupaten Wonogiri.
2. Hipotesis Minor
a. Diduga ada hubungan yang signifikan antara usia petani dengan
tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di
Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri.
b. Diduga ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan petani
dengan tingkat penerapan konservasi pengelolaan Lahan Pasang Surut
di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri.
c. Diduga ada hubungan yang signifikan antara pengalaman petani
dengan tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut
di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri.
d. Diduga ada hubungan yang signifikan antara luas lahan dengan tingkat
penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di Bendungan
Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten Wopnogiri
e. Diduga ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan
dengan tingkat penerapan konservasi pengelolaan Lahan Pasang Surut
di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
§ Pestisida kimia.
Pengendalian § Pestisida kimia dan pestisida 1
Hama dan organik. 2
penyakit(Jenis § Pestisida organik.
pestisida) § Tanpa menggunakan 3
pestisida (secara mekanik). 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
§ Pestisida kimia.
Pengendalian § Pestisida kimia dan pestisida 1
Hama dan organik. 2
penyakit (Jenis § Pestisida organik.
pestisida) § Tanpa menggunakan 3
pestisida (secara mekanik). 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.1 Daerah yang Memiliki Lahan Pasang Surut di Kabupaten Wonogiri
No Kecamatan Tahun Tahun Jumlah
2002(ha) 2010(ha) petani
1 Wonogiri 0 32 517
2 Ngadirojo 5 138 138
3 Nguntoronadi 150 378 2606
4 Baturetno 319 279 2393
5 Giriwoyo 30 45 668
6 Eromoko 248 132 1738
7 Wuryantoro 52 173 1031
Total 804 1177 9101
Sumber: Perum Jasa Tirta tahun 2002 dan 2010
2. Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini ditentukan secara acak dengan
proposional random sampling. Adapun jumlah sampel yang diambil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
Data Pokok
1. Identitas responden X X Responden
2. Karakteristik sosial ekonomi:
a. Umur X X Responden
b. Pendidikan formal X X Responden
c. Pendidikan non formal X X Responden
d. Pengalaman X X Responden
e. luas lahan X X Responden
f. Pendapatan
3. Tingkat penerapan
konservasi pengelolaaan
Lahan pasang surut: X Responden
a. Persiapan lahan X X Responden
b. Pemeliharaan X X Responden
c. Panen X
Data pendukung :
1. Keadaan alam X X X Monografi
2. Keadaan wilayah X X X Monografi
3. Keadaan penduduk X X X Monografi
4. Keadaan pertanian X X x Monografi
Keterangan : Pr = Primer Sk = Sekunder
commit to user
Kn = Kuantitatif Kl = Kualitatif
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
N -2
t= rs
1 - (rs ) 2
Kesimpulan :
1. Jika t hitung ³ t tabel (a = 0,1) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan yang
signifikan antara karakteristik social ekonomi petani dengan tingkat
penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di Kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
2. Jika t hitung < t tabel (a = 0,1) maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat
penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut di Kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Keadaan Geografis
Kecamatan Baturetno merupakan salah satu Kecamatan di Wonogiri
yang terdiri dari 12 desa, diantara 12 desa tersebut terdapat 7 desa yang
mempunyai lahan pasang surut yaitu Desa Gambiranom, Desa Talunombo,
Desa Kedungombo, Desa Setrorejo, Desa Boto, Desa Glesungrejo, Desa
Sendangrejo. Luas Kecamatan Baturetno 8910,38 ha yang terdiri dari lahan
sawah 2411,53 ha, bangunan/ pekarangan 1724,18 ha, tegal 1200,25 ha, hutan
308,00 ha, padang rumput 22,00 ha dan lainnya 3244,42 ha. Adapun batas-
batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kecamatan Nguntoronadi
Sebelah selatan : Kecamatan Giriwoyo
Sebelah barat : Kecamatan Eromoko
Sebelah timur : Kecamatan Batuwarno
Kecamatan Baturetno merupakan dataran rendah dan sebagian
perbukitan dengan ketinggian 136-151 meter dari permukaan laut. Suhu rata-
rata Kecamatan Baturetno adalah 24º-32ºC. Berdasarkan keadaan alam
tersebut, Kecamatan Baturetno mempunyai potensi untuk pengembangan
tanaman padi, palawija dan sayuran.
Jarak Kecamatan Baturetno dengan pusat administratif adalah sebagai
berikut :
Jarak dari ibukota kabupaten : 42 km
Jarak dari Kota Solo : 74 km
Jarak dari ibukota propinsi : 175 km (Monografi, 2009).
B. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk di suatu daerah menggambarkan kondisi sosial
ekonomi penduduk di daerah tersebut. Berikut ini adalah data keadaan
penduduk di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri berdasarkan pada
data monografi pada tahun 2008.
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
1. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Baturetno dibedakan menjadi
dua macam yaitu kepadatan penduduk geografis dan kepadatan penduduk
agraris. Kepadatan penduduk geografis adalah perbandingan jumlah
penduduk dengan luas wilayah per km2, sedangkan kepadatan penduduk
agraris adalah perbandingan jumlah penduduk dengan luas lahan
pertanian. Luas Kecamatan Baturetno kurang lebih 89,10 km2 sedangkan
luas lahan pertaniannya 3611,78 ha. Perhitungan untuk kepadatan
penduduk geografis dan agraris adalah sebagai berikut ini.
57.892 jiwa
Kepada tan PendudukGeografis = 2
= 649,74 jiwa/km2
89,10km
57.892 jiwa
Kepada tan PendudukAgraris = = 16,03 jiwa/ ha
3611,78ha
Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat diketahui kepadatan
penduduk geografis sebesar 650 jiwa/ km2 artinya dalam luas wilayah satu
km2, terdapat 650 jiwa yang menempati wilayah tersebut. Demikian pula
dengan kepadatan penduduk agraris sebesar 16 jiwa/ ha artinya dalam luas
lahan sebesar 1 ha dikerjakan oleh 16 orang. Dengan demikian Kecamatan
Baturetno dapat dikatakan sebagai daerah padat penduduk karena dalam
luas wilayah 1 km2 terdapat 650 jiwa yang menempati luas wilayah
tersebut.
2. Keadaan Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Keadaan penduduk berdasarkan produktivitasnya dapat dilihat dari
umur atau usia yang dimiliki seseorang pada saat itu. Penduduk
diklasifikasikan sebagai usia belum produktif (0-15 tahun), usia produktif
(16-60 tahun), dan usia tidak produktif (lebih dari 60 tahun). Penduduk di
Kecamatan Baturetno berjumlah 57.892 jiwa, yang terdiri dari 29.030
penduduk laki-laki dan 28.862 penduduk perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id
ABT =
å Pendudukno n Pr oduktif ´ 100
å Penduduk Pr oduktif
8922
= x100 = 24
37163
Berdasarkan perhitungan Angka Beban Tanggungan tersebut
diketahui besarnya Angka Beban Tanggungan yaitu sebesar 24 artinya
dalam setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 24 penduduk usia
non produktif. Berdasarkan data tersebut maka komposisi penduduk
menurut umur dapat mendorong pembangunan ekonomi Kecamatan
Baturetno karena jumlah penduduk usia produktit lebih tinggi dibanding
jumlah penduduk usia nonproduktif. Semakin besar rasio antara jumlah
kelompok non produktif dan jumlah kelompok produktif maka akan
semakin besar beban tanggungan bagi kelompok yang produktif terhadap
kelompok non produktif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap proses
commit
pembangunan perekonomian yangtosedang
user dijalankan.
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
tanah sawah dengan pengairan irigasi setengah teknis dan sederhana atau
non teknis, yaitu 48,68 persen dan 12,08 persen, sedangkan penggunaan
lahan pertanian lainnya yaitu lahan pasang surut sebesar 39,24 persen.
Lahan pasang surut di Kecamatan Baturetno juga ditanami tanaman
pangan seperti padi dan palawija. Sehingga pendapatan petani di
Kecamatan Baturetno juga ditunjang dari lahan pasang surut tersebut.
2. Komoditas Utama
Komoditas yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kondisi tanah, topografi dan sumber daya manusia.
Sehingga komoditas di setiap daerah tidak sama. Komoditas utama di
Kecamatan Baturetno adalah tanaman padi dan palawija dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Komoditas Pertanian di Kecamatan Baturetno Tahun 2008
No. Tanaman Luas (ha) Produksi (kw)
1. Padi 2915 161767,51
2. Jagung 2595 159464,70
3. Kedelai 2436 66339,26
Sumber : Data Monografi Kecamatan Baturetno Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa komoditas pertanian
yang terdapat di Kecamatan Baturetno yang paling besar adalah padi
dengan luas lahan 2915 ha dengan produksi 161767,51 kw. Jagung 2595
ha dengan produksi 159464,70 kw dan kedelai 2436 ha dengan produksi
66339,26 kw. Tanah garapan yang luas akan menghasilkan produksi yang
besar pula.
3. Kelembagaan Pertanian
Kelembagaan di bidang pertanian yang ada di Kecamatan
Baturetno terdapat 6 kelompok Tani yaitu Kelompok Tani Ngudi Mulyo
yang berada di Desa Talunombo, Kelompok Tani Karya Mina di Desa
Kedungombo, Kelompok Tani Ngudi Rejeki di Desa Glesungrejo,
Kelompok Tani suka Makmur di Desa Boto, Kelompok Tani Sedyo Mulyo
di Desa Boto, dan Kelompok Tani Rahayu Mina di Desa Gambiranom.
Pelaksanaan penyuluhan commit to user Baturetno dilakukan berdasarkan
di Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id
A. Identitas Responden
Identitas responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis
kelamin, tingkat pendidikan formal, dan alamat responden. Identitas
responden selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Identitas Responden
No. Identitas Responden Jumlah (orang) Persentase
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 42 84
b. Perempuan 8 16
2. Tingkat Pendidikan Formal
a. Tidak bersekolah-Tamat SD 24 48
b. Tidak tamat SMP-Tamat SMP 10 20
c. Tidak tamat SMA-D1/S1 16 32
3 Umur
a. Muda <40 th 6 12
b. Tua ( 40 th s/d 54 th) 20 40
c. Lansia (55 th s/d >55 th 24 48
4 Pendidikan non formal (Penyuluhan)
a. 0 s/d 4 kali setahun 35 70
b. 5 s/d 9 kali setahun 12 24
c. 10 s/d 12 kali setahun 3 6
5 Pengalaman mengolah lahan pasang
surut
a. 1th-9th 23 46
b. 10th-19th 14 28
c. ³ 20th 13 26
6 Luas Lahan pasang surut
a. <0,25 ha 29 58
b. 0,25-0,49 ha 12 24
c. 0,5->0,5ha 9 18
7 Pendapatan
a. tidak cukup untuk memenuhi 41 82
kebutuhan
b. cukup untuk memenuhi kebutuhan 7 14
sehari-hari namun tidak bisa
menabung
c. cukup untuk memenuhi kebutuhan 2 4
sehari-hari dan bisa menabung
Jumlah 50 100,0
Sumber : Analisis Data Primer 2010
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden pada penelitian ini terdapat 84 persen laki-
laki dan 16 persen perempuan. Responden perempuan berperan aktif
dalam hal mengolah lahan sampai panen di Kecamatan Baturetno.
Perempuan juga berperan untuk memberikan pendapatnya di dalam
pengambilan keputusan.hal tersebut terjadi karena suami dari responden
bekerja di luar daerah dan ada yang sudah meninggal. Bagi responden
perempuan yang masih mempunyai suami keputusan terakhir masih
ditetapkan oleh laki-laki yang berperan sebagai kepala rumah tangga.
2. Tingkat Pendidikan Formal
Menurut Roger (1971) pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi
tingkat adopsi inovasi. Sebab seseorang yang memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi semakin terbuka untuk menerima hal-hal yang baru dan
mempunyai keinginan untuk mencoba.
Responden yang menempuh pendidikan /tidak sekolah sampai tamat
SD sebanyak 24 orang (48 persen), tidak tamat SMP/ tamat SMP sebanyak
10 orang (20 persen) dan responden yang berpendidikan tidak tamat SMA-
tamat D1/S1 sebanyak 16 orang (32 persen). Berdasarkan data tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan responden sedang, dimana
jumlah responden dengan tingkat pendidikan diatas SD 52 persen. Tingkat
pendidikan responden tersebut akan mempengaruhi tingkat adopsi
responden terhadap segala sesuatu yang baru, terutama dalam hal
penerapan pengelolaan konservasi lahan pasang surut yang ada
disekitarnya.
3. Umur
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui umur responden dalam penelitian
ini 12 persen berusia kurang dari 40 tahun, 40 persen berusia 40 tahun
sampai 54 tahun dan 48 persen berusia lebih dari 54 tahun. Berdasarkan
Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa kebanyakan responden berusia lansia.
Umur seseorang akan mempengaruhi kemampuan fisik merespon terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id
commit to user
63
65
<0,25 ha
16.73 15 42,9 17,58 24 53,3 20.22 9 40,9 18,60 10 71,4 17.00 2 28,6 37.07 29 58
0,25-0,49 ha 3
17.55 11 31,4 17,75 12 26,7 18.75 8 36,4 21,00 2 14,3 16.33 42,8 53.92 12 24
0,5-> 0,5 ha 2
16.00 9 25,7 16,00 9 20 19.40 5 22,7 18,50 2 14,3 14.50 28,6 50.11 9 18
6 X6 (Pendapatan
dalam hal tingkat
kecukupan
memenuhi
kebutuhan)
Tidak cukup
16.70 27 77,1 17.50 36 80 19.73 15 68,2 18.50 12 85,7 16.25 4 57,1 40.73 41 82
Cukup tidak bisa 0
17.00 6 17,1 16.43 7 15,5 18.80 5 22,7 0 0 15.50 2 28,6 48.86 7 14
menabung
Cukup dan bisa
17.50 2 5,7 17.00 2 4,4 19.50 2 9,1 18.50 2 14,3 16.00 1 14,3 80.50 2 4
menabung
Rata-rata total 16,89 35 100 17,10 45 100 19,55 22 100 17,85 14 100 16,04 7 100 53 50 100
Kategori Y:
dapat dibuat oleh petani secara individu atau kelompok. Tarif sewa
lahan yang ditetapkan Perum Jasa Tirta 1 ada tiga tingkatan yaitu Rp
50,00/meter tiap tahun untuk lahan yang dapat ditanami satu kali, Rp
100,00/meter tiap tahun untuk lahan yang dapat ditanami dua kali
panen, dan Rp 150,00/meter tiap tahun untuk lahan yang dapat ditanami
tiga kali panen. Sehingga petani mitra dapat menyewa lahan pasang
surut sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan Tabel 5.2 Sebagian besar responden telah
menggarap lahan pasang surut selama 1-9 tahun, terdapat pada
responden yang menanam tanaman padi (45,7 persen), responden yang
menanam tanaman jagung (46,6 persen), responden yang menanam
kedelai (59,1 persen), tanaman kacang panjang (35,7 persen).
Responden yang menanam cabai kebanyakan telah menggarap lahan
pasang surut selama lebih dari 19 tahun.
Pengalaman merupakan guru yang paling berharga. Oleh karena
itu, pengalaman dapat mempercepat adopsi inovasi seseorang.
Pengalaman mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk
mau mengadopsi atau tidak suatu inovasi.
e. Luas lahan
Luas lahan sangat mempengaruhi petani dalam menjalankan
usahataninya. Luas lahan juga mempengaruhi petani untuk mengadopsi
suatu inovasi. Semakin luas usahatani yang dimiliki petani maka tingkat
adopsi terhadap inovasinya juga tinggi, karena petani tersebut memiliki
keadaan ekonomi yang baik. Rata-rata luas lahan yang disewa oleh
petani sebesar 0,06 ha.
Berdasarkan pada Tabel 5.2 responden yang membydidayakan
tanaman padi (42,9 persen), responden yang membudidayakan jagung
(53,3 persen), yang menanam tanaman kedelai (40,9 persen), dan yang
membudidayakan kacang panjang (71,4 persen) menyewa lahan pasang
surut seluas kurang dari 0,25 ha. Sedangkan responden yang menanam
commit
cabai sebagian besar (42,8 to user
persen) menyewa lahan pasang surut seluas
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
a. Tanaman Padi
Konservasi tanaman padi terdiri dari tiga komponen kegiatan yaitu
pengolahan lahan, pemeliharaan dan panen. Pemeliharaan meliputi tiga
komponen yaitu penggunaan jenis pupuk, teknik penyiangan dan
pengendalian hama penyakit. Panen terdiri dari dua komponen kegiatan
yaitu cara panen dan perlakuan seresah.
Konservasi di lahan pasang surut untuk tanaman padi sebanyak 22
responden (62,9 persen) termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan
petunjuk, sedangkan 13 (37,1 persen) responden termasuk dalam kategori
sesuai. Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui skor rata-rata tingkat penerapan
konservasi tanaman padi di lahan pasang surut sebesar 16,89. Artinya
tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan pasang surut untuk
tanaman padi tergolong dalam kategori cukup sesuai dengan petunjuk.
Tanaman padi biasanya dibudidayakan pada musim tanam pertama.
Pengolahan lahan pasang surut yang baik yaitu dengan cara TOT (Tanpa
Olah Tanah). Sebagian responden sudah melakukan TOT namun masih
ada yang melakukan olah tanah dengan kedalaman kira-kira 5 cm-15 cm
bahkan ada yang menggunakan traktor. Petani yang mengolah lahan
dengan traktor berpendapat bahwa sudah dari dulu selalu melakukan olah
tanah, petani merasa jika tanah tidak diolah maka tanah tidak gembur.
Pemeliharaan tanaman padi terdiri dari tiga komponen yaitu jenis
pupuk yang digunakan, teknik penyiangan, dan pengendalian hama
penyakit. Pupuk yang digunakan rata-rata adalah pupuk organik yaitu
pupuk kandang. Kebanyakan responden memiliki hewan ternak seperti
sapi, kambing dan unggas (ayam dan itik) sehingga kotorannya dapat
dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi. Kedalaman penyiangan
tanaman padi antara 0 sampai 4 cm dari tanah dengan cara dicabut dengan
menggunakan tangan atau cangkul. Cangkul yang digunakan ukurannya
kecil dan bagian ujungnya runcing. Penyiangan tanaman padi biasanya
dilakukan dua kali yaitu pada saat tanaman berumur dua minggu dan
commit
tanaman berumur satu bulan. to user
Pengendalian hama penyakit tanaman padi
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id
terdiri dari dua komponen kegiatan yaitu cara panen dan perlakuan
seresah.
Konservasi di lahan pasang surut untuk tanaman kedelai sebanyak 3
responden (13,6 persen) termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan
petunjuk, sedangkan 19 (86,4 persen) responden termasuk dalam kategori
sesuai. Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui rata-rata skor-skor konservasi
tanaman kedelai sebesar 19,55. Artinya tingkat penerapan konservasi
pengelolaan lahan pasang surut untuk tanaman kedelai tergolong dalam
kategori sesuai dengan petunjuk.
Pengolahan lahan tanaman kedelai kebanyakan dilakukan dengan
TOT ( Tanpa Olah Tanah) sebab tanah lahan pasang surut sudah gembur
sehingga tidak perlu pengolahan tanah. Namun ada juga yang melakukan
olah tanah dengan cangkul dengan kedalaman 5-10 cm. Hal itu
dikarenakan cara petani mengolah tanah merupakan cara yang sudah
diajarkan secara turun-temurun sehingga sulit untuk diubah.
Pemeliharaan tanaman kedelai terdiri dari jenis pupuk yang
digunakan, teknik penyiangan, dan pengendalian hama penyakit. pupuk
yang digunakan antara lain urea dan pupuk kandang. Namun, ada juga
petani yang tidak menggunakan pupuk sama sekali. Hal tersebut
dilakukan petani karena menganggap tanah sudah banyak mengandung
zat yang dibutuhkan tanaman. Tanaman kedelai biasanya jarang
dilakukan penyiangan. Ada juga petani yang melakukan penyiangan
hanya satu kali saat tanaman masih kecil. Teknik penyiangannya dengan
menggunakan tangan. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman
kedelai jarang dilakukan sebab tamanan kedelai di lahan pasang surut
jarang terkena hama. Adapun hama yang menyerang biasanya adalah ulat.
Panen tanaman kedelai biasanya dilakukan bila tanaman sudah tua
dan polongnya berwarna kuning. Cara panen kedelai yaitu dengan
memangkas batang 0 cm dari tanah. Petani biasanya membawa seresah
pulang untuk pakan ternaknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id
sayur. Cara memanennya yaitu dengan memotong batang dari tanah 0 cm.
Petani memanfaatkan seresah kacang panjang sebagai pakan ternak dan
kadang daun yang masih muda dimasak untuk sayur.
e. Tanaman cabai
Tanaman cabai biasanya ditanam pada musim tanam kedua baik
dengan tumpang sari maupun monokultur. Konservasi tanaman cabai
terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengolahan lahan, pemeliharaan dan panen.
untuk pemeliharaan ada tiga kegiatan yaitu penggunaan jenis pupuk,
teknik penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Panen terdiri dari
dua kegiatan yaitu cara panen dan perlakuan seresah.
Konservasi tanaman cabai di lahan pasang surut sebanyak 4
responden (57,1 persen) termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan
petunjuk, sedangkan 3 (42,9 persen) responden termasuk dalam kategori
sesuai. Sehingga diketahui rata-rata skor konservasi tanaman cabai
sebesar 16,04. Artinya tingkat penerapan konservasi pengelolaan lahan
pasang surut untuk tanaman cabai tergolong dalam kategori cukup sesuai
dengan petunjuk.
Petani yang menanam tanaman cabai jarang melakukan pengolahan
lahan sebab penanamannya juga tidak berasal dari biji namun berasal dari
bibit yang sudah tumbuh yang dibeli dari pasar. Tanaman cabai yang
ditanam di lahan pasang surut tidak menggunakan mulsa.
Pemeliharaan tanaman cabai terdiri dari tiga kegiatan yaitu jenis
pupuk yang digunakan, teknik penyiangan, dan pengendalian hama
penyakit. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang.
Pemeliharaan tanaman cabai di lahan pasang surut cukup mudah, karena
petani tidak melakukan penyiangan dan pengendalian hama penyakit.
Bila tanaman cabai terkena hama, tanaman tersebut hanya dibiarkan saja.
Panen tanaman cabai tidak hanya satu kali namun bisa tiap minggu
hingga tanaman mati kurang lebih selama empat minggu. Pemanenan
dilakukan bila cabai sudah tua dengan ciri-ciri warna buah sudah merah
commit batang
atau kebiru-biruan. Kemudian to user tanaman cabai dipangkas tepat
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id
pula pada musim tanam kedua yaitu pada bulan September sampai
November.
Berdasarkan gambar 5.1, responden membudidayakan tanaman padi,
jagung, kedelai, kacang panjang, dan cabai secara monokultur dan tumpang
sari di lahan pasang surut Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
Sebagian besar responden membudidayakan tanaman padi, tanaman jagung
dan tanaman kedelai secara monokultur di lahan pasang surut. Contohnya
responden nomor 2, 10, 14, 28 dan 30 membudidayakan tanaman padi dan
tanaman jagung pada musim tanam pertama (Bulan Juni-Agustus).
Responden nomor 3, 25 dan 30 membudidayakan tanaman kedelai pada
musim tanam kedua (bulan September-November). Pola tanam yang
digunakan oleh petani di lahan pasang surut secara tumpang sari adalah
padi-jagung, padi-kacang panjang, padi-kedelai, jagung-kedelai, jagung-
kacang panjang, kedelai-kacang panjang, jagung-cabai, jagung-kacang
panjang-cabai, jagung-kedelai-kacang panjang, dan jagung-kedelai-cabai.
Sebagian besar responden membudidayakan tanaman secara
tumpang sari pada musim tanam kedua (Bulan September-November).
Contoh responden nomor 28 membudidayakan tanaman secara tumpang sari
di lahan pasang surut. Sebab, responden yang membudidayakan tanaman
secara tumpang sari di lahan pasang surut untuk mendapatkan hasil yang
beragam sehingga dapat meningkatkan pendapatannya.
Gambar 5.1 menyajikan pola pergiliran tanam di lahan pasang surut
pada musim tanam I (Bulan Juni-Agustus) dan musim tanam II (Bulan
September-November).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id
R16
Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei juni
R28
R32
R1
R9
R5
R25
R3
R30
R14
R10
R2
Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei juni
Gambar 5.1 Pola Tanam di Lahan Pasang Surut
Keterangan:
a. Satu Komoditas
Sebanyak 5 orang (10 persen) responden yang menanam satu
komoditas di lahan pasang surut dengan skor rata-rata 17,40. Hal ini
berarti tingkat penerapannya cukup sesuai dengan aturan. Petani
penggarap lahan pasang surut mulai menanam sejak musim tanam
Agustus-November. Tanaman yang dibudidayakan secara monokultur
adalah padi, jagung, kedelai dan cabai. Responden yang menanam satu
komoditas tersebut dikarenakan lahan yang mereka sewa dekat dengan
bendungan dengan elevasi kurang lebih 38,00 meter. Karena responden
commit to user
menanam satu komoditas maka mereka hanya panen satu kali dalam
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id
satu tahun, sehingga uang sewa lahan yang mereka bayar sebesar Rp
50,00 per meter/ tahun.
b. Dua Komoditas
Berdasarkan Tabel 5.3, 27 orang (54 persen) responden yang
menanam dua jenis tanaman dengan skor rata-rata 35,04/17,74. Artinya
tingkat penerapan konservasi di lahan pasang surut untuk responden
yang menanam dua komoditas tergolong dalam cukup sesuai dengan
aturan. Petani menanam dua komoditas secara monokultur selama dua
kali musim tanam dan secara tumpang sari selama satu kali musim
tanam. Petani yang menanam secara tumpang sari kebanyakan
menggunakan pola tanam padi-jagung, padi-kacang panjang, padi-
kedelai, jagung-kedelai, jagung-kacang panjang, jagung-cabai, dan
kedelai-kacang panjang.
c. Tiga Komoditas
Responden yang menanam tiga jenis tanaman di lahan pasang
surut sebanyak 10 orang (20 persen) dengan skor rata-rata 51,40/17,20.
Artinya tingkat penerapan konsrvasi di lahan pasang surut untuk
responden yang menanam tiga komoditas termasuk dalam kategori
cukup sesuai dengan aturan. Petani yang menanam tiga komoditas
kebanyakan membudidayakan tanaman secara monokultur dan tumpang
sari dengan dua kali musim tanam. Musim tanam pertanam pada bulan
Juni-Agustus dan musim tanam kedua pada bulan Agustus-November
ada juga yang menanam bulan Mei-Juli. Petani memilih menanam
secara tumpang sari pada musim tanam kedua karena pada musim
tanam kedua waktunya lebih mendekati musim hujan. Petani
mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari musim tanam pertama
sehingga hasil panennya meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan
keluarganya. Petani mitra membayar sewa lahan pasang surut sebesar
Rp 100,00 per meter/tahun karena lahan tersebut dapat ditanami
sebanyak dua kali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
d. Empat Komoditas
Responden yang membudidayakan empat komoditas sebanyak 6
orang (12 persen) dengan skor rata-rata 74,50/19,17. Artinya tingkat
penerapan konservasi untuk petani yang menanam empat jenis
komoditas termasuk dalam kategori sesuai dengan aturan. Kebanyakan
responden yang menanam tanaman empat jenis, dilakukan dengan
tumpang sari karena lahan pasang surut yang disewa petani hanya bisa
ditanami dua kali.
e. Lima Komoditas
Berdasarkan Tabel 5.3 responden yang menanam lima
komoditas sebanyak 2 orang (4 persen) dengan skor rata-rata
89,50/18,00. Artinya tingkat konservasi untuk petani yang menanam
lima jenis tanaman termasuk dalam kategori sesuai dengan anjuran.
Petani dapat menanami lahan pasang surut yang disewa dua kali selama
musim tanam. Petani menanam tanaman secara tumpang sari. Petani
mitra yang lahan pasang surutnya luas dapat membudidayakan tanaman
secara tumpangsari baik pada saat musim tanam pertama maupun
musim tanam kedua. Sehingga hasil yang didapatkan juga banyak dan
dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
C. Hubungan Antara Karakteristik Sosial ekonomi petani dengan tingkat
penerapan konservasi lahan pasang surut
Penelitian ini mengkaji hubungan karakteristik sosial ekonomi petani
dengan tingkat penerapan konservasi lahan pasang surut. Untuk mengetahui
hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani dan tingkat penerapan
konservasi lahan pasang surut digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs),
sedangkan untuk menguji tingkat signifikansi terhadap nilai yang diperoleh
dengan menggunakan besarnya nilai t hitung dan t Tabel dengan tingkat
kepercayaan 90 % (a = 0,10). Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi
petani dengan tingkat penerapan konservasi lahan pasang surut dapat dilihat
pada Tabel 5.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id
panjang yaitu dengan cara tanpa olah tanah (TOT), sehingga tidak
perlu membuat bedengan (gundukan) dan lanjaran seperti budidaya
tanaman kacang panjang pada umumnya. Sebanyak 50 persen
responden yang membudidayakan tanaman kacang panjang dilahan
pasang surut tidak menggunakan pupuk dan pestisida, disebabkan
hama yang menyerang tanaman kacang panjang hanya ulat, maka
petani hanya membiarkan saja. Karena daun tanaman kacang panjang
yang dimakan ulat dapat tumbuh lagi. Cara memanen tanaman kacang
panjang di lahan pasang surut dilakukan dengan memotong batang
tepat diatas permukaan tanah.
e. Hubungan pendidikan formal dengan penerapan konservasi tanaman
cabai
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,705
dengan t hitung -2,223 lebih besar daripada t tabel 2,02 pada taraf
kepercayaan 90%. Nilai ini menunjukkan hubungan yang signifikan
antara pendidikan formal responden dengan tingkat penerapan
konservasi lahan pasang surut untuk tanaman cabai. Tingkat
pendidikan formal responden mempengaruhi cara pembudidayaan
tanaman cabai. Pengolahan lahan pasang surut untuk tanaman cabai
tidak sama dengan cara pengolahan lahan di sawah yang umumnya
dibuat bedengan maupun ditutup dengan mulsa. Namun cara
pengolahan lahannya dengan membersihkan dari rumput-rumput liar.
Bibit tanaman cabai di lahan pasang surut tidak berasal dari biji,
namun dari tanaman yang sudah disemai yang dibeli dari pasar. Benih
tersebut dibeli dalam bentuk ikatan, satu ikat berisi 30 tanaman. Cara
memanen tanaman cabai yaitu memotong batang tepat diatas
permukaan tanah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan formal dengan tingkat penerapan
konservasi di
lahan pasang surut pada responden yang
commit jagung,
membudidayakan tanaman to user kacang panjang, dan cabai.
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id
musim hujan tiba. Hal ini disebabkan musim hujan yang sulit
diprediksi. Contohnya petani tidak dapat membudidayakan tanaman
kedelai karena air pasang saat hujan turun.
d. Hubungan antara luas lahan dengan penerapan konservasi tanaman
kacang panjang
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,282
dengan t hitung -1,018 lebih kecil daripada t tabel 1,78 pada taraf
kepercayaan 90%. Nilai ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara luas lahan dengan penerapan konservasi. Berapapun
luas lahan untuk berusahatani yang dimiliki oleh petani tidak
mempengaruhi petani dalam penerapan konservasi lahan pasang surut.
Karena petani yang menyewa lahan luas maupun sempit di lahan
pasang surut mempunyai tingkat resiko yang sama pada saat musim
hujan tiba. Hal ini disebabkan musim hujan yang sulit diprediksi.
Contohnya petani hendak membudidayakan tanaman kacang panjang
namun hujan turun maka tidak dapat membudidayakannya.
e. Hubungan antara luas lahan dengan penerapan konservasi tanaman
cabai
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa nilai rs -0,44
dengan t hitung -1,096 lebih kecil daripada t tabel 2,02 pada taraf
kepercayaan 90%. Nilai ini menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan antara luas lahan dengan penerapan konservasi. Berapapun
luas lahan untuk berusahatani yang disewa petani tidak mempengaruhi
dalam penerapan konservasi lahan pasang surut. Karena petani yang
menyewa lahan luas maupun sempit di lahan pasang surut mempunyai
tingkat resiko yang sama pada saat musim hujan tiba. Hal ini
disebabkan musim hujan yang sulit diprediksi. Contohnya petani
hendak membudidayakan tanaman cabai namun hujan turun maka
tidak dapat membudidayakannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik
sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan konservasi lahan pasang surut
di Bendungan Gajah Mungkur Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik sosial ekonomi responden.
a. Sebanyak 48 persen responden berumur 55 tahun atau lebih serta
berpendidikan formal hingga tamat SD.
b. Sebanyak 70 persen responden mengikuti penyuluhan 0-4 kali. Ada 46
persen responden yang berusahatani di lahan pasang surut antara satu
sampai sembilan tahun. Ada 58 persen responden menyewa lahan
pasang surut kurang dari 0,25 ha. Dan pendapatan dari 82 persen
responden tidak cukup memenuhi kebutuhan primer keluarga tiap
bulan.
2. Tingkat penerapan konservasi berdasarkan jumlah komoditas yang di
budidayakan.
a. Tingkat penerapan konservasi lahan pasang surut untuk tanaman padi,
tanaman jagung, dan tanaman cabai tergolong cukup sesuai dengan
peraturan yang dianjurkan Perum Jasa Tirta I.
b. Tingkat penerapan konservasi lahan pasang surut untuk tanaman
kedelai dan tanaman kacang panjang tergolong sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh Perum Jasa Tirta I.
c. Tingkat penerapan konservasi di lahan pasang surut untuk semua jenis
tanaman skornya 53 sehingga dapat dikatakan cukup sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan Perum Jasa Tirta I.
d. Tingkat penerapan konservasi di lahan pasang surut untuk responden
yang membudidayakan satu jenis tanaman, dua jenis tanaman, dan tiga
jenis tanaman termasuk dalam kategori cukup sesuai dengan peraturan
commit
yang telah ditetapkan Perum to Tirta
Jasa user I.
102
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id
commit to user