Anda di halaman 1dari 12

Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan (land cover).

Penggunaan lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan
aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis
kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu. Penggunaan lahan
merupakan aspek penting karena penggunaan lahan mencerminkan tingkat peradaban manusia
yang menghuninya.

Townshend dan Justice (1981) juga memiliki pendapat mengenai penutupan lahan, yaitu
penutupan lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-
unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap
obyek tersebut. Sedangkan Barret dan Curtis, tahun 1982, mengatakan bahwa permukaan bumi
sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain
sebagainya. Dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas manusia (penggunaan lahan).

Suatu unit penggunaan lahan mewakili tidak lebih dari suatu mental construct yang
didesain untuk memudahkan inventarisasi dan aktivitas pemetaan (Malingreau dan Rosalia,
1981). Interpretasi penggunaan lahan dari foto udara ini dimaksudkan untuk memudahkan
deliniasi. Untuk dapat mempercepat hasil inventarisasi dengan hasil yang cukup baik, digunakan
pemanfaatan data penginderaan jauh, karena dari data penginderaan jauh memungkinkan
diperoleh informasi tentang penggunaan lahan secara rinci.selain itu, adanya perrubahan
pemanfaatan lahan kota yang cepat dapat pula dimonitor dari data penginderaan jauh.

Identifikasi, pemantauan, dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada
setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk penelitian yang mendalam mengenai
perilaku manusia dalam memanfaatkan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi
bagian yang penting dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan
kebijakan keruangan di suatu wilayah. Prinsip kebijakan terhadap lahan perkotaan bertujuan
untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dan pengadaan lahan untuk menampung berbagai
aktivitas perkotaan. Dalam hubungannya dengan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan
penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sitematis dan
terorganisir dalam penyediaan lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan
dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002).
Menurut Malingreau (1979), penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik
secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik
kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya. Penggunaan lahan merupakan
unsur penting dalam perencanaan wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping
sebagai faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan kota adalah perencanaan
penggunaan lahan.

Kenampakan penggunaan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan


penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan
lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan
ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang
sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multiwaktu. Fenomena yang
ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat
diketahui. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin
bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena
kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun lokasinya (Murcharke, 1990).

Penggunaan lahan mencerminkan sejauh mana usaha atau campur tangan manusia dalam
memanfaatkan dan mengelola lingkungannya. Data penggunaan/tutupan lahan ini dapat disadap
dari foto udara secara relatif mudah, dan perubahannya dapat diketahui dari foto udara
multitemporal. Teknik interpretasi foto udara termasuk di dalam sistem penginderaan jauh.
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah
atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa
kontak langsung dengan objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997).

Penggunaan foto udara sebagai sumber informasi sudah meluas dalam berbagai aplikasi.
Hanya saja untuk dapat memanfaatkan foto udara tersebut diperlukan kemampuan mengamati
keseluruhan tanda yang berkaitan dengan objek atau fenomena yang diamati. Tanda-tanda
tersebut dinamakan kunci pengenalan atau biasa disebut dengan unsur-unsur interpretasi. Unsur-
unsur tersebut meliputi : rona/warna, tekstur, bentuk, ukuran, pola, situs, asosisasi, dan
konvergensi bukti (Sutanto, 1997). Untuk dapat melakukan interpretasi penggunaan lahan secara
sederhana dan agar hasilnya mudah dipahami oleh orang lain (pengguna), diperlukan panduan
kerja berupa sistem klasifikasi penggunaan lahan/tutupan lahan.
Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi
apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra penginderaan jauh. Tujuan
klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan
para ahli berpendapat Penggunaan lahan yaitu segala macam campur tangan manusia, baik
secara menetap maupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan baik material maupun spiritual, ataupun kedua-duanya (Malingreau, 1978).

Pengelompokan objek-objek ke dalam kelas-kelas berdasarkan persamaan dalam sifatnya,


atau kaitan antara objek-objek tersebut disebut dengan klasifikasi. Menurut Malingreau (1978),
klasifikasi adalah penetapan objek-objek kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan-
kumpulan di dalam suatu sistem pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang
khusus berdasarkan kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau
acuan dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan citra
penginderaan jauh. Tujuan klasifikasi supaya data yang dibuat informasi yang sederhana dan
mudah dipahami.

Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi penggunaan
lahan menurut Malingreu. Dalam suatu kerangka kerja, menurut Dent (1981) dalam membuat
klasifikasi penggunaan lahan dibagi menjadi tingkatan-tingkatan ynag terbagi menjadi
kelompok-kelompok sebagai berikut :

a. Land cover/land use Order (cover type)


b. Land cover/land use Cover Classes
c. Land cover/land use Sub-Classes
d. Land cover/land use Management Units (comparable to land utilization types).

Dari klasifikasi tersebut oleh Malingreu diubah menjadi 6 kategori sebagai berikut :
a. Land cover/land use Order e.g. vegetated area
b. Land cover/land use Sub-Order e.g. cultivated area
c. Land cover/land use Family e.g. permanently cultivated area
d. Land cover/land use Class e.g. Wetland rice (sawah)
e. Land cover/land use Sub-Class e.g. irrigated sawah
f. Land Utilization Type e.g. continous rice.

Selain dari Malingreau terdapat beberapa klasifikasi peggunaan lahan menurut beberapa
ahli seperti Ida Made Sandhi (UI) , Krostowizsky (Polandia), Sutanto (UGM), dan sebagainya.
Beberapa pemerintah daerah melalui Bapeda juga membuat klasifikasi pengunaan lahan agar
sesuai dengan kondisi setempat.

Sumber :
Bambang Saeful Hadi. 2007. PANDUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. Edisi Revisi I.
Yogyakarta.
Kiefer T. M. dan Lillesand R. W., 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.
http://www.raharjo.org/nature/penutupan-dan-penggunaan-lahan.html

Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari.


Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan
akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu
lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri
(Kazaz dan Charles, 2001). Sementara menurut Muiz (2009) perubahan penggunaan lahan
diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain
yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya
pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri.
Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan terdapat empat
faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor
kelembagaan. Selain itu, faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat juga akan
mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan
terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan
terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula
permintaan terhadap hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana
wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung
menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dalam
pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal,
pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih
baik.
Menurut Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses
perubahan penggunaan lahan antara lain:
1. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah
perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek
perumahan).
2. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser
kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan.
3. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan.

Ada beberapa jenis penggunaan lahan. Secara garis besar, lahan kota terbagi menjadi lahan
terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri,
perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak
terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka)
dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan
penambangan sumber daya alam). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu, wilayah, maka
perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis pengguna lahan
dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponen-komponen
pembentuk guna lahan (Chapin dan Kaiser, 1979). Menurut Maurice Yeates, komponen
penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980):

a. Permukiman
b. Industri
c. Komersial
d. Jalan
e. Tanah Publik
f. Tanah Kosong

Sedangkan menurut Hartshorne, komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi


(Hartshorne, 1980):
a. Private Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan permukiman,
komersial, dan industri.
b. Public Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan rekreasi dan
pendidikan.
c. Jalan

Sedangkan menurut Lean dan Goodall, 1976), komponen penggunaan lahan dibedakan
menjadi:
1. Penggunaan lahan yang menguntungkan. Penggunaan lahan yang menguntungkan tergantung
pada penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak
menguntungkan tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk ftmgsi yang
menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk pertokoan,
perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi keberadaan. guna lahan ini tidak lepas dari
kelengkapan penggunaan lahan lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan
lahan untuk sekolah, rumah sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana prasarana.
Pengadaan sarana dan prasarana yang Iengkap merupakan suatu contoh bagaimana. guna lahan
yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat inempengaruhi guna lahan yang lain. Jika lahan
digunakan untuk suatu tujuan dengan membangun kelengkapan untuk guna.lahan disekitarnya,
maka hal ini dapat meningkatkan nilai keuntungan secara umum, dan meningkatkan nilai-lahan.
Dengan demikian akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan
keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan.
2. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi
penggunaan lahan untuk jalan, taman, pendidikan dan kantor pemerintahan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan mempunyai
keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak menguntungkan. Guna lahan utama yang
dapat dikaitkan dengan fungsi perumahan adalah guna lahan komersial, guna lahan industri, dan
guna lahan publik maupun semi publik (Chajin dan Kaiser, 1979). Adapun penjelasan masing
masing guna lahan tersebut adalah:
1. Guna lahan komersial. Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan perumahan melalui
percampuran secara vertikal. Guna lahan komersial yang harus dihindari dari perumahan adalah
perdagangan grosir dan perusahaan besar.
2. Guna lahan industri. Keberadaan industri tidak saja dapat inemberikan kesempatan kerja namun
juga memberikan nilai tambah melalui landscape dan bangunan yang megah yang
ditampilkannya. Jenis industri yang harus dihindari dari perumahan adalah industri pengolahan
minyak, industri kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang.
3. Guna lahan publik maupun semi public. Guna lahan ini meliputi guna lahan untuk pemadam
kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan, rumah sakit, terminal dan lain-lain.

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang besar mendorong peralihan fungsi lahan

pertanian menjadi lahan non pertanian. Hal ini akan mengakibatkan tejadinya

penyempitan lahan untuk pertanian dan semakin meningkatkan tekanan terhadap

penggunaan lahan. Di lain pihak terjadi peningkatan konsumsi pangan, yang seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang harus diimbangi peningkatan priduksi

tanaman pertanian.

Peningkatan produksi dan produktifitas tanaman pangan dan non pangan yang

produksinya dapat meningkatkan pendapatan penduduk untuk dapat memenuhi

standar hidup yang layak, khususnya kepada petani. Untuk memenuhi keinginan

tersebut petani seharusnya berusaha untuk memanfaatkan sumberdaya hayati

maupun non hayati yang diharapkan sesuai dengan peruntukan lahannya. Untuk itu,

sangat perlu dilakukan suatu kegiatan evaluasi lahan.

A.Pengertian Evaluasi Lahan


Evaluasi lahan adalah suatu pendekatan untuk menilai potensi sumberdaya

lahan. Evaluasi lahan adalah tahap lebih lanjut dari kegiatan survey dan pemetaan

sumberdaya lahan masih sulit untuk dipakai untuk suatu perencanaan tanpa

dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu.

Dasar interpretasi dalam evaluasi lahan, bahwa areal dengan keseragaman

sifat-sifat tanah, vegetasi, geologi, dan lereng merupakan kesatuan habitat yang

dianggap memberikan kesempatan pemakaian yang seragam pula. Keadaan lahan

disuatu daerah pada umumnya memilki kondisi yang bervariasi karena adanya

perbedaan fisik (lereng, drainase,pH, toksisitas, suhu dan sebagainya) kondisi yang

beragam ini berakibat pada perbedaan kualitas lahan yang menyebabkan kesesuaian

usaha tanaman pertanian berbeda. Di dalam memanfaatkan kondisi lahan yang

bervariasi ini apabila tidak sesuai dengan peruntukkannya, maka harapan produksi

tidak akan terpenuhi.

Perencanaan penggunaan lahan untuk jenis tanaman tertentu, khususnya pada

upaya peningkatan produksi pertanian harus didasarkan dengan perencanaan yang

baik. Untuk penyusun perencanaan tersebut dibutuhkan informasi dasar sumberdaya

lahan yang meliputi tentang masalah kemampuan lahan dan kesesuaian lahan, karena

kemampuan lahan merupakan sifat dakhil lahan yang menyatakan daya dukungnya

untuk memberikan hasil pertanian pada tingkat tertentu.

Evaluasi kesesuaian lahan berupaya mengestimasi daya dukung lahan untuk

penggunaan tertentu.sedangkan kesesuaian lahan menitikberatkan pada tingkat

kecocokan sebidang lahan untuk satu penggunaan tertentu klasifikasi kesesuaian

lahan merupakan suatu proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti

kesesuaian relative lahan atau kesesuaian absulut lahan bagi suatu penggunaan

tertentu.
B. Batasan dan Ruang Lingkup Evaluasi Lahan

Informasi tanah merupakan salah satu bagian sumberdaya alam yang

mempunyai pengaruh langsung dan kelanjutan bagi pengguna pertanian. Informasi

bentuk lahan, topografi dan formasi geologi secara tidak langsung mempengaruhi

bentuk penggunaan lahan dan jenis tanah tanaman yang diusahakan (Sitorus, 1995),

factor-faktor topografi (ketinggian, panjang dan derajat lereng, posisi pada

bentang lahan) dapat berpengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha

pertanian.

Evaluasi lahan mempertimbangkan kemugkinan penggunaan dan faktor

pembatasan tersebut dan berusaha menerjemahakan informasi-informasi yang

cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bntuk-bentuk yang dapat di gunakan para

praktisi seperti petani, para ilmuwan yang mempertanyakan kemungkinan untuk

menanam jenis tanaman tertentu, atau pertanyaan yang berhubungan dengan

pekerjaan keteknisan (Worosuprojdo.S. 1989).

Kemampuan lahan yang tinggi diharapkan berpotensi besar dalam berbagai

penggunaan, yang memungkinkan penggunan ynag intensif yang berbagai macam

kegiatan. Sistem tersebut mengelompokkan lahan kedalam sejumlah kecil kategori

yang diurutkan menurut faktor penghambat dan sejumlah cirri-ciri tanah serta

lingkungan lainnya.

Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976) kelas kesesuian lahan suatu

arela dapat saja berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang sedang

dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya berhubungan dengan

evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, palawija,

jagung dan sebagainya, sedangkan evaluasi kemampuan lahan umumnya ditujukan


untuk penggunaan yang lebih umum seperti penggunaan untuk pertanian,

pemungkinan, industri, perkotaan, jasa, peruntukan dan sebagainya.

USDA mengelompkkan system kalsifikasi lahan melalui interpretasi yang

dibuat terutama untuk pertanian. Pengelompokan lahan yang dapat digarap menurut

potensi dan penghambatnya untuk dapat berproduksi secara lestari, yang

mendasarkan pada faktor-faktor penghambat dan potensi bahaya lainang masih

dapat di terima dalam klasifikasi lahan (Bibby dan Mackney dalam Sitorus, 1995).

C. Persyaratan Tumbuh Tanaman

Tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan

tertentu, persyaratnya tersebut terutama energy radiasi, temperatur yang cocok

untuk pertumbuhan, kelembaban, oksien, dan unsur hara. Persyaratan temperatur

dan kelembaban sering digabungkan disebut periode pertumbuhan (FAO, 1976).

Persyaratan tumbuh tanaman lainnya adalah yang tergolong sebagai kualitas

lahan media perakaran. Media perakaran terdiri dari : drainase, tekstur, struktur,

konsistensi dan kedalaman efektif tanah. Ada tanaman yang memerlukan drainase

terhambat seperti dari jenis tanaman air termasuk padi sawah, tetapi pada

umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik, yang pada kondisi demikian

aerasi tanah cukup baik artinya di dalam tanah cukup tersedia oksigen, dan akar

tanaman dapat berkembang dengan baik, sehingga dapat menyerap unsur hara

secara optimal. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman merupakan

batasan bagi kelas kesesuaian, kelas kesesuaian yang paling baik (S1) yang tidak

memiliki pembatas serius, sedangkan kualitas lahan yang di bawah optimum

merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2)

dengan pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari, dan sesuai

marginal (S3) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu
penggunaan yang lestari di luar batasan tersebut di atas merupakan lahan yang

tergolong tidak sesuai (N1) saat ini, dengan pembatas yang sangat berat, tetapi

masih memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat

pengetahuan saat ini, kelas tidak sesuai untuk selamanya (N2) merupakan lahan yang

memiliki pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin unuk digunakan bagi

suatu penggunaan yang berkelanjutan.

D.Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah suatu jenis penggunaan tertentu oleh kondisi

karakteristik lahannya yang bertujuan untuk menetapkan atau memilih penggunaan

lahan tertentu secara berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Karakteristik

lahan meliputi semua faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir (diestimasi)

seperti : tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng, batuan di permukaan,

iklim dan sebagainya. (FAO, 1976; Anonim, 1983; Sys, 1991).

Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi lahan bagi

penggunaan berbagai system pertanian secara luas dan tidak membicarakan

peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya. Oleh

sebab itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan dengan

evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus (Sitorus, 1995).

Penilaian kesesuaian lahan mempunyai arti penting mencakup peniaian

kesesuaian setiap jenis lahan untuk tanaman tertentu sangat membantu dalam

mendesain jenis penggunaan lahan sebagai pedoman bagi perencana dalam memilih

tanaman dan daerah bagi tanaman tertentu yang memerlukan persyaratan khusus,

selain itu penilaian kesesuaian lahan merupakan sarana untuk menaksir produktifitas

usahatani yang dijalankan secara khas (Soetarto dan Taylor, 1993).


Sumber: http://dhayatgeo.blogspot.com/2011/12/evaluasi-sumber-daya-lahan.html

Anda mungkin juga menyukai