Anda di halaman 1dari 15

Tugas …………

Pemetaan Tanah dan


Kegunaannya

1.1 Pendahuluan
Tanah (soil) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan
organik. Tanah dalam bidang pertanian didefinisikan sebagai benda alam yang
tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang
menempati permukaan daratan, dan dicirikan oleh horizon-horizon atau
lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai suatu hasil
dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan
materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan
alami (Soil Survey Staff, 1998). Definisi ini memperluas definisi tanah dari
Taksonomi Tanah versi tahun 1975, guna mencakup tanah-tanah di wilayah
Antartika yang proses pembentukannya dapat berlangsung, tetapi iklimnya
bersifat terlampau ekstrim untuk mendukung bentuk-bentuk tanaman tingkat
tinggi. Batas atas dari tanah adalah antara tanah dan udara, air dangkal,
tumbuhan hidup, atau bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk (Balai
Penelitian Tanah Bogor, 2004).
Tanah mempunyai peran sangat besar untuk keberlangsungan kehidupan flora
dan founa di bumi, dimana tanah berperan dalam menghasilkan sumber
makanan dan penyimpanan air. Sebagaiman kita ketahui bahwa kondisi tanah
di permukaan bumi berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim, cuaca, kondisi
tempat/ruang, penyusun tanah, posisi tempat, dan ketinggian tempat. Kondisi
tanah yang berbeda-beda dipermukaan bumi diperlukan kajian dan pendataan
yang berkelanjutan sehingga pemanfaatan tanah pada satu kawasan dapat
disesuaikan dengan kondisi tanah pada kawasan tersebut.
2

Kajian mengenai tanah dapat dibedakan atas kajian terkait fisik tanah dan
sosial ekonomi masyarakat yang berdampak terhadap tanah. Kajian fisik tanah
seperti kajian jenis tanah, fisik tanah, kimia tanah, biologi tanah, flora dan
fauna yang ada di tanah tersebut. Kajian terkait sosial mengkaji aktifitas
manusia yang berdampak terhadap tanah, seperti kajian penggunaan dan
penutupan tanah/lahan (Land Use and Land Cover/LULC). Menurut Lillesand
dan Kiefer (1994), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia
pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan
fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan
manusia terhadap obyek-obyek tersebut.
Kajian terkait fisik tanah dapat dilakukan secara sederhana dilapangan dengan
menggunakan peralatan dan bahan sederhana yang diperuntukan untuk kajian
tanah sedangkan untuk kajian detilnya diperlukan kajian yang lebih komplek
dengan menggunakan peralatan dan bahan khusus dan biasanya kajian seperti
ini dilakukan di laboratorium.
Sama seperti kajian fisik tanah, kajian terkait LULC juga dapat dilakukan
dilapangan dan laboratorium. Untuk kajian dilapangan diperlukan peralatan
untuk mendapatkan data terkait kondisi eksisting lahan. Adapun kajian di
laboratorium berupa kegiatan analisis data eksisting lapangan yang dipadukan
dengan data hasil kajian terdahulu dan data kepustakaan terkait seperti data
citra satelit, drone dan peta-peta tematik.
Output dari kedua model kajian ini berupa data dan informasi terkait tanah dan
rekomendasi pemanfaatannya sesuai ruang setempat. Umumnya data dan
informasi disajikan dalam bentuk narasi, tabular, dan grafik/peta.

1.2 Pemetaan Tanah


Survei dan pemetaan tanah (Soil Survey and Mapping) adalah suatu kegiatan
penelitian di lapangan untuk melakukan identifikasi, karakterisasi dan evaluasi
sumberdaya tanah/lahan (termasuk keadaan terrain dan iklim) di suatu
wilayah, yang didukung oleh data hasil analisis laboratorium. Produk utama
survei dan pemetaan tanah adalah Peta Tanah (Soil Map) yang menyajikan
informasi geospasial sifat-sifat tanah dan penyebarannya pada landscape di
suatu wilayah. Peta tanah dilengkapi dengan keterangan legenda peta, narasi,
dan lampiran data lapangan dan analisis laboratorium. Survei dan Pemetaan
Tanah mempunyai beberapa tingkatan yang disusun secara hierarki, sesuai
3

dengan tujuan survei yang dicerminkan oleh skala peta atau tingkat kedetailan
informasi yang disajikan (Hikmatullah, 2014).
Selain pemetaan secara survey, pemetaan tanah juga dapat dilakukan secara
digital. Pemetaan Tanah Digital (PTD) atau Digital Soil Mapping adalah
cabang baru yang merupakan Ilmu Tanah Terapan. PTD dapat didefenisikan
sebagai penciptaan dan pengisian sistem informasi tanah dengan
menggunakan metode-metode pengamatan lapangan dan laboratorium yang
digabungkan dengan pengolahan data secara spatial ataupun non-spatial.
Metode PTD menggunakan variabel-variabel pembentuk tanah yang dapat
diperoleh secara digital (misalnya remote sensing, Digital Elevation Model,
peta-peta tanah) untuk mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD
adalah menggunakan variabel-variable pembentuk tanah untuk menprediksi
sifat dan ciri tanah keseluruhan area survai dalam Sistem Informasi Geografis.
Dengan kata lain PTD adalah proses kartografi tanah secara digital. Namun
PTD bukan berarti mentransformasikan peta-peta tanah konvensionil menjadi
digital. Proses PTD menggunakan informasi-informasi dari survai tanah
lapangan digabungkan dengan informasi tanah secara digital, seperti citra
(image) Remote Sensing dan Digital Elevation Model. Dibandingkan dengan
peta tanah konvensional, dimana batas-batas tanah digambar secara manual
berdasarkan pengalaman surveyor yang subyektif. Namun dalam PTD teknik-
teknik automatis dalam Sistem Informasi Geografis digunakan untuk
menproses informasi-informasi tanah dengan lingkungannya (Digital Soil
Mapping, 2022; GLMB, 2022).
PTD dewasa ini tidak tidak dapat dipisahkan dari bidang geospatial.
Umumnya, keberadaan geospatial sekarang ini dapat kita lihat dalam bidang
penginderaan jauh dan GIS atau Geographic Information System (Rusdi,
2016).
Umumnya, para pakar mengatakan bahawa GIS adalah sistem komputer yang
digunakan untuk mengumpul, memeriksa, mengintegrasi dan menganalisis
informasi yang berkaitan dengan permukaan bumi (Jeffrey dan Estes 1990;
Tomlin, 1990; Foote dan Lynch 1995; Demers, 1999). Raper dan Green
(1994) juga menyatakan bhawa GIS merupakan sistem yang dapat
mendukung proses serta membuat keputusan yang berhubungan dengan data
keruangan (spatial). Rincian proses data dan informasi dalam GIS dapat
dilihat pada Gambar 10.1.
4

Gambar 10.1. Sistem GIS


Sumber: https://gisgeography.com/what-is-gis/

Adapun Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek,
daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Data Penginderaan
Jauh memiliki keunggulan dalam hal waktu pengamatan dibandingkan dengan
cara konvensional. Data Penginderaan Jauh khususnya data satelit mempunyai
peran yang sangat penting karena memberikan informasi menggenai
penggunaan lahan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Data yang
didapatkan dari satelit biasanya sudah merupakan data digital (Rusdi, 2005).
Pada dasarnya objek dipermukaan bumi ini dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu tanah, air dan vegetasi. Ketiga objek tersebut secara
alami mempunyai bentuk dan sifat berbeda, sehingga apabila direkam dengan
mengunakan panjang gelombang tertentu (Gambar 10.2) akan menghasilkan
karakteristik reflektan yang berbeda-beda. Karakteristik reflektan dari objek
permukaan bumi (tanah, air dan vegetasi) dapat digunakan sebagai dasar
dalam pemilihan citra Penginderaan Jauh yang digunakan dan dasar dalam
interpretasi objek. Kurva karakteristik reflektan dari objek tanah, air dan
vegetasi secara umum dapat diketahui dari Gambar 10.3.
5

Gambar 10.2. Panjang Gelombang Elektromagnetik


Sumber: NASA (2022)
6

Gambar 10. 3. Kurva karakteristik reflektan dari obyek tanah, air, vegetasi
serta Panjang Gelombang Elektromagnetiknya.
Sumber: NASA (2022)

Dalam penerapan teknik Penginderaan Jauh, ketelitian dan luas wilayah


terliput, ditentukan oleh jenis dan skala citra yang digunakan, karena setiap
jenis citra tertentu dengan skala tertentu menggambarkan dan bahkan
menonjolkan objek-objek tertentu sesuai dengan panjang gelombang yang
digunakan untuk merekam data di lapangan. Suatu hal yang perlu dipakai
sebagai dasar pemikiran dalam setiap penerapan teknik Penginderaan Jauh
bahwa pada prinsipnya kamera/sensor Penginderaan Jauh hanya merekam
objek-objek di permukaan bumi, sehingga objek-objek di bawah permukaan
bumi atau yang tertutup oleh tumbuh-tumbuhan, dinterpretasi berdasarkan
objek-objek yang tampak pada permukaan bumi (Rusdi, 2005).
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pemetaan
penutupan/penggunaan lahan terletak pada pemilihan Sistem klasifikasi yang
tepat, yang dirancang untuk suatu tujuan dimaksud. Sistem klasifikasi
penutupan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan
penutupan/penggunaan lahan dalam penyajian data spasial yang akan
dijadikan pedoman atau acuan dalam proses interpretasi.
Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang digunakan di Indonesia
umumnya disesuaikan dengan tujuan masing-masing pengguna baik individu
maupun organisasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pemetaan
lahan. Beberapa klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang telah ada,
diuraikan di bawah ini.
1) Sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan menurut Badan
Pertanahan Nasional (BPN 1977 dalam Surlan 2002), membagi
wilayah pedesaan dan perkotaan sebagai dasar klasifikasi
penggunaan lahan. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan
pedesaan disajikan dalam berbagai skala, yakni skala 1 : 200.000 s/d
1 : 250.000; skala 1 : 25.000 s/d 1 : 100.000; dan skala 1 : 5.000 s/d
1 : 12.500. Masing-masing klasifikasi disajikan secara terpisah,
yakni bukan merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang
berjenjang.
2) Sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan untuk Indonesia
menurut Malingreau (1982), didasarkan pada kombinasi sistem
physiognomik dan sistem fungsional. Cara penyajian masing-masing
7

kiasifikasi dilakukan secara bertingkat, dengan empat tingkat


klasifikasi, yaitu jenjang I hingga jenjang IV. Klasifikasi
penggunaan lahan jenjang berikutnya merupakan rincian dari jenjang
sebelumnya.
3) Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan menurut Regional Physical
Planning Programme for Transmigration (RePPPRoT 1987)
dibangun dengan menggunakan data Penginderaan Jauh sebagai
sumber utama datanya. Peta penutup/penggunaan lahan disajikan
pada skala 1 : 250 000, ditujukan untuk evaluasi lahan, dimana peta
penutup/penggunaan lahan sebagai salah satu masukan datanya.
4) Sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan menurut United
States Geologi Survey (USGS 1992 dalam Jansen 2000),
dikembangkan berdasar penggunaan citra Penginderaan Jauh sebagai
sumber data dalam pemetaannya. Sistem klasifikasinya merupakan
sistem klasifikasi berjenjang, yaitu dari tingkat I (umum) hingga
tingkat IV (rinci).
5) Sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang dikembangkan
pada proyek CORINE Landcover (ITC, 2001), sistem klasifikasi ini
berdasarkan penggunaan citra Penginderaan Jauh sebagai sumber
data dalam pemetaannya dan partisipatif data lokal. Sistem
klasifikasinya merupakan sistem klasifikasi berlevel, yaitu dari level
I (umum) hingga level III (rinci).
6) Sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan menurut
Bakosurtanal (2000) merupakan rekomendasi untuk pemetaan
tematik Dasar di Indonesia. Sistem klasifikasinya merupakan sistem
klasifikasi berjenjang, yaitu dari tingkat I hingga tingkat III.
7) Sistem klasifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sistem
klasifikasi ini telah diterbitkan beberapa versi. Versi terbaru sistem
klasifikasi SNI adalah sistem klasifikasi SNI Tahun 2014, sistem
klasifikasi ini merupakan hasil revisi dari sistem SNI Tahun 2010.
Sistem SNI bersifat hirarki (bertingkat) pada skala penyajian peta,
peta berskala 1:1.000.000 dan 1:250.000 menggunakan pendekatan
konsep penutup lahan (land cover), sedangkan untuk skala 1:50.000
atau 1:25.000 mulai memasukkan unsur penggunaan lahan (land
use). Semakin rinci atau besar skala yang digunakan, semakin rinci
pula kelas-kelas yang digunakan (SNI, 2014).
Berbagai macam sistem klasifikasi di atas menunjukkan betapa sulitnya
menentukan sistem klasifikasi yang dapat memuaskan semua persyaratan.
8

Oleh karena itu dipilih sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan yang


sedapat mungkin mengakomodasi berbagai kebutuhan klasifikasi. Sistem
klasifikasi yang dipilih adalah Klasifikasi FAO 1994 (Rosalina et al, 2002).
Klasifikasi ini banyak dipakai sebagai standar klasifikasi
penutupan/penggunaan lahan dengan menggunakan citra Penginderaan Jauh,
sedangkan di Indonesia sistem klasifikasi ini digunakan pada TREES Project
kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Uni Eropa. Sistem klasifikasi FAO
1994 disajikan pada Tabel 10.1.
Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG mengalami perkembangan yang sangat
pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan
komputer. Saat ini Penginderaan Jauh berorientasi pada teknologi satelit
sebagai wahana pembawa sensor Penginderaan Jauh tersebut. Sebagai sarana
pengindera, sensor satelit pada masa sekarang ini juga telah berkembang
dengan kemampuan yang jauh diatas kemampuan mata manusia. Sensor
tersebut merekam objek, area atau kejadian-kejadian di atas permukaan bumi,
yang digunakan untuk inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam di
permukaan bumi. Teknologi Penginderaan Jauh tersebut akan memberikan
efisiensi pada banyak segi seperti perolehan data yang cepat, akurat dengan
biaya dan tenaga operasional yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan
teknologi konvensional.

Tabel 10.1. Klasifikasi Penutup Lahan menurut FAO 1994


9

Sumber: Rosalina et al., (2002)


10

1.3 Kegunaan Pemetaan Tanah

Pemetaan tanah adalah proses pembuatan peta suatu wilayah tanah tertentu. Itu
dilakukan dengan mengumpulkan data dari tanah dan kemudian
menganalisisnya untuk membuat representasi yang akurat dari daerah tersebut.
Pemetaan tanah digunakan di berbagai industri, seperti kehutanan, pertanian,
perencanaan kota, pengelolaan lahan, dan studi lingkungan. Peta Tanah ini
dapat digunakan untuk merencanakan proyek, mengidentifikasi penggunaan
lahan, menilai kondisi tanah, memantau perubahan penggunaan lahan, dan
banyak lagi.
Menurut Mora et al. (2014) bahwa Peta Penggunaan Lahan dan Tutupan
Lahan (LULC) yang akurat dan tepat waktu penting untuk varietas aplikasi
seperti perencanaan kota dan regional, pemantauan bencana dan bahaya,
sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan, dan ketahanan pangan.
Hasan et al, (2020) menambahkan bahwa Pemetaan LULC dapat membantu
mengatasi banyak tantangan berskala besar yang signifikan, seperti pemanasan
global, percepatan hilangnya habitat spesies, migrasi populasi yang belum
pernah terjadi sebelumnya, meningkat urbanisasi, dan meningkatnya
ketidaksetaraan di dalam dan antar negara. Oleh karena itu penting untuk
menghasilkan peta LULC yang akurat.
Manfaat pemetaan tanah dan bagaimana peta tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan pengelolaan lahan dan pengambilan keputusan dijelaskan
sebagai berikut:
1) Informasi Akurat
Salah satu manfaat utama pemetaan tanah adalah memberikan informasi yang
akurat tentang tanah. Dengan mengumpulkan data dari tanah, seperti elevasi,
komposisi tanah, vegetasi, dan topografi, pemetaan tanah dapat menghasilkan
citra tanah yang akurat. Informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan
proyek, mengidentifikasi penggunaan lahan, menilai kondisi tanah, dan
memantau perubahan penggunaan lahan.

2) Hemat biaya
Pemetaan tanah adalah cara hemat biaya untuk mengumpulkan informasi
tentang tanah. Ini jauh lebih murah daripada meminta surveyor secara fisik
pergi ke darat untuk mengumpulkan data. Selain itu, data yang dikumpulkan
11

oleh pemetaan tanah dapat digunakan untuk berbagai keperluan, artinya satu
pemetaan dapat menyediakan data untuk berbagai proyek.

3) Efisien
Pemetaan lahan juga merupakan cara yang efisien untuk mengumpulkan data.
Dengan mengumpulkan data dari jarak jauh, pemetaan tanah dapat dengan
cepat dan akurat mengumpulkan data dari area lahan yang luas dalam waktu
yang relatif singkat. Ini membuatnya ideal untuk proyek berskala besar yang
perlu diselesaikan dengan cepat.

4) Manfaat Lingkungan
Pemetaan lahan juga dapat digunakan untuk menilai kondisi lingkungan lahan.
Dengan mengumpulkan data seperti komposisi tanah, vegetasi, dan topografi,
pemetaan lahan dapat digunakan untuk mengidentifikasi area lahan yang
berisiko terhadap kerusakan lingkungan. Informasi ini kemudian dapat
digunakan untuk membuat rencana untuk melindungi tanah dan melestarikan
sumber daya alamnya.

5) Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik


Pemetaan lahan dapat digunakan untuk meningkatkan pengambilan keputusan.
Dengan mengumpulkan data akurat tentang lahan, pemetaan lahan dapat
membantu mengidentifikasi potensi risiko dan peluang yang mungkin tidak
terlihat secara kasat mata. Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk
membuat keputusan tentang bagaimana menggunakan tanah dan proyek apa
yang harus dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa, Pemetaan Tanah adalah alat yang sangat berharga
untuk pengelolaan lahan dan pengambilan keputusan. Ini dapat memberikan
informasi yang akurat tentang tanah, hemat biaya, efisien, dan dapat digunakan
untuk menilai kondisi lingkungan dan meningkatkan pengambilan keputusan.
Dengan memahami manfaat pemetaan lahan, pengelola lahan dan pembuat
keputusan dapat menilai dengan lebih baik risiko dan peluang yang terkait
dengan lahan dan membuat keputusan berdasarkan informasi tentang cara
menggunakan lahan.
12

Pustaka

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). (2000)


“Pembakuan Spek Metodologi Kontrol Kualitas Pemetaan
Tematik Dasar dalam Mendukung Perencanaan Tata Ruang”.
Laporan Akhir Kerjasama Fakultas Geografi UGM dengan
Bakosurtanal. Cibinong Jawa Barat.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2014) “Standar Nasional Indonesia


Klasifikasi Penutup Lahan Bagian 1: Skala kecil dan Nenengah”.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Balai Penelitian Tanah (BPT) Bogor. (2004) “Petunjuk Teknis


Pengamatan Tanah”. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Demers, M. N. (1999) “Fundamentals of Geographic Information


Systems”. New York. USA. John Willey and Sons Inc.

Digital Soil Mapping. 2022. Digital Soil Mapping.


https://projects.au.dk/digitalsoilmapping//. (Diakses pada tanggal
3 Agustus 2023).

Foote, K. E., dan Lynch, M. (1995) “Geographic Information System as


an Integrating Technology, Context, Concept and Definitions”.
The Geographer’s Craft Project, Department of Geography, The
University of Colorado at Boulder. Colorado, USA.

GIS Geography. (2023) “What is GIS? A Guide to Geographic


Information Systems”. https://gisgeography.com/what-is-gis/.
(Diakses pada tanggal 5 Agustus 2023).

Hasan, S.S., Zhen, L.., Miah, M.G., Ahamed, T., dan Samie, A. (2020)
“Impact of Land Use Change on Ecosystem Services: A Review.
Environmental Development. (34), 100527.
13

Hikmatullah., Suparto, C., Tafakresnanto., Sukarman., Suratman., dan


Nugroho, K. (2014) “Petunjuk Teknis Survei dan Pemetaan
Sumberdaya Tanah Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000”. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Jeffrey, S., dan Estes, J. (1990) “Geographic Information System; An


Introduction”. Englewood Cliffs, New Jersey. Prentice Hall.

Jensen, J.R. (2000) “Introductory Digital Image Processing; A Remote


Sensing Perspective”. Second Edition. Prentice Hall. Upper
Saddle River. New Jersey.

Laboratorium Geomorfologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana (GLMB).


(2022) “Pemetaan Tanah Digital”. Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada. https://glmb.geo.ugm.ac.id/2022/12/01/pemetaan-
tanah-digital/. (Diakses pada 3 Agustus 2023).

Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. (1990) “Penginderaan Jauh dan


Interpretasi Citra”. Diterjemahkan oleh Dulbahri, Hartono, dkk.
Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. (1994) “Remote Sensing and Image
Interpretation”. 3rd Edition, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken,
750.

Malingreau, J.D., dan Cristiani, R. (1982) “A Land Cover/Land Use


Clasification for Indonesia”. Project Speacialist for Agriculture
Development Council at The Center for Remote Sensing.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mora, B., Tsendbazar, N.E., Herold, M., dan Arino, O. (2014) “Global Land
Cover Mapping: Current Status and Future Trends. In Land Use and
Land Cover Mapping in Europe”. Eds.; Manakos, I., dan Braun, M.
Springer: Dordrecht, The Netherland. 18, hal. 11–30.

National Aeronautics and Space Administration (NASA). (2022)


“Overview of Land Cover Remote Sensing”. NASA’s Applied
Remote Sensing Training Program.
14

https://appliedsciences.nasa.gov/sites/default/files/2022-11/Land
CoverRS_Edited_SC.pdf. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2023.

Raper, J., dan Green, N. (1994) “Geographic Information System Tutor


for Microsoft Windows”. Longman GeoInformation 307
Cambridge Science Park, Milton Road, Cambridge CB4, 4ZD,
UK.

Regional Physical Planning. Programme for Transmigration


[RePPPRoT]. (1987) “Peta Land System and Land Suitability”.
Bakosurtanal, Cibinong.

Rosalina, U., Murdiyarso, D., Hairiah, K., dan Muslihat, L. (2002) “Final
Report: Study on the Potential of Very High-Resolution Satellite
Data for Mapping Tropical Forest Cover for Selected Sites in
Insular Southeast Asia, Indonesia (Sumatera and Kalimantan).
Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.

Rusdi, M. (2005) “Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan


Object Oriented pada Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan
(Studi Kasus Kabupaten Gayo Lues Aceh, HTI PT. Wirakarya
Sakti Jambi dan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah).
Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Rusdi, M. (2016) “Penilaian Kesesuaian Tanah untuk Penempatan


Berdasarkan Fizikal Persekitaran, Bencana dan Implikasi Sosial
di Banda Aceh, Indonesia”. Disertasi. School Housing, Building
and Planning, Universiti Sains Malaysia. Penang.

Soil Survey Staff. (1998) “Kunci Taksonomi Tanah”. Edisi Kedua


Bahasa Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Surlan. (2002). Potensi Kartografis Data Landsat-7 untuk Pemetaan


Penutup/Penggunaan Lahan. Thesis Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
15

The International Institute for Geo Information Science and Earth


Observation. (2001) “Principles of Remote Sensing an
Introductory Textbook”. Editor: Tempfli, C., Kerle, N.,
Chuureman, G.C., Lucas LF Jansen. ITC Educational Textbook
Series 2. Hengelosestraat, Enschede. The Nederlands.

Tomlin, C. D. (1990) “Geographic Information System and Cartographic


Modelling”. Hoboken, New Jersey. Prentice Hall College
Division.

Anda mungkin juga menyukai