Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan hasil perkembangan batuan induk, maka sifat yang
dimilikinya akan sesuai dengan batuan penyusun asalnya. Perkembangan tanah
akan berlangsung terus-menerus, sehingga menjadikan sifatnya berubah.
Perbedaan batuan penyusun ternyata juga mengakibatkan sifat tanah berbeda satu
dengan yang lainnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap penggunaan
dari tanah itu sendiri. Oleh karena itu, harus diadakan suatu kegiatan guna
mempelajari perbedaan tersebut, sehingga tanah dapat diketahui karakteristiknya
dan dapat dikelompokkan. Survei tanah dapat memberikan informasi tentang
sumber daya alam, terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah
untuk suatu tujuan-tujuan tertentu. Informasi tersebut sangat diperlukan untuk
keputusan pengembangan sumber daya lahan yang akan digunakan, baik dalam
bidang pertanian maupun kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan
berkesinambungan (Rayes, 2007). Informasi yang dikumpulkan dalam survei
tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus
mengevaluasi serta memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap
lingkungan. Maka dari itu perlu dilakukannya pemahaman lebih lanjut mengenai
prinsip dan metode survei. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai prinsip-
prinsip serta metode-metode apa saja yang digunakan dalam kegiatan survei
tanah.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui lebih lanjut serta memahami mengenai peta dan satuan peta tanah.
2. Memahami dengan baik mengenai prinsip-prinsip survei tanah
3. Memahami dan mengetahui lebih lanjut mengenai berbagai metode dalam
survei tanah.
II. PEMBAHASAN
2.1 Peta dan Peta Tanah
Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi yang
digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu, serta
dilengkapi simbol sebagai penjelas (Isnaini, 2015). Perencanaan penatagunaan
lahan memerlukan dasar kemampuan ataupun keseuaian lahan, kesesuaian lahan
tersebut harus didasarkan pada data sumber daya tanah yang rasional, yakni peta
tanah. Peta tanah merupakan bentuk data dan informasi sumberdaya tanah
(Sukarman dan Ritung, 2013). Peta dan peta tanah didapatkan melalui hasil dari
proses survei tanah yang di dalam prosesnya telah didapatkan data-data yang
mendeukung mengenai suatu wilayah. Proses pembuatan peta disebut juga dengan
pemetaan dan dalam proses pemetaan tersebut menerapkan ilmu kartografi.
Kartografi merupakan seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi tentang pembuatan
peta-peta. Selain itu, kartografi disebut sebagai suatu ilmu dan teknologi untuk
memperkecil fenomena-fenomena di permukaan bumi ke dalam suatu bentuk
yang mudah diobservasi. Hasil pengamatan yang didapat kemudian perlu
diproyeksikan ke dalam suatu bidang dan akan menghasilkan sebuah peta. Guna
mempermudah proses proyeksi hasil pengamatan suatu kawasan yang luas, maka
digunakan skala. Skala peta merupakan perbandingan jarak di dunia nyata dengan
jarak yang ada pada peta. Skala peta juga disebut sebagai perbandingan jarak
antara dua titik sembarang di peta dengan jarak horisontal kedua titik tersebut di
permukaan bumi dengan satuan ukuran yang sama (Rahman, 2013). Dengan
adanya skala, maka dapat diketahui pula kedetailan suatu peta tanah. Menurut
Sukarman dan Supriatna (2012), berdasarkan tingkat kedetailannya, peta tanah
dapat dibedakan menjadi enam, yakni Peta Tanah Bagan, Eksplorasi, Tinjau,
Semi-detail, Detail, dan Sangat Detail.
Peta Tanah Bagan merupakan peta tanah yang dibuat sebagai hasil
kompilasi berbagai peta tanah eskplorasi atau peta tanah tinjau. Pada Peta Tanah
bagan, akan didapatkan informasi umum sebaran tanah secara nasional. Skala peta
ini yakni sebesar 1:2.500.000. Peta Tanah Eksplorasi menyajikan data yang sangat
umum mengenai keadaan lahan suatu daerah. Survei ini dilakukan dengan
bantuan dari interpretasi foto udara atau citra satelit dan intensitas pengamatan
lapang yang rendah sehingga informasi mengenai sifat-sifat tanah sangat minim.
Skala peta tanah eksplorasi yakni sebesar 1;500.000 hingga 1.5.000.000. Peta
Tanah Tinjau yakni Peta tanah dengan skala sebesar 1:250.000. Peta tanah tinjau
dapat memberi informasi mengenai daerah-daerah yang memiliki potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Peta Tanah Semi-detail yakni peta tanah yang
memiliki ukuran skala 1:50.000. Peta ini memiliki intensitas pengamatan sekitar
satu untuk setiap 50 hektar tergantung pada kerumitan bentang lahan. Peta tanah
semi-detail memberikan informasi lebih terperinci mengenai gambaran potensi
lahan untuk pertanian dan kegiatan pengolahan. Peta Tanah Detail memiliki skala
sebesar 1:25.000 dan 1:10.000. Peta ini digunakan untuk persiapan kegiatan
proyek atau konservasi tanah, maka dari itu terdapat informasi mengenai sifat dan
ciri tanah secara mendetail. Peta Tanah Sangat Detail memiliki skala > 1:10.000
serta memiliki informasi yang sangat mendetail mengenai sifat dan siri tanah
(Rayes, 2007).
2.2 Satuan Peta Tanah dan Satuan Taksonomi
a. Satuan Peta Tanah

Gambar 1. Foto udara yang mendefinisikan satuan peta tanah


(sumber: van Wambake dan Forbes, 1986)

Menurut Rayes (2007) satuan peta lahan merupakan satuan lahan yang
mempunyai sistem fisiografi atau landform yang sama dehingga dapat
membedakan satu sama lain dilapangan dengan atas batas alami dan dapat dipakai
sebagai suatu evaluasi lahan. satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di
lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam ‘landscape' yang terdiri
atas kumpulan semua delineasi tanah yang ditandai oleh symbol,
warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Delineasi sendiri
mempunyai arti yaitu daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta.
Pada umumnya, peta tanah terdiri lebih dari satu satuan peta. Data atau informasi
dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan dalam
legenda peta. Satuan peta adalah satuan lahan yang mempunyai sistem
fisiografiyang sama, yang dibedakan satu sama lain di lapangan oleh batas-batas
alami. Sehingga dalam artian yang sempit Satuan peta tanah merupakan suatu
wilayah yang mempunyai satuan tanah dan faktor lingkungan seragam.
Pendekatan yang digunakan dalam penentuan satuan peta tanah ini adalah
pendekatan fisiografi. Dan satuan peta tanah harus mudah dikenali, diukur dan
dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya. Untuk tujuan
pemetaan tanah, unsur-unsur satuan peta tanah seperti landform, relief dan satuan
tanah dapat didelineasi dengan bantuan citra satelit melalui dua ciri, yaitu ciri
spasial dan ciri spektral. Landform dan relief dapat dikenal melalui ciri spasial
yaitu sifat khas keruangan yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, tekstur dan
pola. Ciri spektral citra satelit dapat digunakan sebagai indikasi untuk
membedakan berbagai jenis tanah. Ciri spektral ialah sifat khas benda atau gejala
dari tenaga elektromagnetis yang dipantulkannya (Sukarman, 2005).
b. Satuan taksonomi tanah

Gambar 2. Satuan Taksonomi yang berada pada Satuan Peta Lahan (Rayes, 2007)

Satuan taksonomi tanah adalah sekelompok tanah dari suatu sistem


klasifikasi tanah yang masing masing diwakili oleh suatu profil tanah yang
mencerminkan ‘central concept’.pendekatan yang dilakukan pada satuan
taksonomi adalah pendekatan morfologi. Deleniasi menggunakan satuan
taksonomi tanah sangat sulit untuk dilakukan karena hanya kenampakan
permukaan dan sifat sifat permukaan tanah yang terlihat. Biasanya tanah yang
berada dalam satu deleniasi satuan peta belum tentu berada pada satu satuan
taksonomi melainkan bisa jadi terdapat dua atau lebih satuan taksonomi dalam
satu satuan peta tanah (Rayes, 2007).
2.3 Satuan Peta Tanah Dalam Survei Tanah
a. Konsosiasi

Gambar 3. Ilustrasi komponen konsosiasi (Rayes, 2007)

Dalam sebuah asosiasi, area yang digambarkan didominasi oleh takson


tanah tunggal (atau area lain-lain) dan tanah serupa. Sehingga dapat dikatakan
konsosiasi apabila setidaknya setengah dari pedon di masing-masing delineasi
dari suatu konsosiasi tanah adalah dari komponen tanah yang sama yang
memberikan nama untuk satuan peta. Sebagian besar sisa penggambaran terdiri
dari komponen tanah yang sangat mirip dengan tanah bernama bahwa interpretasi
utama tidak terpengaruh secara signifikan. Jumlah total inklusi yang berbeda dari
komponen lain dalam unit peta umumnya tidak melebihi sekitar 15% jika
membatasi dan 25% jika tidak membatasi. Satu komponen pembatas yang
berbeda inklusi umumnya tidak melebihi 10% jika perbedaan pembatasnya sangat
kontras (Soil Survey Staff, 2017).
Satuan pemetaan tanah konsosiasi didominasi oleh satuan tanah dan tanah
yang serupa (similiar soil unit). Dalam konsosiasi paling tidak mempunyai 50%
satu satuan tanah yang sama dan 25% satuan tanah yang serupa. SPT konsosiasi
diberinama sesuai dengan satuan tanah yang dominan. Satuan tanah lain yang
tidak sejenis dan serupa maksimal mempunyai persentase 25%. Dua satuan tanah
dikatakan sebagai tanah yang serupa apabila mereka hanya berbeda pada satu atau
dua kriteria yang menyebabkan keduanya diklasifikasikan kedalam kelompok
yanng berbeda. Secara uumum satuan satuan tanah yanng serupa mempunyai
potensi yang hampir sama. Sedangkan dua satuan tanah dikatakan tidak serupa
apabila keduanya mempunyai perbedaan yang tegas dan lebih dari tiga kriteria
yang meenyebabkan keduanya diklasifikasikan ke dalam kelompok yang berbeda.
Satuan-satuan tanah yang tidak serupa mempunyai potensi terhadap penggunaan
tertentu yang berbeda secara tegas.
b. Asosiasi

Gambar 4. Ilustrasi komponen asosiasi/kompleks (Rayes, 2007)

SPT jenis ini mengandung dua atau lebih satuan tanah yang tidak serupa
yang digunakan dalam pennamaan SPT dan mempunyai komposisi yang hampir
sama. Satuan-satuan tanah penyusun SPT ini tidak dapat dipisahkkan satu sama
lain kedalam SPT SPT yang berbeda karena keterbatasan skala pemetaan. SPT
asosiasi dalam skala pemetaan yang lebih besar dapat dipisahkan kedalam SPT-
SPT konsosiasi yang berbeda.
c. Kompleks
SPT ini mirip dengan SPT asosiasi karena terdapat dua atau lebih satuan-
satuan tanah yang tidak serupa yang digunakan dalam penamaan SPT, demikian
juga komposisi masing-masing satuan tanahnya serupa dengan SPT asosiasi.
Persebaran satuan tanah yang ada pada SPT ini tidak mengikuti pola tertentu
sehingga dalam skala pemetaan yang lebih besar, satuan-satuan tanah yang
menyusunnya tetap tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
d. Satuan Pemetaan Tak Terpilahkan

Gambar 5. Ilustrasi komposisi undifferentiated group (Rayes, 2007)


Kelompok tak dibedakan terdiri dari dua atau lebih komponen taksa yang
tidak secara konsisten dikaitkan secara geografis dan oleh karena itu tidak selalu
terjadi bersama dipenggambaran peta yang sama. Satuan-satuan tanah yang
ada didalamnya dikelompokkan ke dalam satu SPT yang sama karena
mempunyai kesamaan dalam penggunaan dan pengelolaan untuk penggunaan
yang umum. Umumnya, tanah tersebut dimasukan pada satuan peta yang sama
karena memiliki beberapa sifat yang sama seperti kecuraman atau kelerengan,
bebatuan, atau banjir sehingga akan menentukan penggunaan dan pengelolaannya
(Soil Survey Staff, 2017).
2.4 Inklusi dalam Satuan Peta Tanah
Inklusi merupakan satuan tanah lain yang tidak muncul dalam legenda peta
tanah.hal tersebut dikarenakan ukuran inklusi terlalu kecil untuk dideliniasi atau
bahkan tidak terlihat melalui metode survei yang dilakukan. Terdapat dua macam
inklusi dalam suatu peta tanah, yakni inklusi tanah serupa dan inklusi tanah tidak
serupa. Inklusi tanah serupa memiliki sifat dan ciri yang sama dengan sifat tanah
utama. Sifat dan ciri yang dimiliki tersebut membuat Inklusi Tanah Serupa
berpotensi sama dengan tanah utama. Maka perlu dilakukan perlakuan konservasi
dan pengolahan yang sama dengan tanah utama. Sedangkan inklusi tanah tidak
serupa memiliki penjelasan yang bertolak belakang dengan inklusi tanah serupa.
Inklus tanah tidak serupa memiliki sifat dan ciri penting yang berbeda dengan
tanah utama. Selain itu, tingkat perbedaan sifat yang tinggi dengan tanah utama
atau banyaknya sifat tanah yang berbeda dengan tanah utama (Rayes, 2007).
2.5 Fase Tanah
Fase merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat
untuk memprediksi potensi suatu tanah di suatu daerah yang dilakukan survei.
Terdapat 15 fase yang digunakan untuk seri tanah, yaitu tekstur lapisan atas tanah
mineral, lapisan organik di permukaan tanah,fragmen batuan di dalam tanah atas,
batu di permukaan tanah, fase lereng, erosi tanah, fase pengendapan, fase
kedalaman, fase substratum, fase yang berhubungan dengan air, fase salin, fase
sodik, fase fisiografi, fase iklim, dan fase-fase lain. Fase-fase tersebut biasa
digunakan sebagai seri tanah untuk pemetaan detail pada skala 1:10.000 (Rayes,
2007).
2.6 Metode Survei Tanah
Terdapat beberapa macam pendekatan metode survei tanah, yaitu metode
grid, sistem fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara, grid bebas yang
merupakan penerapan gabungan dari kedua pendekatan tersebut, metode non
sistematis dan metode kontinu. Metode survei grid biasa disebut juga metode grid
kaku. Skema pengambilan contoh tanah secara sistematik dirancang dengan
mempertimbangkan kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak
pengamatan dibuat secara teratur pada jarak tertentu untuk seluruh daerah survei.
Pengamatan tanah dilakukan dengan pola teratur dan jarak pengamatan
tergantung dari skala peta.
Survei grid ini sangat cocok diterapkan pada daerah yang posisi pemetaanya
sukar ditentukan dengan pasti. Keuntungan dari metode survei grid ini
diantaranya tidak memerlukan penyurvei yang berpengalaman karena lokasi titik-
titik pengamatan sudah diplot pada peta rencana pengamatan, sangat baik
diterapkan pada daerah yang luas yang memerlukan penyurvei dalam jumlah
besar, cukup teliti dalam menentukan batas satuan peta tanah pada daerah survei
yang relatif datar, dan dapat mengurangi sejumlah sifat tanah pada suatu variasi
yang menggambarkan proporsi yang besar dari data yang tersedia. Kerugian dari
metode survei grid ini antara lain memerlukan waktu yang lama, pemanfaatan
seluruh titik-titik pengamatan sehingga tidak efektif, sebagian lokasi pengamatan
tidak mewakili satuan peta yang dikehendaki.
Metode selanjutnya adalah metode survei fisiografi. Survei ini diawali
dengan melakukan interpretasi foto udara (IFU) untuk mendelineasi landform
yang terdapat di daerah survei, diikuti dengan pengecekan lapangan terhadap
komposisi satuan peta, biasanya hanya di daerah pewakil. Survei ini umumnya
diterapkan skala 1:50.000 - 1:200.000. Metode ini hanya dapat diterapkan jika
tersedia foto udara yang berkualitas tinggi. Batas satuan peta sebagian besar atau
seluruhnya didelineasi dari hasil IFU.
Gambar 6. Metode survei grid kaku, grid bebas dan fisiografik (Rayes, 2007)

Metode yang ketiga adalah metode grid bebas (fleksibel). Metode ini
merupakan perpaduan metode grid kaku dan metode fisiografi. Metode ini
diterapkan pada survei detail hingga semi-detail, foto udara berkemampuan
terbatas dan di tempat-tempat yang orientasi di lapangan cukup sulit dilakukan.
Pengamatan lapangan dilakukan seperti pada grid-kaku, tetapi jarak pengamatan
tidak perlu sama dalam dua arah, tergantung fisiografi daerah survei. Dengan
demikian kerapatan pengamatan disesuaikan menurut kebutuhan skala survei yang
dilaksanakan serta tingkat kerumitan pola tanah di lapangan.
Metode selanjutnya yaitu metode non sistematik. Dalam survei ini, batas
tanah ditentukan dari peta lain, seperti peta geologi dan peta fisiografi.
Pengecekan lapangan hanya dilakukan dibeberapa tempat dengan intensitas sangat
rendah untuk menentukan sifat-sifat tanah tipikal. Dalam metode ini, tidak
dipertimbangkan keragaman internal tanah. Metode survei ini diterapkan pada
skala lebih kecil dari 1:500.000. Peta yang dihasilkan bukanlah peta tanah,
melainkan peta bagan dan tidak dapat digabungkan dengan Sistem Informasi
Geografi (SIG).
Metode yang kelima adalah metode survei kontinu. Metode ini merupakan
hasil interpretasi citra penginderaan jauh terhadap tanah atau terhadap sifat-sifat
yang berhubungan dengan tanah (missal rona kelabu, vegetasi, produksi tanaman).
Resolusi sensor menentukan skala survei, sekalipun hasil survei dapat
digeneralisir menjadi skala kecil. Survei kontinu dapat memberikan estimasi
keragaman internal paling akurat (Rayes, 2007).
III. PENUTUP
Peta dan peta tanah diperlukan untuk melakukan survei tanah. Peta dibuat
dengan menggunakan ilmu kartografi. Berdasarkan tingkat kedetailannya, peta
tanah dapat dibedakan menjadi enam, yakni Peta Tanah Bagan, Eksplorasi,
Tinjau, Semi-detail, Detail, dan Sangat Detail. Prinsip-prinsip survei tanah yaitu
satuan peta tanah dan satuan taksonomi. Satuan peta tanah merupakan satuan
yang dibatasi di lapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam landscape
yang terdiri atas kumpulan semua delineasi tanah yang ditandai oleh simbol,
warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Satuan taksonomi tanah
adalah sekelompok tanah dari suatu sistem klasifikasi tanah yang masing masing
diwakili oleh suatu profil tanah yang mencerminkan central concept. Satuan peta
tanah terdiri dari konsosiasi, asosiasi, kompleks, dan satuan pemetaan tak
terpilahkan. Survei tanah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
grid, sistem fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara, grid bebas yang
merupakan penerapan gabungan dari kedua pendekatan tersebut, metode non
sistematis dan metode kontinu.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, A. 2013. Pengantar Kartografi & Sistim Informasi Geografis (Teori dan
Praktik). Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Rayes, M Lutfhi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Isnaini, N. 2015. Komparasi Penggunaan Media Google Earth dengan Peta Digital
pada Materi Persebaran Fauna Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Semarang. J.
Geografi Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian.
12(1): 52-61.
Sukarman. 2005. Identifikasi Unsur Satuan Peta Tanah Semi Detail Menggunakan
Citra Landsat-7 ETM dan Model Elevasi Digital di Daerah Bogor. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Sukarman dan W. Supriatna. 2012. Development of Soil Classification and Soil
Resource Inventory Method in Indonesia. Proceeding of International
Workshop on GlobalSoilMap.net Oceania Node. Bogor, 7 – 9 Februari
2011. Hal. 39-52.
Sukarman dan S. Ritung. 2013. Perkembangan dan Strategi Percepatan Pemetaan
Sumberdaya Tanah di Indonesia. J. Sumberdaya Lahan. 7(1): 1-14.
Soil Survey Division Staff. 2017. Soil Survey Manual. USA: United States
Department of Agriculture.
Van Wambeke, A. and T. Forbes. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in
the Name of Soil Maps Units. SMSS Technical monoghraph no. 10.SMSS-
SCS, USDA. Cornell University.

Anda mungkin juga menyukai