FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019 ACARA III MEMBANGUN KUNCI INTERPRETASI UNTUK BEBERAPA JENIS PENGGUNAAN LAHAN
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini untuk membangun kunci
interpretasi untuk beberapa jenis penggnaan lahan.
II. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
membangun kunci interpretasi untuk beberapa penggunaan lahan: Tabel 1. Alat dan Bahan serta kegunaannya No Alat dan Bahan Kegunaan 1 Kertas A4 Untuk menulis materi 2 Citra Landsat 8 Konawe Untuk menganalisis penggunaan Selatan lahan Konawe Selatan dengan aplikasi ENVI 4.5 3 Komputer Sebagai alat untuk mengolah citra 4 ENVI 4.5 Untuk menganalisis data citra landsat 8
III. DASAR TEORI
a. Pengindraan Jauh
Penginderaan jauh merupakan suatu metode pengamatan yang
dilakukan tanpa menyentuh obyeknya secara langsung. Penginderaan jauh adalah pengkajian atas informasi mengenai daratan dan permukaan air bumi dengan menggunakan citra yang diperoleh dari sudut pandang atas (overhead perspective), menggunakan radiasi elektromagnetik dalam satu beberapa bagian dari spektrum elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi (Campbell, 2011 dalam Maspiyanti, 2013). Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Aplikasi penginderaan jauh terutama memanfaatkan sifat-sifat dan kelebihan penginderaan jauh dibandingkan pengukuran lapangan. Beberapa kelebihan pengumpulan data menggunakan penginderaan jauh antara lain memudahkan pekerjaan di lapangan karena terbatasnya kemampuan dalam merekam suatu kondisi terutama pada lokasi dengan aksesibilitas yang sulit, cara ini dapat memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat serta pemantauan kondisi suatu wilayah yang sama secara berkala ( Lilesand dkk, 2004 dalam Wahyuni, 2012). Perkembangan Teknologi satelit pengindraan jauh meningkat seiring dengan kemajuan teknologi saat ini. Perkembangan ini meliputi kemampuan sensor wahana satelit yang membawa sensor mencapai orbit sehingga dapat mendektesi obyek yang berada di permukaaan bumi. Data yang dihasilkan berasal dari perekaman sensor yang mengalami peningkatan resolusi meliputi resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral, dan resolusi radiometrik. Kemajuan teknologi ini menuntut para praktisi bidang pengindraan jauh melakukakan pengembangan metode- metode ekstrasi citra dengan metode klasifikasi untuk mendapatkan informasi yang tepat dan akurat. Klasifikasi citra meliputi klasifikasi secara manual menggunakan citra dan klasifikasi multispektral secara digital menggunakan komputer. Klasifikasi multispektral merupakan salah satu bagian dari pengolahan citra pengindraan jauh untuk menghasilkan peta tematik dan dijadikan masukan dalam permodelan spasial dalam lingkungan sistem informasi geografis/GIS (Danoedoro, 2012 dalam Anggoro dkk, 2017).
b. Citra Landsat 8 ETM +
Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk
pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7 (Purwanto, 2015). Pada tahun 2013 telah diluncurkan satelit Landsat-8 yang hingga saat ini telah merekam hampir seluruh kawasan di muka bumi secara terus-menerus. Citra satelit ini memiliki resolusi menengah pada saluran- saluran multispektral sebesar 30 m dan memiliki saluran tampak (visible band) yang sangat dibutuhkan untuk kajian objek-objek. Citra ini dinilai potensial untuk menginventarisasi habitat bentik di seluruh wilayah Indonesia karena dapat diunduh secara gratis dengan mudah dan cepat, sehingga dapat dimanfaatkan kapanpun (Hafizt dkk, 2017). Citra multispectral Landsat 8 cukup baik digunakan sebagai data dalam mendelineasi kelurusan struktur secara otomatis. Hasil delineasi otomatis dikaji kembali secara visual pada DEM SRTM untuk menentukan kelurusan yang merupakan patahan. Sedangkan gejala struktur patahan terhadap suhu permukaan tanah dapat ditampakkan dengan citra inframerah thermal (TIR) Landsat 8. Penginderaan jauh dengan citra inframerah thermal sudah banyak dimanfaatkan untuk memperoleh data mengenai suhu permukaan tanah khususnya di daerah potensi panas bumi. Selain itu suhu permukaan tanah merupakan salah satu indikator kunci pada daerah potensi panas bumi (Azhari dkk, 2016). c. Komposit Citra
Citra komposit adalah penggabungan kombinasi antar saluran
(band) yang memiliki resolusi spektral berbeda dan resolusi spasial sama, yang dalam hal ini adalah saluran-saluran 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 meter. Citra komposit dilakukan dengan memasukkan ke dalam saluran merah, hijau, dan biru (RGB) ( Lisnayanti dkk, 2007). Komposit band yaitu komposit warna merupakan panduaan 3 band yang berbeda dan menghasilkan warna sesuai dengan perpaduan band tersebut. Tiap-tiap band yang di padukan akan mewakili masing- masingwarna dalam format RGB (red, green, blue). Penggabungan akan menghasilkan gambar true color atau false color atau bukan warna sebenarnya ( Purwanto dkk, 2017). Citra komposit saluran 5, 6, 7 (R, G, B) digunakan untuk menampilkan karekteristik geologi permukaan, antara lain batas litologi, struktur geologi, pola kelurusan, dan bentuk melingkar komposisi ini akan menghasilkan warna semu karena ketiga saluran yang digunakan adalah saluran gelombang infra merah, yaitu inframerah dekat dan infra merah gelombang pendek ( Indrastomo dkk, 2015). V. PEMBAHASAN
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dalam suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek atau fenomena yang dikaji. Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi landsat yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi. Landsat 8 memiliki Sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kenal-kenal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TRIS. Praktikum kali ini citra yang digunakan dalam membangun kunci interpertasi citra ini adalah citra Landsat 8, yang lokasinya berada di kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan obyek pengunaan lahan terdiri dari vegetasi, lahan terbuka, lahan terbangun, dan Tambak. Komposit band yang di gunakan pada praktikum kali ini terdiri dari, Band 1, Band 543, dan Band 432. Citra tersebut dapat indetifikasi melalui 9 unsur Interpertasi Citra. Terdiri dari: Rona/warna, Tekstur ,Pola ,Bentuk ,Bayangan ,Situs,dan Asosiasi. Langkah Pertama, Komposit Band 1 dengan interprtasi citra unsur rona memiliki obyek penggunaan lahan terdiri dari vegetasi yang memiliki rona gelap dengan nilai pantulan, Data : 9966, kemudian lahan terbuka memiliki rona agak cerah dengan nilai pantulan, Data : 13077, Selanjutnya lahan terbangun mempunyai rona gelap dengan nilai pantulan, Data : 10795. Langkah Kedua, Komposit Band 543 dengan objek pengunaan lahan yaitu vegetasi memiliki rona yang cerah dengan warna merah, dan nilai pantulan, Data R:20604, G:7145, B:8421. Langkah Ketiga, Komposit Band 432 dengan objek pengunaan lahan vegetasi yang di tandai dengan ronanya gelap dan warnannya hijau, teksturnya kasar, polannya tidak teratur, bentuknya tidak menentu, ada bayangan, ukurannya mempunyai massa jarak dan volume, situsnya lahan terbuka dan pemukiman, berasosiasi dengan pemukiman. Kemudian untuk obyek pengunaan lahan terbuka memiliki rona yang cerah dengan warna coklat kekuningan, teksturnya sedang, polanya tidak teratur, bentuknya tidak menentu, tidak terdapat bayangan, ukurannya mempunyai massa jarak dan volume, lokasi situs dekat dengan pemukiman dan vegetasi, serta berasosiasi dengan pemukiman dan vegetasi hutan. Selanjutnya untuk objek pengunaan lahan, lahan terbangun ditandai dengan rona yang cerah dengan warnanya beragam, teksturnya sedang, polanya teratur, bentuknya teratur, bayangannya ada tapi agak samar, ukurannya mempunyai massa, jarak dan volume lokasi situs berdekatan dengan lahan terbuka, vegetasi, jalan dan laut, serta berasosiasi dengan jalan dan laut. Untuk obyek tambak ditandai dengan rona gelap dengan warna coklat, teksturnya sedang, polanya tidak teratur, bentuknya tidak menentu, tidak terdapat bayangan, ukurannya mempunyai massa, jarak dan volume, lokasi situs dekat dengan vegetasi dan laut, serta berasosiasi dengan vegetasi Manggrove. VI. KESIMPULAN
Interpretasi citra adalah tindakan mengkaji foto atau citra dengan
maksud untuk mengenali objek dan gejala serta menilai arti pentingnya objek dan gejala tersebut.Unsur-unsur interprtasi citra terdiri dari: Rona dan warna, bentuk, ukuran, Tekstur, Pola,Bayangan,Situs dan Asosiasi. Pembangun kunci interpretasi untuk beberapa jenis pengunaan lahan pada daerah konawe selatan berupa Vegetasi, Lahan Terbuka, Lahan Terbangun, dan Tambak. Vegetasi warnannya hijau, tekstur kasar, pola tidak teratur, bentuk tidak menentu, bayangan ada, ukuran mempunyai massa, jarak dan volume, situs lahan terbuka dan pemukiman, asosiasi dengan pemukiman. Kemudian lahan terbuka memiliki warna coklat kekuningan, tekstur sedang, pola tidak teratur, bentuk tidak menentu, tidak ada bayangan, ukura mempunyai massa jarak dan volume, situs dekat dengan pemukiman dan vegetasi, serta asosiasi dengan pemukiman dan vegetasi hutan. Selanjutnya lahan terbangun dengan warnanya beragam, tekstur sedang, pola teratur, bentuk teratur, bayanga ada, ukuran mempunyai massa, jarak dan volume, situs berdekatan dengan lahan terbuka, vegetasi, jalan dan laut, asosiasi jalan dan laut. Kemudian tambak warna coklat, tekstur sedang, pola tidak teratur, bentuk tidak menentu, tidak ada bayangan, ukuran mempunyai massa, jarak dan volume, situs vegetasi dan laut, asosiasi dengan vegetasi Manggrove. VII. DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, A, Siregar, V, P & Agus, S, B., 2017. Klasifikasi Multiskala
UntukPemetaan Zona Geomorfologi dan Habitat Bentik Menggunakan Metode Obia di Pulau Pari, Jurnal Pengindraan Jauh, Vol.14 No.2
Azhari, A, P, Maryanto,S & Rachmansya,A, 2016. Identifikasi Struktur
Geologi Terhadap Suhu Permukaan Tanah Berdasarkan Data Landsat 8 di Lapangan Panasbumi Blawan, Jurnal Pengindraan Jauh, Vol.13, No.1
Hafizt M, Marindah Y, I & Bayu P, 2017. Kajian Metode Klasifikasi Citra
Landsat 8 untuk Pemetaan Habitat Bentik di Kepulauan Padaido, Papua. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.
Indrastom, Frederikus, & Sukanda I G, Saepoluh A. 2015. Interpretasi
vulkanostratigrafi daerah memuju berdasarkan analisis citra landsat-8. Fakultas ilmu dan teknologi kebumian. ITB.
Lisnayanti Y, & Wibowo A. 2007. Penggunaan Citra Landsat ETM+, untuk
monitoring perubahan penggunaan lahan di kawasan puncak, Jurnal penelitian hutan tanaman. Kampus badan litbang kehutanan.
Maspiyanti, F, Fananny, M & I, Arymurthy, A, M, 2013. Klasifikasi Fase
Pertumbuhan Padi Berdasarkan Citra Hipespektral Dengan Modifikasi Logika Fuzzy, Jurnal Pengindraan Jauh, Vol.10, No.1 Purwanto Ajun, 2015. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Di Kecamatan Silat Hilir Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Edukasi, Vol. 13, No. 1.
Purwanto M. S, Bashri A A & Harto M F H, Syahwirawan Y. 2017. Citra
satelit landsat 8+ TRIS sebagai tinjauan awal dari manifestasi panas bumi di wilayah gunung argopura, Jurnal geosaintek. Fakultas teknik sipil dan perencanaan. ITS Surabaya.
Wahyuni, N, I, 2012. Integrasi Pengindraan Jauh dalam Penghitungan