Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH GEOGRAFI

PENGOLAHAN PENGINDERAAN JAUH


(Remote Sensing)

DISUSUN OLEH :

Cynthia Aretha Pratiwi Antonius (04)


Datuk Daneswara Raditya Samsura (06)
Hanin Aqila Angkat (15)
Savira Aini (31)

XII MIPA 1
SMAN 1 MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat
menyusun makalah ini dengan optimal dan dapat selesai secara tepat waktu. Makalah
penelitian ini diberi judul “Analisis Pengolahan Penginderaan Jauh”

Penyusunan makalah penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas mata pelajaran Geografi (Lintas Minat). Selain itu, makalah ini juga
memiliki tujuan untuk memberikan wawasan baru bagi kami sebagai penulis dan bagi para
pembaca untuk memahami permasalahan Tata Ruang dan Wilayah di Kota Medan.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih yang sangat besar kepada
Pak Juanda Lubis S.Pd, selaku Guru Pembimbing dan Pengajar Mata Pelajaran Geografi dan
narasumber-narasumber yang sudah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna secara
keseluruhan, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat terbuka. Agar
kemampuan saya dapat bertambah dan pada tugas berikutnya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya dan para pembaca.

Medan, 27 Januari 2023

Penyusun

Kelompok 3
Daftar Isi

KATA PENGANTAR 2
Daftar Isi 3
BAB I
PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 6
BAB II
PEMBAHASAN 7
A. Pengertian Penginderaan Jauh 7
B. Manfaat Penginderaan Jauh 8
C. Komponen Penginderaan Jauh 9
1. Tenaga untuk Penginderaan Jauh 9
2. Atmosfer 10
3. Interaksi Tenaga dengan Objek 10
4. Sensor atau Alat Pengindera 10
5. Pengolahan Data 11
6. Pengguna Data 11
D. Sistem Penginderaan Jauh 12
E. Hasil Penginderaan Jauh 13
1. Citra Foto 14
2. Citra Non Foto 16
F. Unsur Interpretasi Citra 18
1. Rona dan Warna 18
2. Bentuk 19
3. Ukuran 19
4. Tekstur 19
5. Pola 19
6. Bayangan 20
7. Situs 20
8. Asosiasi 20
9. Konvergensi Bukti 20
BAB III
KESIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini teknologi penginderaan jauh telah mengalami perkembangan yang sangat pesat,
hal ini diiringi dengan semakin luasnya lingkup aplikasi teknologi ini. Salah satu misi
dikembangkannya penginderaan jauh adalah untuk merekam data pada permukaan bumi,
sehingga data tersebut dapat digunakan untuk inventarisasi dan evaluasi pemanfaatan
kekayaan alam yang tersimpan di bumi. Teknologi penginderaan jauh menghasilkan berbagai
jenis citra yang direkam dengan berbagai sensor (multi sensor) yang mampu menghasilkan
citra dengan berbagai resolusi (multiresolusi). Selanjutnya citra diproses dan diinterpretasi
untuk menghasilkan data dan informasi yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian,
kehutanan, arkeologi, geografi, geologi, perencanaan wilayah, mitigasi bencana dan
bidang-bidang lainnya. Data hasil ekstraksi dari citra penginderaan jauh memiliki kelebihan
dalam hal waktu pengamatan yang real time dan kecilnya human error dibandingkan dengan
data pengamatan langsung di lapangan (Howard, 1991). Cara kerja pada penginderaan jauh,
sensor merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh objek di permukaan bumi.
Objek yang terekam pada citra dikenali berdasarkan ciri-cirinya. Dalam Sutanto (1995) ciri
pengenalan objek ini disebut unsur interpretasi citra (element of image interpretation). Ciri
pengenalan benda meliputi ciri spektral, ciri spasial, dan ciri temporal. Di antara tiga ciri ini,
maka ciri spektral merupakan ciri utama. Ciri spasial seperti bentuk, ukuran, bayangan,
tekstur, pola, situs, dan asosiasi baru tampak kemudian berdasarkan ciri spektralnya. Data
penginderaan jauh yang berupa data digital atau data numerik dapat dianalisis dengan
menggunakan komputer, sedangkan untuk data visual pada umumnya dianalisis secara
manual (Sutanto, 1986). Menurut Destyningtias.dkk (2010) salah satu metode yang
digunakan untuk interpretasi citra satelit secara digital adalah segmentasi. Segmentasi citra
adalah proses pengolahan citra yang bertujuan memisahkan wilayah (region) 2 objek dengan
wilayah latar belakang agar objek mudah dianalisis dalam rangka mengenali objek yang
banyak melibatkan persepsi visual.

B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan penginderaan jauh ?
2) Apa manfaat penginderaan jauh ?
3) Bagaimana penginderaan jauh dapat dilakukan ?
4) Mengapa penginderaan jauh sangat berperan penting dalam berbagai hal ?
5) Apa saja komponen penginderaan jauh ?
6) Bagaimana cara menginterpretasi citra ?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah penginderaan
jauh, juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penginderaan jauh dan
interpretasi citra serta manfaatnya yang diperlukan dalam berbagai bidang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penginderaan Jauh


Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,
daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer,
1979). Sedang menurut Lindgren, Penginderaan jauh adalah berbagai teknik yang
dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut
khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan
bumi.
Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi tentang objek atau gejala
di permukaan bumi (atau permukaan bumi) tanpa melalui kontak langsung. Karena tanpa
kontak langsung, diperlukan media supaya objek atau gejala tersebut dapat diamati dan
‘didekati’ oleh si penafsir. Media ini berupa citra (image atau gambar). Citra adalah
gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan
dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan
bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu objek tidak
langsung direkam pada film. Citra dihasilkan dari sensor yang dipasang pada wahana.
B. Manfaat Penginderaan Jauh
Manfaat Penginderaan Jauh Secara Umum
Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumber daya
alam dan lingkungan. Penginderaan jauh makin banyak dimanfaatkan karena berbagai
macam alasan sebagai berikut :
● Citra dapat dibuat secara cepat meskipun pada daerah yang sulit ditempuh melalui
daratan, contohnya hutan, rawa dan pegunungan.
● Citra menggambarkan obyek dipermukaan bumi dengan wujud dan letak objek mirip
dengan sebenarnya, gambar relatif lengkap, liputan daerah yang luas dan sifat gambar
yang permanen
● Citra tertentu dapat memberikan gambar tiga dimensi jika dilihat dengan
menggunakan stereoskop. Gambar tiga dimensi itu sangat menguntungkan karena
menyajikan model objek yang jelas, relief lebih jelas, memungkinkan pengukuran
beda tinggi, pengukuran lereng dan pengukuran volume.
● Citra dapat menggambarkan benda yang tidak tampak sehingga dimungkinkan
pengenalan objeknya. Sebagai contoh adalah terjadinya kebocoran pipa bawah tanah
● Citra sebagai satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
Manfaat penginderaan jauh di bidang geologi:
a. Melakukan pemetaan permukaan, di samping pemotretan dengan pesawat terbang dan
menggunakan aplikasi GIS.
b. Menentukan struktur geologi dan macam batuan.
c. Melakukan pemantauan daerah bencana (kebakaran), pemantauan aktivitas gunung
berapi, aktivitas tektonik dan pemantauan persebaran debu vulkanik.
d. Melakukan pemantauan distribusi sumber daya alam, seperti hutan (lokasi, macam,
kepadatan, dan kerusakan), bahan tambang
C. Komponen Penginderaan Jauh

1. Tenaga untuk Penginderaan Jauh


Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan sensor buatan, untuk itu diperlukan tenaga penghubung yang membawa
data tentang objek ke sensor. Data tersebut dikumpulkan dan direkam dengan 3 cara
dengan variasi sebagai berikut:
a. Distribusi daya (force). Contoh: Gravitometer mengumpulkan data yang
berkaitan dengan gaya tarik bumi.
b. Distribusi gelombang bunyi. Contoh: Sonar digunakan untuk mengumpulkan data
gelombang suara dalam air.
c. Distribusi gelombang elektromagnetik. Contoh: Kamera untuk mengumpulkan
data yang berkaitan dengan pantulan sinar.
Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga yaitu matahari yang
merupakan sumber utama tenaga elektromagnetik alami yang digunakan pada teknik
pengambilan data objek dalam penginderaan jauh. Penginderaan jauh dengan
memanfaatkan tenaga alamiah disebut penginderaan jauh sistem pasif. Sedangkan
sumber tenaga buatan digunakan dalam penginderaan jauh sistem aktif.
Tenaga ini mengenai objek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke
sensor. Ia juga dapat berupa tenaga dari objek yang dipancarkan ke sensor. Jumlah
tenaga matahari yang mencapai bumi (radiasi) dipengaruhi oleh waktu (jam, musim),
lokasi dan kondisi cuaca. Jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak
bila dibandingkan dengan jumlahnya pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari
terhadap tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim.

2. Atmosfer
Atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang, sehingga hanya sebagian
kecil saja tenaga elektromagnetik yang dapat mencapai permukaan bumi dan
dimanfaatkan untuk penginderaan jauh. Bagian spektrum elektromagnetik yang
mampu melalui atmosfer dan dapat mencapai permukaan bumi disebut “jendela
atmosfer”. Jendela atmosfer yang paling dulu dikenal orang dan paling banyak
digunakan dalam penginderaan jauh hingga sekarang ialah spektrum tampak yang
dibatasi oleh gelombang 0,4 µm hingga 0,7 µm.
Panjang gelombang “Special Band” spektrum elektromagnetik dan saluran yang
digunakan dalam penginderaan jauh (Sabins Jr., 1978).
Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan
bumi secara utuh, karena sebagian daripadanya mengalami hambatan oleh atmosfer.
Hambatan ini terutama disebabkan oleh butir-butir yang ada di atmosfer seperti debu,
uap air dan gas. Proses penghambatannya terjadi dalam bentuk serapan, pantulan dan
hamburan.

3. Interaksi Tenaga dengan Objek


Tenaga dalam penginderaan jauh merupakan tenaga penghubung yang membawa
data tentang objek ke sensor dapat berupa bunyi, gaya magnetik, gaya berat, dan
tenaga elektromagnetik.

4. Sensor atau Alat Pengindera


Sensor adalah alat yang digunakan untuk melacak, mendeteksi, dan merekam
suatu objek dalam daerah jangkauan tertentu. Tiap sensor memiliki kepekaan
tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk
merekam gambar terkecil disebut resolusi spasial. Semakin kecil objek yang dapat
direkam oleh sensor semakin baik kualitas sensor itu dan semakin baik resolusi spasial
dari citra.
Berdasarkan proses perekamannya, sensor dibedakan:
a. Sensor Fotografik
Proses perekaman ini berlangsung secara kimiawi. Tenaga elektromagnetik
diterima dan direkam pada emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan
foto. Kalau pemotretan dilakukan dari pesawat udara atau wahana lainnya,
fotonya disebut foto udara. Tapi bila pemotretan dilakukan dari antariksa, fotonya
disebut foto orbital atau foto satelit.
b. Sensor Elektrik
Sensor ini menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk sinyal elektrik. Alat
penerima dan perekamannya berupa pita magnetik atau detektor lainnya. Sinyal
elektrik yang direkam pada pita magnetik ini kemudian diproses menjadi data
visual maupun menjadi data digital yang siap dikomputerkan. Pemrosesannya
menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
1) dengan memotret data yang direkam dengan pita magnetik yang diwujudkan
secara visual pada layar monitor.
2) dengan menggunakan film perekam khusus. Hasilnya berupa foto dengan
film sebagai alat perekamnya, tapi film di sini hanya berfungsi sebagai alat
perekam saja, maka hasilnya disebut citra penginderaan jauh.

5. Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan interpretasi
secara visual, dan dapat pula dengan cara numerik atau cara digital yaitu dengan
menggunakan komputer. Foto udara pada umumnya diinterpretasi secara manual,
sedangkan data hasil penginderaan jauh secara elektronik dapat diinterpretasi secara
manual maupun secara numerik.

6. Pengguna Data
Penggunaan data (orang, badan, atau pemerintah) merupakan komponen paling
penting dalam penginderaan jauh karena para pengguna lah yang dapat menentukan
diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh tersebut. Data yang dihasilkan
mencakup wilayah, sumber daya alam suatu negara yang merupakan data sangat
penting untuk kepentingan orang banyak, maka data ini penting dijaga
penggunaannya. data sangat penting untuk kepentingan orang banyak, maka data ini
penting dijaga penggunaannya.
D. Sistem Penginderaan Jauh
Sensor penginderaan jauh mendapatkan informasi tentang objek dari jarak jauh.
Informasi yang didapatkan ini berasal dari sejumlah energi yang datang dari obyek dan
diterima oleh sensor. Energi terekam oleh sensor satelit dengan nilai yang bervariasi
antara satu objek dengan objek lainnya ataupun pada sebuah objek namun dengan
kondisi yang berbeda.
Energi merupakan unsur yang sangat penting sebagai penghantar informasi dalam
penginderaan jauh. Tanpa adanya energi ini maka informasi tidak akan dapat diperoleh
oleh sensor satelit. Dengan demikian keberadaan energi yang masuk ke sensor adalah hal
pokok dari perolehan informasi tentang obyek di muka bumi. Dengan mendasarkan pada
bentuk energi ini, penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu
penginderaan jauh sistem pasif dan penginderaan jauh sistem aktif.
Penginderaan jauh sistem pasif adalah penginderaan jauh yang menggunakan energi
yang berasal dari obyek. Energi dapat berupa pantulan dari sumber lain, yang dalam hal
ini umumnya adalah matahari. Energi bersumber dari matahari. Energi dari matahari
dipancarkan ke obyek dan kemudian dipantulkan menuju sensor. Energi dapat pula
berasal dari pancaran suatu objek seperti sumber-sumber thermal, misal lokasi kebakaran
hutan, sumber panas bumi, dan lain-lain. Sensor satelit sistem ini tidak membangkitkan
energi sendiri. Berbagai satelit sumber daya seperti Landsat, QuickBird, Ikonos, dan
lain-lain adalah termasuk pada sistem penginderaan jauh pasif ini. Kelemahan
penginderaan jauh sistem ini adalah resolusi spasialnya semakin kasar karena panjang
gelombangnya semakin besar.
Penginderaan jauh sistem aktif adalah penginderaan jauh yang menggunakan energi
yang berasal dari sensor tersebut. Sensor membangkitkan energi yang diarahkan ke
objek, kemudian objek memantulkan kembali ke sensor. Energi yang kembali ke sensor
membawa informasi tentang obyek tadi. Serangkaian nilai energi yang tertangkap sensor
ini disimpan sebagai basis data dan selanjutnya dianalisis. Penginderaan jauh aktif dapat
dilakukan pada siang ataupun malam hari. Sistem penginderaan jauh aktif tidak
tergantung pada adanya sinar matahari, karena energi bersumber dari sensor. Contoh dari
sistem penginderaan jauh aktif ini adalah sistem kerja radar. Radar membangkitkan
energi yang diarahkan ke objek. Energi yang sampai pada obyek sebagian terpantul dan
kembali ke sensor. Sensor radar kembali menangkap energi tersebut, energi yang telah
melakukan perjalanan menuju objek. Pada umumnya sistem ini menggunakan
gelombang mikro, tapi dapat juga menggunakan spektrum tampak, dengan sumber
tenaga buatan berupa laser.
Tenaga elektromagnetik pada penginderaan jauh sistem pasif dan sistem aktif untuk
sampai di alat sensor dipengaruhi oleh atmosfer. Atmosfer mempengaruhi tenaga
elektromagnetik yaitu bersifat selektif terhadap panjang gelombang, karena itu timbul
istilah “Jendela atmosfer”, yaitu bagian spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai
bumi. Adapun jendela atmosfer yang sering digunakan dalam penginderaan jauh adalah
spektrum tampak yang memiliki panjang gelombang 0,4 mikrometer hingga 0,7
mikrometer. Spektrum elektromagnetik merupakan spektrum yang sangat luas, hanya
sebagian kecil saja yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh, itulah sebabnya
atmosfer disebut bersifat selektif terhadap panjang gelombang. Hal ini karena sebagian
gelombang elektromagnetik mengalami hambatan, yang disebabkan oleh butir butir yang
ada di atmosfer seperti debu, uap air dan gas. Proses penghambatannya terjadi dalam
bentuk serapan, pantulan dan hamburan.
Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data
statistik dan data lapangan. Hasil analisa yang diperoleh berupa informasi mengenai
bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi dan kondisi sumberdaya lokasi.
Informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam
proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan
proses mulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data tersebut
disebut Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001).

E. Hasil Penginderaan Jauh


Dalam penginderaan jauh didapat memasukan data atau hasil observasi yang disebut
citra. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang
diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau. Sebagai contoh,
memotret bunga di taman. Foto bunga yang berhasil kita buat itu merupakan citra bunga
tersebut. Menurut Simonett (1983): bahwa citra sebagai gambaran rekaman suatu objek
(biasanya berupa suatu gambaran pada foto) yang didapat dengan cara optik, elektro
optik, optik mekanik atau elektronik. Di dalam bahasa Inggris terdapat dua istilah yang
berarti citra dalam bahasa Indonesia, yaitu “image” dan “imagery”, akan tetapi istilah
imagery dirasa lebih tepat penggunaannya (Susanto, 1986). Agar dapat dimanfaatkan
maka citra tersebut harus diinterpretasikan atau diterjemahkan/ ditafsirkan terlebih
dahulu.
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Estes
dan Simonett, 1975). Singkatnya interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan
objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti
Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam menginterpretasikan citra dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
● Deteksi ialah pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh sensor.
● Identifikasi adalah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.
● Analisis adalah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terinci.
Hasil proses rekaman data penginderaan jauh tersebut berupa:
● Data digital atau data numerik untuk dianalisis dengan menggunakan komputer.
● Data visual dibedakan lebih jauh atas data citra dan data non citra untuk dianalisis
dengan cara manual. Data citra berupa gambaran mirip aslinya, sedangkan data non
citra berupa garis atau grafik.
Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan non citra
1. Citra Foto

Citra foto adalah gambaran yang dihasilkan dengan menggunakan sensor kamera.
Citra foto dapat dibedakan berdasarkan:
a. Spektrum Elektromagnetik yang digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat
dibedakan atas:
1. Foto ultraviolet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
ultraviolet dekat dengan panjang gelombang 0,29 mikrometer.
2. Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum
tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 - 0,56 mikrometer).
3. Foto pankromatik yaitu foto yang dengan menggunakan spektrum tampak
mata.
4. Foto infra merah yang terdiri dari foto warna asli (true infrared photo) yang
dibuat dengan menggunakan spektrum infra merah dekat sampai panjang
gelombang 0,9 mikrometer hingga 1,2 mikrometer dan infra merah
modifikasi (inframerah dekat) dengan sebagian spektrum tampak pada
saluran merah dan saluran hijau.
b. Sumbu Kamera
Foto udara dapat dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan
bumi, yaitu:
1. Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph), yaitu foto yang dibuat
dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
2. Foto condong atau foto miring (oblique photograph), yaitu foto yang dibuat
dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak lurus ke permukaan
bumi. Sudut ini pada umumnya sebesar 10 derajat atau lebih besar. Tapi
apabila sudut condongnya masih berkisar antara 1 - 4 derajat, foto yang
dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal.
Foto condong masih dibedakan lagi menjadi:
1. Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu apabila cakrawala tidak
tergambar pada foto.
2. Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu apabila pada foto
tampak cakrawalanya.
c. Warna yang digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
1. Foto berwarna semu (false colour).
Warna citra pada foto tidak sama dengan warna aslinya. Misalnya pohon
pohon yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spektrum infra
merah, pada foto tampak berwarna merah.
2. Foto berwarna asli (true colour).
Contoh: foto pankromatik berwarna.
d. Wahana yang digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, ada 2 (dua) jenis citra, yakni:
1. Foto udara, dibuat dari pesawat udara atau balon
2. Foto satelit/orbital, dibuat dari satelit

2. Citra Non Foto

Citra non foto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor bukan kamera Citra non
foto dibedakan atas:
a. Spektrum elektromagnetik yang digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan,
citra non foto dibedakan atas:
1. Citra inframerah termal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum infra
merah thermal. Penginderaan pada spektrum ini mendasarkan atas beda
suhu objek dan daya pancarnya pada citra tercermin dengan beda rona atau
beda warnanya.
2. Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan
spektrum gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan
dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan, sedang citra
gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu dengan
menggunakan sumber tenaga alamiah.
b. Sensor yang digunakan
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra non foto terdiri dari:
1. Citra tunggal, yakni citra yang dibuat dengan sensor tunggal, yang
salurannya lebar.
2. Citra multispektral, yakni citra yang dibuat dengan sensor jamak, tetapi
salurannya sempit, yang terdiri dari:
3. Citra RBV (Return Beam Vidicon), sensornya berupa kamera yang hasilnya
tidak dalam bentuk foto karena detektornya bukan film dan prosesnya non
fotografik.
4. Citra MSS (Multispectral Scanner), sensornya dapat menggunakan
spektrum tampak maupun spektrum infra merah thermal. Citra ini dapat
dibuat dari pesawat udara.
c. Wahana yang digunakan
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra non foto dibagi atas:
1. Citra Dirgantara (Airborne Image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana
yang beroperasi di udara (dirgantara).
Contoh: Citra inframerah termal, citra radar dan citra MSS. Citra dirgantara
ini jarang digunakan.
2. Citra Satelit (Satelit/Spaceborne Image), yaitu citra yang dibuat dari
antariksa atau angkasa luar. Citra ini dibedakan lagi atas penggunaannya,
yakni:
a) Citra satelit untuk penginderaan planet. Contoh: Citra satelit Viking
(AS), Citra satelit Venera (Rusia).
b) Citra satelit untuk penginderaan cuaca. Contoh: NOAA (AS), Citra
Meteor (Rusia).
c) Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi. Contoh: Citra
Landsat (AS), Citra Soyuz (Rusia) dan Citra SPOT (Perancis).
d) Citra satelit untuk penginderaan laut. Contoh: Citra Seasat (AS), Citra
MOS (Jepang).
Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu melalui pengenalan
objek melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi objek.
a. Pengenalan objek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek,
berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui
benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor).
Untuk mendeteksi benda dan gejala di sekitar kita, penginderaannya tidak dilakukan
secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil rekaman dari foto
udara atau satelit.
b. Identifikasi.
Ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang
terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:
● Spektoral
Ciri spektral adalah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga
elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.
● Spatial
Ciri spasial adalah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran,
bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi.
● Temporal
Ciri temporal adalah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.

F. Unsur Interpretasi Citra


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati kenampakan objek dalam
foto udara, yaitu:
1. Rona dan Warna
Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang
terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada
biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Tingkat kecerahannya tergantung pada
keadaan cuaca saat pengambilan objek, arah datangnya sinar matahari, waktu
pengambilan gambar (pagi, siang atau sore) dan sebagainya.
Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum gelombang
elektromagnetik yang digunakan, misalnya menggunakan spektrum ultraviolet,
spektrum tampak, spektrum infra merah dan sebagainya. Perbedaan penggunaan
spektrum gelombang tersebut mengakibatkan rona yang berbeda-beda. Selain itu
karakter pantulan objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga
mempengaruhi warna dan rona pada foto udara berwarna.
2. Bentuk
Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi
atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek
yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja. Contoh:
1) Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U atau empat persegi
panjang.
2) Gunung api, biasanya berbentuk kerucut.

3. Ukuran
Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan
volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan
ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.
Contoh: Lapangan olahraga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat) dan
ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m - 100 m).

4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Ada juga yang mengatakan
bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil
untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan
sedang Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak
bertekstur halus, Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan
ukurannya yang besar, jauh lebih besar dari ukuran rumah mukim pada umumnya.
Pabrik itu berasosiasi dengan lori yang tampak pada foto dengan bentuk empat
persegi panjang dan ronanya kelabu, mengelompok dalam jumlah besar.

5. Pola
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek
bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh: Pola aliran sungai
menandai struktur geologis. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan.
Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan
jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebun
kopi mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur,
yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
6. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap.
Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang
penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih
jelas.
Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga
cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan objek yang
tergambar dengan jelas, sedangkan pada foto tegak hal ini tidak terlalu mencolok,
terutama jika pengambilan gambarnya dilakukan pada tengah hari.
7. Situs
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya
permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam
atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran
rendah, dan sebagainya.
8. Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya.
Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih
dari satu (bercabang).
9. Konvergensi Bukti
Konvergensi bukti ialah penggunaan beberapa unsur interpretasi citra sehingga
lingkupnya menjadi semakin menyempit ke arah satu kesimpulan tertentu.
Contoh: Tumbuhan dengan tajuk seperti bintang pada citra, menunjukkan pohon
palem. Bila ditambah unsur interpretasi lain, seperti situsnya di tanah becek dan berair
payau, maka tumbuhan palma tersebut adalah sagu.
BAB III
KESIMPULAN
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,
daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer,
1979).
Citra adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang
dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik dan dipasang pada
wahana.
Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumber daya
alam dan lingkungan
Komponen Penginderaan Jauh yaitu : sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan
objek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan dan berbagai penggunaan
data.
penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu penginderaan jauh sistem
pasif yang menggunakan energi yang berasal dari obyek. Energi dapat berupa pantulan dari
sumber lain, yang dalam hal ini umumnya adalah matahari dan penginderaan jauh sistem
aktif yang menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut.
interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra)
untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti Geologi, Geografi, Ekologi, Geodesi dan
disiplin ilmu lainnya.
Dalam menginterpretasikan citra dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
· Deteksi ialah pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu oleh
sensor.
· Identifikasi adalah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.
· Analisis adalah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara rinci.
Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut
unsur interpretasi citra yang meliputi : rona/ warna, ukuran, bentuk, pola, tekstur, bayangan,
situs, asosiasi, dan konvergensi bukti.
DAFTAR PUSTAKA
Lillesand, T.M. and Kiefer, R.W. (2015) Remote Sensing and Image Interpretation. 7th
Edition, Wiley, New York.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai