Anda di halaman 1dari 33

Tugas Individu

M.K. Penginderaan Jauh Terapan

LAPORAN PRAKTEK LAPANG


PENGINDERAAN JAUH TERAPAN
DI WILAYAH MALINO KAB. GOWA

Oleh :

YEYEN APRIANI
051 514 010

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2008
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAh SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat
merampungkan penyusunan laporan praktek lapang Mata Kuliah
Penginderaan Jauh Terapan yang dilaksanakan di Wilayah Malino Kab.
Gowa.
Dalam penyusunan Laporan ini kami mendapatkan hambatan dan
tantangan. Namun berkat bantuan berbagai pihak, hambatan dan tantangan
tersebut dapat diselesaikan. Olehnya itu, pada kesempatan yang berbahagia
ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih banyak pada semua pihak
yang membantu dalam penyusunan laporan ini terkhusus kepada Bapak
Drs. Sulaiman Zhiddiq, M.Si. dan Bapak Abd. Malik, S.T., M.Si. selaku
dosen mata kuliah Penginderaan Jauh Terapan, serta kepada seluruh pihak
yang turut berpartisipasi dalam penyusunan laporan penelittian ini yang
namanya tak dapat kami sebutkan satuu persatu. Semoga Allah membalas
dengan pahala yang setimpal.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Olehnya itu, saran kritikan dan saran yang membangun
sangat kami nantikan demi perbaikan penulisan di masa datang.
Akhirnya kami berharap agar laporan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi pembaca sekalian khususnya pada mahasiswa Geografi.

Makassar, Juni 2008

YEYEN APRIANI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dasar pelaksanaan praktikum kurikulum 2002 semester genap

dengan jumlah jam praktek 1 hari dengan pokok bahasan yang akan

ditetapkan yaitu :

a. citra,

b. interpretasi citra,

c. kegiatan dalam interpretasi citra.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

1. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM

Mahasiwa dapat menginterpretasi citra. Setelah mengikuti

kegiatan praktek lapangan interpretasi foto udaar ini, mahasiswa

diharapkan mampu dan dapat mendeteksi, mengidentifikasi dan

menganalisis objek atau gejala-gejala yang nampak atau penting

pada citra.

2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

a. Setelah melakukan praktek ini, mahasiswa mampu

menginterpretasi dari kesembilan unsur interpretasi citra. Membaca

citra foto udara yang ada pada citra dengan membandingkan

keadaan yang ada dilapangan atau keadaan sebenarnya.


b. Memiliki kemampuan dalam pengenalan bentang alam, bentang

alam budaya, dan vegetasi yang terdapat pada citra.

c. Memiliki keterampilan di dalam membandingkan perubahan-

perubahan yang terjadi antara kenampakan yang terdapat pada

citra dengan kenampakan yang ada dilokasi pengamatan.

C. LOKASI PRAKTEK

Lokasi praktek lapangan adalah Kecamatan Malino Kabupaten Gowa.

D. WAKTU PELAKSANAAN

Praktek lapang ini dilaksanakan pada :

Hari/tanggal : Minggu, 31 Mei 2008

E. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

a. Streoskop Cermin

b. Streoskop Saku

c. GPS

d. Megaphone

e. Mistar

2. Bahan :

a. Citra Foto Udara

b. Peta Topografi
c. Kertas Transparan

d. Spidol Transparan

e. Alkohol

f. Kertas Bergaris

g. Kertas HVS.

F. PESERTA

Praktek lapangan ini diikuti oleh :

1. Mahasiswa yang memprogram matakuliah Penginderaan Jauh

Terapan sebanyak 51 orang

2. Pembimbing :

a. Dua orang dosen mata kuliah

b. Satu orang asisten

G. METODE PRAKTIKUM LAPANG

Observasi langsung dilapangan


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Interpretsi Citra Penginderaan Jauh

1. Pengertian citra

Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau

oleh sensor lainnya (Hornby, 1974) dalam bahasa inggris, citra adalah

image dan imagery dalam artian image adalah gambaran suatu obyek

atau perujudan; suatu image pada umumnya berupa sebuah peta,

gambar atau foto.sedangkan imagery yaitu gambaran visual tenaga

yang direkam dengan menggunakan piranti penginderaan jauh.

Tahapan interpretasi citra terdiri atas deteksi, identifikasi, dan analisis

Deteksi : Pengamatan atas ada tidaknya suatu obyek pada citra

(keterangan bersifat globa)

Identifikasi : Mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan memakai

keterangan yang cukup (keterangan setengah rinci)

Analisis : Memberikan keterangan yang rinci terhadap obyek atau

menilai pentingnya obyek yang telah dikenali tersebut.

2. Interpretasi Citra

Interpretasi citra adalah pengkajian foto udara dengan maksud

untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti penting dri obyek

tersebut.dan Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto

udara dan atau citra dengan maksud untuk mengindentifikasi obyek


dan menilai ari pentingnya obyek tersebut. Di dalam interpretasi citra,

penafsir mengkaji citra dan menilai arti pentingnya obyek yang

tergambar pada citra.

Para penafsir dalam penginderaan jauh di dalam mengamati

obyek, gejala, daerah, berdasarkan atas proses-proses logika untuk

mendeteksi, mengidentifikasi, mengukur dan menilai arti pentingnya

obyek lingkungan dan budaya beserta pola-pola dan hubungan

keruangannya. Pengenalan obyek pada citra ialah dengan mengamati

adanya suatu obyek (deteksi), misalnya pada gambaran sungai

terdapat obyek yang bukan air. Mencirikan obyek yang telah dideteksi

dengan menggunakan keterangan yang cukup (identifikasi) mak

berdasarkan bentuk, ukuran, dan letaknya obyek yang tampak pada

sungai tersebut disimpulkan sebagai perahu dayung. Citra

penginderaan jauh yang selanjutnya disebut “citra” merupakan

gambaran wajah rupa bumi beserta obyek yang ada/tampak padanya

dan pembuatan gambarannya dilakukan dengan sensor (alat

pengindera)buatan yang dipasang pada balon, pesawat terbang,

satelit, dan sbagainya. Jadi, tanpa kontak langsung antara sensor

dengan obyek yang diindera karena sensor dipasang jauh dari obyek,

daerah, gejala tersebut.


B. Sistem Penginderaan Jauh

1. Batasan dan Definisi Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (Remote Sensing) dapat diartikan sebagai

cara memperoleh informasi tentang obyek, gejala, daerah atau gejala

dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan

alat tanpa kontak langsung terhadap obyek daerah atau gejala yang

dikaji.

Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek,

daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. (Lillesend & Kiefer, 1979)

Suatu cara mendapatkan dan mengumpulkan informasi suatu

obyek, tanpa menyentuh dan melakukan kontak fisik langsung dengan

obyek tersebut (Buttleret al,1988)

Berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan

analisis informasi tentag bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk

radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau pancaran dari

permukaan bumi (Lindgen, 1985).

2. Sumber Tenaga Penginderaan Jauh

Sumber tenaga adalah suatu keharusan dalam penginderaan

jauh, baik sumber tenaga alamiah (matahari) maupun sumber tenaga

buatan (aktif). Tenaga ini akan menyentuh obyek dipermukaan bumi


yang yang selanjutnya memantulkan dan memancarkan tenaga ke

sensor. Jumlah tenaga matahari yang dapat mencapai bumi

dipengaruhi oleh waktu (jam,musim), lokasi, dan oleh kondisi cuaca.

Tenaga matahari pada siang hari lebih banyak diterima dari pada

malam hari maupun sore hari. Kedudukan matahari terhadap bumi

berubah sesuai dengan perubahan musim. Saat matahari tegak lurus

diatas satu tempat jumlah tenaga matahari lebih besar bila

dibandingkan di saat matahari kedudukannya condong terhadap

tempat itu. Selain itu jumlah tenaga matahari yang diterima juga

dipengaruhi oleh letak tempat di permukaan bumi. Tempat-tempat di

equator menerima tenaga lebih banyak dibandingkan dengan tempat-

tempat di lintang tinggi. Untuk waktu dan letak berbeda. Semakin

banyak penutupan oleh kabut, asap dan awan maka akan semakin

sedikit tenaga yang dapat dicapai permukaan bumi.

Jumlah tenaga yang dapat mencapai bumi dapat disajikan

dalam formula berikut (Sutanto,1985):

E = f (w.I.c)

Keterangan : E = tenaga yang mencapai bumi

F = fungsi

W = waktu yaitu jam dan atau musim pemotretan

I = letak tempat

C = Kondisi cuaca
3. Atmosfer

Atmosfer adalah bagian-bagian spectrum elektromagnetik yang

dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi. atmosfer

bersifat menyerap, memantulkan, menghamburkan, (scatter), dan

melewatkan radiasi elegtromagnetik. Pengaruh atmosfer tidak sama

bagi daerah spectrum yang berbeda. Demikian besar pengaruhnya,

sehingga banyak daerah spektrum yang tidak dapat digunakan untuk

penginderaan. Sampai sekarang penginderaan hanya pada derah-

derah spektrum tertentu di mana atmosfer dapat melangsungkan

radiasi yang cukup kearah sensor.

Medan spektrum tampak mata merupakan jendela yang paling

dikenal dan paling banyak di gunakan. Itulah sebabnya foto udara

merupakan citra yang paling tua dan paling berkembang, atau citra

penginderaan jauh yang konvensional. Jendela atmosfer lainnya

adalah :

a. Spektrum infra merah dekat dan ultra violet dekat sebagai perluasan

daerah spektrum tampak mata.

b. Spektrum infra merah sedang (dan jauh) pada panjang gelombang

(3,5 – 5,5), (8 – 14) dan sekitar 18 mikron

c. Spekrum microwave (1.000 mikron atau lebih)


C. Jenis Citra

Pada dasarnya citra dibedakan atas dua bagian, yaitu (1) citra foto

(photographic image) atau citra foto udara, dan (2) citra non foto (non

photographic image). Kedua jenis citra inilah yang akan di bahas, beda

antara citra foto udara dengan citra non foto.

Perbedaan antara citra foto udara da citra non foto :

Jenis citra
Citra foto udara Citra non foto
Variable pembeda

Non kamera, berdasarkan


Sensor Kamera atas penyiaman (scanning)

Pita magnetic, termistor,


Detector Film
foto konduktif, foto foltaik

Proses perekaman Fotografik/kimiawi elektronik

Mekanisme perekaman Serentak Parsial

Spectra tampak dan


Spectrum tampak dan
elektromagnetik perluasannya, termal, dan
perluasannya
gelombang mikro

Citra foto udara adalah citra yang dibuat dari pesawat udara

atau platform lainnya dengan kamera sebagai sensornya dan dengan

menggunakan bagian spektrum tampak mata serta perluasannya (ultra

violet dekat infra merah dekat). Citra foto udara dibedakan atas : (1)
spektrum elektromagnetik yang digunakan (2) sumbu kamera (sudut

pandang kamera) (4) jenis kamera (5) warna yang digunakan dan (6)

sistem wahana dan penginderaannya.

Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, foto

udara dibedakan atas :

1. foto ortokromatik, yaitu foto yang dibuat denan menggunakan

spektrum tampak dari saluran biru hingga saluran hijau, dengan

panjang gelombang hingga 0,56 um.

2. foto pangkromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan

saluran spektrum tampak.

3. foto ultra violet,yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan

spekterum ultra violet.

4. foto inframerah asli yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan

spektrum inframerah dekat hingga panjang gelombang 0,9 dan hingga

1,2.5. foto infra merah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan

inframerah dekat dan sebagian saluran biru.

Citra non foto adalah citra yang sensornya bukn kamera dan

penginderaannya terutama menggunakan spektrum tak tampak mata.

Citra non foto dibedakan berdasarkan atas (1) spektrum elektromagnetik

yang digunakan (2) sensor yang digunakan dan (3) wahana yang

digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam

penginderaan jauh, maka citra non foto dibedakan atas :

1. Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan

spektrum

2. Gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum gelmbang

mikro.

3. Citra infra merah termal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum

inframerah Termal.

Berdasarkan wahananya, maka citra non foto dibedakan menjadi :

1. Citra satelit (satellite/spaceborne image), yaitu citra yang dibuat dari

angkasa luar

2. Citra satelit untuk penginderaan planet, misalnya citra satelit ranger

(AS), satelt Viking (AS), satelit luna (rusia), dan satelit Venera (Rusia).

3. Citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi, misalanya citra

landsat (AS) citra soyus (Rusia), dan citra SPOT (parncis).

4. Citra satelit untuk penginderaan laut, misalnya citra seasat (SA) dan

citra MOS (jepang), yang diorbitkan tahun 1984.

5. Citra udara (airborne image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana

yang beroperasi di udara. Sebagai contoh adalah citra inframerah

termal, citra radar.


D. Teknik Interpretasi

Teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat aau cara untuk

melaksanakan metode penginderaan jauh. Di dalam melaksanakan

pekerjaan ini penafsir menggunakan berbagai data yag bersal dari luar

citra dengan maksud untuk lebih memudahkan interpretasi.

Teknik nterpretsi citra ini akan dibincangkan cara-cara interpretasi

citra yang menguntungkan atau lebih baik. Istilah menguntungkan

dimaksudkan dalam segi kemudahan pelaksanaan interpetasi, lebih

akurat hasil interpretasinya, atau lebih banyak informasi yang dapat

diperoleh. Cara-cara tersebut dilakukan dengan : (1) data acuhan atau

data bantu (2) kunci interpretasi citra (3) pengguna data (4) pengamatan

streoskopik (5) metode pengkajian , dan (6) penerapan konsep multi.

Kecakapan dan keterampilan interpreasi citra merupakan hal lain yang

dapat mempermudah pekerjaan interpretasi.

1. Data Acuhan / Data bantu

Data acuhan dapat berupa pustaka, pengukuran, analisis

laboratorium, peta kerja lapangan, foto terrestrial maupun foto udara

selain citra yang digunakan. Ia dapat pula berupa tabel statistik,

tentang meterologi atau tentang penggunaan lahan yang dikumpulkan

oleh perorangan maupun oleh pemerintah. Penggunaan data acuhan

atau meningkatkan ketelitian hasil interpretasi yang dapat


memperjelas lingkup, tujuan, dan masalah sehubungan dengan proyek

tertentu.

2. Kunci interpretasi

Kunci interpretasi merupakan potongan citra yang telah

diinterpretasi dan diberi keterangan tentang tiap objek serta diyakinkan

kebenaranya. Keterangan tersebut meliputi : jenis objek, unsur

interpretasinya, keterangan tentang citra menyangkut jenis, skala, saat

perekaman, dan lokasi daeranya. Kunci ini merupakan pedoman

dalam melaksanakan interpretasi citra. Ia dapat berupa kunci

interpretasi citra secara individual, maupun berupa kumpulannya, yang

dibedakan atas dasar ruang lngkupnya dan atas dasar lainnya.

3. Penanganan Data ( Data Handling)

Cara sederhana untuk mengatur citra dengan baik adalah : (1)

menyusun citra tiap satuan perekaman atau pemotretan secara

numerik dan menghadap keatas, (2) mengurutkan tumpukan citra

sesuai dengan urutan interpretasi yang akan dilaksanakan dan

meletakkan keatas kertas penyekat diantranya, (3) meletakkan

tumpukan citra sedemikian sehingga jalur terbang membentang dari

kekiri kekanan terhadap arah pengamatan sedapat mungkin dengan

arah bayangan mengarah kepengamat, (4) meletakkan citra yang

akan digunakan sebagai pembanding disebelah menyeblah yang akan


di interpretasi, dan (5) pada saat citra di kaj, tumpuklah menghadap

kebawah dalam urutannya.

4. Pengamatan Streoskopik

Pengamatan streoskopik atas citra foto udara yang bertampalan

dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional. Pengamatan. Ini

sangat membantu pada pengenalan obyek. Lebih dari itu, tiap

streopair (streomodel) merupakan model dari medan yang

memungkinkan ulasan keruangan dengan nyata. Dengan perwujudan

objek tiga dimensional maka pengenalannya pada citra lebih mudah

diaksanakan. Disamping itu pengenalan objek juga dipermudah oleh ;

(a) pembesaran tegak yang memperbesar relief, dan (b) pembesaran

(tegak dan mendatar) bila digunakan dalam pengamatannya.

5. Metode Pengkajian

Penafsiran citra umumnya sependapat bahwa interpretasi citra

segoyahnya mengikuti metode tertentu yakni mulai dari pertimbangan

umum yang dilanjutkan kearah detail khusus atau yang dari diketahui

kearah yang belum diketahui. Perwujudan umum dapat diartikan

perwujudan regional, sedangkan pewujudan khusus dapat diartikan

perwujudan lokal. Pengkajian dari umum kearah khusus dapat

dilakukan bila tidak “bias” antara perwujudan umum dan perwujudan

kuhusus.
Ada dua metode pengkajian secara umum, yaitu ; (1) “ Fihing

expedition”. Dan (2) “logical search”.

a. Fishing expedition

Citra foto udara menyajian gambaran lengkap objek dipermukaan

bumi. Sebagai akibatnya, penafsiran citra yang kurang berpengalaman sering

mengambil data yang lebih banyak dari yang diperlukan. Hal ini disebabkan

karena penafsir mengamati seluruh citra dan mengambil datanya seperti

orang mencari ikian didalam air, yaitu menjelajahi seluruh daerah.

b. Logical search

Pada metode ini penafsir citra juga mengamati citra

secara menyeluruh tetapi sedara selektif hanya mengambil data

yang relevan terhadap tujuan interpretasi.Bebrapa konsep multi

yang berkaitan dengan interpretasi citra foto pada bagian ini

dikemukakan secara tingkat (1) multispektral (2) multitingkat.

1) Multispektral

Tiga manfaat yang dapat ditarik dari citra multispektral

hitam putih, yakni (a) meningkatkan kemampuan interpretasi

manual karena kurva pantulan tiap objek sering lebih nyata

badanya pada spektrum smpit tertentu (b) dimungkinkannya

pembuatan citra komposit berwarna (c) dimungkinkannya

pengamat dengan menggunakan pengamat warna aditif (color


additive viewe) sehingga dapat dilakukan penajaman warna

(color enhancement).

2) Multitingkat

Citra multitingkat yaitu citra yag menggambarkan daerah

yang sama, dengan skala yang berbeda citra skla kecil meliputi

daerah yang luas, tetapi gambarnya secara global. Citra skala

kecil terutama citra satelit telah mengubah kriteria untuk

perbedaan skala. Dengan foto udara pem…daan (73) skalanya

yaitu atas dari 1 : 30.000 dinamakan skala kecil, antara 1 :

10.000- 1 : 30.000 disebut skala sedang, dan lebih dari 1 :

10.000 disebut skala besar. Bagi citra satelit, skala kecil,

sedang dan besar diperuntukkan bagi citra berskala kurang dari

1 : 250.000, antara 1 : 50. 000- 1 : 250.00, dan lebih dari 1 :

50.000.

E. Alat Dan Pentahapan Interpretasi Citra

Alat-alat dan interpretasi citra digolongkan menjadi tiga bagian,

yaitu; (1) alat pengamatan (2) alat pengukuran dan (3) alat pemindah

detail.

1. Alat Pengamatan
Alat pengamatan merupakan alat untuk mengamati citra

sehingga juru tafsir (interpreter) dapat mengenali objek. Alat

pengamatan terdiri dari dua bagian, yakni :

a. alat pengamatan sreoskopis, adalah alat yag digunakan untuk

mengamati citra foto yang bertampalan dapat menimbulkan

kenampakan tiga dimensi.

b. Streoskop saku (pocket stereoscope/ reflection type

stereoscope) merupakan streokop yang paling sederhana dan baik

untuk dibawa kemedan.

c. Streoskop cermin (mirror streoscape/reflection type streoscape)

terdiri dari Sepasang lensa dan dua pasang cemin.

d. Interpretoskop, adalah steroskop kembar yang berukuran besar

yang pembesarannya hingga 11 x.

2. Alat pengukuran

a. Alat pengukur luas. Alat ini berupa planimeter dari bebagai

jenis

b. Alat pengukur beda tinggi. Pengukuran beda tinggi pada citra

foto dilakukan dengan mengukur paralaks, alat pengukur paralaks

disebut “paralaks meter/paralaks/streometer”.

3. Alat pemindah detail

Alat ini ntuk memindah detail dari foto udara ke peta/kertas

gambar. Alat ini berupa :


a. Camera lucida

b. Pantografh

c. Aerosketchmaster

d. Zoom transferscope

e. Map O graph

4. Pentahapan Interpretasi Citra

Pentahapan interpretasi citra yang dikemukakan oleh dua

orang, yaitu (1) pentahapan interpretasi citra menurut A.P.A. Vink, dan

(2) pentahapan interpretasi citra menurut susanto.

a. Pentahapan Menurut Vink

Secara umum tahap-tahap interpretasi citra foto udara

menurut Vink adalah sebagai berikut :

1) Deteksi. Deteksi adalah upaya secara selektif

menemukan objek atau gejala pada citra foto udara.

2) Pengenalan dan identifikasi, yaitu klasifikasi terhadap

objek langsung nampak berdasarkan pengetahuan lokal atau

pengetahuan tertentu.

3) Analisa sering digunakan dalam arti yang berbeda-beda

oleh penafsir foto udara.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Wilayah malino merupakan wilayah yang memiliki ketinggian rata-

rata kurang lebih 1000 m di atas permukaan laut. Kemringan lereng yang

ada di wilayah Malino terbilang cukup terjal sehingga dapat diketahui

bahwa tingkat erosi yang terjadi cukup besar. Ada beberapa jenis

penggunaan lahan yang ada di wilayah ini, salah satunya yaitu

penggunaan lahan berupa hutan. Penggunaan lahan jenis ini merupakan

lahan yang mendominasi kawasan malino. Selain hutan, lahan pertanian

dan perkebunan juga banyak ditemukan di wilayah ini.

Tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini terfokus di pusat kota

Malino, mengingat kota sebagai pusat kegiatan pemerintah dan

pelayanan masyarakat. Sedangkan wilayah yang berada di luar kota

Malino terlihat memiliki tingkat kerapatan penduduk yang rendah. Hal ini

disebabkan karena relief yang berada di pinggiran kota memang tidak

layak untuk dijadikan wilayah permukiman akibat relief yang kasar

dengan kemiringan lereng yang cukup besar.

Dengan melihat keindahan dan suasana yang ada di daerah

malino, maka tidak salah wilayah ini dijadikan sebagai kawasan wisata.

Bahkan tidak sedikit orang membuat bangunan villa sebagai bentuk

pelayanan bagi para wisatawan, karena tidak jarang para wisatawan


menginap di wilayah ini. Ada beberapa lokasi yang dijadikan sebagai

objek wisata, diantaranya yaitu kawasan hutan pinus dan Air terjun

Takappala. Dari segi ekonomi, hal ini jelas sangat menguntungkan

masyarakat dan pemerintah daerah, karena dengan adanya kunjungan

para wisatawan berarti menambah pendapatan masyarakat dan daerah.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Kawasan Pabrik Jamur

Lokasi pertama adalah kawasan yang terletak di Pangngajian,

yaitu 65 km dari kota makassar dan 7 km dari kota Malino. Wilayah

ini memiliki ketinggian sekitar 820 meter dpl. Adapun letak astronomis

lokasi ini yaitu berada pada titik 50 16’ 2,4’’ LS dan 1190 49’ 47,2’’ BT.

jika diperhatikan pada foto udara terlihat cukup jelas dua gambar

persegi yang tidak lain adalah gambar bangunan pabrik jamur.

Namun jika dibandingkan secara deskriktif dengan keadaan sekarang

ternyata telah mengalami alih fungsi lahan. Perubahan fungsi lahan

tersebut dapat dilihat dengan adanya pertambahan satu bangunan

pada bagian barat kawasan pabrik, yang mana dulunya masih bagian

dari hutan.

Dalam artian bahwa sebagian kecil kawasan hutan di sekitar

lokasi mengalami peralihan fungsi menjadi kawasan pabrik, walaupun

luasannya tidak begitu besar. Selain kawasan pabrik jamur, beberapa


wilayah yang berada tidak jauh dari lokasi pertama ini kemungkinan

besar juga mengalami perubahan fungsi dan luasan lahan. Begitupun

juga dengan areal permukiman yang semakin hari semakin

bertambah seiring dengan pertambahan penduduk. Pertambahan

penduduk ini dapat terjadi karena adanya migrasi penduduk dari

daerah lain dan juga karena proses kelahiran.

2. Kawasan hutan pinus

Lokasi kedua dari praktek lapang ini merupakan hutan pinus

yang berada pada ketinggian 976 meter dpl dengan letak

astronomisnya berada pada 50 5’ 15’’ LS dan 1190 50’ 45,5’’ BT. Jika

dilihat dari foto udara, lokasi tersebut memiliki vegetasi berkerapatan

tinggi.

Lokasi ini jika dilihat pada saat sekarang, ternyata kerapatan

vegetasi tidak serapat dengan yang ada di foto udara. Hal ini berarti

bahwa di lokasi tersebut telah mengalami pengurangan vegetasi

akibat penebangan pohon yang dilakukan oleh manusia. Apabila hal

ini terus dilakukan, maka vegetasi yang ada dilokasi semakin

berkurang, yang dapat berakibat memperbesar laju erosi.

3. Lapangan Prayudha

Lapangan Prayudha yang merupakan lokasi ketiga dari

kegiatan praktek lapang ini. berada pada ketinggian 976 meter dpl.

Adapun letak astronomisnya yaitu berada pada titik 5 015’ 2’’ LS dan
119 051’ 4’’BT. Lapangan Prayudha ini terletak di pusat Kota Malino,

di mana di sekitar lapangan ini banyak terdapat bangunan

permukiman, perkantoran, mesjid, dan pelayanan kesehatan.

Sebenarnya, Lapangan Prayudha ini merupakan tempat bagi para

tentara untuk melakukan latihan fisik.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil pembahasan diatas adalah sebagai

berikut :

1. Lokasi pertama adalah kawasan yang terletak di Pangngajian, yaitu 65

km dari kota makassar dan 7 km dari kota Malino. Wilayah ini memiliki

ketinggian sekitar 820 meter dpl. Adapun letak astronomis lokasi ini

yaitu berada pada titik 50 16’ 2,4’’ LS dan 1190 49’ 47,2’’ BT. jika

diperhatikan pada foto udara terlihat cukup jelas dua gambar persegi

yang tidak lain adalah gambar bangunan pabrik jamur. Namun jika

dibandingkan secara deskriktif dengan keadaan sekarang ternyata

telah mengalami alih fungsi lahan.

2. Adapun lokasi kedua dari praktek lapang ini adalah hutan pinus yang

berada pada ketinggian 976 meter dpl dengan letak astronomisnya

berada pada 50 5’ 15’’ LS dan 1190 50’ 45,5’’ BT. Jika dilihat dari foto

udara, lokasi tersebut memiliki vegetasi berkerapatan tinggi. Namun

jika dilihat pada saat sekarang, ternyata kerapatan vegetasi tidak

serapat dengan yang ada di foto udara. Hal ini berarti bahwa di lokasi

tersebut telah mengalami pengurangan vegetasi akibat penebangan

pohon yang dilakukan oleh manusia. Apabila hal ini terus dilakukan,
maka vegetasi yang ada dilokasi semakin berkurang, yang dapat

berakibat memperbesar laju erosi.

3. Lapangan Prayudha yang merupakan lokasi ketiga dari kegiatan

praktek lapang ini. berada pada ketinggian 976 meter dpl. Adapun

letak astronomisnya yaitu berada pada titik 5 015’ 2’’ LS dan 119 051’

4’’BT.

B. Saran

Adapun saran penilitian ini adalah diharapkan kepada setiap

mahasiswa agar lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan praktek

lapang, sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Study bentuk konservasi lahan di daerah aliran sungai

taggara Sub DAS Hulu sungai Tangka Kabupaten Gowa

Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

Zhiddiq, S. 2005. Modul Mata Kuliah Evaluasi Sumberdaya Lahan.

Makassar.
LAMPIRAN
Lampiran 1: Foto Lokasi

Gbr. 1 Gedung PT Usaha Jamur Malino

Gbr. 2 Pengukuran Kemiringan Lereng


Gbr. 3 Kawasan Hutan Pinus

br 4. Lembah yang berada di Belakang Hutan Pinus


Gbr 5. Lapangan Prayudha

Gbr 6. Peralatan Latihan Tentara di Lapangan Prayudha


Lampiran 2. Peta Lokasi

Anda mungkin juga menyukai