Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1. CITRA SATELIT


Citra satelit merupakan citra yang dihasilkan dari pemotretan menggunakan wahana satelit. Kini
sudah banyak satelit mengorbit di luar angkasa dengan fungsinya yang beragam misalnya satelit militer,
satelit komunikasi, satelit inderaja antar planet dan satelit inderaja sumber daya bumi. Oleh karena
itu perkembangan teknik inderaja sistem satelit lebih maju dibandingkan sistem air-borne (foto udara).
Citra digital penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan permukaan (atau
dekat permukaan) bumi yang diperoleh melalui proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran
(emittance), maupun hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor optik-
elektronik yang terpasang pada suatu wahana, baik itu wahana dimenara, pesawat udara maupun wahana
luar angkasa (Danoedoro 2012:21). Jadi citra satelit adalah citra digital penginderaan jauh dari sensor
optikelektronik di wahana luar angkasa yaitu satelit. . Karakteristik citra satelit penginderaan jauh perlu
diketahui agar pemanfaatannya efektif dan efisien. Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2009:24) karakteristik
citra satelit meliputi:
1. Resolusi spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat terdeteksi terpisah oleh sensor.
2. Lebar sapuan yaitu lebar permukaan bumi yang diindera secara sekaligus pada saat penginderaan.
3. Resolusi spektral yaitu jumlah saluran spektral (band) dan makin sempitnya kanal-kanal spektral
tersebut.
4. Resolusi temporal yaitu periode waktu (standar) satelit kembali berada diatas tempat yang sama di
bumi.
5. Resolusi radiometrik dari datanya, pada umumnya adalah 8 bit.
Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak
dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut (Hornby, 1974)
dalam (Sutanto, 1992) yang dapat ditelaah menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya:
1. Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.
2. Mental pictures or idea, concept of something or someone.

~ 1-1 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

3. Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera.


Citra penginderaan jauh termasuk dalam pengertian yang ke-tiga menurut Hornby. Citra
merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya dan dipasang pada wahana satelit
ruang angkasa dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi. Sensor dalam kaitannya
dengan penginderaan jauh merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek di permukaan
bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh
dapat berupa data digital atau data numerik untuk keperluan analisis menggunakan komputer. Satelit
penginderaan jauh dibedakan menjadi dua macam, yaitu satelit sumber daya alam dan satelit cuaca
(kompasiana.com, 2013) :
1. Citra satelit alam terbagi menjadi 2, yaitu citra satelit resolusi rendah, (SPOT, Landsat, dan ASTER)
dan citra satelit resolusi tinggi (IKONOS, Worldview, Quickbird dan Pléiades).
2. Citra satelit cuaca terdiri dari MODIS, ATS-1, TIROS-1, AVHRR, GOES, DMSP, NOAA.
Karena citra satelit memiliki sifat resolusi tinggi dan multispektral, citra satelit awalnya digunakan
di bidang militer dan lingkungan. Tetapi semakin banyak digunakan dalam bidang produksi peta,
pertanian, kehutanan, perencanaan tanah nasional, perencanaan kota dan lain-lain. Kemungkinan akuisisi
data berkala citra satelit yang beragam antara citra satelit hiperspektral dan resolusi tinggi menjadikan
citra satelit sumber daya penting untuk pencatatan tanah nasional. Ketersediaan citra satelit dikalangan
masyarakat umum sekarang memungkinkan semua orang untuk menggunakan gambar satelit lebih
banyak sepenuhnya (Upadhyay, 2012).
2.1.1. Interpretasi Citra
Interpretasi atau penafsiran citra pengindraan jauh merupakan perbuatan mengkaji citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek
tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara
manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi dan Sanjoto, 2008:49). Interpretasi secara manual adalah
interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara
keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola,
bayangan, rona/warna, tekstur,
situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi digital yang dilakukan oleh komputer memiliki
keunggulan waktu yang singkat namun demikian, metode ini juga memiliki kelemahan-kelemahan yang
cukup besar dibandingkan metode manual atau visual. Kelemahan yang paling menonjol bersumber dari
keterbatasan kemampuan komputer untuk membaca kunci-kunci interpretasi obyek. Perkembangan
teknologi komputer untuk penafsiran citra saat ini umumnya baru sampai pada tahap pemanfaatan rona
dan warna sebagai penciri obyek. Jika kualitas citra kurang bagus, maka hasil interpretasi juga kurang
bagus.

~ 1-2 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

2.1.2. Pengolahan Citra


Menurut Acharya dan Ray (2005: 1) pengolahan citra (Image Processing) merupakan proses
pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data
masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum
didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas
pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan
nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu. Operasi di dalam Pengolahan citra sangat
banyak jumlahnya, namun dalam Sistem Informasi Geografis ini hanya 2 (dua) operasi saja yang
digunakan yaitu Edge Detection dan Color selection.
2.1.3. Identifikasi dan Deliniasi Litologi pada Citra Satelit
Identifikasi obyek dan parameter jenis-jenis batuan (kelompok batuan) dan penyebaran satuan
batuan pada citra dilakukan secara fotomorfik artinya mengandalkan apa yang nampak pada citra, dengan
menggunakan unsur-unsur dasar penafsiran citra yaitu rona warna, tekstur, bentuk, pola, ukuran, dan
asosiasi. Warna/rona merupakan unsur yang paling dominan digunakan untuk mengenali persebaran
batuan atau mendeliniasi dalam penafsiran visual ini. Tampilan citra yang komposit akan lebih
mempermudah untuk mengenali satuan batuan. Citra komposit merupakan citra yang mampu
memperlihatkan perbedaan informasi geologi maupun geografi yang sangat jelas dan citra komposit ini
telah dibuktikan sebagai citra yang paling baik untuk pemetaan fenomena geologi. Penarikan (deliniasi)
batas sebaran batuan (litologi) atau satuan batuan pada citra dapat dilakukan dengan mendasarkan sifat-
sifat dari fotomorfik citra, yaitu antara lain mendasarkan pada kenampakan rona warna yang sama, tekstur
yang sama, pola atau bentuk yang sama, atau berdasarkan hubungan diantara asosiasi rona warna, tekstur
dan bentuk obyek geologi di dalam citra.
Proses penafsiran citra / interpretasi citra meliputi penafsiran batas satuan batuan dan jenis satuan
batuannya. Analisa struktur geologi meliputi identifikasi kelurusan-kelurusan pada permukaan bumi yang
mungkin dapat disimpulkan sebagai sesar-sesar ataupun rekahan-rekahan batuan atau kekar- kekar pada
suatu zona struktur. Analisa satuan batuan mencakup identifikasi jejak-jejak perlapisan batuan dan
kecenderungan arah kemiringannya selain dari tekstur dan rona satuan batuan tersebut pada spectrum
citra optis, sehingga berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan suatu objek adalah batuan sedimen
yang normal atau terlipat di suatu daerah tertentu. Satuan batuan beku diinterpretasikan sebagai suatu
tubuh atau bentuk objek di permukaan bumi yang memiliki bentuk kerucut dengan pola pengaliran
umumnya berbentuk radial. Tubuh intrusi basaltic ataupun granitic dapat disimpulkan dari hadirnya
bentukan kubah berupa bukit tersendiri di dalam suatu lingkungan relief pedataran atau perbukitan.

~ 1-3 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

2.1.4. Pengolahan Citra Satelit untuk Penutup dan Penggunaan Lahan


Hal yang paling umum dari pemanfaatan citra satelit adalah untuk memperoleh informasi tentang
penggunaan dan penutup lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (Purwadhi dan Sanjoto, 2008:8) penutup
atau tutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan di permukaan bumi seperti bangunan, danau,
vegetasi. Sedangkan menurut Lindgren (Purwadhi dan Sanjoto, 2008:8) penggunaan lahan adalah semua
jenis penggunaan atas lahan oleh manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan
olahraga, rumah, rumah makan, rumah sakit hingga makam. Penutup lahan lebih sederhana dari
penggunaan lahan karena penutup lahan hanya jenis kenampakan yang ada dipermukaan bumi berbeda
dengan penggunaan lahan yang lebih spesifik yaitu penggunaan kegiatan manusia terhadap lahan. Untuk
mengetahui informasi tentang penutup lahan di permukaan bumi, diperlukan interpretasi citra. Interpratasi
tersebut dilakukan berdasarkan jenis citra satelit yang dipakai. Untuk citra satelit beresolusi spasial tinggi
seperti Quickbird dan Pleaides maka interpretasi dilakukan secara manual visual. Sedangkan untuk citra
satelit beresolusi spasial menengah seperti Landsat dan ASTER bahkan kebawah maka interpretasi
dilakukan secara digital maupun secara hibrida. Sebelum melakukan interpretasi, terlebih dahulu harus
dilakukan skema klasifikasi penggunaan lahan. Danoedoro (2012:299) menyatakan bahwa di Indonesia,
Badan Informasi Geospasial/BIG memiliki sistem klasifikasi penggunaan lahan yang secara konseptual
tercampur. Begitu pula yang dikembangkan oleh Malingreau dan Chritiani (1982) Kementrian
Kehutanan, dan berbagai BAPPEDA tingkat provinsi. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga telah
mengembangkan sistem klasifikasi yang sudah lebih jelas mengarah ke penggunaan lahan dibandingkan
dengan lembaga-lembaga lain. Meskipun demikian, sistem klasifikasi ini belum secara tegas mengaitkan
metode penginderaan jauh (apalagi klasifikasi digital) dengan rincian kategori yang dispesifikasikan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Penutup Lahan Dari Malingreau & Christiani

Sumber: Purwadhi dan Sanjoto, 2008

~ 1-4 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Danoedoro (2006) mengembangkan sistem klasifikasi multiguna (versatile) yang memuat aspek-
aspek penutup dan penggunaan lahan sekaligus, serta dikembangkan dengan menggunakan citra
penginderaan jauh sebagai sumber data utama. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa secara konseptual
penutup atau penggunaan lahan mempunyai enam dimensi, yaitu dimensi spektral, spasial, temporal,
ekologis, fungsi sosial-ekonomi dan politis/legal. Dari keenam dimesi tersebut, hanya lima dimensi
pertama yang dapat diekstrak melalui citra penginderaan jauh, dengan tingkat kompleksitas dan
kebutuhan data bantu nir-penginderaan jauh yang berbeda-beda. Secara ideal, setiap dimensi disajikan
sebagai satu lapis atau layer informasi yang berdiri sendiri sehingga suatu peta penggunaan lahan
multidimensional atau multiguna. Setidaknya terdiri dari lima lapis informasi yang berturut-turut memuat
aspek spektral, spasial, temporal, ekologis, fungsi social ekonomi.

2.1.5. Pengolahan Citra Satelit untuk Suhu Permukaan Daratan


Fenomena urban heat island merupakan fenomena iklim di mana daerah perkotaan memiliki suhu
udara lebih tinggi dari pinggiran mereka karena modifikasi antropogenik dari permukaan tanah (Abutaleb
dkk, 2015). Salah satu cara untuk mengetahui fenomena ini secara keruangan adalah dengan pemetaan
suhu permukaan daratan. Menurut Earth Observatory NASA (Risalah, 2011). Suhu permukaan daratan
atau land surface temperature (LST) adalah panas permukaan bumi yang menyentuh di lokasi tertentu
(dari titik pandang satelit, permukaan adalah apa saja yang terlihat melalui atmosfer ke tanah, berupa
rumput di halaman, atap bangunan atau daun-daun pada kanopi tanaman hutan). Dengan demikian,suhu
permukaan daratan berbeda dengan suhu udara yang disertakan dalam laporan cuaca harian. Suhu
permukaan daratan bisa digunakan sebagai indikator dari suhu permukaan udara yang berasal dari
pengukuran stasiun cuaca. Widyasamrati (2013) melakukan estimasi suhu permukaan daratan dengan
suhu udara di DKI Jakarta dengan penginderaan jauh. Koefesien determinasi antara suhu udara dengan
suhu permukaan daratan adalah sebesar 0,74. Sehingga suhu permukaan daratan bisa dijadikan sebagai
indikator pada suhu udara.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa suhu permukaan daratan didapat dari ekstrasi
band termal citra satelit Landsat 7 ETM+. Konversi ini berbeda dengan indeks dan transformasi dari band
tampak semacam indeks vegetasi seperti NDVI dan lain lain yang menggunakan nilai reflektan. Untuk
band termal, level koreksi hanya pada konversi menjadi nilai radian spektral, hal tersebut dikarekan band
termal bukanlah band pantulan, tetapi pancaran energi inframerah termal. Berbeda dengan band yang
perlu dilakukan koreksi lanjutan yang berguna menurunkan variabilitas antar scene citra.
Berdasarkan Landsat-7 Science Data Users Handbook (2006) untuk mengkonversi band termal
menjadi suhu sebenarnya hanya melalui dua tahapan, yaitu konversi menjadi nilai radiansi lalu konversi
nilai menjadi suhu radian. Suhu radian bukan nilai suhu permukaan yang langsung dapat digunakan untuk

~ 1-5 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

analisis, tetapi hanyalah suhu pancaran obyek yang terekam pada sensor. Untuk mendapatkan suhu
yang mendekati objek permukaan bumi atau suhu permukaan, maka beberapa koreksi harus dilakukan.
Pada umumnya untuk melakukan sebuah pembuatan peta skala 1:5.000 dapat menggunakan citra
satelit resolusi tinggi, salah satu syarat agar citra satelit dapat digunakan dalam pembuatan peta dasar
RDTR adalah:
1. Resolusi Spasial
Citra satelit resolusi tinggi yang digunakan memiliki resolusi spasial lebih baik dari ≤ 0.65 meter.
2. Informasi Parameter Orbit
Harus dilengkapi dengan informasi parameter orbit satelit dan parameter sensor (dapat berupa
parameter fisik orbit dan parameter fisik sensor atau RPC)
3. Tahun akuisisi data
Tahun akuisisi citra satelit resolusi tinggi tidak boleh lebih lama dari 2 tahun namun masih dapat
dipertimbangkan menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan daerah.
4. Jenis Data
Belum dilakukan koreksi geometrik, orthorektifikasi, atau mosaik.
5. Sudut Pengambilan

Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar ≤ 20o pada saat kondisi nadir (tegak lurus
terhadap bumi)
6. Tutupan Awan
Tutupan awan ≤10 % dan tidak menutupi objek-objek penting seperti Fasilitas sosial, fasilitas
umum, perkantoran pemerintah, kawasan industri dan lain-lain.
2.1.6. Pemeriksaan Data Untuk Citra Satelit Resolusi Tinggi
Untuk dapat memeriksa data pada citra satelit resolusi tinggi dapat digunakan dengan cara
sebagai berikut:
1. Informasi parameter orbit dan folder Raw Citra (Sumber data mentah)
a. Citra Satelit WorldView dan QuickBird
Raw citra terdiri dari folder berikut :

~ 1-6 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Dalam folder tersebut terdiri atas citra satelit dalam ekstensi .TIF dan file lainnya
XMLFilename (.XML),licenseTxtFilename (.TXT), IMFFilename (.IMD),
tilFilename (.TIL), RPC00BFilename (.RPB)

b. Citra Satelit Pleiades


Raw citra terdiri dari folder berikut :

Dalam folder tersebut terdiri atas citra satelit dalam ekstensi .TIF dan file lainnya

2. Resolusi spasial, tahun akuisisi data, sudut pengambilan/offnadir, tutupan awan


(cloud cover)
a. Citra Satelit WorldView dan QuickBird
Resolusi spasial, tahun akuisisi data, Offnadir, dan tutupan awan (cloud cover)dapat dilihat
pada file dengan ekstensi .IMD dan dapat dibuka dengan menggunakan ms.word

~ 1-7 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

b. Citra Satelit Pleiades


Incidence angle, tahun perekaman dan resolusi citra satelit dapat dilihat pada file DIM
dengan ekstensi .XML dan dapat dibuka dengan menggunakan
ms.word

2.2. PETA
Menurut ICA (International Cartographic Association), peta adalah suatu gambaran atau
representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari kenampakan bumi, yang ada kaitannya
dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa.

~ 1-8 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Menurut Dedy Miswar (2012:2) Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang diperkecil,
dituangkan dalam selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimensional. Melalui sebuah peta
kita akan mudah dalam melakukan pengamatan terhadap permukaan bumi yang luas, terutama dalam hal
waktu dan biaya.
Peta digunakan untuk visualisasi data keruangan (geospatial), yaitu data yang berkenaan dengan
lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan bumi. Beberapa contoh kegunaan atau
fungsi peta antara lain sebagai alat yang diperlukan dalam proses perencanaan wilayah, alat yang
membantu dalam kegiatan penelitian, alat peraga untuk proses pembelajaran di kelas, dan sebagai 11
media untuk belajar secara mandiri.
Pada proses perencanaan wilayah peta sangat diperlukan sebagai survei lapangan, sebagai alat
penentu desain perencanaan, dan sebagai alat untuk melakukan analisis secara keruangan. Peta dalam
sebuah penelitian sangat diperlukan terutama yang berorientasi pada wilayah atau ruang tertentu di muka
bumi. Peta diperlukan sebagai petunjuk lokasi wilayah, alat penentu lokasi pengambilan sampel di
lapangan, sebagai alat analisis untuk mencari satu output dari beberapa input peta (tema peta berbeda)
dengan cara tumpang susun beberapa peta (overlay), dan sebagai sarana untuk menampilkan berbagai
fenomena hasil penelitian seperti peta kepadatan penduduk, peta daerah bahaya longsor, peta daerah
genangan, peta ketersediaan air, peta kesesuaian lahan, peta kemampuan lahan, dan sebagainya. Data-data
yang dapat dibuat peta adalah data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif
Selain itu peta merupakan penyajian grafis dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan
digambarkan pada bidang datar melalui sistem proyeksi peta dengan menggunakan simbol tertentu
sebagai perwakilan dari objek – objek spasial permukaan bumi. Peta memiliki fungsi seperti:
1. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya dengan tempat lain
dipermukaan bumi).
2. Memperlihatkan ukuran (dari peta dapat diukur luas daerah dan jarak – jarak di atas permukaan
bumi).
3. Memperlihatkan bentuk (misalnya dari benua, Negara, dan lain – lain).
4. Mengumpulkan dan menyeleksi data – data dari suatu daerah dan menyajikan di atas peta. Dalam
hal penyajian menyangkut penggunaan simbol – simbol sebagai “wakil” dari data – data tersebut,
kartografer menganggap simbol tersebut dapat dimengerti oleh pemakai peta.
Macam peta dapat ditinjau dari 4 segi yaitu :
1. Dari segi jenis terdapat dua macam:
a. Peta Foto, peta yang dihasilkan dari mosaic foto udara/ortofoto yang dilengkapi garis kontur,
nama, dan legenda.

~ 1-9 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

b. Peta Garis, peta yang menyajikan detil alam dan buatan manusia dalam segi bentuk titik, garis,
dan luasan.
2. Dari segi skala terdapat dua macam:
a. Peta Skala Besar, yaitu peta dengan skala 1:50.000 atau lebih besar (1:25.000)
b. Peta Skala Kecil, yaitu peta dengan skala 1:50.000 atau lebih kecil.
3. Dari segi fungsinya peta terbagi tiga macam, yaitu:
a. Peta Umum (General Map), merupakan peta yang berisi penampakan – penampakan umum,
seperti: jalan, bangunan, batas wilayah, garis pantai, elevasi, dan sebagainya.
b. Peta Tematik, merupakan peta yang menunjukkan hubungan ruang dalam bentuk atribut tunggal
atau hubungan atribut. Ada beberapa macam maksud dan tujuan dari peta tematik.
c. Kart, merupakan peta yang di desain untuk keperluan navigasi, nautical, dan aeronautical. Peta
kelautan yang ekuivalen dengan peta topografi disebut peta Batimerik.
4. Dari segi persoalan (maksud dan tujuan) ada banyak sekali macamnya. Misalnya, peta kadaster,
peta geologi, peta tanah, peta ekonomi, peta kedudukan, peta tata guna tanah,dan sebagainya. Peta
– peta tersusun dari data geografis dan proyeksi peta. Titik digunakan untuk mewakili data pada
posisi tersebut yang berisi tentang informasi titik – titik posisi (menara, tugu, posisi ibukota, dan
lain-lain). Garis digunakan untuk pengolahan data yang berbentuk garis (sungai, jalan, dll). Luasan
digunakan untuk mengolah data yang berbentuk luasan (tanah, danau, dll).
Terdapat persyaratan – persyaratan geometrik yang harus dipenuhi oleh suatu peta sehingga menjadi peta
yang ideal, yaitu:
1. Jarak – jarak antara titik – titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak – jarak
realitasnya (aslinya di permukaan bumi dengan memperhatikan faktor skala peta).
2. Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan arah sebenarnya
(seperti di permukaan bumi) .
3. Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan bentuk sebenarnya
(juga dengan mempertimbangkan faktor skalanya).
4. Luas area (atau wilayah) suatu unsur yang di presentasikan di atas peta harus sesuai dengan luas
yang sebenarnya.
2.2.1. Proyeksi Peta
Pada prinsipnya arti proyeksi peta adalah usaha mengubah bentuk bola (bidang lengkung) ke
bentuk bidang datar, dengan persyaratan sebagai berikut ;
1. Bentuk yang diubah itu harus tetap.
2. Luas permukaan yang diubah harus tetap.
3. Jarak antara satu titik dengan titik yang lain di atas permukaan yang diubah harus tetap.

~ 1-10 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Untuk memenuhi ketiga syarat itu sekaligus suatu hal yang tidak mungkin. Untuk memenuhi satu
syarat saja dari tiga syarat di atas untuk seluruh bola dunia, juga merupakan hal yang tidak mungkin.
Yang bisa dilakukan hanyalah satu saja dari syarat di atas untuk sebagian kecil permukaan bumi. Oleh
karena itu, untuk dapat membuat rangka peta yang meliputi wilayah yang lebih besar harus dilakukan
kompromi ketiga syarat di atas. Akibat dari kompromi itu maka lahir bermacam jenis proyeksi peta.
Proyeksi berdasarkan bidang asal:
 Bidang datar (zenithal)
 Kerucut (conical)
 Silinder/Tabung (cylindrical)
 Gubahan (arbitrarry)
Jenis proyeksi no.1 sampai no.3 merupakan proyeksi murni, tetapi proyeksi yang dipergunakan untuk
menggambarkan peta yang kita jumpai sehari-hari tidak ada yang menggunakan proyeksi murni di atas,
melainkan merupakan proyeksi atau rangka peta yang diperoleh melaui perhitungan (proyeksi gubahan).
Dalam kesempatan ini tidak akan dijelaskan bagaimana perhitungan proyeksi tersebut di atas, akan tetapi
cukup jenis proyeksi apa yang biasa digunakan dalam menyediakan kerangka peta di seluruh dunia.
Contoh proyeksi gubahan :
 Proyeksi Bonne sama luas
 Proyeksi Sinusoidal
 Proyeksi Lambert
 Proyeksi Mercator
 Proyeksi Mollweide
 Proyeksi Gall
 Proyeksi Polyeder
 Proyeksi Homolografik
Kapan masing-masing proyeksi itu dipakai ?
1. Seluruh Dunia
 Dalam dua belahan bumi dipakai Proyeksi Zenithal kutub
 Peta-peta statistik (penyebaran penduduk, hasil pertanian) pakai Mollweide
 Arus laut, iklim pakai Mollweide atau Gall
 Navigasi dengan arah kompas tetap, hanya Mercator
2. Daerah Kutub
 Proyeksi Lambert
 Proyeksi Zenithal sama jarak
3. Daerah Belahan Bumi Selatan

~ 1-11 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

 Sinusoidal
 Lambert
 Bonne
4. Untuk Daerah yang lebar ke samping tidak jauh dari Khatulistiwa
 Pilih satu dari jenis proyeksi kerucut.
 Proyeksi apapun sebenarnya dapat dipakai
Untuk daerah yang membujur Utara-Selatan tidak jauh dari Khatulistiwa pilih Lambert atau Bonne.
2.2.2. Tata Warna dan Simbol
Agar peta dapat dengan mudah dimengerti oleh pengguna peta, pemakaian tata warna dan
simbol sangat membantu untuk mencapai tujuan tersebut.
A. Tata warna
Penggunaan warna pada peta (dapat juga pola seperti titik-titik atau jaring kotak-kotak dan
sebagainya) ditujukan untuk tiga hal :
 Untuk membedakan
 Untuk menunjukan tingkatan kualitas maupun kuantitas (gradasi)
 Untuk keindahan
Dalam menyatakan perbedaan digunakan bermacam warna atau pola. Misalnya laut warna biru,
perkampungan warna hitam, sawah warna kuning dan sebagainya. Sedangkan untuk menunjukan adanya
perbedaan tingkat digunakan satu jenis warna atau pola. Misalnya untuk membedakan bersarnya curah
hujan digunakan warna hitam dimana warna semakin cerah menunjukan curah hujan makin kecil dan
sebaliknya warna semakin legam menunjukan curah hujan semakin besar.
B. Simbol
Untuk menyatakan sesuatu hal ke dalam peta tentunya tidak bisa digambarkan seperti bentuk benda
itu yang sebenarnya, melainkan dipergunakan sebuah gambar pengganti atau simbol. Bentuk simbol dapat
bermacam-macam seperti; titik, garis, batang, lingkaran, bola dan pola. Simbol titik biasanya
dipergunakan untuk menunjukan tanda misalnya letak sebuah kota dan menyatakan kuantitas misalnya
satu titik sama dengan 100 orang, dam sebagainya Simbol garis digunakan untuk menunjukan tanda
seperti jalan, sungai, rel KA dan lainnya. Garis juga digunakan untu menunjukan perbedaan tingkat
kualitas, yang dikalangan pemetaan dikenal dengan isolines.
Dengan demikian timbul istilah-istilah :
 Isohyet yaitu garis dengan jumlah curah hujan sama
 Isobar yaitu garis dengan tekanan udara sama
 Isogon yaitu garis dengan deklinasi magnet yang sama
 Isoterm yaitu garis dengan angka suhu sama

~ 1-12 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

 Isopleth yaitu garis yang menunjukan angka kuantitas yang bersamaan.


Tujuan dari penggunaan peta isopleth (menunjukan angka kuantitas sama) yaitu untuk memperlihatkan
perbandingan nilai dari sesuatu hal pada daerah yang satu dengan daerah yang lain. Sehingga pengguna
peta akan tahu mana daerah dengan nilai besar dan mana daerah dengan nilai kecil. Untuk simbol batang,
lingkaran dan bola biasanya lebih banyak dipakai untuk nilai-nilai statistik yang ditunjukan dengan garfik
(batang, lingkaran dan bola).
2.2.3. Komponen Peta
Setelah kita memahami konsep dasar dari penyusunan peta tersebut di atas, menjadi semakin
mudah untuk menyimak apa saja komponen peta yang baik. Komponen peta terdiri dari:
1. Isi peta
Isi peta menunjukan isi dari makna ide penyusun peta yang akan disampaikan kepada pengguna peta.
Kalau ide yang disampaikan tentang perbedaan curah hujan , isi peta tentunya berupa isohyet.
2. Judul peta
Judul peta harus mencerminkan isi peta. Isi peta berupa isohyet, tentu judul petanya menjadi "Peta
Distribusi Curah Hujan", dan sebagainya.
3. Skala peta dan Simbol Arah
Skala sangat penting dicantumkan untuk melihat tingkat ketelitian dan kedetailan objek yang
dipetakan. Sebuah belokan sungai akan tergambar jelas pada peta1:10.000 dibandingkan dengan
pada peta 1:50.000 misalnya. Kemudian bentuk-bentuk pemukiman akan lebih rinci dan detail pada
sekala 1:10.000 dibandingkan peta sekala 1:50.000.
Simbol arah dicantumkan dengan tujuan untuk orientasi peta. Arah utara lazimnya mengarah pada
bagian atas peta. Kemudian berbagai tata letak tulisan mengikuti arah tadi, sehingga peta nyaman
dibaca dengan tidak membolak-balik peta. Lebih dari itu, arah juga penting sehingga si pemakai
dapat dengan mudah mencocokan objek di peta dengan objek sebenarnya di lapangan.
4. Legenda atau Keterangan
Agar pembaca peta dapat dengan mudah memahami isi peta, seluruh bagian dalam isi peta harus
dijelaskan dalam legenda atau keterangan.
5. Inzet dan Index peta
Peta yang dibaca harus diketahui dari bagian bumi sebelah mana area yang dipetakan tersebut.
Inzet peta merupakan peta yang diperbersar dari bagian belahan bumi. Sebagai contoh, kita mau
memetakan pulau Jawa, pulau Jawa merupakan bagian dari kepulauan Indonesia yang diinzet.
Sedangkan index peta merupakan sistem tata letak peta , dimana menunjukan letak peta yang
bersangkutan terhadap peta yang lain di sekitarnya.
6. Grid

~ 1-13 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Dalam selembar peta sering terlihat dibubuhi semacam jaringan kotak-kotak atau grid system.
Tujuan grid adalah untuk memudahkan penunjukan lembar peta dari sekian banyak lembar peta dan
untuk memudahkan penunjukan letak sebuah titik di atas lembar peta.
Cara pembuatan grid yaitu, wilayah dunia yang agak luas, dibagi-bagi kedalam beberapa kotak. Tiap
kotak diberi kode. Tiap kotak dengan kode tersebut kemudian diperinci dengan kode yang lebih
terperinci lagi dan seterusnya.
Jenis grid pada peta-peta dasar (peta topografi) di Indonesia yaitu antara lain :
Kilometerruitering (kilometer fiktif) yaitu lembar peta dibubuhi jaringan kotak-kotak dengan satuan
kilometer.
Disamping itu ada juga grid yang dibuat oleh tentara inggris dan grid yang dibuat oleh Amerika
(American Mapping System).
Untuk menyeragamkan sistem grid, Amerika Serikat sedang berusaha membuat sistem grid yang
seragam dengan sistem UTM grid system dan UPS grid system (Universal Transverse Mercator dan
Universal Polar Stereographic Grid System).
7. Nomor peta
Penomoran peta penting untuk lembar peta dengan jumlah besar dan seluruh lembar peta terangkai
dalam satu bagian muka bumi.
8. Sumber/Keterangan Riwayat Peta
Sumber ditekankan pada pemberian identitas peta, meliputi penyusun peta, percetakan,sistem
proyeksi peta, penyimpangan deklinasi magnetis, tanggal/tahun pengambilan data dan tanggal
pembuatan/pencetakan peta, dan lain sebagainya yang memperkuat identitas penyusunan peta yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Menginterpretasi Peta Umum merupakan mengetahui bentuk muka bumi atau relief daratan dapat
diamati secara langsung di lapangan, namun dapat juga dengan melihat peta. Dari sebuah peta kita dapat
mengetahui bentuk relief dari suatu tempat/wilayah. Dari sebuah peta kita dapat melihat gunung,
pegunungan, pantai, dataran rendah, sungai, danau, laut, selat dan lain-lainnya. Itulah yang disebut
interpretasi peta. Jadi interpretasi peta adalah memahami simbol-simbol yang ada pada peta dan
hubungannya dengan simbol-simbol lainnya. Contoh simbol-simbol yang ada pada peta adalah:

~ 1-14 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Peta umum adalah peta yang dibuat berdasarkan kenampakan umum. Sebelum menginterpretasi
peta umum, lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Siapkan peta umum yang akan diinterpretasi, misalnya peta pulau Jawa.
Perhatikan legenda untuk memahami makna simbol-simbol yang terdapat pada peta.
Perhatikan persebaran data pada wilayah pulau tersebut.
Perhatikan tahun pembuatan peta untuk mengetahui apakah peta tersebut masih relevan atau tidak.
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan tinggi rendahnya muka bumi. Dari peta topografi kita
dapat mengetahui ketinggian suatu tempat secara akurat. Cara menginterpretasikan peta topografi berbeda
dengan peta umum karena simbolsimbol yang digunakan berbeda. Sebelum menginterpretasikan peta
topografi, lakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Siapkan peta topografi yang akan diinterpretasikan, misalnya peta Pulau Jawa.
2. Perhatikan legenda untuk memahami makna simbol-simbol yang terdapat pada peta.
3. Perhatikan persebaran data pada wilayah tersebut.
4. Perhatikan tahun pembuatan peta untuk mengetahui apakah peta tersebut masih relevan atau tidak.
Pada peta topografi terdapat garis-garis kontur yang menunjukkan relief muka bumi. Peta topografi
menunjukkan bentuk-bentuk muka bumi. Bentuk-bentuk muka bumi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Lereng

b. Cekungan (Depresi)
Cekungan (Depresi) pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

~ 1-15 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

c. Bukit
Bukit pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

d. Pegunungan
Pegunungan pada peta topografi digambarkan seperti di bawah ini!

C Penampang Melintang Bentuk Muka Bumi

Penampang melintang adalah penampang permukaan bumi yang dipotong secara tegak lurus. Dengan
penampang melintang maka dapat diketahui/dilihat secara jelas bentuk dan ketinggian suatu tempat yang

~ 1-16 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

ada di muka bumi. Untuk membuat sebuah penampang melintang maka harus tersedia peta topografi
sebab hanya peta topografi yang dapat dibuat penampang melintangnya.

Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan
skala tertentu. Kartografi merupakan ilmu yang khusus mempelajari segala sesuatu tentang peta. Mulai
dari sejarah, perkembangan, pembuatan, pengetahuan, penyimpanan, hingga pengawetan serta cara-cara
penggunaan peta. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana proses pemetaan dan simbol pada peta.
Fungsi pembuatan peta antara lain:
1. Dengan adanya peta dapat menunjukkan posisi atau lokasi relatif yang hubungannya dengan lokasi
asli dipermukaan bumi.
2. Peta mampu memperlihatkan ukuran.
3. Peta mampu menyajikan dan memperlihatkan bentuk.
4. Mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikan diatas peta dengan
simbolisasi.
Sedangkan tujuan pembuatan peta yaitu:
1. Untuk komunikasi informasi ruang.
2. Media menyimpan informasi.
3. Membantu pekerjaan.
4. Membantu dalam desain.
5. Analisis data spatial.
Dari fungsi dan tujuan diatas, maka peta bukan hanya berguna dalam menentukan lokasi namun
juga dalam berbagai bidang. Selain itu, pembuatan peta bukan semata-mata hanya karena untuk
memperoleh uang, namun juga sangat berguna bagi hajat hidup masyarakat yang luas dalam keruangan.
Dalam proses pemetaan harus melalui beberapa tahapan mulai dari penyusunan ide hingga peta
siap digunakan. Ke semua itu harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan ketelitian agar diperoleh peta

~ 1-17 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

yang baik dan benar sera memiliki dilai artistik atau seni sehingga pengguna mampu menggunakan peta
dengan maksimal dan pembuat dapat menghasilkan peta yang baik sehingga terjadi timbal balik antar
pengguna dengan pembuat peta. Dalam pemberian simbol pada peta juga harus diperhatikan agar peta
mudah diketahui dan dipahami isi dan maksud peta tersebut. Pemberian simbol ini juga menentukan nilai
keartistikan sebuah peta sehingga peta tersebut enak dipandang dan lebih jelas.
2.3. DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM)
DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau
bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan
algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli, 1991).
DEM merujuk pada model medan dengan hanya informasi ketinggian (Li, Zhu, dan Gold, 2005).
Ketinggian dataran untuk posisi tanah disampel dengan interval horizontal yang berjarak secara teratur.
DEM berasal dari data hipografis (garis kontur) atau metode fotogrametri (archive.usgs.gov, 2003).

Gambar 2.1 Contoh Data DEM


(Sumber: USGS.gov, 2003)

Setiap DEM memiliki bentuk, sistem proyeksi dan pola nilai ketinggian yang bermacam-macam
tergantung sumbernya. Sebaran DEM yang bersumber dari peta RBI berbentuk kontur sedangkan dari
citra satelit berbentuk raster DEM dan dari LiDAR berbentuk point cloud. Selain bentuknya, DEM

~ 1-18 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

tersebut juga menggunakan sistem proyeksi yang bermacam-macam seperti sistem proyeksi geografik.
Dalam penentuan nilai kelerengan, data yang dihitung merupakan nilai ketinggian pada piksel raster grid
yang berjarak rapi berdasarkan jarak tertentu dan bersistem proyeksi UTM. Data-data DEM yang
bermacam-macam tersebut, kemudian diinterpolasikan hingga didapatkan nilai-nilai ketinggian yang
tersebar teratur sesuai grid dan ditransformasi menjadi sistem proyeksi UTM (Andrzej dan Michal, 2006).
Berikut merupakan macam-macam data DEM, antara lain :
1. SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)
SRTM adalah proyek internasional dari National Aeronautics and Space Administration (NASA),
National Imagery and Mapping Agency (NIMA) dari Amerika Serikat, Jerman Aerospace Center
(DLR) dan Italian Space Agency (ASI) . SRTM diperoleh dari data elevasi near-global scale untuk
menghasilkan data topografi resolusi tinggi yang paling lengkap dari Bumi. SRTM terdiri dari
sistem radar yang dimodifikasi khusus yang terbang onboard Space Shuttle Endeavour selama misi
11 hari di bulan pada Februari 2000. Data SRTM diolah dari raw data radar ke model elevasi digital
di Jet Propulsion Laboratory (JPL) di Pasadena, CAFile-file data asli memiliki sampel spasi
(“diposting”) pada interval 1 detik lintang dan bujur (sekitar 30 meter di khatulistiwa). Data ini
kemudian diedit oleh National Geospatial Intelligence Agency (NGA, sebelumnya bernama

National Imagery and Mapping Agency) (Terra Image, 2014).

Tabel 2.2 Spesifikasi SRTM


Item Spaceborne Imaging Radar-C X-band Synthetic Aperture
Radar
Size Main Antenna 12.0 m x 3.5 m 12.0 m x 0.5 m
Outboard Antenna 8.1 m x 0.9 m 6 m x 0.4 m
Frequency 5.3 GHz 9.6 GHz
Wavelength 5.66 cm 3.1 cm
Horizontal Spacing 1 x 1 arc seond (30 m) 1 x 1 arc seond (30 m)
Bandwidth 10 MHz 10 MHz
Altitude 233 Km 233 Km
Swath Width 225 Km*2 50 Km
Horizontal Reference WGS84 WGS84
Vertical Reference EGM96 geoid WGS84 Ellipsoid
(Sumber : Farr, T. G., et al. 2007)

Sebuah penilaian global yang mengungkapkan bahwa data memenuhi dan melampaui 16 m (90%)
akurasi tinggi absolut (Rodríguez et al., 2006). Sejak SRTM rilis pada tahun 2005, banyak pengguna
telah merangkul ketersediaan data SRTM, menggunakan data dalam banyak pengaturan operasional dan
penelitian (Forkuor, 2012).

~ 1-19 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.2 Contoh Data DEM


(Sumber : USGS.gov, 2017)

2. DEMNAS
DEM Nasional dibangun dari beberapa sumber data meliputi data IFSAR (resolusi 5 m),
TERRASAR-X (resolusi 5 m) dan ALOS-PALSAR (resolusi 11.25 m), dengan menambahkan data
masspoint hasil stereo-plotting.
Resolusi spasial DEMNAS adalah 0.27-arc second, dengan menggunakan datum vertikal
EGM2008. Data DEMNAS yang dirilis dipotong sesuai dengan Nomor Lembar Peta (NLP) skala 1:
50.000 atau 1: 25.000, untuk setiap pulau atau kepulauan (Badan Informasi Geospasial, 2018).

Tabel 2.3 Spesifikasi DEMNAS


Item Keterangan
Nama DEMNAS_xxxx-yy-v1.0.tif untuk NLP 1:50k dan DEMNAS_xxxx-yyy-v1.0.tif
untuk 1:25k. xxxx-yy menunjukkan nomor lembar peta RBI dan v1.0 menunjukkan
File
rilis versi 1.0
Resolusi 0.27-arc second
Datum EGM 2008
Sistem Geografis
Koordinat
Format Geotiff 32 bit float
(Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2018)

3. ALOS-PALSAR
Phased Array tipe L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) adalah sensor gelombang mikro
aktif yang menggunakan frekuensi L-band untuk mencapai observasi darat tanpa awan dan siang dan
malam. Ini memberikan kinerja yang lebih tinggi daripada radar aperture sintetikJERS-1 (SAR).
Resolusi halus dalam mode konvensional, namun PALSAR akan memiliki mode pengamatan lain yang
menguntungkan. ScanSAR, yang akan memungkinkan kita untuk mendapatkan lebar citra SAR 250
sampai 350 km (tergantung pada jumlah pemindaian) dengan mengorbankan resolusi spasial. Petak ini
tiga sampai lima kali lebih lebar dari citra SAR konvensional. Pengembangan PALSAR adalah proyek
gabungan antara JAXA dan Japan Resources Observation System Organization (JAROS) (JAXA, 2008).

~ 1-20 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.3 Simulasi Pengamatan pada ALOS-PALSAR


(Sumber : JAXA.jp, 2008)

Berikut ini persyaratan yang dapat dipenuhi untuk resolusi spasial data DEM:
1. Memiliki resolusi spasial ≤ 20 x dari resolusi citra yang digunakan
2. Memiliki sistem referensi sesuai yang ditetapkan BIG yaitu SRGI2013 atau WGS84
Selain persyaratan yang dapat di penuhi untuk resolusi spasial data DEM, terdapat pula
pemeriksaan data berupa kelengkapan data DEM dan informasi sistem koordinat dan resolusi spasial.
1. Kelengkapan Data DEM
a. DEM TerraSar, yang dibagi/penyimpanannya sesuai dengan Indeks peta RBI

Dalam folder _DEM terdiri atas citra satelit dalam ekstensi .TIF dan file lainnya

b. DEM IfSar, penamaan file sesuai dengan Indeks peta RBI

~ 1-21 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

2. Informasi Sistem Koordinat dan Resolusi Spasial


Informasi sistem koordinat dan resolusi spasial terdapat pada file metadata. File DEM dapat
berupa DSM atau DTM dengan ekstensi .bil. Metadata data tersebut dapat dibuka dengan menggunakan
perangkat lunak Global Mapper. Pada tool Overlay Control Center dan klik Metadata untuk membuka
informasi sistem koordinat dan resolusi

2.4. GROUND CONTROL POINT (GCP) dan INDEPENDENT CHECK POINT (ICP)
Ground Control Point (GCP) atau yang biasa disebut dengan titik kontrol adalah titik-titik yang
berada di lapangan yang dapat digunakan untuk mentransformasikan sistem koordinat udara dengan
sistem koordinat tanah suatu objek yang dipetakan. Titik kontrol ini nantinya akan digunakan pada saat
pengolahan foto udara tahap triangulasi udara (Hasyim, 2009). GCP menentukan hubungan antara
gambar mentah dan tanah dengan menghubungkan piksel dan garis koordinat gambar ke koordinat x, y,
dan z di tanah (pcigeomatics, 2018 ).

~ 1-22 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.4 Contoh Sample Pengambilan Titik GCP


(Sumber : pcigeomatics, 2018)

Dibutuhkan minimal tiga titik GCP, semakin banyak jumlah titik GCP yang dibuat semakin
tinggi juga akurasi yang dihasilkan. Tidak hanya jumlah GCP saja yang perlu diperhatikan, selang waktu
pengamatan dan tingkat obstruksi dari penempatan titik/objek ketika dilapangan juga mampu
mempengaruhi akurasi titik GCP yang dihasilkan (Valeria, 2018).
Sedangkan Independent Check Point (ICP) atau titik cek adalah sebagai kontrol kualitas dari
obyek dengan cara membandingkan koordinat model dengan koordinat sebenarnya. Ground Control
Point (GCP) dan Independent Check Point (ICP) pada umumnya dibuat menyebar dipinggiran foto dan
diadakan sengan dua cara, yaitu (Harintaka, 2008 dalam Hendy, 2014) :
1. Pre-marking adalah mengadakan titik target sebelum pemotretan dilaksanakan.
2. Post-marking adalah mengidentifikasi obyek yang terdapat pada foto, kemudian ditentukan
koordinat petanya.
Selain itu juga terdapat ketentuan persebaran titik GCP dan ICP, diantaranya yaitu:
A. Sebaran Titik Kontrol Tanah
Identifikasi Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi adalah tahapan menentukan distribusi titik
kontrol dan titik uji yang tersebar merata dengan komposisi yang optimal sesuai dengan area
pekerjaan.
1. Titik Kontrol Tanah
Titik ini merupakan titik kontrol tanah yang digunakan dalam koreksi citra
orthorektifikasi. Syarat penentuan sebaran titik kontrol tanah adalah sebagai berikut:
 Pada sisi perimeter area citra;

~ 1-23 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

 Pada tengah area/scene;


 Pada wilayah perbatasan/overlap scene citra;
 Tersebar secara merata dalam area citra
 Menyesuaikan kondisi terrain
2. Titik Uji Akurasi
Titik kontrol tanah yang akan digunakan sebagai titik uji hasil orthorektifikasi. Syarat persebaran
ICP adalah sebagai berikut:
 Obyek yang digunakan sebagai titik uji harus memiliki sebaran yang merata di seluruh
area yang akan diuji, dengan ketentuan sebagai berikut:
 Pada setiap kuadran jumlah minimum titik uji adalah 20% dari total titik uji.
 Jarak antar titik uji minimum 10% dari jarak diagonal area yang diuji yang diilustrasikan pada
gambar berikut :

Gambar 2.5 Distribusi dan Jarak ideal antar titik

 Untuk area yang tidak beraturan, pembagian kuadran dilakukan dengan membagi
wilayah kelompok data menjadi empat bagian, dimana setiap bagian dipisahkan oleh sumbu
silang. Pembagian kuadran dibuat sedemikian rupa sehingga jumlah dan sebaran titik uji
merepresentasikan wilayah yang akan diuji. Ilustrasi kondisi ini ditunjukkan pada gambar
berikut.

~ 1-24 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

(a) Distribusi ideal titik uji (b) Jarak ideal antar titik uji
Gambar 2.6 Distribusi dan Jarak antar titik uji (untuk area yang tidak beraturan)

2.4.1. Ketentuan Pemilihan Titik GCP


Syarat penentuan objek untuk titik kontrol (GCP maupun ICP) adalah sbb:
1. Obyek yang dijadikan GCP harus dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat pada citra dalam
resolusi tersebut.
2. Obyek harus berada pada permukaan tanah.
3. Obyek bukan merupakan bayangan.
4. Obyek tidak memiliki pola yang sama.
5. Obyek merupakan permanen dan diam serta diyakini tidak akan mengalami perubahan atau pergeseran
pada saat pengukuran GNSS.
6. Bentuk obyek harus jelas dan tegas.
7. Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
8. Terdapat akses menuju lokasi GCP.
9. Bangunan dapat dipilih menjadi objek titik kontrol tanah dengan syarat adalah sebagai berikut:
 Tidak ada objek lain selain bangunan
 Merupakan bangunan konkrit / bukan bangunan sementara
 Bukan bangunan bertingkat. Ketinggian bangunan maksimal 3 meter.
 Objek yang diukur merupakan sudut atap dan bukan sudut tembok bagian dalam bangunan
2.4.2. Spesifikasi Pengukuran GPS
1. Standar Kualitas Hasil Pengolahan GPS
Hasil akhir pengukuran dan penghitungan data titik kontrol tanah dan titik uji akurasi berupa
daftar koordinat titik yang memenuhi persyaratan ketelitian yaitu: Akurasi Horizontal ≤ 20 cm,
mengacu pada SRGI2013
2. Spesifikasi GPS

~ 1-25 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

a. Tipe Geodetik
b. GNSS yang dapat menghasilkan akurasi horizontal tiap titik ≤ 0.2 m
c. Dapat menerima sinyal satelit GPS dan atau Glonass.
d. Antena GNSS harus mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk dapat mendeteksi sinyal
GNSS yang relatif lemah.
e. Antena GNSS harus dapat mengamati sinyal GNSS yang datang dari semua arah dan
ketinggian dengan baik.
f. Sesuai dengan GNSS receiver yang dipakai
3. Metode Pengamatan GPS
a. Pelaksanaan survei pengukuran titik kontrol dilakukan menggunakan salah satu atau
kombinasi dari tiga metode tersebut dibawah ini:
 Static Relative GPS/GNSS positioning (static differensial) yang terikat kepada titik
kontrol geodesi nasional.
 Realtime Kinematic Differential GPS (RTK DGPS), mengunakan koreksi dari
stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinyu atau CORS (Continuously Operating
Reference Station)
b. Koordinat yang dihasilkan adalah Geografis dan UTM, dan terikat dalam SRGI2013
c. Stasiun referensi tersebut adalah Cors BIG, Orde 0 atau Orde 1 milik BIG
4. Pelaksanaan survei titik kontrol tanah dan titik uji akurasi
a. Pelaksana pekerjaan mengisi Formulir Pengukuran Titik Kontrol dan Titik Uji Akurasi
(formulir terlampir)
b. Pelaksana Pekerjaan menyimpan data hasil pengamatan GPS/GNSS dalam format RAW data
sesuai dengan peralatan yang digunakan
c. Bila menggunakan metode non static differential yaitu RTK-CORS maka Pelaksana Pekerjaan
mengambil nilai pengamatan terbaik dari jumlah sampel titik kontrol tanah dan titik uji akurasi
pada pengamatan GPS/GNSS. Jumlah pengamatan titik tersebut adalah sebanyak lima kali.
d. jika menggunakan metode non static differential yaitu RTK-CORS maka :
o menyertakan lampiran berupa file dalam format .pdf atau .html dari hasil pengamatan titik
o dokumentasi pengaturan nilai koordinat Titik Referensi yang digunakan di Receiver GPS
o Lampiran dokumentasi pengukuran yang menunjukan nilai ketelitian horizontal tiap titik
≤20 cm, untuk verifikasi kualitas hasil pengamatan

~ 1-26 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

2.5. ORTHOREKTIFIKASI
Ortorektifikasi adalah proses pembuatan foto sendeng/miring ke foto/image yang ekuivalen
dengan foto tegak. Foto tegak ekuivalen yang dihasilkan disebut foto terektifikasi.
Orthorektifikasi merupakan proses koreksi geometrik citra satelit atau foto udara untuk
memperbaiki kesalahan geometrik citra yang bersumber dari pengaruh topografi, geometri sensor dan
kesalahan lainnya. Hasil dari orthorektifikasi adalah citra tegak (planar) yang mempunyai skala seragam
di seluruh bagian citra. Orthorektifikasi sangat penting untuk dilakukan apabila citra akan digunakan
untuk memetakan dan mengekstrak informasi dimensi, seperti lokasi, jarak, panjang, luasan, dan volume.
Citra tegak merupakan citra yang telah dikoreksi segala kesalahan geometriknya, sebagai akibat
dari mekanisme perekaman citra. Kesalahan geometrik citra dapat berasal dari sumber internal satelit dan
sensor (sensor miring/off nadir) ataupun sumber eksternal, yang dalam hal ini adalah topografi
permukaan bumi. Perekaman off nadir dan perbedaan ketinggian berbagai obyek di permukaan
bumi menyebabkan adanya kesalahan citra yang disebut relief displacement. Relief displacement sendiri
dapat didefinisikan sebagai pergeseran posisi obyek dari tempat seharusnya, yang disebabkan oleh
ketinggian obyek dan kemiringan sensor citra.
Proses orthorektifikasi dilakukan mengunakan tiga jenis informasi, yaitu informasi orientasi
internal dan eksternal sensor pada saat merekam, informasi elevasi permukaan bumi, dan informasi
koordinat obyek di bumi. Dalam kenyataannya, informasi orientasi sensor pada saat perekaman tidak
diberikan oleh vendor citra, sebagai penggantinya vendor memberikan informasi simulasi orientasi sensor
yang disebut dengan Rational Polynomial Coefficient (RPC). Sedangkan informasi ketinggian diperoleh
dari Digital Elevation Model (DEM). Adapun informasi koordinat obyek di bumi diperoleh dari GPS.
Agar orthorektifikasi dapat memberikan akurasi maksimal, DEM dan GCP yang digunakan harus
mempunyai akurasi yang baik. GCP dan DEM yang baik secara akurasi dan resolusi biasanya diperoleh
dari survei GPS diferensial dan IFSAR/LIDAR. Hasil orthorektifikasi berupa citra ortho/tegak yang mana
seluruh kesalahan geometrik sudah dihilangkan. Dengan demikian bisa diibaratkan citra ortho sudah
seperti peta dan dapat dimanfaatkan untuk menurunkan data spasial.
Pada dasarnya Ortorektifikasi merupakan proses manipulasi citra untuk mengurangi atau
menghilangkan berbagai distorsi yang disebabkan oleh kemiringan kamera/sensor dan pergeseran relief.
Secara teoritik foto terektifikasi merupakan foto yang benar-benar tegak dan oleh karenanya bebas dari
pergeseran letak oleh kemiringan, tetapi masih mengandung pergeseran karena relief topografi (relief
displacement). Pada foto udara pergeseran relief ini dihilangkan dengan rektifikasi differensial (Frianzah,
2009).

~ 1-27 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.7 Simulasi Proses Orthorektifikasi Citra Satelit


(Sumber : satimagingcorp.com, 2017)

Terdapat beberapa alasan untuk melakukan orthorektifikasi, antara lain:


 Untuk membangun basis data sebuah pemodelan sistem informasi geografis
 Untuk identifikasi sampel yang mengacu pada koordinat peta
 Untuk membuat sebuah peta citra/foto yang berskala tepat
 Untuk membandingkan sebuah citra dalam berbagai skala
 Untuk meningkatkan ketepatan hitungan jarak dan luas pada citra
 Untuk membuat mosaik citra

Gambar 2.8 Penggunaan DEM pada proses Orthorektifikasi

Orthorektifikasi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Masing-masing metode memiliki


model matematik sehingga data yang dibutuhkan serta hasilnya tidak sama. Selain itu ada banyak metode
orthorektifikasi yang dapat digunakan, salah satunya adalah model RPC (Rational Polynomial
Coefficient). RPC merupakan suatu model matematik sederhana yang menerapkan persamaan kolinear
dengan membangun hubungan antara system koordinat citra dengan system koordinat tanah untuk setiap
persamaan polinomialnya (Muryamto, 2010).

~ 1-28 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

2.5.1. Spesifikasi Orthorektifikasi


Untuk mengetahui spesifikasi orthorektifikasi dapat diketahui dengan sebagai berikut:
1. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat lunak yang dapat melakukan proses
orthorektifikasi
2. Proses orthorektifikasi antar scene diolah secara simultan.
3. Posisi GCP pada saat orthorektifikasi sesuai dengan posisi sebenarnya dilapangan.
4. Pemilihan titik ikat (tie point), yang dapat diidentifikasi secara jelas dan akurat antar
scenecitra yang bertampalan.
5. Indikator bahwa hasil orthorektifikasi memenuhi akurasi horisontal peta skala 1:5.000
yaituRMS hasil orthorektifikasi sebesar ≤ 1.5 pixel
6. Resolusi spasial hasil orthorektifikasi lebih baik atau sama dengan resolusi input citra.
2.5.2. Spesifikasi Uji Akurasi
Uji Akurasi/Uji Ketelitian Geometri dilakukan untuk mengetahui nilai ketelitian Citra Satelit
yang telah mengalami Orthorektifikasi. Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat
(X,Y,Z) antara titik uji pada gambar atau peta dengan lokasi sesungguhnya dari titik uji pada
permukaan tanah. Pengukuran akurasi menggunakan root mean square error (RMSE) atau
circular error dimana yang perlu diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) titik uji dan posisi
sebenarnya di lapangan.
Citra Satelit Resolusi Tingga yang digunakan untuk sumber data peta RDTR dikatakan
memenuhi standar ketelitian peta dasar skala 1:5000 apabila akurasi ketelitian horizontal ≤ 2,5 meter
(kelas 3).

Ketelitian geometri tersebut dihitung berdasarkan pada Perka BIG Nomor 15 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Perhitungan akurasi hasil orthorektifikasi, menggunakan
nilai CE90 yang dihitung dari nilai RMSE resolusi citra satelit setelah diorthorektifikasi.

~ 1-29 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Nilai akurasi horisontal dengan tingkat kepercayaan pada level 90% (NSSDA)
Accuracyr = 1,5175 * RMSEr
dimana, RMSEr = Horisontal (2D) Root Mean Square Error

Pengumpulan data-data geografis secara manual diperkuat dengan teknologi seperti foto udara,
foto satelit, radar dan sebagainya. Begitu juga dalam penyusunan peta, kartografi manual kini banyak
dibantu dengan komputerisasi sehingga banyak dijumpai peta-peta dijital. Dalam usaha
menginformasikan peta, dari sekian banyak lembar peta kemudian disusun dalam suatu sistem yang
mampu menginformasikan peta yang banyak tadi dalam waktu cepat melaui Sistem Informasi Geografis
(SIG) yang tentunya dengan komputerisasi.
Pada dasarnya komputerisasi dalam bidang pemetaan hanya merupakan alat bantu untuk
mempercepat kerja penyusunan peta. Di samping itu dengan komputerisasi juga dapat menghemat tempat
dalam penyusunan peta dengan jumlah lembaran yang besar, dibandingkan dengan penyusunan secara
konvensional. Alat bantu dalam bidang pemetaan tentunya akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Untuk itu, perhatikan esensi peta dengan terus
mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Gambar 2.9 Sebaran titik BM pada wilayah kerja

Sebaran titik BM tersebut disesuaikan dengan posisi yang meng-cover wilayah kerja dan
posisinya sesuai dengan kriteria untuk pengamatan GPS, dan untuk keperluan rektifikasi citra
bahwasannya titik kontrol tanah terlihat dengan jelas pada citra satelit. Selanjutnya dari perencanaan
survey pendahuluan dibuat dan ditanam tugu/pilar BM sesuai dengan spesifikasi terbuat dari pralon
diameter 4 inch dicor beton, dengan ditanam ke dalam tanah setinggi 0,50 meter dan tampak diatas tanah
setinggi 0,25 meter.

~ 1-30 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.10 Foto Kegiatan Pembuatan Pilar/Tugu BM

Gambar 2.11 Foto Penampakan Pilar/Tugu BM yang sudah jadi

Selanjutnya, dilakukan pengamatan GPS yang bereferensi dari titik orde 1 BIG N1.0263 dengan
waktu pengamatan 3-4 jam per baseline.

Gambar 2.12 Penampakan Titik Orde 1 BIG N1.0263

~ 1-31 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.13 Pengamatan GPS pada GCP

Pengolahan data hasil pengamatan GPS terdiri dari: Pre-processing, Reduksi baseline, dan
Perataan jaring. Pre-processing merupakan kegiatan mengunduh (download) data hasil pengamatan
satelit GPS. Setiap rekaman data satelit disimpan dalam dalam format berikut:
 Data mentah (raw data) yang hanya dapat dibaca dan diolah menggunakan software yang sesuai
dengan alat perekam datanya.
 Data RINEX yang dapat dibaca dan diolah menggunakan seluruh software-software pengolah
komersial maupun ilmiah.
Reduksi baseline adalah proses diferensiasi dua pengamatan pada dua titik yang berbeda dengan
epoch (waktu pengamatan) yang sama. Proses ini dimaksudkan untuk mereduksi kesalahan ionosfer dan
troposfer, mereduksi kesalahan orbit, menghilangkan cycle slip, dan untuk mendapatkan nilai ambiguitas
fase yang fix. Hasil dari reduksi baseline ini adalah vektor jarak antara 2 (dua) titik yang didiferensialkan.
Processing data baseline harus memenuhi beberapa persyaratan. Hasil reduksi baseline harus memiliki
standar deviasi maksimum (m) yang memenuhi hubungan sebagai berikut :
N   M, E   M, dan H  2 M

dimana :
M = {( e + (p.d)²) 2}/1.96 mm
e = base error (Orde 2; e=8 mm; Orde-3, e=10mm)
p = standar ketelitian minimum geometrik, Orde-3: p=10 ppm
d = Panjang baseline dalam kilometer.
Bench Mark di wilayah Kabupaten Banjarnegara yang diukur dengan menggunakan GPS
geodetik berjumlah 7 buah. Koordinat setiap bench mark tersebut terikat ke kerangka kontrol geodetik
nasional melalui pengikatan pengukuran ke titik N1.0263 milik Badan Informasi Geospasial.
Pengukuran posisi geodetik Bench Mark di Kabupaten Banjarnegara Terdiri dari 7 Baseline.

~ 1-32 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Tabel 2.4 Hasil Reduksi Baseline Kabupaten Banjarnegara


Horizontal Vertical Precision
Name dN (m) dE (m) dHt (m)
Precision (m) (m)
GCP1 − GCP7 5057.855 8541.548 -16.157 0.017 0.037
GCP2 − GCP7 6816.504 8192.882 -32.529 0.026 0.055
GCP3 − GCP7 3234.061 2618.100 3.748 0.008 0.017
GCP4 − GCP7 7687.231 1331.567 -284.296 0.022 0.035
GCP5 − GCP7 2679.278 -2673.745 -305.302 0.012 0.028
GCP6 − GCP7 6629.300 -2792.345 -1024.453 0.005 0.010
GCP7− BM N1.0259 15229.910 11486.546 -401.565 0.016 0.009

Ketelitian pengukuran baseline GPS diuji menggunakan Standar ketelitian jaring orde 3 dengan
formulasi berikut:
M = {( e + (p.d)²) 2}/1.96 mm
e = base error untuk Orde 3 sebesar 10 mm
p = standar ketelitian minimum geometrik Orde-3 sebesar 10 ppm;
d = Panjang baseline dalam kilometer.
Berdasarkan pengujian terhadap N, E , h, maka seluruh baseline dapat digunakan untuk
perataan jaring. Secara umum pengamatan satelit GPS untuk pengadaan titik kontrol tanah berjalan sangat
baik. Pada Tabel IV.2 tampak bahwa kesalahan hasil reduksi baseline masih dalam ambang toleransi yang
ditetapkan.

Tabel 2.5 Pemeriksaan ketelitian Baseline GPS


Name Horizontal Precision (m) Vertical Precision (m) Panjang Baseline (km)
BM 01 − BM 05 0.017 0.037
BM 02 − BM 05 0.026 0.055
BM 03 − BM 05 0.008 0.017
BM 04 − BM 05 0.022 0.035
BM 05 − BM 06 0.012 0.028
BM 05 − BM 07 0.005 0.010
BM 05 − BM N1.263 0.016 0.009

2.5.3. Hasil Perataan Jaringan


Perataan jaring dilakukan secara simultan menggunakan Software TopCon Tools 7.5. Dari hasil
uji statistik dapat ditentukan tindakan optimasi perataan agar didapatkan hasil hitungan yang optimal . Bila
hasil belum optimal, maka dilakukan proses reduksi baseline kembali. Perataan jaring dimulai dengan
menganalisis salah penutup atau loop closure setiap segitiga dalam jaring. Pengadaan titik kontrol tanah
di Kabupaten Banjarnegara dilakukan dengan metode radial dan dilakukan tanpa adanya common
baseline. Dengan kondisi tersebut, maka koordinat hasil perataan jaring sama dengan hasil pengolahan
baseline, seperti ditunjukkan pada Tabel berikut:

~ 1-33 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Tabel 2.6 Koordinat geodetik hasil perataan jaring (λ, β, h)


Name WGS84 Latitude WGS84 Longitude WGS84 Ell.Height (m)
BM 01 7°10'01.21633"S 110°13'40.48709"E 448.890
BM 02 7°10'58.50096"S 110°13'51.75833"E 465.263
BM 03 7°09'02.14174"S 110°16'53.69973"E 428.986
BM 04 7°11'27.21402"S 110°17'35.41926"E 717.029
BM 05 7°08'44.33631"S 110°19'46.24967"E 738.036
BM 06 7°10'52.96654"S 110°19'49.92856"E 1457.186
BM 07 7°07'16.96229"S 110°18'19.21305"E 432.734

Tabel 2.7 Koordinat kartesian hasil perataan jaring (x, y, h)


Name Grid Northing (m) Grid Easting (m) Elevation (m)
BM 01 9207717.631 414750.369 448.890
BM 02 9205958.983 415099.035 465.263
BM 03 9209541.425 420673.817 428.986
BM 04 9205088.255 421960.350 717.029
BM 05 9210096.209 425965.661 738.036
BM 06 9206146.186 426084.261 1457.186
BM 07 9212775.486 423291.917 432.734

2.5.4. Hasil Ortho Rektfikasi Citra Satelit


Pada tahap awal dari proses ortho rektifikasi adalah proses koreksi geometri citra satelit resolusi
tinggi (Worldview2) dengan menggunakan titik-titik kontrol pengamatan lapangan. Pengolahan data awal
dilakukan koreksi dengan menggunakan 7 titik kontrol tanah (GCP) yang diperoleh dari hasil pemrosesan
metode GPS statik menggunakan receiver dual frekuensi.
Hasil dari proses penetapan GCP menggunakan 7 titik kontrol tanah diperoleh hasil seperti
terlihat pada Gambar sebagai berikut:

Gambar 2.14 Plotting titik-titik GCP pada citra satelit

~ 1-34 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.15 Plotting titik GCP nomer 7

Gambar 2.16 Plotting titik GCP nomer 6

~ 1-35 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.17 Plotting titik GCP nomer 5

Gambar 2.18 Plotting titik GCP nomer 4

~ 1-36 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.19 Plotting titik GCP nomer 3

Gambar 2.20 Plotting titik GCP nomer 2

~ 1-37 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.21 Plotting titik GCP nomer 1

Hasil dari plotting titik-titik GCP diperoleh tingkat ketelitian (rms) untuk geometrik dari citra
dapat dilihat pada tabel IV.5. Berdasarkan tabel tersebut didapatkan nilai kesalahan RMS sebesar
0.620435 m atau sebesar 1 piksel dari tingkat resolusi maksimum citra satelit Worldview2 sebesar 0,5 m.
Nilai ini masih masuk dalam batasan toleransi pembentukan orientasi luar pada proses ortho rektifikasi
citra satelit.

Tabel 2.8 Tingkat ketelitian orientasi luar berdasarkan titik-titik GCP (UTM)
Map Image Predict Error
RMS Error
X Y Z X Y X Y X Y
414750.37 9207717.63 448.8 2092.50 11955.75 2093.17 11955.39 0.67 -0.36 0.76
415099.03 9205958.98 465.26 2791.60 15469.77 2791.33 15470.09 -0.27 0.32 0.41
420673.83 9209541.43 429.00 16514.18 13730.86 13940.03 8310.23 -0.35 0.73 0.81
421960.35 9205088.26 717.03 16514.18 17215.27 16513.79 17214.76 -0.39 -0.51 0.64
425965.66 9210096.21 738.02 24523.83 7199.92 24524.47 7200.11 0.64 0.19 0.67
426084.26 9206146.19 1457.21 24761.22 15101.22 24761.35 15101.32 0.13 0.10 0.17
423291.92 9212775.49 432.73 19176.82 1842.91 19176.39 1842.44 -0.43 -0.47 0.64
Total RMS Error 0.62

Tahap berikutnya adalah pembentukan ortho dengan menggunakan metode Digital Frame dimana
perlu dilakukan perhitungan unsur-unsur orientasi luar berdasarkan penetapan nilai Focus Length dan
nilai offset titik fidusial X dan Y. Untuk penetapan titik offset fidusial X dan Y diberikan nilai 0 dengan

~ 1-38 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

asumsi titik tengah citra tidak mengalami bergeseran akibat kesalahan orientasi dalam pada pergerakan
satelit. Informasi ini diperoleh dari file header citra satelit Worldview2 (file .RPB). Nilai Focus Length
dari panjang fokus lensa sensor satelit Worldview2 ditetapkan sebesar 13246,139 mm (Deltsidis, P.,
2012). Adapun besaran dan gambaran hasil pengolahan ortho rektifikasi dapat dilihat pada gambar IV.14-
IV.15., sebagai berikut:

Gambar 2.22 Citra Satelit Worldview2 Terorthorektifikasi

Gambar 2.23 Tabel informasi pembentukan citra ortho rektifikasi

Berdasarkan hasil pembentukan citra ortho rektifikasi diperoleh ketelitian dari hasil pemrosesan
parameter orientasi luar menggunakan transformasi Affine, sebagai berikut:

~ 1-39 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

#1 (414750.37,9207717.63,448.89) -> (2091.50,11954.75)


DX=-209.28011820412 DY=-141.40913543789
#2 (415099.03,9205958.98,465.26) -> (2790.60,15468.77)
DX=561.562706441487 DY=242.297307120814
#3 (420673.83,9209541.43,429.00) -> (13939.38,8308.50)
DX=734.81785699843 DY=-629.54168491193
#4 (421960.35,9205088.26,717.03) -> (16513.18,17214.27)
DX=-462.45761318234 DY=663.57054331325
#5 (426084.26,9206146.19,1457.21) -> (24760.22,15100.22)
DX=-407.949069306671 DY=205.912387179105
#6 (423291.92,9212775.49,432.73) -> (19175.82,1841.91)
DX=-170.060052395639 DY=-364.501764772125
#7 (425965.66,9210096.21,738.02) -> (24522.83,7198.92)
DX=-419.836138791697 DY=-107.587563324026
Total RMSX = 315.081428527088 mm
Total RMSY = 190.529700707412 mm
Berdasarkan hasil proses ortho rektifikasi diperoleh nilai RMSX sebesar 315,081428527088 mm
= 0,3 m dan total RMSY= 190,529700707412 mm = 0,2 m. Untuk penetapan nilai rentang DEM pada
batas 0-1000 m untuk lokasi.
Survei penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS (survei GPS) secara umum dapat
didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang
telah diketahui koordinatnya dalam hal ini adalah titik orde 1 BIG yang berada di Kota Semarang
N1.0259 dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial (differential positioning) serta data
pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal GPS.
Pada survei GPS, pengamatan GPS dengan selang waktu tertentu dilakukan baseline per baseline
dalam suatu jaringan dari titik-titik yang akan ditentukan posisinya, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar III.1. Patut dicatat di sini bahwa seandainya lebih dari dua receiver GPS yang digunakan, maka
pada satu sesi pengamatan (observing sesi) dapat diamati lebih dari satu baseline sekaligus.

T itik ik at berord e
lebih tin ggi

T itik yan g akan


d iten tu k an posisin ya

Vek tor baselin e


yan g d iam ati

~ 1-40 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.24 Penentuan posisi titik-titik dengan metode survei GPS

Pada survei GPS, proses penentuan koordinat dari titik-titik dalam suatu jaringan pada dasarnya
terdiri atas tiga tahap, yaitu :
 Pengolahan data dari setiap baseline dalam jaringan,
 Perataan jaringan yang melibatkan semua baseline untuk menentukan koordinat dari titik-titik
dalam jaringan, dan
 Transformasi koordinat titik-titik tersebut dari datum WGS84 ke datum yang diperlukan oleh
pengguna.
Secara skematik proses perhitungan koordinat titik-titik dalam jaringan GPS dapat ditunjukkan
seperti pada Gambar dibawah. Dalam hal ini metode penentuan posisi diferensial dengan data fase
digunakan untuk menentukan vektor (dX, dY, dZ) dari setiap baseline yang diamati. Penentuan vektor
baseline ini umumnya dilakukan dengan metode hitung perataan kuadrat terkecil (least squares
adjustment).
Seluruh vektor baseline tersebut, bersama dengan koordinat dari titik-titik tetap (monitor station)
yang diketahui, selanjutnya diolah dalam suatu proses hitungan perataan jaringan (network adjustment)
untuk mendapatkan koordinat final dari titik-titik yang diinginkan. Karena koordinat dari titik-titik yang
diperoleh dengan survei GPS ini mengacu ke datum WGS (World Geodetic Sistem) 1984, maka
seandainya koordinat titik-titik tersebut ingin dinyatakan dalam datum lain, proses selanjutnya yang
diperlukan adalah transformasi datum dari WGS 1984 ke datum yang diinginkan.

~ 1-41 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Titik-1 Titik-2 Titik-3 .......... Titik-k

Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline Pengolahan Baseline

Baseline-1 Baseline-2 ................. Baseline-n

Perataan Jaringan

Koordinat Titik (Sistem WGS-84)

Transformasi Datum & Koordinat

Koordinat Titik (Sistem Pengguna)

Gambar 2.25 Diagram alir perhitungan koordinat titik-titik jaringan GPS

A. Pengukuran
Pada pekerjaan ini metode yang digunakan, yaitu :
 Differensial Positioning, artinya penentuan titik-titik dilapangan ditentukan relatif terhadap
titik yang telah diketahui koordinatnya.
 Rapid Static Positioning, artinya penentuan posisi dari titik-titik yang static (diam) singkat,
dalam hal ini pengamatan dilakukan baseline per baseline dalam suatu jaringan/kerangka dari
titik-titik yang akan ditentukan posisinya dalam waktu lebih singkat daripada dengan sistem
statis. Pengukuran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengukuran menggunakan 2 alat GPS, dimana 1 alat melakukan pengamatan di BM 01
sebagai base station dan 1 alat lainnya di titik ikat tanah yang telah direncanakan akan
diukur.
2. Lama pengukuran di tiap titik BM adalah 60 menit, sedangkan di titik rektifikasi adalah 30
menit.
3. Panjang baseline dibuat tidak lebih dari 14 km untuk mendapatkan ketelitian yang lebih
baik.
3
2 4

1
5

~ 1-42 ~

BM
6
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.26 Penentuan titik metoda statik singkat


B. Processing
Pada dasarnya pengolahan data ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu pemrosesan awal,
pengolahan baseline dan perataan jaringan (network adjustment). Pemrosesan awal meliputi
kegiatan transfer data dari GPS Receiver ke komputer.
Pengolahan baseline pada dasarnya bertujuan menghitung vektor baseline (dX, dY, dZ)
menggunakan data fase sinyal GPS pada dua titik ujung dari baseline yang bersangkutan. Pada
survey GPS ini menggunakan metoda survey statis singkat sehingga pengolahan baseline ini
dilakukan dengan sistem multi baseline single sesi. Pada pengolahan data baseline hasil
pengamatan Trimble GPS Receiver ini menggunakan software komersial yaitu Top Con Tools.
Untuk mengecek kualitas dari vector baseline yang diperoleh, ada beberapa indicator kualitas
yang dapat dipantau, yaitu antara lain :
a. RMSE (root mean squares error), harga minimum dan maksimum, serta deviasi standard
atau deviasi baku dari residual.
b. Faktor variansi a porteriori
c. Matrik variansi dan kovariansi dari vektor baseline
d. Hasil dari tes statistika terhadap residual maupun vektor baseline
e. Jumlah data yang ditolak
f. Jumlah cycle slips
Sedangkan penggunaan TopCon Tools merupakan kelanjutan dari proses transfer data dengan
menggunakan TopCon Tools. Program ini menghitung solusi baseline dari pengamatan lapangan
GPS dengan menggunakan prosedur pengamatan statis, statis singkat maupun kinematik.
Pengolah baseline menggunakan observasi carrier phase dan code untuk menghasilkan baseline
GPS 3 dimensi antara titik titik pengukuran.
Perataan jaringan yang dilakukan adalah perataan jaring lepas, jadi tiap perataan menggunakan
satu titik ikat tanpa ada proses pengolahan perataaan jaring terikat (constrained network
adjustment). Perataan jaring bebas dimaksudkan untuk mengecek konsistensi data, vektor
baseline satu terhadap yang lainnya.

~ 1-43 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Untuk tahapan terakhir adalah melakukan transformasi koordinat dari koordinat geodetic (lintang,
bujur) ke sistem UTM.
C. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan proses transformasi data, dari data yang belum
mempunyai koordinat geografis menjadi data yang akan mempunyai koordinat geografi
(georeferensi). Data yang sudah direktifikasi selanjutnya dapat ditumpangsusunkan atau
dioverlaykan dengan beberapa data lain yang sudah terekftifikasi lebih dulu seperti data
raster/image (foto udara, citra satelit atau peta scan dengan data spasial) di dalam GIS. Pada
pekerjaan ini, proses rektifikasi dilakukan dengan software ArcMap dengan tools Raster/image
yang belum mempunyai sistem koordinat kemudian direktifikasi menggunakan titik ikat tanah
yang diukur menggunakan GPS. Secara umum proses koreksi geometrik meliputi:

Raw Data

Menyiapkan GCP

Interpretasi posisi GCP pada citra

Input GCP ke posisi titik yang telah diketahui

Menampilkan hasil RMSE

Citra terkoreksi

 Raw data
Raw data yang digunakan adalah citra dengan resolusi sangat tinggi yang mempunyai ketelitian
0,6 meter dan resolusi tinggi dengan ketelitian 1 meter.

~ 1-44 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.27 Citra belum terkoreksi

 Titik Kontrol Tanah / GCP


Ground Kontrol Point atau titik kontrol tanah yang digunakan pada proses ini merupakan hasil
dari pengukuran GPS yang merupakan titik kontrol horizontal, yaitu sebanyak 7 titik yang
menyebar di seluruh area coverage citra satelit. Titik GCP terdiri dari 7 titik BM yang terlampir
dalam buku deskripsi BM.
 Interpretasi
Pada tahap ini dilakukan pencarian titik kontrol tanah dilapangan pada citra yang telah diukur
dengan menggunakan GPS geodetik. Titik kontrol tanah sebelumnya terlebih dahulu
diorientasikan diatas citra satelit yang kemudian dilakukan pencarian di lapangan menggunakan
GPS navigasi. Selanjutnya, dilapangan dilakukan pengukuran titik kontrol tanah menggunakan
GPS Geodetik untuk hasil yang lebih baik dan teliti.

Gambar 2.28 Sebaran Titik Kontrol Tanah

 Input GCP dari Titik yang Diketahui


Langkah selanjutnya adalah melakukan input terhadap titik kontrol tanah yang telah dilakukan
interpretasi pada citra dengan memasukan hasil titik GPS yang dilakukan sebelumnya.

~ 1-45 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

 Menampilkan hasil RMSE


Dengan memasukkan posisi titik kontrol tanah berdasarkan input hasil survey GPS nantinya akan
diketahui nilai RMSE total dari koreksi citra. Nilai RMSE merupakan nilai kesalahan dalam
koreksi geometric dalam proses rektifikasi. Koreksi geometric dikatakan baik bila nilai RMSE
kurang dari 1 pixel, yang artinya perubahan ataupun pergeseran dari pikes citra satelit telah benar-
benar sesuai dengan posisi sebenarnya di lapangan.
 Citra Terkoreksi
Bila hasil nilai RMSE krang dari satu pixel maka hasil rektifikasi citra satelit terhadap
posisi sebenarnya dilapangan telah sesuai, sehingga citra dapat dikatakan telah
terkoreksi secara geometric.
D. Metodologi Pembuatan Dem TerraSAR dan Citra Ortho Resolusi Tinggi
Tahapan pembuatan DEM dari citra satelit radar TerraSAR dan pembentukan citra ortho beresolusi
tinggi dapat dijelaskan secara rinci pada gambar dan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut:
D.1. Pembentukan Citra SLC (Single Looks Complex)
Proses pertama yang dilakukan terhadap data mentah citra TerraSAR (raw data) adalah proses
perubahan ke dalam format SLC (Single Looks Complex atau Pengamatan Tunggal Komplek).
Langkah awal dari proses konversi data mentah adalah proses ekstraksi informasi citra radar
melalui proses pembacaan kembali informasi satelit di dalam header file citra. Parameter-parameter
penting yang terdapat pada header file TerraSAR diantaranya adalah arah terbang satelit, incident angle,
waktu akusisi data, beam frequency, center lat/lon of image, data orbit, dan informasi lainnya. Data
mentah citra TerraSAR sudah mengandung informasi orbit satelit teliti untuk tingkat ketelitian dari orbit
satelit TerraSAR mencapai 1 meter (Rosenqvist dkk., 2004). Informasi satelit teliti digunakan dalam
penentuan pusat fase doppler (doppler frequency centroid) untuk menfokuskan citra SAR. Sehingga di
dalam perangkat lunak pengolahan SARScape, tahapan ini sering disebut sebagai tahapan Focusing
(pemfokusan). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan pengaruh rendahnya nilai kontras citra akibat
faktor dekorelasi seperti pengaruh tutupan vegetasi terhadap pantulan sinyal radar. Nilai hitungan pusat
fase doppler dapat dilihat saat pemrosesan estimasi jarak utama antar pasangan citra.

~ 1-46 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Gambar 2.29 Diagram Alir Tahapan Pekerjaan

D.2. Koregistrasi Citra


Tahapan koregistrasi atau tahap registrasi terhadap dua citra kompleks dilakukan dengan cara
mengolah dan memanipulasi citra kedua sehingga cocok dengan citra utama.
Pada koregistrasi citra kompleks, lokasi dari setiap piksel di citra kedua (slave) diubah atau
dicocokkan terhadap citra utama (master). Nilai amplitudo dan fase dari setiap fasor dihitung setiap
piksel terdiri dari penyebaran fasor sehingga resultan fasornya akan terbentuk disetiap piksel.
Mencocokkan citra kompleks dapat diartikan sebagai proses manipulasi lokasi piksel dan interpolasi nilai
piksel untuk mendapatkan nilai fasor maksimum dari kedua citra. Proses koregistrasi citra pada penelitian
ini dilakukan melalui dua tahapan utama secara umum (ITT, 2010), sebagai berikut:
1. Penentuan nilai offset awal (initial offset).
Awalnya perlu dilakukan estimasi nilai offset berdasarkan arah baris dan kolom sebagai nilai
pendekatan pada proses penentuan offset teliti selanjutnya. Proses ini dilakukan dengan memasukkan
nilai parameter pergeseran (dapat menggunakan pengaturan otomatis berdasarkan data orbit satelit) dan
referensi DEM (citra SRTM). Nilai parameter dapat digantikan secara manual untuk kasus tertentu

~ 1-47 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

seperti objek pada citra cenderung homogen dan datar sehingga sulit dikenali objek-objek yang sama
pada kedua citra. Untuk parameter registrasi citra (Ismullah, 2002) antara lain:
a) Pergeseran dalam arah jarak.
b) Perbedaan orientasi antena.
c) Rasio skala dalam arah jarak.
d) Rasio skala dalam arah azimut.
e) Rotasi ketidaksejajaran orbit satelit.
f) Rasio penggepengan akibat perbedaan kecepatan satelit pada saat pengambilan data.
2. Hitungan nilai offset teliti
Pada tahapan pengolahan ini, hitungan nilai offset teliti dapat didasarkan atas nilai amplitudo atau
fasenya tergantung kepada tipikal topografi area penelitian. Pada tahapan ini dilakukan pengaturan luasan
area piksel yang diperbandingkan pada kedua citra. Proses ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
perbedaan pusat citra atau ukuran citra antara citra utama dan citra kedua saat proses koregistrasi.
D.3. Pembentukan Interferogram (Citra Beda Fasa)
Pembentukan interferogram dilakukan dengan menghitung lebih dahulu bentuk kompleks dari
hasil perkalian kompleks konjugasi (*) antara citra utama (master) dengan citra kedua (slave), melalui
hubungan sebagai berikut (Abiyoto,1998 dalam Ismullah, 2002):
I=C1 .C 2 ¿

(3.1)
Sedangkan nilai citra beda fasenya dihitung melalui hubungan sebagai berikut:
I (C .C ¿ )
^ m 1 2
¿=arctan
R (C .C ¿ )
e 1 2
φ ¿ (3.2)
Masing-masing besaran dalam persamaan (1) dan (2), sebagai berikut :
I = Interferogram (citra beda fase).
^
φ¿ ¿ = Beda fase.
C1 = Citra utama (master image).
C2 = Citra kedua (slave image).
Im = Komponen imaginer.
Re = Komponen riil.
Fase interferometrik pada tahap ini merupakan kombinasi dari beberapa informasi, yaitu fase
lengkung bumi, topografi, deformasi, perlambatan atmosfer, dan derau. Semua kontribusi fase ini
dideskripsikan sebagai persamaan berikut (Hooper dkk., 2004 dikutip dalam Agram, 2001), sebagai
berikut:

~ 1-48 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

∅∫ ¿=∅ + ∆ ∅ +∅atm + ∆ ∅ orb +∅n ¿ (3.3)


¿ ∈

Masing-masing besaran dalam persamaan (3), sebagai berikut :


∆∅ = Fase interferogram.
∅¿ = Fase deformasi yaitu nilai fase yang disebabkan oleh deformasi.
∆ ∅∈ = Kesalahan akibat ketidakpresisian informasi topografi.
∅ atm = Fase atmosferik terkait perbedaan waktu perambatan sinyal di dalam atmosfer
(atmospheric propagation) antara dua waktu pengamatan dalam pembentuk interferogram.
∆ ∅ orb = Kesalahan akibat ketidakpresisian orbit satelit sehingga memberikan
kontribusi kesalahan pada permukaan ellipsoid bumi.
∅n = Fase bising yang disebabkan pantulan balik disekitarnya (scattering
background) dan bentuk bising tidak berkorelasi lainnya.
Pengolahan DInSAR membutuhkan sumber referensi DEM (digital elevation model) seperti citra
SRTM untuk melakukan koreksi terhadap topografi dan mendapatkan nilai deformasi sebenarnya. Untuk
memperkecil derau fase maka perlu dilakukan proses multilook. Proses multilook dilakukan untuk
memperkecil derau fase dengan membentuk piksel mendekati bujur sangkar.
D.4. Penapisan Adaptif dan Pembentukan Koherensi
Fase interferometrik pada tahap ini merupakan kombinasi dari beberapa informasi, yaitu fase
lengkung bumi, topografi, deformasi, perlambatan atmosfer, dan derau. Semua kontribusi fase ini
dideskripsikan sebagai persamaan berikut (Hooper dkk., 2004 dikutip dalam Agram, 2001), sebagai
berikut:
∅∫ ¿=∅ + ∆ ∅
¿ ∈ +∅atm + ∆ ∅ orb +∅n ¿ (3.4)
Masing-masing besaran dalam persamaan (4), sebagai berikut :
∆∅ = Fase interferogram.
∅¿ = Fase deformasi yaitu nilai fase yang disebabkan oleh deformasi.
∆ ∅∈ = Kesalahan akibat ketidakpresisian informasi topografi.
∅ atm = Fase atmosferik terkait perbedaan waktu perambatan sinyal di dalam atmosfer (atmospheric
propagation) antara dua waktu pengamatan dalam pembentuk interferogram.
∆ ∅ orb = Kesalahan akibat ketidakpresisian orbit satelit sehingga memberikan
kontribusi kesalahan pada permukaan ellipsoid bumi.
∅n = Fase bising yang disebabkan pantulan balik disekitarnya (scattering
background) dan bentuk bising tidak berkorelasi lainnya.

~ 1-49 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

Pengolahan DInSAR membutuhkan sumber referensi DEM (digital elevation model) seperti citra
SRTM untuk melakukan koreksi terhadap topografi dan mendapatkan nilai deformasi sebenarnya. Untuk
memperkecil derau fase maka perlu dilakukan proses multilook. Proses multilook dilakukan untuk
memperkecil derau fase dengan membentuk piksel mendekati bujur sangkar.
Teknik penapisan didalam pengolahan DInSAR terbagi atas 3 macam teknik yaitu: teknik
penapisan Adaptif, Boxcar dan Goldstein. Didalam tahapan pengolahan data digunakan teknik penapisan
Goldstein teknik ini memiliki ketangguhan (robust) dalam mereduksi derau fase (Phase Noise) yang
merupakan fungsi dari koherensi dan nilai multilook dari interferogram (Kempes, 2006). Adapun
pengaturan parameter yang digunakan dalam proses penapisan dapat dilihat pada tabel 2.9., sebagai
berikut:
Tabel 2.9 Pengaturan parameter hitungan pada teknik penapisan adaptif, boxcar dan goldstein
No Tipe Penapisan Parameter Nilai
Coherence Maximum 5
1. Adaptif Similiarity Maximum Factor 5
Coherence Maximum Azimuth 1,2
2. Boxcar Coherence Range Window Size 3
Local Frequency Removal Range 0
Interferogram Window Size 4
Coherence Azimuth Window Size 3
Local Frequency Removal Range 0
SNR Threshold 0,25
3. Goldstein Coherence Range Window Size 3
Coherence Azimuth Window Size 3
Local Frequency Removal Range 0
Local Frequency Removal Azimuth 0
Interferogram Window Size 64
Window Overlap 80
Low Pass Percentage 5
Intensity Window Size 5
Alpha Minimum Value 0,3
Alpha Maximum Value 2,5
D.5. Refinement dan Reflattening
Interferogram yang dihasilkan dalam tahapan pengolahan sebelumnya memiliki nilai fase dengan
kecenderungan linier di seluruh citra, yang merupakan fungsi dari jarak miring dan baseline sebagai
berikut (Hanssen, 2001):

~ 1-50 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

∂ ∅ −4 π
∅ R= = B (3.5)
∂ R λRtanθ ⊥
Masing-masing besaran dalam persamaan (5), sebagai berikut :
∂∅
∅ R= = Fase referensi.
∂R
B⊥ = Jarak utama tegak lurus (perpendicular baseline).
R = Radius bumi.
θ = Sudut inklinasi atau sudut masuk.
Koreksi terhadap interferogram ini disebut juga sebagai proses refinement dan flattening dan
berfungsi untuk menghilangkan komponen residu fase (residual phase) akibat variasi jarak dalam arah
range disemua bagian citra. Pemberian koreksi ini menghasilkan citra interferogram yang hanya berkaitan
dengan perubahan terhadap ketinggian dan kesalahan acak lainnya. Refinement dan flattening dilakukan
dengan mengasumsikan permukaan bumi yang melengkung (ellipsoid) tanpa adanya pengaruh topografi
(ITT, 2010).
Pada tahapan ini dilakukan koreksi ulang terhadap residual fringe topografi dan parameter orbital
dengan cara melakukan pemilihan tipe penapisan berdasarkan beberapa pilihan teknik antara lain: default,
orbital dan phase removal. Metode penapisan orbital adalah proses koreksi interferogram menggunakan
informasi orbit satelit untuk membuat simulasi orbital fringe. Simulasi garis-garis tepi orbit (simulated
orbital fringe) ini digunakan untuk mengkoreksi topografi dari garis-garis tepi SAR awal (initial SAR
fringe). Metode penapisan berikutnya adalah metode phase removal. Metode ini membutuhkan DEM
referensi sebagai acuan koreksi terhadap garis-garis tepi SAR awal. Penelitian ini menggunakan citra
SRTM untuk mendapatkan simulasi garis-garis tepi topografi (simulated topo fringe). Untuk metode
terakhir adalah default yaitu metode yang mengkombinasikan metode orbital dan phase removal. Pada
dasarnya proses pelaksanaan koreksi orbital secara umum digunakan dalam metode InSAR untuk
pembentukan DEM.
D.6. Konversi Raster Ke Vektor
Pada proses ini dilakukan proses konversi DEM dalam format raster menjadi vektor menggunakan
metode analisis spasial pada teknologi sistem informasi geografis. Hasil akhir dari proses ini adalah
terbentuknya kontur topografi dalam format vektor dengan skala kontur yang disesuaikan dengan skala
peta yang dibutuhkan.
D.7. Proses Kartografi
Proses kartografi dilakukan untuk menyusun hasil pembentukan kontur dari citra DEM TerraSAR
agar memenuhi aspek kartografi antara lain: skala peta, legenda, koordinat absis dan ordinat, judul peta

~ 1-51 ~
LAPORAN PENDAHULUAN
Pekerjaan Pengolahan Data Citra Satelit Dan Peta Dasar Kecamatan Sigaluh Tahun 2022

dan lain sebagainya. Sehingga peta topografi yang terbentuk dapat dengan mudah, jelas dan informatif
dalam penggunaannya.
D.8. Koreksi Geometrik
Proses koreksi geometrik dilakukan pada citra resolusi tinggi untuk mengikatkan titik pada sistem
koordinat dan datum tertentu (geocoding) serta meminimalkan terjadinya distorsi pada citra satelit
tersebut. Tahapan koreksi geometrik ini dilakukan dengan menggunakan informasi koordinat titik-titik
kontrol tanah yang akurat. Titik-titik kontrol tanah ini merupakan hasil pengamatan statik metode GPS
tipe frekuensi ganda secara merata pada keseluruhan area pekerjaan. Hasil dari koreksi geometrik ini akan
divalidasi dari berdasarkan nilai rms dan rmse yang dihasilkan selama proses ini. Apabila nilai rms yang
diperoleh masih besar maka proses koreksi geometri ini akan diulang kembali.
D.9. Proses Ortho Rektifikasi
Proses ortho rektifikasi adalah proses peningkatan kualitas citra menjadi tegak dan terkoreksi
geometri secara teliti dimana proses geocoding yang dilakukan diikatkan secara sempurna terhadap
referensi titik kontrol horisontal dan vertikal yang akurat. Untuk data kontrol kedudukan horisontal dan
vertikal digunakan beberapa titik pengamtan GPS serta data tinggi DEM hasil ekstrasi citra TerraSAR.
Proses ortho rektifikasi ini juga disusun dengan menerapkan titik-titik kontrol sebagai titik AT (Aerial
Triangulasi). Adapun tahapan-tahapan pembentukan ortho secara sederhana, sebagai berikut:
1. Proses rektifikasi menggunakan titik-titik kontrol tanah (GCP) yang diukur menggunakan metode
pengamatan GPS statik dengan receiver dual frekuensi. Hasil dari proses rektifikasi akan
mendapatkan nilai ketelitian (RMS) untuk setiap titiknya beserta nilai total RMS-nya.
2. Langkah berikutnya adalah pembentukan ortho pada citra satelit beresolusi tinggi (Worldview2)
menggunakan teknik RPC dimana dilakukan proses perhitungan orientasi luar dan transformasi
Affine. Hasilnya berupa citra satelit yang memiliki sistem proyeksi orthogonal dengan nilai
parameter orientasi luar termasuk nilai RMS untuk masing-masing sumbu (sumbu X dan Y).
3. Memasukkan nilai rentang dari DEM hasil pengolahan citra TerraSAR dengan metode INSAR. Nilai
ini didapatkan dari nilai minimum ketinggian dan nilai maksimum ketinggiannya.

~ 1-52 ~

Anda mungkin juga menyukai