Anda di halaman 1dari 15

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI

KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR

Interpretasi citra dapat dilakukan secara visual maupun digital. Interpretasi visual dilakukan
pada citra hardcopy ataupun citra yang tertayang pada monitor komputer. Menurut Howard
dalam Suharyadi interpretasi visual adalah aktivitas visual untuk mengkaji gambaran muka bumi
yang tergambar pada citra untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya. Prinsip
pengenalan objek pada citra secara visual bergantung pada karakteristik atau atribut yang
tergambar pada citra. Karakteristik objek pada citra digunakan sebagai unsur pengenalan objek
yang disebut unsur-unsur interpretasi. Menurut Sutanto (1999) unsur-unsur
interpretasi meliputi sebagai berikut.

1) Rona atau warna (tone/color). Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra,
sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap – putih.
Pantulan rendah, ronanya gelap, pantulan tinggi ronanya putih.
2) Bentuk (shape) adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja, seperti bentuk memanjang, lingkaran, dan segi empat.
3) Ukuran (size) adalah atribut objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, kemiringan
lereng, dan volume.
4) Kekasaran (texture) adalah frekwensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona
terhadap objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.
5) Pola (pattern) adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang menandai
objek bentukan manusia ataupun alamiah.
6) Bayangan (shadow) adalah aspek yang menyembunyikan detail objek yang berada di daerah
gelap.
7) Situs (site) adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
8) Asosiasi (association) adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya.

Bahwa pada dasarnya kegiatan penafsiran citra terdiri atas dua tingkat, yaitu tingkat pertama
yang berupa pengenalan objek melalui proses deteksi dan identifikasi. Adapun tingkat kedua
yang berupa penilaian atas pentingnya objek yang telah dikenali tersebut. Tingkat pertama
berarti perolehan data, sedangkan tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data. Sutanto
mengemukakan bahwa interpretasi citra pada dasarnya terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu 1)
penyadapan data dari citra dan 2) penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Penyadapan
data dari citra berupa pengenalan objek yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke tabel,
grafik, dan peta tematik. Urutan pekerjaannya dimulai dari menguraikan atau memisahkan objek
yang rona atau warnanya berbeda, diikuti oleh delineasi atau penarikan garis batas bagi objek
yang memiliki rona atau warna sama. Objek yang telah dikenali jenisnya kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasi dan digambarkan pada peta.

Penginderaan Jauh
Menurut Lindgren dalam Sutanto penginderaan jauh adalah teknik yang dikembangkan untuk
perolehan dan analisis informasi tentang bumi, informasi tersebut berbentuk radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Mather mengatakan
bahwa penginderaan jauh terdiri atas pengukuran dan perekaman terhadap energi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi dan atmosfer dari
suatu tempat tertentu di permukaan bumi. Adapun menurut Lilesand et al. mengatakan bahwa
penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh
data tentang permukaan bumi yang menggunakan media satelit ataupun pesawat terbang. Jenis
data penginderaan jauh, yaitu citra. Citra adalah gambaran rekaman suatu objek atau biasanya
berupa gambaran objek pada foto. Sutanto (1986) menyebutkan bahwa terdapat beberapa alasan
yang melandasi peningkatan penggunaan citra penginderaan jauh, yaitu sebagai berikut.
1) Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan
letaknya yang mirip dengan di permukaan bumi.
2) Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala yang relatif lengkap, meliputi daerah yang
luas dan permanen.
3) Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensi apabila pengamatannya
dilakukan dengan stereoskop.
4) Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
Menurut Estes dan Simonett dalam Sutanto mengatakan bahwa interpretasi citra adalah
perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan
menilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra,
ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi
ialah pengamatan atas adanya objek, identifikasi ialah upaya mencirikan objek yang telah
dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, sedangkan analisis ialah tahap
mengumpulkan keterangan lebih lanjut.
Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Mengindentifikan Banjir
Data penginderaan jauh dapat berupa foto udara dan citra satelit. Foto udara memiliki kelebihan
resolusi spasialnya yang halus sehingga objek berukuran kecil (tergantung skala foto) dapat
direkam kenampakan objek seperti wujud sebenarnya di lapangan, serta secara teknik
penggunaannya mudah hanya memerlukan peralatan yang sederhana. Sedangkan kelemahan foto
udara adalah resolusi temporalnya rendah, cakupan liputannya sempit, biayanya lebih mahal jika
dibandingkan dengan luasan yang sama dengan citra satelit. Citra satelit memiliki kelebihan,
data yang direkam dalam bentuk digital sehingga memudahkan pengolahannya maupun
interpretasinya, resolusi temporalnya tinggi (Landsat MSS setiap 16 hari), biayanya relatif
murah dibandingkan dengan luas liputannya, sedangkan kelemahannya memiliki resolusi spasial
yang kasar (Landsat MSS 79X79 m2), skalanya kecil, kenampakan objek secara garis besardan
penggunaanya memerlukan software khusus dan komputer. Mengidentifikasi tempat-tempat
banjir pada citra satelit dengan menggunakan transformasi Tasseled-Cap yang menghasilkan
indeks kecerahan tanah Soil Brighness Index (SBI). Indeks kecerahan tanah menggambarkan
kelembapan tanah permukaan. Pada tanah yang lembap warnanya abu-abu gelap dan semakin
cerah untuk tempattempat yang kandungan air tanah permukaannya rendah. Selain
memperhatikan tingkat kecerahan juga dipertimbangkan pula asosiasinya dengan bentuk
permukaan, pola vegetasi dan sungai. Pada foto udara tempat-tempat banjir dapat diinterpretasi
berdasarkan kenampakan bentuk lahan, biasanya pada bentuk lahan bentukan fluvial dan marin.
Berdasarkan rona gelap atau cerah (gelap biasanya di daerah lembap), vegetasi (vegetasi rawa
bertekstur halus atau hutan rawa) yang berasosiasi dengan bentuk lahan, petunjukpetunjuk banjir
(adanya kenampakan pola-pola khusus akibat banjir) dan kenampakan penyesuaian manusia
terhadap banjir misalnya tanggul. Indikator banjir yang dapat dikenali melalui teknik interpretasi
adalah bentuk lahan. Ciri daerah yang rentan banjir adalah memiliki tingkat kelembapan tanah
yang lebih tinggi daripada daerah yang tidak rentan terhadap banjir. Indikator tersebut melalui
tubuh perairan, kenampakan bentuk lahan, kelembapan tanah, vegetasi air, dan buatan manusia
untuk menanggulangi banjir. Indikator banjir tersebut, misalnya bentuk lahan dataran aluvial di
daerah sasaran banjir akan memiliki tingkat kerentanan banjir yang tinggi. Namun tingkat
kelembapan tanah di dataran aluvial yang sering menjadi sasaran banjir lebih tinggi daripada
yang terdapat di daerah bukan sasaran banjir. Ciri daerah rentan banjir pada citra foto udara dan
citra satelit dapat dikenali melalui indikator banjir (Dibyosaputro, 1984). Penggunaan foto udara
dapat memperkirakan luas dan pola penyebaran banjir asalkan dataran rendah itu dipetakan
secara geomorfologis rinci sehingga ada hubungan timbal balik yang erat tentang kedalaman dan
lama genangan maupun sumber air banjir antara satuan bentuk lahan dan kerentanan banjir.
Kondisi kerentanan banjir dapat dipetakan walaupun foto udaranya diambil tidak pada saat
banjir dengan memperlihatkan adanya kenampakan hasil banjir yang dilengkapi informasi dari
penduduk tentang banjir dan analisis imbangan air pada daerah tersebut. Peta kerentanan banjir
yang diperoleh dari pengenalan indikator banjir pada foto udara dan citra satelit baru
menunjukkan kemudahan suatu daerah untuk menjadi sasaran banjir.
PENYUSUNAN PETA RENTAN BENCANA ALAM LONGSOR DENGAN
TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MELALUI INTERPRETASI CITRA SATELIT
DI PROPINSI DIY

Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja)


Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek
dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut. Dalam teknologi
penginderaan jauh dikenal dua sistem yaitu penginderaan jauh dengan sistem pasif (passive
sensing) dan sistem aktif (active sensing). Penginderaan dengan sistem pasif adalah suatu sistem
yang memanfaatkan energi almiah, khususnya energi (baca: cahaya) matahari, sedangkan sistem
aktif menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan benda/obyek.
Sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi matahari. Sistem pasif antara lain
diterapkan pada Landsat (USA) dan SPOT (France). Selain sistem pasif penginderaan dengan
sistem aktif menggunakan sumber energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi dan
direkam nilai pantulnya oleh sensor. Sistem aktif ini biasanya menggunakan gelombang mikro
(microwave) yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang dan dikenal dengan pencitraan
radar (radar imaging). Sistem aktif pada umumnya berupa saluran tunggal (single channel). Ia
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem optik dalam hal mampu menembus awan
dan dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar matahari. Sistem
aktif antara lain diterapkan pada Radarsat (Kanada), ERS-1 (Eropa) dan JERS (Jepang).

Pemrosesan Data Citra Satelit (Image Processing)


Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data memerlukan suatu
perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya. Komputer PC dan berbagai software
seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS, PCI, ENVI, dll dapat dipergunakan sebagai
pilihan. Untuk keperluan analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara : (1).
Pemrosesan dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini
mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua metode dipergunakan bersama-
sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan
data, memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain
format peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila
pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik.

Sistem Informasi Geografis


SIG diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
memanggil kembali, mengolah menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau
dat geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan penolahan
penggunaan lahan, sumberdaya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan
umun lainnya.
Analisis data spasial dalam SIG berdasarkan tahapan yang dimulai dari desain basisdata sampai
pada tahap iuran yang menghasilkan suatu informasi baru hasil pengukuran teknik manipulasi
dan analisis SIG bedasarkan variable-variabel masukan sesuai dengan metode yang telah
ditentukan dan penelusuran kembali untuk memperoleh informasi baru dari proses pengolahan
data dan penyusunan basisdata SIG.
Interpretasi citra dapat dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui kondisi eksisting RTH
dan kebutuhan infrastruktur hijau di Kota Tebing Tinggi. Hal ini dikarenakan eksisting RTH di
Kota Tebing Tinggi dapat diidentifikasi melalui interpretasi citra diantaranya dengan melihat
rona dan warna yang tergambar pada citra penginderaan jauh. Peta bergeoreferensi dalam
penelitian masalah keruangan dapat diperoleh melalui aplikasi penginderaan jauh dan sistem
informasi geografis (SIG). Peta bergeoreferensi yang berisikan informasi tutupan lahan Kota
Tebing Tinggi akan dianalisis untuk mengetahui area potensial RTH dan arahan pengembangan
sistem RTH Kota Tebing Tinggi sebagai output interpretasi citra dalam penelitian ini.
Penggunaan citra Quickbird untuk diinterpretasi secara visual, dapat diaplikasikan dalam
penelitian ini. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial relatif tinggi, yaitu 0,6 meter untuk citra
pankromatik, dan 2,4 meter untuk citra multispektral. Citra Quickbird dalam penelitian ini
adalah citra Quickbird multispektral karena penelitian ini membahas tentang eksisting RTH dan
kebutuhan infrastruktur hijau dalam sistem RTH Kota Tebing Tinggi, sehingga dapat
membedakan antara RTH, lahan terbangun, dan ruang terbuka non hijau.
IDENTIFIKASI BENTUK EROSI TANAH MELALUI INTERPRETASI CITRA GOOGLE
EARTH DI WILAYAH SUMBER BRANTAS KOTA BATU

Citra satelit merupakan salah satu perkembangan dari teknologi pemetaan yang kian merambah
dalam ilmu geogra-fi. Citra satelit yang ada di google earth merupakan gambar dari hasil
penginde-raan jauh yang diperoleh menggunakan satelit yang mengorbitkan ke angkasa luar.
Banyak satelit yang digunakan untuk mengamati objek-objek di permukaan bu-mi yang
disesuaikan dengan informasi tu-tupan lahan yang dibutuhkan untuk ber-bagai bidang aplikasi,
seperti aplikasi bi-dang pertanian, kehutanan, dan kelautan. Salah satu citra diantaranya yaitu
citra sa-telit Landsat. Berkaitan dengan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1).
Mengidentifikasi bentuk-bentuk erosi tanah di wilayah penelitian melalui intrepretasi citra
google earth di wilayah penelitian, 2). Mengetahui unsur-unsur interpretasi citra yang berperan
dalam dalam pengi-dentifikasian bentuk-bentuk erosi di wi-layah penelitian.
Interpretasi citra Google Earth: In-terpretasi citra akan dilakukan secara On Screen
Interpretation, yaitu pengamatan dan identifikasi bentuk-bentuk erosi lang-sung pada layar
33actor33e. Interpretasi ini menggunakan 33actor-unsur interpre-tasi citra, yaitu: warna, teksur
objek, ben-tuk, ukuran, situs, asosiasi, dan pola. Dengan demikian bentuk-bentuk erosi (alur,
parit, gully) akan diinterpretasi se-cara monoskopik, artinya tidak dilakukan secara tiga demensi.
Sebelum melakukan interpretasi ben-tuk-bentuk erosi, terlebih dahulu dilaku-kan interpretasi
unit lahan yang akan menjadi unit pemetaan bentuk-bentuk erosinya. Adapun faktor interpretasi
ben-tuk bentuk erosi ialah sebagai berikut:
1) rona/warna, 2) tekstur, 3) pola, 4) uku-ran/tinggi, 5) bentuk, 6) asosiasi, dan 7) situs
INTERPRETASI CITRA DIGITAL PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMBUATAN PETA
LAHAN SAWAH DAN ESTIMASI HASIL PANEN PADI

Penginderaan Jauh
Menurut Sutanto (1998) penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, luasan atau tentang fenomena melalui analisa data yang diperoleh dari sensor
dalam hal ini, sensor tidak berhubungan langsung dengan benda yang menjadi target.
Seiring perkembangan zaman banyak bermunculan jenis – jenis citra satelit mulai dari yang memiliki
resolusi rendah sampai dengan resolusi tinggi. Citra satelit resolusi tinggi adalah citra – citra satelit
yang memiliki resolusi spasial 0,4 – 4 m diantaranya citra dari satelit GeoEye- 1, WorldView-2,
WorldView-1, QuickBird, IKONOS, FORMOSAT-2 dan SPOT-5. Citra satelit resolusi menengah
adalah citra – citra satelit yang memiliki resolusi spasial 4 – 30 m diantaranya citra dari satelit
ASTER, LANDSAT 7 dan CBERS-2.
adalah citra – citra satelit yang memiliki resolusi spasial 30 – 1000 m diantaranya citra – citra
satelit NOAA AVHRR, Terra MODIS dan Aqua MODIS. Semua citra – citra satelit tersebut
memiliki fungsi dan keunggulan masing – masing.
Pengolahan dan Interpretasi Citra Digital
Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan
menganalisa citra dengan bantuan komputer.
Pengolahan citra dan pengenalan pola menjadi bagian dari proses pengenalan citra. Kedua
aplikasi ini akan saling melengkapi untuk mendapatkan ciri khas dari suatu citra yang akan
dikenali. (Sumber : Wells, Risdy. 2010.)
Interpretasi citra adalah tindakan mengkaji foto atau citra dengan maksud untuk mengenali
objek dan gejala serta menilai arti pentingnya objek dan gejala tersebut. citra dapat
diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi,
komputer, printer dan GPS Hand Held yang digunakan untuk perekaman titik koordinat data
di lapangan. geologi, lingkungan hidup dan sebagainya. Pada proses pengolahan data citra
pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak (Software) ER MAPPER karena mampu
melakukan pendekatan yang unik dalam pengolahan data citra yang mengkombinasikan file –
based dan band – based.
ArcGIS adalah salah satu software yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science &
Research Institute) yang merupakan kompilasi. fungsi-fungsi dari berbagai macam software
GIS yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. Software ini mulai
dirilis oleh ESRI pada tahun 2000. Produk utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop,
dimana ArcGIS desktop merupakan software GIS professional yang komprehensif dan
dikelompokkan atas tiga komponen yaitu : ArcView (komponen yang fokus ke penggunaan
data yang komprehensif, pemetaan dan analisis), ArcEditor (lebih fokus ke arah editing data
spasial) dan ArcInfo (lebih lengkap dalam menyajikan fungsi-fungsi GIS termasuk untuk
keperluan analisis geoprosesing).

Letak Geografis kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak antara 2°29′ 59″- 2° 56’10″ LS dan
114°51′ 19″ – 115° 36’19″ BT. Secara geologis daerah ini terdiri dari pegunungan yang
memanjang dari arah timur ke selatan, namun dari arah barat ke utara merupakan dataran
rendah alluvial yang kadang-kadang berawa-rawa. Dari arah utara melingkar ke arah barat,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan di aliri oleh Sungai Amandit bermuara ke Sungai Negara
(anak sungai Barito) yang berfungsi sebagai sarana prasarana perhubungan dalam kabupaten
dan ke kabupaten lainnya.
Metode Pekerjaan yang tergambar pada diagram alir penelitian di atas adalah sebagai berikut:
1. Interpretasi Citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi
obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Unsur unsur interpretasi citra adalah :
a. Rona dan warna
b. Bentuk
c. Ukuran
d. Tekstur
e. Pola
f. Bayangan
g. Situs
h. Asosiasi
2. Peta Tentatif merupakan peta hasil interpretasi citra yang masih bersifat sementara dan
belum baku.
3. Ground Cek merupakan tahap untuk memeriksa kebenaran dari peta tentative. Toleransi
ketelitian interpretasi adalah < 80%. Jika tidak memenuhi syarat, maka tahap interpretasi
harus diulang kembali.
4. Peta Lahan Sawah adalah peta yang sudah sesuai atau sudah lolos tahap ground cek
lapangan.
5. Analisis Estimasi Panen Padi, merupakan perhitungan estimasi panen dengan parameter
berupa luasan lahan tanam dan produktivitas padi perhektar sehingga dapat di hitung estimasi
panen padi tersebut.

Interpretasi Citra
Interpretasi citra adalah untuk mengidentifikasi lahan sawah yang ada pada citra Kecamatan
Sungai Raya, Hulu Sungai Selatan. Interpretasi lahan sawah dilakukan secara visual dengan
acuan pada unsur dan kunci-kunci interpretasi.
Kunci interpretasi yang digunakan seperti warna (padi biasanya terlihat berwarna hijau seperti
vegetasi pada umumnya), tekstur (biasanya tanaman padi meiliki tekstur halus, karena daun
yang kecil dan merata), bentuk (biasanya persawahan berbentuk persegi), pola (polanya
terlihat rapi dan tertata) asosiasi (pada umumnya persawahan memiliki jalur irigasi baik
berbentuk permanen maupun alami) dan pendekatan-pendekatan lain yang dapat kita terapkan
untuk interpretasi lahan sawah.
Dalam mengenali obyek pada foto udara atau pada citra lainnya, dianjurkan untuk tidak
hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra. Semakin ditambah jumlah unsur interpretasi
citra yang digunakan, maka semakin menciut lingkupnya ke arah titik simpul tertentu.
Pengenalan obyek dengan cara ini disebutkonvergensi bukti (cerverging
evidence/convergence of evidence). Tahap selanjutnya kita lakukan analisis dan layout di
ArcGis, melalui progam ini, kita dapat menghitung jumlah produktif lahan sawah dan
merencanakan titik-titik koordinat untuk dilakukan uji ketelitian interpretasi. Pembuatan peta
tentatif Lahan Sawah juga dilakukan pada tahapan ini sebagai tujuan akhir dari proses
pengolahan citra digital penginderaan jauh.
PENGGUNAAN CITRA SATELIT UNTUK KAJIAN PERKEMBANGAN
KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG

Citra dapat digunakan untuk monitoring perkembangan kawasan permukiman dan perkotaan
yang relative pesat perkembangannya. Tingkat ketelitian data yang diperoleh tergantung pada
resolusi citra. Citra dengan resolusi tinggi memungkinkan untuk interpretasi obyek yang
ukurannya kecil, sehingga akan dapat digunakan untuk analisis sangat detail. Untuk
klasifikasi permukiman teratur dan tidak teratur di Kecamatan Tembalang digunakan Citra
Quickbird. Pemukiman tak teratur sampai pemukiman kumuh secara fisik dapat dideteksi dari
citra satelit resolusi tinggi. Pemukiman tak teratur sampai Pemukiman Kumuh adalah
pemukiman dengan unit-unit rumah yang mempunyai ukuran kecil-kecil, serta kondisi fisik
lingkungan sedang hingga buruk. ada penelitian ini Sedangkan citra dengan resolusi rendah
misal citra landsat hanya bisa digunakan untuk analisis spasial yang bersifat makro. Dalam
penelitian ini citra landsat digunakan untuk mengkaji pola sebaran permukiman dan arah
perkembangan permukiman Kota Semarang.

Kawasan Permukiman di kota Semarang mengalami perubahan luas, pada tahun1994


mempunyai luas 19.95%, tahun 1999 menjadi 26.81% dan tahun 2005 meningkat menjadi
29.73%. Sebaran lahan permukiman yang paling sedikit berada di Kecamatan Gayamsari dan
Kecamatan Tugu sedang kawasan permukiman terbesar berada pada Kecamatan
Banyumanik, Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Semarang Barat. Pola sebaran kawasan
permukiman Kota Semarang mengikuti ketersediaan akses transportasi yang berupa jalan.
Permukiman teratur paling besar luasannya di Kelurahan Ngesrep Kecamatan Banyumanik
sedang permukiman tak teratur yang luasannya cukup besar terdapat di Kelurahan Pudak
Payung Kecamatan Banyumanik dan di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang
Komposisi besarnya luas permukiman teratur dan tidak teratur tidak mengalami perubahan
dari tahun 2006- 2011. Hasil evaluasi tingkat kesesuaian terhadap arahan lokasi permukiman
berdasarkan RTRW di semua kelurahan lebih dari 80%, berarti lokasi kawasan permukiman
di Kecamatan Banyumanik dan Tembalang sesuai dengan arahan RTRW. Kecenderungan
perkembangan kawasan permukiman di Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Banyumanik
mengarah pada ketersediaan lahan yang belum terbangun yang terletak dekat lokasi
permukiman dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pengembangan kawasan
permukiman. Kawasan Permukiman teratur di Kota Semarang sebagian besarterdapat di
Kelurahan Ngesrep Kecamatan Banyumanik sedang permukiman tak teratur terdapat di
Kelurahan Pudak Payung Kecamatan Banyumanik dan di Kelurahan Rowosari Kecamatan
Tembalang. Komposisi besarnya luas permukiman teratur dan tidak teratur tidak mengalami
perubahan dari tahun 2006 sampai 2011. Citra Quickbird merupakan citra satelit resolusi
tinggi yang dihasilkan Teknik Penginderaan jauh dapat digunakan untuk klasifikasi
permukiman teratur dan tidak teratur di Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Banyumanik
sedangkan citra landsat yang mempunyai resolusi rendah hanya bisa digunakan untuk
mengkaji pola sebaran permukiman dan arah perkembangan permukiman Kota Semarang.

Anda mungkin juga menyukai