Anda di halaman 1dari 10

Pekerjaan Updating RBI Skala 25.

000 dengan IFSAR (Inter-ferometric


Synthetic Aperture Radar)

Pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan produk globalisasi


yang mendorong perubahan strategis dunia saat ini. Ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) merupakan bagian utama dalam knowledge based society, yang
merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting. Salah satu
bagian dari teknologi adalah tekonologi informasi. Pesatnya perkembangan
teknologi informasi saat ini membawa konsekuensi yaitu meningkatnya aktivitas
masyarakat terhadap akses informasi yang diperlukan, baik untuk kepentingan
formal suatu instansi sebagai dasar pengambilan keputusan maupun dalam proses
pembangunan Nasional. Penggunaan komputer sebagai salah satu tekonologi dapat
mempermudah pengolahan informasi berbasis keruangan yang lebih dikenal
dengan istilah informasi geospasial. Geo berarti bumi, dan spasial berarti ruang.
Sehingga geospasial adalah ruang kebumian.
Data geospasial digunakan untuk mendukung kepentingan nasional (misalnya
pemodelan hidrodinamika untuk menilai dampak banjir rob pada produksi garam)
(Nirwansyah, 2019). Data yang sama juga bisa digunakan untuk pemodelan
tsunami (Cummins, 2020), simulasi pasang surut (Nuraghnia, 2021), dan keperluan
lainnya. Selain itu, data dan informasi geospasial ditempatkan secara strategis
dengan data statistik dan keuangan untuk perencanaan pembangunan di negara
manapun. Data geospasial terkait dengan data dan informasi yang menunjukkan
letak dan status suatu objek atau kejadian dalam suatu sistem koordinat tertentu di
bawah, di atas, atau di atas permukaan bumi, dengan demikian, data ini memiliki
format yang unik, seperti data dan informasi georeferensi, geodata, dan
geoinformasi. Salah satu format data geospasial adalah GeoTIFF. GeoTIFF
didasarkan pada format TIFF dengan informasi georeferensi dan banyak digunakan
dalam data Ilmu Bumi NASA.
Informasi geospasial diperoleh dari data penginderaan jauh, dimana
penginderaan jauh memberi peluang untuk menyajikan kebutuhan data permukaan
bumi sehingga memudahkan pengguna untuk mengetahui kondisi dan menganalisis
suatu wilayah dengan tujuan tertentu. Penginderaan jauh (remote sensing)

1
merupakan teknologi untuk memperoleh data atau informasi tentang suatu objek
tanpa harus melakukan kontak langsung dengan objek yang dimaksud. Informasi
geospasial dasar berupa citra satelit (raster), topografi peta (vektor), dan matriks
ketinggian nasional atau Digital Elevation Model (DEM) dan Batimetri Nasional
(DEMNAS) adalah produk utama Geospasial dari Badan Informasi Geospasial
Indonesia (BIG). DEM mewakili permukaan topografi bumi yang telanjang, tidak
termasuk pohon, bangunan, dan objek permukaan lainnya. DEM juga merupakan
representasi raster dari permukaan yang kontinu, biasanya mengacu pada
permukaan Bumi yang diproses sebagai lapisan Sistem Informasi Geografis (SIG)
yang dihasilkan dari data penginderaan jarak jauh yang dikumpulkan oleh satelit,
drone, dan pesawat.
Untuk memperoleh unsur-unsur permukaan bumi yang detail dapat diperoleh
dari citra resolusi tinggi. Citra didefiniskan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris
dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik
koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik
tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga
(finite) dan bernilai diskrit, maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra
digital (Darma, 2010). Citra bisa dikategorikan beresolusi tinggi bila memenuhi dua
syarat. Pertama, unsur-unsur permukaan bumi harus dapat terlihat dengan jelas
sehingga dapat dilakukan interpretasi/identifikasi dengan tepat. Kedua, citra harus
memiliki posisi tiga dimensi, sehingga daerah yang akan dipetakan dapat diketahui
topografinya. Kedua syarat tersebut dapat dipenuhi oleh data IFSAR
(Interferometric Syntetic Aperture Radar). Interferometrik merupakan salah satu
dari metode penginderaan jauh yang digunakan untuk memperoleh informasi tiga
dimensi (3D) dari permukaan bumi dengan menggunakan satelit radar. Data IFSAR
berupa citra ORI (Orthorectified Radar Imaging) dan citra DSM (Digital Surface
Model).
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang
tersebar di seluruh antero Nusantara. Negara kepulauan ini dilewati garis
khatulistiwa dan mencakup jarak yang setara dengan seperdelapan keliling bumi.
Sebanyak 17.508 pulau mengambang di lepas pantai Asia yang masuk wilayah

2
Indonesia, 1.552 diantaranya belum diberi nama. 5 pulau terbesar di Indonesia,
yakni Papua dengan luas 786.000 km2, Kalimantan dengan luas 743.330 km2,
Sumatera dengan luas 473.481 km2, Sulawesi dengan luas 180.681 km2, dan Jawa
dengan luas 128.297 km2 (Aninsi, 2021). Indikator persebaran penduduk di
Indonesia dominan terlihat hanya di pulau Jawa, sedangkan di pulau lainnya tidak
sepadat penduduk di pulau Jawa. Dengan demikian, pendistribusian penduduk yang
tidak merata ini mengindikasikan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
belum maksimal.
Solusi konkrit dari masalah di atas adalah pembuatan sistem informasi
geografis untuk membantu perencanaan tata ruang wilayah. Metode survey
pengukuran tata ruang wilayah yang beragam dapat dipilih sesuai pertimbangan.
Pada dasarnya, pemetaan dengan menggunakan teristris akan memakan waktu yang
cukup lama, sehingga tidak akan efektif untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak. Penginderaan jauh (remote sensing) dapat digunakan untuk pemetaan
pulau-pulau di Indonesia, terutama di pulau Sulawesi. Tujuannya adalah untuk
mengatasi keterbatasan tenaga ahli sehingga pemetaan wilayah Indonesia terutama
di pulau Sulawesi dapat dilaksanakan secepat mungkin, Perluasan dan
Pengembangan Ekonomi Indonesia (P3EI), dan updating pemetaan di wilayah
Indonesia, terutama di Pulau Sulawesi.
Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta yang berisi unsur-unsur relief,
gedung dan bangunan (permukiman), perhubungan, perairan, penutup lahan, batas
administrasi dan batas negara, nama-nama geografi. Proses pembuatan RBI skala
1:50.000 menjadi skala 1:25.000 merupakan update detail unsur-unsur permukaan
bumi sehingga menjadi lebih detail (Nurchasan, 2014). Peta RBI yang dibuat
dengan data dasar IFSAR melalui beberapa tahapan, yaitu: persiapan,
stereoplotting, editing 3D, pembentukan DEM, pembentukan kontur, pemutakhiran
peta dengan citra optik, survei kelengkapan lapangan, entry data lapangan, data
cleaning, editing atribut, pembentukan database, dan gasetir. Keluaran dari proses
stereoplotting yaitu data digital rupabumi berupa kumpulan informasi spasial 3
dimensi (x,y,z). Data tersebut sudah dalam format AutoCad release 2000 dan
format dxf AutoCAD release 12, sedangkan keluaran DEM berformat BIL 32 bit.

3
Persiapan

Data IFSAR

Data ORI Data DSM

Stereomate Resampling
(25-50 meter)

Tampilan ORI pandangan 3D Menghilangkan spike dan depresi

Digitasi on screen 3D Editing 3D

Plotting Vektor 3D:


- Tema perairan (Hidrografi)
Pembentukan DEM Pembentukan kontur
- Tema perhubungan (Transportasi)
- Tema bangunan & pemukiman
- Tema penutup lahan
- Tema Hipsografi : Breaklines, Mass Editing dan
Point & Spotheight DEM penghalusan kontur

Citra Satelit Optik


Kontur

Koreksi Geometrik terhadap ORI


Hasil Stereoplotting &
pemutakhiran data
Ortho Rectified Image

Export ke Geotiff

Gambar 1. Diagram alir Stereoplotting, pembentukan DEM, dan Kontur untuk


membuat Peta RBI Skala 1:25.000 sumber data IFSAR (Aprilana, 2010)

4
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. perencanaan pekerjaan
b. persiapan peralatan software dan hardware yang digunakan sebagai
berikut:
• softcopy radargrammetry
• mouse track (mouse 3D), Nu-Vision 3D Glasses, interface
box,stereo graphics sensor
• sebuah Personal Computer dan dua buah monitor 22 inch yang
dihubungkan secara paralel.
c. pengumpulan data meliputi:
• Digital Surface Model (DSM) dalam format GeoTiff
• Orthorectified Radar Image (ORI) dalam format GeoTiff
• Citra Satelit ALOS Avnir-2 dan ALOS Prism
• Peta digital RBI Skala 1:50.000 NLP : 2113-11.
d. membuat indeks peta ORI yang berguna untuk pelaksanaan digitasi
stereo dan kontrol kualitas
e. pembuatan stereomate.
2. Stereoplotting
Stereomate kompilasi data citra adalah pekerjaan kompilasi dari data citra,
yaitu dari data citra radar yang dibentuk menjadi model stereo. Data citra radar
yang dimaksud, yaitu data ORI dan data DSM. Proses stereoplotting adalah
proses digitasi unsur alam dan unsur buatan yang dilakukan pada model stereo
dengan urutan pengerjaan sebagai berikut:
a. Perairan
b. Breaklines
c. Masspoint dan spotheight
d. Jaringan transportasi
e. Bangunan dan permukiman
f. Tutupan lahan.

5
3. Pemutakhiran Hasil Stereoplotting dengan Citra Satelit Optik
Pada data ORI unsur transportasi, bangunan dan permukiman, serta vegetasi
(penutup lahan) sulit diinterpretasi, sehingga hasil stereoplotting tidak
sempurna. Oleh sebab itu unsur-unsur tersebut harus dimutakhirkan dengan
data yang lain, yaitu citra satelit optik. Citra yang digunakan adalah
pansharpened citra ALOS Avnir-2 dan citra ALOS Prism. ALOS (Advanced
Land Observing Satellite) merupakan sistem satelit sumber daya milik Jepang,
yang diluncurkan pada 26 Januari 2006 oleh Japan Aerospace Exploration
Agency, atau JAXA). Sistem ALOS terdiri dari tiga modul sensor, yaitu PRISM
(Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stero Mapping) beresolusi
spasial 2,5 meter; AVNIR-2 (Advanced Visible and Near-InfraRed Type-2)
beresolusi spasial 10 meter; dan PALSAR (Phased Array Type-L Synthetic
Aperture Radar) beresolusi spasial berkisar antara 10-100 meter. Sebelum
proses pansharp dilaksanakan pada citra ALOS Prism harus dilakukan proses
koreksi geometrik yang mengacu pada data ORI.
Beberapa interpretasi hasil mengenai pembuatan peta RBI dengan skala 1:
25.000 menggunakan IFSAR diantaranya model stereomate, citra ALOS
pansharpened, hasil stereoplotting (perairan, breaklines, masspoint dan spotheight,
jaringan transportasi, bangunan dan permukiman, tutupan lahan) dalam format
digital Cad (*.dwg) 2004 dalam sistem koordinat UTM dan sistem koordinat
geografis yang sudah dimutakhirkan, DEM format Bill 32 bit, dan kontur.
Hasil pengamatan citra ORI stereomate menunjukkan unsur punggung
bukit/gunung, alur lembah, sungai dan sebagian jalan dapat teramati. Akan tetapi
untuk unsur pemukiman dan tutupan lahan tidak dapat teramati dengan baik. Unsur
permukiman, jalan dan tutupan lahan yang tidak dapat teramati dengan baik pada
ORI dapat disempurnakan dengan memakai citra ALOS pansharpened. Hasil
stereoplotting Breaklines dari ORI Mate menujukkan bahwa pada bagian atas bukit
atau gunung lebih terjal dibandingkan bagian bawah. Hasil stereoplotting Mass
Point & Pick Point dari ORI Mate menunjukkan semakin rapat kumpulan mass
point & spotheight disuatu area, maka menujukan area tersebut semakin terjal.
Breaklines, Mass point & spotheight ini digunakan sebagai data untuk proses

6
pembuatan DEM dan kontur. Semakin lengkapnya hasil stereoplotting, maka DEM
dan kontur yang terbentuk akan semakin halus. Spotheight adalah titik tinggi pada
puncak gunung/bukit atau pada cekungan dan terletak pada permukaan tanah.
Sedangkan mass point adalah titik tinggi pada permukaan tanah (yang bukan
spotheight) dengan distribusi dan kerapatan tertentu.
Pada ORI Mate alur-alur sungai dapat diamati dengan jelas. Arah aliran
tersebut sesuai dengan keadaan gambar breaklines, mass point, dan spotheight.
Alur-alur sungai yang besar diklasifikasi menjadi dua, yaitu sungai satu garis dan
sungai dua garis. Untuk memroses alur sungai menjadi dua klasifikasi, maka
dilakukan pada ALOS Pansharpened. Alasannya karena ORI Mate yang digunakan
waktu liputannya lebih tua dari ALOS Pansharpened. Selain itu, alur sungai dua
garis lebih jelas terlihat pada ALOS Pansharpened. Unsur jalan pada citra ORI Mate
cukup jelas dan dapat dibedakan dengan unsur sungai. Hanya untuk lebih tepatnya,
saat plotting unsur jalan harus memperhatikan unsur tutupan lahan, yaitu
permukiman. Pada area permukiman, unsur jalan dan tutupan lahan yang diploting
di ORI kurang jelas. Akan tetapi pada citra ALOS Pansharpened unsur jalan dan
tutupan lahan nampak lebih jelas.
Dari citra ORI Mate dan Citra ALOS pansharpened tidak bisa diidentifikasi
batas administrasi. Oleh sebab itu, untuk sementara batas administrasi kabupaten,
kota, dan kecamatan, dikutip dari Peta RBI skala 1:50.000. Hasil overlay antara
ORI dan batas administrasi juga dipandu dengan layer jalan dan sungai, maka
nampak bahwa batas administrasi tidak sesuai dengan unsur alam dan buatan.
Namun ada satu garis batas administrasi yang mendekati sesuai, yakni memotong
bukit/gunung dan menyusuri lembah (tanda panah putus-putus). Hasil overlay batas
administrasi dengan ALOS Pansarpened juga dipandu oleh layer sungai dan layer
jalan menujukan bahwa batas administrasi tidak sesuai dengan unsur alam dan
buatan.
Hasil pembentukan DEM dari Mass Point, Spotheight, Breaklines, sungai
terlihat dalam Gambar 2. Berikut.

7
Gambar 2. Digital Elevation Model (DEM)

Dari gambar nampak bahwa DEM yang dibentuk dari kombinasi breaklines,
mass point, spotheight, dan alur sungai terlihat sangat halus. Bentuk DEM ini akan
berubah bila salah satu unsur tersebut berubah atau mengalami revisi. Pada gambar
DEM bagian kiri atas nampak lebih curam, dan keadaan itu sesuai dengan hasil
plotting breaklines, mass point, spotheight yang lebih rapat. Selain itu, nampak pula
alur sungai yang bagian atas cukup sempit dan bagian kanan bawah sangat lebar.
Untuk melihat bentuk kontur, maka akan lebih jelas saat di-overlay dengan DEM.
Sebagai acuan untuk DEM yang dibentuk untuk Peta RBI skala 25.000 mempunyai
ukuran cell 12,5 meter dan kontur yang dihasilkan mempunyai interval 12,5 meter.
Kualitas DEM dilihat dari tingkat akurasi elevasi tiap pixel (keakuratan
absolut) dan tingkat akurasi morfologi yang ditampilkan (keakuratan relatif).
Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam penentuan kualitas DEM, yaitu:
a. Ketelitian (accuracy), ditunjukkan dengan nilai RMSE (Root Mean Square
Error), rata-rata absolut atau standar deviasi
b. Ketelitian dalam perekaman (fidelity), terkait dengan konsep generalisasi
dan resolusi, ditentukan oleh: Perubahan medan yang tidak mendadak,
ukuran grid, spasi titik dan akurasi planimetris, Tingkat kepercayaan
(confidence), pengukuran untuk kualitas semantic data, validitas (validity),
tanggal sumber data, verifikasi data seperti cek lapangan, perubahan bentuk
di lapangan

8
c. Tampilan grafis (appearance of graphics), gradasi warna, symbol (Hidayat,
2016)
Digital Elevation Model (DEM) pada prakteknya dapat digunakan dalam
berbagai macam aplikasi, misalnya telekomunikasi, navigasi, manajemen bencana,
perencanaan sipil, orthorektifikasi citra satelit dan airbone. Saat ini, data DEM yang
banyak digunakan di Indonesia antara lain adalah data DEM yang bersumber dari
SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission), dan ASTER GDEM. Masing-masing
dari data DEM tersebut masih memiliki kesalahan tinggi, sehingga belum dapat
digunakan secara maksimal untuk keperluan pemetaan. Integrasi beberapa DEM
dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dilakukan untuk
mendapatkan data DEM dengan resolusi dan akurasi tinggi yang memenuhi standar
pemetaan dasar skala 1:25.000 sesuai Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Aninsi, Niken. (2021). 10 Urutan Pulau Terbesar di Indonesia dari Sabang Hingga
Merauke. https://katadata.co.id/ (Diakses pada tanggal 11 Juni 2023)
Aprilana. (2010). Proses Stereoplotting Data IFSAR untuk Memutakhirkan Peta
RBI Skala 1:25.000 Daerah Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Jurnal Rekayasa. 14(4)
Cummins, P.R., Pranantyo, I.R., Pownall, J.M., Griffin, J.D., Meilano, I., Zhao, S.
(2020). Earthquakes and tsunamis caused by lowangle normal faulting in the
Banda Sea, Indonesia. Nat. Geosci. 13: 312–318.
https://doi.org/10.1038/s41561-020-0545-x.
Darma, P., (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hidayat, Pratama Irfan., Sawitri Subiyanto., Bandi Sasmito. (2016). Analisis
Kualitas DEM dengan Membandingkan Metode Orthorektifikasi Memakai
Citra Resolusi Tinggi (Studi Kasus: Kecamatan Limbangan, Kabupaten
Kendal, Jawa Tengah). Jurnal Geodesi Undip. 5(4)
Nirwansyah, A.W., Braun, B. (2019). Mapping Impact of Tidal Flooding on Solar
Salt Farming in Northern Java using a Hydrodynamic Model. ISPRS Int. J.
Geo-Inf. 8:451. https://doi.org/10.3390/ijgi8100451.
Nuraghnia, A., Windupranata, W., Hakim, A.R., Nusantara, C.A.D.S.
Poerbandono. (2021). Modeling of tide in the Java sea coastal area between
Jakarta and Cirebon, Indonesia: Bathymetric data source and sensitivity tests
due to bottom roughness and ISPRS Int. J. Geo-Inf. 2022, 11, 200 26 of 27
boundary condition. IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci. 2021, 777, 012034.
https://doi.org/10.1088/1755-1315/777/1/012034
Nurchasan, M Gilang Ramadya. (2014). Proses Stereoplotting, Pembentukan DEM
dan Kontur di Software Summit Evolution Menggunakan Data IFSAR
Wilayah Sulawesi Barat. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai