Anda di halaman 1dari 11

1

[PEMANFAATAN SPEKTRUM GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK UNTUK


MEMETAKAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH SEBAGAI
PERTIMBANGAN TEKNIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN)
Alfan Hidayat Mustakim, Elisabeth Yulanda Ariks, Siti Nur Aminah
NIM: 20293431,20293444,20293474
Email: alhidayat.m18@gmail.com

Abstrak: Manfaat gelombang elektromagnetik pada penginderaan jauh, dapat


digunakan sebagai bahan informasi akan suatu objek mengenai kondisi
lapangannya tanpa diperlukan terjun secara langsung ke lokasi yang akan
diidentifikasi. Setiap objek memiliki respon berbeda-beda terhadap pantulan
ataupun pancaran dari gelombang elektromagnetik, sehingga tampak perbedaan
objek satu dengan yang lainnya berdasarkan respon spectral. Penelitian ini
bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa penginderaan jauh dengan
menggunakan spektrum gelombang elektromagnetik mampu memberikan informasi
tentang kemampuan tanah dalam suatu wilayah, apakah dapat atau tidak menjadi
objek alih fungsi lahan. Untuk mengidentifikasi bahan organic digunakan dua
metode pendekatan, 1) NDSI (Normalized Different Soil Index), 2) LST (Land
Surface Temperature).
Kata Kunci: Kemampuan tanah, alih fungsi lahan, NDSI, LST.

A. Pendahuluan
Konsep penginderaan jauh adalah memanfaatkan adanya teknologi akan
gelombang elektromagnetik sebagai bahan informasi akan suatu objek mengenai
kedaan lapangannya tanpa diperlukannya terjun ke lapangan secara langsung pada
objek tersebut. Setiap objek atau daerah yang nantinya diamati memiliki respon yang
berbeda-beda dalam menyerap, memantulkan, dan memancarkan kembali panjang
gelombang elektromagnetik tertentu, sehingga akan terlihat berbeda kenampakannya
dengan objek yang lainnya berdasarkan respon spektralnya. Penelitian ini bertujuan
agar pembaca mengetahui bahwa penginderaan jauh dengan menggunakan
spektrum gelombang elektromagnetik mampu memberikan informasi tentang
kemampuan tanah/kandungan bahan organik dalam suatu wilayah, apakah dapat
menjadi objek alih fungsi lahan atau tidak.
Pengalihan fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif
(masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Akan tetapi dapat pula
membawa dampak positif terhadap ketersediaan lapangan kerja baru bagi sejumlah
2

petani terutama buruh tani yang terkena oleh alih fungsi tersebut serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Dampak perubahan fungsi lahan pertanian terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat pelaku (petani) yang dilihat dari pendidikan, kualitas
rumah tinggal dan kepemilikan barang berharga. Alihfungsi lahan disebabkan oleh
faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik.
Bahan organik merupakan komponen tanah yang sangat erat kaitannya
dengan kualitas tanah dan komponen penting dalam berhasilnya sistem pertanian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik pada tanah antara lain
: iklim, vegetasi/organisme tanah, topografi, bahan induk dan pengelolaan pertanian.
Parameter iklim yang mempengaruhi kandungan bahan organik adalah curah hujan
dan temperatur. Keberadaan bahan organik tanah seringkali dijadikan sebagai
indikator umum kesuburan tanah. Kandungan bahan organik tanah juga dapat
dijadikan sebagai indikator tingkat erosi tanah. Ketika terjadi erosi, bagian-bagian
horison permukaan hilang terbawa erosi, termasuk bahan organik tanah juga hilang.
Memperhatikan bahwa keberadaan bahan organik dapat menjadi indikator penting
bagi kesuburan lahan sekaligus sebagai indikator identifikasi kerusakan lahan karena
erosi maka penggunaan teknik penginderaan jauh akan sangat menguntungkan
dalam ruang lingkup skala besar. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat
membantu dan mempercepat pemetaan bahan organik tanah sehingga dapat
dijadikan pertimbangan kepada perencana dan pengambil keputusan untuk
mengevaluasi kondisi tanah pertanian di Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Pendugaan kandungan bahan organic dari visual citra menggunakan
komposit citra yang sudah dengan menggunakan algoritma tertentu serta sample
dalam lingkup desa dalam beberapa kecamatan, pendekatan penentuan kadar bahan
organik tanah menngunakan dua metode penghitungan algoritma yakni NDSI
(Normalized Difference soil Index) dan LST (Land Surface Temperature).
Alih fungsi lahan merupakan sesuatu kebijakan yang tidak dapat dihindari
dilatarbelakangi oleh kebutuhan manusia yang kian bertambah. Tulisan ini dengan
memanfaatkan toknologi pengindraan jauh bertujuan untuk mendemonstrasikan
secara sederahana apakah alih fungsi lahan memang sudah sesuai pada objek tanah
pertanian/sawah yang kandungan bahan organiknya sedikit atau alih fungsi lahan
yang terjadi dilakukan diatas tanah yang kandungan bahan organiknya baik.
3

Mengingat bahwa sektor pertanian merupakan bagian penting dalam menunjang


kebutuhan pangan nasional.

B. Metode
Penelitian ini menggunakan metode kuantitafif deskriptif serta studi literatur.
Metode kuantitatif deskriptif adalah metode penilitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan suatu fenomena, peristiwa, gejala dan kejadian yang terjadi secara
faktual. Studi literatur adalah metode penelitian dengan mencari referensi teori yang
relevan dengan kasus permaslahan yang ditemukan.
AOI (Area Of Interest) dalan penelitian ini terletak di 4 Kecamatan, yakni
kecamatan Gerung, kecamatan Kediri, kecamatan Kuripan, Kecamatan Labuapi,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Landsat 8 perekaman
tahun 2017 dan tahun 2021. Pendugaan bahan organik/kesuburan tanah
menggunakan 2 metode pendekatan yaitu NDSI (Normalized Difference soil Index)
dan LST (Land Surface Temperature).
Normalized Difference Soil Index (NDSI) difokuskan untuk memeriksa kondisi
spektral tanah. NDSI menggunakan panjang gelombang infra merah pendek yang
memiliki pengaruh terhadap respon radiometric untuk memprediksi kelembaban
tanah dan kadar bahan organic.
Adapun formulasi NDSI adalah sebagai berikut (pada citra landsat 8) :
NDSI = (Band 6 – Band 5)/(Band 6 + Band 5)
Land Surface Temperature (LST) atau dapat disebut temperature permukaan
tanah adalah indikator kedua yang digunakan dalam pendugaan bahan
organic/kesuburan tanah. Kandungan bahan organic sangat erat kaitannya dengan
kadar air yang terkandung dalam tanah. Semakin tinggi kadar air dalam tanah maka
semakin dingin temperature permukaannya, samakin rendah kadar air yang
terkandung dalam tanah maka semakin tinggi temperaturnya.
Adapun formulasi LST :
Menghitung nilai TOA (Top athmospher Radiance) = ML x band 10 + AL
Dimana : ML = radiance multiple band (lihat landsat metadata)
AL = radiance add band 10

Menghitung nilai BT (brightness temperature ⁰C) = ( K2 )


4

(Ln (K1/(TOA+1)) - 273.15

Dimana : BT = TOA brightness temperature ⁰C


K1 = Konstanta 1 band 10 (lihat landsat metadata)
K2 = Konstanta 2 band 10

Menghitung nilai kerapatan vegetasi/NDVI (Normalized Difference soil


Index)
NDVI = ( NIR – RED )/(NIR+RED)
Dimana : NIR = band 5
RED = band 4

Menghitung nilai PV ( Proportion Surface Vegetation )


PV = (NDVI – NDVImin) / (NDVImax – NDVImin) 2

Menghitung nilai LSE (Land Surface Emissivity) = ( 0.004 x PV ) + 0.968

Menghitung nilai LST (Land Surface Temperature) =


(BT/1) + W x ( BT/14380 ) x ln E
Dimana : W = Wave Length (band 10 = 10.8)
5

C. Hasil dan Pembahasan

Pada gambar 3.1


menguraikan tahapan penelitian.
Penelitian ini dimulai dari
pengumpulan data yang dibutuhkan
berupa citra landsat 8 perekaman
tahun 2017 dan 2021 (URL :
https://earthexplorer.usgs.gov/), data
shp administrasi kecamatan di
kabupaten Lombok Barat (URL :
https://tanahair.indonesia.go.id/portal
-web/download/perwilayah)
Pengolahan citra dimulai dari
composite band menggunakan
aplikasi ENVI 5.1, cropping citra,
digitasi sample untuk kebutuhan
classification supervice untuk
klasifikasi tutupan lahan 2017 dan
2021.

Klasifikasi tutupan lahan yang


difokuskan perubahan luas terhadap
penggunaan tanah untuk pemukiman
dan sawah, Karena kedua jenis
tutupan lahan ini sangat terkait
dengan alih fungsi lahan.

Gambar 3.1, diagram alur penelitian


6

Pada gambar 3.2,


dapat dilihat hasil
klasifikasi pada aplikasi
ENVI 5.1 tentang
tutupan lahan tahun
2017 dan 2021.
Dapat dilihat bahwa
presentase perbedaan
luas pemukiman tahun
2017 10% dari luas AOI
dan 2021 13% dari AOI
(lihat pie chart). Ada
selisih 3% perbedaan
luas pemukiman atau
sekitar 384.12 Hektar.
Dapat diasumsikan
bahwa terjadi
penambahan luas
wilayah pemukiman
akibat dari alih fungsi
lahan. Sedangkan pada
tanah sawah -

Gambar 3.2, Peta perbandingan tutupan lahan 2017 dan 2021

Terjadi penyusutan luas dari luas


awal sebesar 30% dari AOI pada
tahun 2017 menjadi 26% pada tahun
2021. Terdapat selisih 6% atau
sekitar 560.17 hektar yang telah di
konversi menjadi tanah pemukiman
atau lainnya.

Gambar 3.3, Tabel selisih luas 2017 dan 2021


7

Gambar 3.4, Peta Kesesuaian alih fungsi lahan 1

Gambar 3.5, Peta Kesesuai alih fungsi lahan 2


8

Gambar 3.6, Peta Kesesuai alih fungsi lahan 3

Gambar 3.7, Peta Ketidaksesuain alih fungsi lahan 1


9

Gambar 3.8, Peta Ketidaksesuain alih fungsi lahan 2

Gambar 3.9, Peta Ketidaksesuain alih fungsi lahan 3


10

Pada gambar 3.4-3.6 merupakan peta kesesuain alih fungsi lahan artinya alih
fungsi lahan wajar dilakukan diatas tanah yang kesuburan lahan kurang dibuktikan
oleh warna merah (pada peta LST) yang melambangkan suhu berkisar 28.7 - 33.9
⁰C, karena semakin tinggi temperature tanah maka semakin sedikit kadar air yang
terkandung dalam tanah maka semakin kecil nilai kesuburan tanah yang berkaitan
erat dengan kandungan bahan organic. Argumen bahwasanya kandungan bahan
organic yang sedikit dikuatkan oleh kenampakan objek peta NDSI berwarna hijau
pudar/hijau terang yang bermakna bahwa kandungan bahan organic yang
terkandung dalam objek tersebut cukup/kurang. Argument 1 dan argument 2
sejalan/saling mendukung maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan alih fungsi
lahan sudah tepat dilakukan.

Pada gambar 3.7-3.9 merupakan gambar peta ketidaksesuaian alih fungsi


lahan atau dapat dikatakan konversi lahan dilakukan dengan mengorbankan lahan
sawah/pertanian yang subur. Terbukti pada peta LST objek lahan pertanian yang
dialihfungsikan berada pada rentan warna hijau yang melambangkan suhu dengan
rentan harga 19.7 – 26.8 ⁰C. Mengingat bahwa semakin rendah suhu/temperature
tanah maka kandungan air semakin banyak dan berkaitan erat dengan kesuburan
serta kandungan bahan organic yang banyak. Argumen tersebut didukung oleh peta
NDSI yang menampilkan warna hijau gelap yang artinya kadar bahan organic sangat
baik untuk kegiatan pertanian.

D. Kesimpulan
Alih fungsi lahan atau konversi lahan sejatinya harus dilakukan berdasarkan
data yang cukup dan terintegrasi serta mempertimbangan aspek kebermanfaatan
serta dampak negatif yang ditimbukan di masa mendatang. Mengingat tanah yang
sudah di konfersi menjadi pemukiman atau daerah perindustrian akan memicu
kerusakan kesuburan tanah akibat limbah kegiatan rumah tangga dan perindustrian,
objek pertanian yang sudah dikonversi tidak dapat lagi dikonversi ulang menjadi tanah
pertanian, maka dari itu dalam pelaksanaanya dituntut kehati-hatian serta jauh dari
unsur kepentingan pribadi dan golongan.
11

D. Saran/Rekomendasi (optional)
Mengingat bahwa alih fungsi lahan merupakan kebijakan yang krusial, maka
hendaknya dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan faktor-faktor lain sebagai
imbas dari kebijakan tersebut, baik itu dampak ekonomi, dampak sosial, dampak
budaya dan dampak terhadap perubahan iklim. Merujuk pada uraian tersebut diatas,
dalam pelaksanaannya, alih fungsi lahan harus dilakukan diatas tanah yang kadar
bahan organiknya sudah tidak baik, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan
memanfaatkan teknologi pengindraan jauh yang pada kesempatan ini menggunakan
pendekatan LST (Land Surface Temperature) dan NDSI (Normalized Difference soil
Index) sebagian acuan awal dan pertimbangan teknis sebelum terlaksananya
kebijakan alih fungsi lahan.

E. Daftar Pustaka
Sumber acuan yang digunakan dalam penulisan artikel ini berasal dari sumber
primer (selain data, 70% dari total acuan adalah jurnal [minimal 10] referensi).
Yang dimaksud sumber primer adalah: Jurnal bereputasi (untuk Indonesia standar
Dikti Sinta 1-6 dst.), Prosiding Seminar, Disertasi, Thesis, dan buku referensi pokok.
Untuk sitasi dan daftar Pustaka menggunakan:
(Harvard Citation Style, http://stpn.ac.id/main/wp-content/uploads/2018/03/Panduan-
Pengutipan_Sitasi-Jurnal-Bhumi.pdf, gunakan aplikasi Mendeley) atau
manual.

Anda mungkin juga menyukai