UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU AN ALAM
DEPARTEMEN GEOSAINS PROGRAM STUDI GEOLOGI
Disusun Oleh:
Ridho Mardhatillah
2006525974
Asisten Praktikum:
Raihan Ariqho Bani
DEPOK
2022
1. Deskripsi Peta LST
Peta LST (Land Surface Temperature) merupakan peta yang menggambarkan keadaan
temperatur pada permukaan Bumi (Levy dan Przyborski, n.d). Selain memiliki fungsi utama
dalam memetakan temperatur permukaan, Peta LST juga dapat memetakan keberadaan es,
vegetasi, hingga tutupan lahan lain yang ada di permukaan Bumi melalui pengamatan pada
temperatur permukaan.
Pada UAS Praktikum PJ-SIG kali ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari citra
Satelit Landsat-8 untuk mengamati temperatur permukaan Bumi di daerah Gunung Gede,
Cianjur, Jawa Barat. Citra Satelit Landsat-8 sendiri terbagi menjadi 11 band, namun pada
pengamatan kali ini kami hanya menggunakan data band 4, band 5, dan band 10. Band 4 yang
memiliki panjang gelombang antara 0.64-0.67 μm (gelombang merah) memiliki peran untuk
membedakan tutupan vegetasi, band 5 dengan panjang gelombang 0.85-0.88 μm (gelombang
near-infrared) memiliki peran untuk mempertajam kandungan biomasa di permukaan, dan
band 10 dengan panjang gelombang antara 10.60-11.19 μm (thermal infrared sensor) memiliki
peran untuk memetakan kelembaban dan temperatur tanah (USGS, n.d).Untuk menghasilkan
Peta LST, dibutuhkan data-data penunjang seperti koreksi brightness temperature (BT) dan
nilai emisivitas tanah (𝜀𝜆 ) yang dapat dihasilkan melalui perhitungan pada band 4, 5, dan 10.
Setelah mendapatkan data BT dan 𝜀𝜆 , maka tahapan selanjutnya adalah melakukan kalkulasi
menggunakan raster calculator pada ArcMap untuk menghasilkan Peta LST seperti pada
gambar 1. di atas.
Pada Peta LST ini, perbedaan temperatur pada permukaan dibedakan berdasarkan
perbedaan warna pada peta, di mana hijau menggambarkan daerah dengan temperatur
permukaan yang rendah, dan merah menggambarkan daerah dengan temperatur permukaan
yang tinggi.
4 4
3 3
1 2 1 2
Gambar 2. Korelasi antara Peta LST (kiri) dengan Peta False Color (kanan) yang menunjukan lingkungan perkotaan.
1 = Pusat Kota Sukabumi, 2 = Kec. Cibeber, 3 = Pusat Kabupaten Cianjur, 4 = Kec. Cipanas
Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang terpenting dalam mempengaruhi temperatur
permukaan adalah adanya prospek panas Bumi. Daerah pada peta ini berada pada zona busur
vulkanik Jawa dengan Gunung Pangrango yang berada di tengah peta, menandakan pada
daerah ini terdapat potensi prospek panas Bumi yang cukup baik. Jika diamati hubungan antara
Peta LST dan Peta False Color, terdapat daerah di sebelah timur laut dari peta yang memiliki
anomali temperatur yang cukup tinggi namun bukan termasuk daerah perkotaan ataupun
pemukiman penduduk. Hal ini diketahui berdasarkan Peta False Color yang menunjukan
daerah tersebut dominan berwarna merah atau cukup tertutupi oleh vegetasi sedangkan daerah
tutupan lahan berupa pemukimannya sangat sedikit.
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat potensi bahwa anomali tingginya temperatur
permukaan pada daerah tersebut bukan terjadi akibat adanya pemukiman melainkan adanya
prospek panas Bumi di bawah permukaannya.
Gambar 3. Korelasi antara Peta LST (kiri) dengan Peta False Color (kanan) menunjukan dua daerah dengan
anomali temperatur permukaan tinggi yang mengindikasikan adanya prospek panas Bumi.
3. Analisis Daerah Anomali
Berdasarkan interpretasi pada pertanyaan sebelumnya, maka diketahui terdapat dua jenis
anomali temperatur yang ditemukan pada daerah di peta tersebut. Pertama adalah anomali
temperatur yang disebabkan oleh adanya pemukiman penduduk atau perkotaan, sedangkan
anomali kedua adalah anomali temperatur yang kemungkinan terbentuk akibat adanya potensi
panas Bumi di bawah permukaannya. Temperatur pada dua jenis anomali ini berada pada nilai
temperatur antara 35°C hingga 40°C, di mana pada daerah lain dengan elevasi yang sama
memiliki temperatur antara 25°C hingga 30°C.
Gambar 4. Daerah-daerah dengan anomali temperatur yang tinggi. Kotak biru menandai daerah
anomali temperatur akibat tutupan lahan perkotaan, sedangkan kotak hijau menandai daerah
anomali temperatur akibat adanya prospek panas Bumi.
Gallo, K.P., McNab, A.L., Karl, T.R., Brown, J.L., Hood, J.J., Tarpley, J.D. (1993). “The Use of
NOAA AVHRR Data for Assessment of The Urban Heat Island Effect”. Journal of
Applied Meteorology and Climatology. 32(5):899-908. https://doi.org/10.1175/1520-
0450(1993)032%3C0899:TUONAD%3E2.0.CO;2
Khandelwal, S., Goyal, R., Kaul, N., Mathew, A. (2017). “Assessment of Land Surface
Temperature Variation Due to Change in Elevation of Area Surrounding Jaipur, India”.
The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences. 21(1): 97-94.
https://doi.org/10.1016/j.ejrs.2017.01.005
Levy, R., Przyborski, P. (n.d.). “Land Surface Temperature”. Nasa Earth Observatory. Diakses
dari https://earthobservatory.nasa.gov/global-maps/MOD_LSTD_M pada 8 Juni 2022
Pukul 20.48 WIB.
Marchand, N., Royer, A., Krinner, G., Roy, A., Langlois, A., Vargel, C. (2018). “Snow-Covered
Soil Temperature Retrieval in Canadian Arctic Permafrost Areas, Using a Land Surface
Scheme Informed with Satellite Remote Sensing Data”. Remote Sensing Journal. 10(11):
1703. https://doi.org/10.3390/rs10111703
US Geological Survey. (n.d). “What are the best Landsat spectral bands for use in my research?”.
FAQ. Diakses dari https://www.usgs.gov/faqs/what-are-best-landsat-spectral-bands-use-
my-research pada 9 Juni 2022 Pukul 15.30 WIB.