Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang identifikasi struktur bawah permukaan daerah panas bumi melalui
pemodelan 2D metode magnetik di daerah Tarutung bagian Selatan dan sekitarnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan pada lokasi manifestasi panas bumi di
daerah penelitian. Pemodelan 2D dilakukan berdasarkan hasil anomali magnetik regional dan didukung
oleh informasi geologi daerah tersebut. Penggunaan metode kontinuasi ke atas pada data anomali
magnetik menghasilkan nilai anomali magnetik regional mulai dari -86,7 nT hingga 108,9 nT yang
berasosiasi dengan terdapatnya sesar dan mata air panas. Daerah prospek ini didominasi oleh batuan
andesit dan aglomerat berasal dari Formasi Gunung Api Toru (Tmvo) dan batuan tufa berasal dari Satuan
Tufa Toba (Qvt). Lebih lanjut, pemodelan 2D pada penampang sayatan A-A’, sayatan B-B’, sayatan C-C’,
dan sayatan D-D’ menguatkan hasil interpretasi sebelumnya terkait keberadaan struktur sesar. Terdapat
3 perlapisan batuan untuk setiap profil pada sayatan, yaitu andesit dan aglomerat, cap rock (tufa dan
aluvium) sebagai tempat keluarnya air panas, dan zona reservoir yaitu batu pasir. Proses demagnetisasi
akibat alterasi hidrotermal ditunjukkan oleh adanya bagian dari daerah penelitian yang memiliki nilai
suseptibilitas kecil.
Kata Kunci : Metode Magnetik, Panas Bumi, Kontinuasi ke Atas, Anomali Regional, Pemodelan 2D
206
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
(2019) [6] melaporkan penggunaan metode yang digunakan sebesar 42225,86 nT, nilai
magnetik daerah panas bumi di wilayah Jaboi sudut inklinasi sebesar -15,4705° dan nilai
Sabang. Wilayah panas bumi tersebut sudut deklinasi sebesar -0,714054°. Proses
diidentifikasi memiliki manifestasi panas bumi pemodelan 2D bertujuan untuk
karena menunjukkan nilai anomali magnetik menggambarkan struktur bawah permukaan
rendah. Keberadaan sesar Ceuneuhot dan menjelaskan model reservoir panas bumi.
ditunjukkan oleh kontras nilai anomali tinggi Metode yang digunakan untuk mendapatkan
dan rendah. Terdapat 5 lapisan yang berbeda kecocokan antara data teoritis (respon model)
berdasarkan kontras suseptibilitas. Berdasarkan dengan data lapangan adalah proses trial and
interpretasi yang dilakukan, daerah penelitian error dengan mengubah-ubah harga parameter
didominasi oleh andesit, breksi dan tufa [6]. model.
Penerapan metode magnetik di daerah Parameter model yang digunakan adalah
Tarutung bagian Selatan dan sekitarnya geometri benda anomali, kedalaman dan nilai
dilakukan untuk mengidentifikasi panas bumi suseptibilitas. Proses pengulangan pengubahan
yang ada. Upaya ini dilakukan untuk parameter model dilakukan hingga respons
mendapatkan struktur bawah permukaan yang model memiliki nilai Root Mean Square Error /
dapat digunakan sebagai dasar bagi pemetaan RMSE (kesalahan hampiran) yang kecil ke data
potensi energi panas bumi. lapangan. Kesalahan hampiran tersebut dihitung
menggunakan persamaan:
2. Metodologi 1
Lokasi penelitian berada di daerah Tarutung 𝐸𝑅𝑀𝑆 = √𝑁 ∑𝑁 𝑐𝑎𝑙
𝑖=1(𝑡𝑖 − 𝑡𝑖 𝑜𝑏𝑠 )2 (1)
bagian Selatan dan sekitarnya berada pada dengan 𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 adalah respon model ke i,
wilayah dengan koordinat 1°50’00” - 2°07’59” 𝑡𝑖 𝑜𝑏𝑠 adalah data lapangan ke i, N adalah jumlah
LU dan 98°41’58” – 99°07’00” BT. Data yang data
digunakan untuk penelitian ini adalah data
sekunder berupa peta anomali magnetik daerah 3. Hasil dan Pembahasan
Tarutung dan sekitarnya yang diterbitkan oleh 3.1 Anomali Magnetik
Pusat Survei Geologi. Anomali magnetik pada Gambar 3 merupakan peta anomali
peta ini sudah melalui tahap koreksi harian dan magnetik total hasil digitasi di daerah penelitian.
koreksi IGRF. Anomali magnetik total didapatkan dari hasil
Pengolahan data diawali dengan proses koreksi terhadap data observasi di lapangan [8].
digitasi. Tujuan dilakukannya proses digitasi Berdasarkan gambar tersebut daerah penelitian
adalah untuk memperoleh nilai digital anomali memiliki nilai anomali magnetik total antara (-
magnetik dan koordinat pada wilayah yang 107,4) nT hingga 123,3 nT.
diinginkan sehingga dapat diolah secara Nilai anomali magnetik terdapat tiga
numerik dengan bantuan komputer. Data hasil kelompok anomali, diantaranya anomali
proses digitasi kemudian diolah untuk magnetik rendah yang ditunjukkan dengan
menghasilkan peta anomali magnetik total. warna biru gelap hingga hijau muda berkisar
Reduksi ke ekuator dengan menggunakan sudut antara (-107,4) nT hingga (-3,2) nT. Anomali
inklinasi sebesar -15.4705° dan nilai sudut magnetik sedang yang ditunjukkan dengan
deklinasi sebesar -0.714054° dilakukan untuk warna kuning sampai jingga yang berkisar
menghilangkan pengaruh skewness dari anomali antara (-2,5) nT hingga 37,3 nT. Anomali
yang ditinjau. Transformasi ini memungkinkan magnetik tinggi yang ditunjukkan dengan warna
benda anomali seolah-olah bertumpuk dengan merah sampai ungu muda yang berkisar antara
sumber medan magnetik, sehingga benda 46,9 nT hingga 123,3 nT.
anomali tersebut dapat dikorelasikan dengan Persebaran anomali rendah tersebar di
anomali geofisika lainnya [7]. arah Utara hingga Tenggara daerah Tarutung.
Upward continuation (kontinuasi ke atas) Berdasarkan informasi geologi anomali rendah
kemudian dilakukan untuk memperoleh berada pada Satuan Tufa Toba. Sedangkan
anomali magnetik regional dengan persebaran anomali sedang tersebar di arah
menghilangkan efek dangkal (lokal) dalam data. Selatan hingga Barat Daya daerah Tarutung,
Pada penelitian ini, kontinuasi ke atas dilakukan anomali sedang berada pada Satuan Tufa Toba,
menggunakan nilai ketinggian 500 m. Hasil yang Formasi Barus, dan Komplek Sibolga. Sementara
diperoleh pada tahap ini digunakan untuk itu, di arah Tenggara hingga Selatan Tarutung
memodelkan struktur berdasarkan kondisi terdapat didominasi anomali tinggi berada pada
geologi berupa manifestasi panas bumi yang Formasi Gunung Api Toru. Anomali rendah pada
diduga adanya sumber panas bumi. Satuan Tufa Toba disebabkan oleh batuan tufa
Pemodelan 2D didasarkan pada anomali yang mempunyai nilai anomali magnetik rendah
magnetik regional. Pada proses ini, nilai IGRF dan adanya peran dari panas bumi di daerah
207
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
tersebut, sedangkan nilai anomali magnetik antara (-101,7) nT sampai (-1,8) nT. Anomali
tinggi pada Formasi Gunung Api Toru magnetik sedang yang ditunjukkan dengan
disebabkan oleh batuan gunung api. warna kuning sampai jingga yang berkisar
antara 8,3 nT hingga 46,9 nT. Anomali magnetik
tinggi yang ditunjukkan dengan warna merah
sampai ungu muda yang berkisar antara 55,3 nT
hingga 122,1 nT.
Setelah dilakukan koreksi reduksi ke
ekuator (RTE) didapatkan pelemahan nilai
anomali magnetik dibanding dengan anomali
magnetik total. Pelemahan nilai anomali
magnetik ini dikarenakan adanya perubahan
nilai inklinasi menjadi 0° pada hasil anomali
magnetik total.
Peta anomali magnetik reduksi ke ekuator
(RTE) masih berupa gabungan antara anomali
regional dan anomali residual, maka perlu
adanya pemisahan antara kedua anomali
tersebut untuk melihat bagaimana pola masing-
Gambar 3. Peta anomali magnetik total masing keduanya. Pemisahan anomali regional
dan residual dapat dilakukan dengan
Peta anomali magnetik total yang transformasi kontinuasi ke atas. Proses
dihasilkan masih dipengaruhi oleh arah inklinasi kontinuasi ke atas bertujuan untuk
medan magnetik bumi yang menghasilkan pola mendapatkan pola anomali magnetik regional
dipol pada data magnetik akibat terinduksinya yang lebih halus dengan menghitung data yang
kemagnetan batuan. Oleh karena itu, diperlukan seolah-olah diamati pada ketinggian tertentu
proses transformasi reduksi ke ekuator (RTE) dengan menghilangkan pengaruh anomali lokal
yang bertujuan untuk mentransformasikan [9].
vektor kemagnetan induksi sehingga memiliki Hasil dari proses transformasi ini adalah
arah vertikal seperti kondisi di ekuator dan anomali magnetik regional, anomali regional
dapat lebih memudahkan interpretasi dengan yang mana erat kaitannya dengan pendugaan
menggambarkan pola sumber anomali. Proses keberadaan panas bumi karena pada umumnya
transformasi reduksi ke ekuator ini diharapkan panas bumi berada di bawah permukaan yang
menghasilkan pola anomali bersifat monopol. yang cukup dalam. Anomali magnetik regional
diharapkan dapat membantu dalam proses
tahap interpretasi dan pemodelan struktur
bawah permukaan sebagian mata air panas pada
daerah Tarutung bagian Selatan dan sekitarnya.
Karena anomali magnetik regional merupakan
anomali magnetik hasil respon dari batuan di
bawah permukaan yang lebih dalam.
Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan pengangkatan ke atas dlakukan
dengan interval 100 m dengan metode trial and
error hingga pola konturnya tidak berubah lagi,
didapatkan anomali regional yang pola
anomalinya tidak berubah lagi yaitu pada
ketinggian 500 m.
Gambar 5 merupakan hasil anomali
magnetik regional yang telah dilakukan
Gambar 4. Peta anomali magnetik di RTE
kontinuasi ke atas pada ketinggian 500 m, yang
menggambarkan persebaran anomali magnetik
Gambar 4 merupakan hasil transformasi
setelah dilakukan pengangkatan ke atas dari
reduksi ke ekuator (RTE) dari hasil anomali
tinggi hingga rendah yang berkisar antara (-
magnetik total daerah penelitian, yang
86,7) nT hingga 108,9 nT. Perubahan anomali
menggambarkan persebaran anomali magnetik
magnetik berskala biru gelap hingga hijau muda
setelah direduksi ke ekuator dari tinggi hingga
dengan nilai berkisar antara (-86,7) nT sampai
rendah yang berkisar antara (-101,7) nT hingga
(-2,8) nT. Anomali magnetik sedang yang
122,1 nT. Penguatan anomali berskala biru
gelap hingga hijau muda dengan nilai berkisar
208
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
ditunjukkan dengan warna kuning sampai jingga parameter yang perlu diubah dan sejauh mana
yang berkisar antara 8,5 nT hingga 47,5 nT. perubahan yang dilakukan hingga didapatkan
hasil nilai RMSE terkecil [11].
pengetahuan mengenai karakteristik fisis panas Gambar 8. Hasil model 2D bawah permukaan
bumi yang ditinjau dapat membantu perkiraan pada sayatan A-A’ (penampang peta
geologi)
209
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
210
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
Bat Kedalama
Wa Suseptibili Batuan
ua Formasi batuan n
rna tas (SI) dominan
n (m)
1 0,00253 – -1339 –
Tufa Toba Tufa
2 0,00258 (+90)
-1199 – Tufa
3 -0,004549 Tufa Toba Bat Kedalama
(+456) teralterasi Wa Suseptibili Formasi Batuan
ua n
rna tas (SI) batuan dominan
n (m)
-990 –
4 0,00692 Alluvium Alluvium 1 -1100 – Tufa
(+102) (-0,0025) Tufa Toba
2 (+460) teralterasi
3 0,00252 – -860 –
5 Aglomerat Tufa Toba Tufa
0,00504 – Formasi Gunung -1360 – 4 0,00253 (+1070)
6 dan
0,01132 Api Toru (+2038) -910 –
7 andesit 5 0,00692 Alluvium Alluvium
(-400)
(-0,0139) (-0,0088) Formasi
8 Formasi Gunung -1520 – Andesit 6 -1470 – Andesit
– – Gunung Api
9 Api Toru (+1072) teralterasi 7 (+880) teralterasi
(-0,0050) (-0,0045) Toru
Kelompok Formasi Aglomerat
10 -308 – 8 0,00567 – -590 –
0,00044 Tapanuli Tak Batu pasir Gunung Api dan
12 (+2025) 9 0,01635 (+2190)
Terpisahkan Toru andesit
Gambar 10. Hasil model 2D bawah permukaan 10
Kelompok
+50 –
0,00044 Tapanuli Tak Batu pasir
pada sayatan C-C’ 11
Terpisahkan
(+2100)
211
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
212
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 206 - 213 ISSN : 2337-8204
213