Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/358279464

ESTIMASI SUHU PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN SALURAN THERMAL


CITRA LANDSAT OLI-8 TAHUN 2018-2019 Studi Kasus: Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru

Conference Paper · February 2022

CITATIONS READS
0 317

2 authors, including:

Muhammad Irsyadi Firdaus


State Polytechnic of Malang
17 PUBLICATIONS 18 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

DSM Extraction from Pleiades Images using MicMac View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Irsyadi Firdaus on 02 February 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ESTIMASI SUHU PERMUKAAN TANAH MENGGUNAKAN SALURAN
THERMAL CITRA LANDSAT OLI-8 TAHUN 2018-2019
Studi Kasus: Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Achmad Aldi Reza Pahlevi, Muhammad Irsyadi Firdaus


Jurusan Teknik Sipil Program Studi D2 PSDKU Politeknik Negeri Malang di Kabupaten Lumajang
Jl. Lintas Timur Lumajang 67311 Telp. (0334) 8786800
E-mail: alrezpahlevi@gmail.com

ABSTRAK
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) adalah taman nasional yang berada di Jawa Timur
yang terletak di wilayah administratif 4 kabupaten yang terdiri atas Kabupaten Pasuruan (4.642,52 ha),
Kabupaten Malang (18.692,96 ha), Kabupaten Lumajang (23.340,35 ha) dan Kabupaten Probolinggo
(3.600,37 ha). Perubahan iklim seperti terjadinya kemarau yang panjang serta faktor kelalaian manusia kerap
kali menjadi penyebab kebakaran hutan yang sering terjadi di TNBTS. Oleh karena itu, berdasarkan kondisi
inilah estimasi suhu permukaan tanah perlu dilakukan dan dikaji. Salah satu teknologi penginderaan jauh
adalah memanfaatkan citra dari Satelit Landsat untuk mengestimasi suhu permukaan tanah menggunakan
saluran thermal pada Landsat 8. Estimasi suhu permukaan tanah memerlukan nilai emisivitas permukaan atau
(LSE) yang didapat menggunakan metode NDVI (
). Hasil kajian menunjukkan rata-rata suhu permukaan tanah di TNBTS pada tahun 2018 sebesar 65°C.
Suhu permukaan ini lebih tinggi 0,2°C dibandingkan pada tahun 2019 yang memiliki suhu rata-rata sebesar
64,8°C. Penyebaran suhu permukaan tanah di TNBTS pada tahun 2018 dan 2019 memiliki pola penyebaran
yang cenderung sama. Suhu 49,9-53,7°C masih mendominasi di wilayah yang cenderung sama.

Kata kunci: ArcGIS, citra satelit landsat, penginderaan jauh, suhu permukaan tanah, TNBTS

55
PENDAHULUAN

Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek serta merupakan
parameter kunci keseimbangan energi pada permukaan. Pada saat permukaan suatu benda
menyerap radiasi, suhu permukaannya belum tentu sama. Hal ini tergantung pada sifat fisis objek
pada permukaan tersebut. Sifat fisis objek tersebut diantaranya emisivitas, kapasitas panas jenis
dan konduktivitas (Sutanto, 1994).
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atau biasa disingkat TNBTS adalah taman nasional
yang berada di Jawa Timur yang terletak di wilayah administratif empat Kabupaten yang terdiri atas
Kabupaten Pasuruan (4.642,52 ha), Kabupaten Malang (18.692,96 ha), Kabupaten Lumajang
(23.340,35 ha) dan Kabupaten Probolinggo (3.600,37 ha). TNBTS secara geografis terletak pada
posisi 7 - 8 - 113 . Taman nasional yang
membentang barat-timurnya sekitar 20-30 km dan utara-selatannya sekitar 40 km ini ditetapkan
sejak tahun 1982 dengan luas wilayah sebesar 50.276,3 ha (Bromo Tengger Semeru, 2021).
Menurut data terbaru yang dikutip dari Rencana Revisi Zonasi TNBTS oleh Kementerian
Kehutanan, luas wilayah taman nasional sebesar 50.276,18 ha. Perubahan iklim seperti terjadinya
kemarau yang panjang serta faktor kelalaian manusia kerap kali menjadi penyebab kebakaran hutan
yang sering terjadi di TNBTS, salah satu contoh yaitu pada tahun 2018 dan 2019 yang mana di
tahun tersebut terjadi kebakaran hutan terparah. Hal-hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
berubahnya suhu permukaan tanah ( ) menjadi tidak stabil serta
alasan dari penulis tertarik untuk meneliti suhu permukaan tanah pada saat serta pasca kebakaran
hutan yang terjadi di TNBTS. Tujuan dari penelitian ini dengan adanya estimasi suhu permukaan
tanah, kita bisa mengetahui lokasi serta wilayah yang rawan terjadinya kebakaran hutan sehingga
bisa menanggulani peristiwa tersebut di kemudian hari dan menganalisis perubahan estimasi suhu
permukaan tanah dengan mudah tanpa survei lapangan.
Oleh karena itu, berdasarkan kondisi inilah estimasi suhu permukaan tanah perlu dilakukan dan
dikaji yang nantinya akan dibuat menjadi delapan kelas berdasar pada penelitian et al.
(2017). Proses estimasi suhu permukaan tanah ini dilakukan dengan menggunakan data
penginderaan jauh. Penggunaan data penginderaan jauh dalam identifikasi suhu permukaan tanah
memberikan kemudahan untuk menghasilkan identifikasi dengan wilayah yang luas, biaya relatif
murah dan waktu yang singkat. Salah satu teknologi penginderaan jauh adalah memanfaatkan citra
dari Satelit Landsat. Saluran 10 yang berada pada saluran (TIRS) pada
Landsat 8 dapat dimanfaatkan untuk kajian tidak langsung mengenai suhu permukaan tanah.

METODE

NDVI

NDVI ( ) adalah indeks vegetasi yang paling popular


digunakan dan dapat menggambarkan kondisi tingkat kehijauan, kesehatan dan kerapatan vegetasi.
NDVI berbasis kepada perbedaan nilai pantulan inframerah dengan merah. Tumbuhan
hijau akan menyerap gelombang pada spektrum merah untuk proses fotosintesis dan memantulkan
gelombang pada spektrum inframerah (Jensen, 2000). Nilai NDVI menggunakan nilai reflektansi dari
NIR ( ) dan Red pada citra satelit untuk perhitungannya (Persamaan 1).

1)

dimana:
NDVI =
NIR =
RED =

56
LSE ( ) merupakan faktor yang menghitung skala radiasi dari benda hitam
( ) untuk memprediksi radiasi yang dipancarkan dan efisiensi transmisi dari energi termal
di sepanjang permukaan ke atmosfer. Dalam hal ini,
mengestimasi suhu permukaan tanah secara akurat dari pengukuran radiasi (Sobrino et al., 2008).
Untuk mendapatkan LSE salah satu prosedur alernatifnya adalah dari NDVI. Pendekatan yang
digunakan adalah NDVI Threshold Method. Metode ini mendapatkan nilai emisivitas dari NDVI
berdasarkan kasus yang berbeda (Sobrino et al., 2004):
a. NDVI < 0,2
Dalam kasus ini, dianggap sebagai tanah kosong dan emisivitas diperoleh dari nilai
reflektifitas dalam wilayah merah ( ).
b. NDVI > 0,5
Piksel dengan nilai NDVI lebih tinggi dari 0,5 dianggap sebagai vegetasi sepenuhnya, dan
kemudian nilai konstan untuk emisivitas diasumsikan, biasanya 0,99.
c.
Dalam kasus ini, piksel tersusun atas campuran dari tanah kosong dan vegetasi, dan
emisivitasnya dihitung berdasarkan emisivitas vegetasi, emisivitas tanah dan proporsi vegetasi
(Persamaan 2) yang diperoleh dari (Carlson & Ripley, 1997).
.......................................................................................................................(2)

dimana:
PV = Proporsi Vegetasi
NDVI = Citra NDVI
NDVImin = Nilai NDVI minimum
NDVImax = Nilai NDVI maksimum

Untuk menerapkan metode ini, diperlukan nilai emisivitas tanah dan vegetasi. Dalam hal ini,
biasanya dipilih nilai emisivitas untuk vegetasi sebesar 0,99. Pilihan nilai tertentu untuk tanah
menimbulkan pertanyaan yang lebih kritis, karena variasi nilai emisivitas yang lebih tinggi untuk
tanah dibandingkan dengan vegetasi. Solusi yang mungkin adalah menggunakan nilai rata-rata
untuk 8 emisivitas tanah yang termasuk dalam ASTER dan difilter menurut fungsi
filter TM-6. Mengingat ada total 49 spektrum tanah, diperoleh nilai rata-rata 0,973 (dengan
standar deviasi 0,004). Menggunakan data ini (TM-6 emisivitas tanah dan vegetasi masing-masing
0,97 dan 0,99), ekspresi akhir untuk LSE yaitu Persamaan 3 (Sobrino et al., 2004).
..........................................................................................................................(3)

Suhu Permukaan Tanah ( )

Suhu permukaan tanah dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu
permukaan yang digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan. Besarnya suhu
permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang. Panjang gelombang yang paling sensitif terhadap
suhu permukaan adalah inframerah termal. termal dari suatu satelit berfungsi untuk mencari
suhu permukaan objek di permukaan (Lillesand & Kiefer, 1999). Terjadinya peningkatan atau
penurunan suhu permukaan tanah di suatu daerah dapat disebabkan oleh berkurangnya vegetasi
karena kebakaran hutan, yang mana fenomena ini di TNBTS sering terjadi, sehingga dapat
berpengaruh dengan perubahan cuaca yang menyebabkan suhu menjadi meningkat
Saluran ( ) 10 dan 11 yang berada pada kanal (TIRS) pada Landsat
8 OLI/TIRS dapat dimanfaatkan untuk kajian tidak langsung mengenai suhu permukaan tanah.
Pemanfaatan saluran ini dapat digunakan dalam rangka mengambil kebijakan terkait dengan
mitigasi bencana kebakaran, maupun perencanaan dalam rehabilitasi lahan terutama untuk reboisasi
hutan. Hal ini diperlukan karena dengan informasi suhu permukaan tanah akan dapat diketahui

57
wilayah-wilayah mana yang perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka menjaga kelestarian
lingkungan (Purwanto & Sudiro, 2015).
Suhu permukaan yang didapat dari citra satelit diolah dengan menggunakan beberapa tahapan.
Menurut Landsat 8 (2016), untuk mengkonversi (DN) dari
( 10) Landsat 8 menjadi Persamaan 4. Langkah
selanjutnya mengkonversi nilai (L ) ke (TB) dengan
menggunakan Persamaan 5. Kemudian mengkonversi (TB) ke suhu
permukaan (LST) dengan menggunakan Persamaan 6 (Widyasamratri, 2012).
.................................................................................................................................. (4)
dimana:
L =
ML = Faktor pengali pada spesifik (pada metadata)
Qcal = (DN)
AL = Faktor penambah pada spesifik (pada metadata)
....................................................................................................(5)

dimana:
TB = (K)
K2 = Konstanta kalibrasi pada termal (pada metadata)
K1 = Konstanta kalibrasi pada termal (pada metadata)
L =
............................................................................................................................. (6)

dimana:
LST = Suhu Permukaan Tanah (K)
TB = Brightness Temperature (K)

-
= nilai emisivitas

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlokasi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, secara spasial lokasi kajian
dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan citra ini dilakukan di Ruang Lab Komputer Gedung B2,
PSDKU Politeknik Negeri Malang di Kabupaten Lumajang.

Gambar 1. Peta lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

58
Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa:
1. Perangkat Pengolahan Data
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah (PC) HP,
-bit.
2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ArcGIS 10.5, dan Office 2013.
3. Data Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra Satelit Landsat 8 Path 118
Row 66 Tanggal 12 September 2018, Citra Satelit Landsat 8 Path 118 Row 66 Tanggal 15
September 2019, Batas Administrasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( ), dan
Metadata (Raw data) Citra Satelit Landsat 8 Path 118 Row 66.

Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tahapan penelitian diilustrasikan pada diagram alir yang ada pada Gambar 2, dengan proses
sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relevan dengan permasalahan pada penelitian
yang akan dilakukan. Studi literatur dimaksudkan untuk memahami dasar-dasar teori yang akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Referensi ini didapatkan dari buku, jurnal,
artikel, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan teori suhu permukaan tanah,
pemanfaatan saluran (TIRS), serta cara pengolahan data
menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Tujuannya adalah untuk memperkuat permasalahan
serta sebagai dasar teori dalam melakukan penelitian.
2. Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian. Data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data spasial berupa citra satelit Landsat 8 yang diakuisisi
pada 12 September 2018 berada di Path 118/Row 66 dan 15 September 2019 berada di
Path/Row yang sama (USGS, 2019), serta batas wilayah ( ) TNBTS.
3. Pre-processing Citra Landsat
Data tersebut kemudian diolah kemudian dikoreksi geometrik dan radiometrik. Pada citra
Landsat OLI-8, sudah terkoreksi secara geometrik, sehingga dalam penelitian ini hanya perlu
dilakukan koreksi radiometrik. Koreksi radiometrik berhubungan dengan sensor untuk
meningkatkan penajaman ( ) setiap citra sehingga objek yang terekam mudah
di interpretasikan untuk menghasilkan data yang benar dan sesuai dengan keadaan lapangan.
Sedangkan koreksi geometri (orthorektifikasi) merupakan proses memposisikan citra sehingga
cocok dengan koordinat peta dunia yang sebenarnya. Tahapan awal yaitu melakukan koreksi
radiometrik menggunakan pada ArcGIS dengan mengkonversi
(didapat dari MTL) menjadi radian kemudian reflektan, kecuali yang dikonversi ke
. Agar memudahkan dalam proses pengolahan citra selanjutnya,
dilakukan pemotongan citra ( ) yang menjadi area cakupan penelitian. Setelah pra
pengolahan selesai, dilanjutkan dengan proses penajaman citra dan pemotongan citra sesuai
dengan wilayah penelitian.
4. Pengolahan Data
4 (Red) dan 5 (NIR) diperlukan untuk menghitung nilai NDVI. Dari nilai NDVI ini
akan dihitung proporsi vegetasi dan LSE. Sedangkan pada proses perhitungan
berupa konversi dari (DN) ke nilai kemudian dikonversi ke
telah dilakukan secara otomatis saat proses koreksi radiometrik pada
pra pengolahan. Selanjutnya mencari proporsi vegetasi dengan memasukkan nilai NDVI
dikurangi kemudian hasilnya digunakan untuk mencari nilai emisivitas.
Untuk mengestimasi suhu permukaan tanah dilakukan perhitungan terhadap
menggunakan nilai LSE yang didapat pada perhitungan NDVI. Setelah itu dilakukan pembuatan

59
8 kelas ( ), kemudian mengubah raster ke vektor untuk menentukan luas wilayah dari
tiap kelas estimasi suhu permukaan tanah.

Gambar 2. Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Citra Satelit Sebelum dan Sesudah Dikoreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik adalah melakukan konversi dari nilai piksel (DN = ) menjadi
nilai reflektan citra sehingga memperbaiki nilai pantulan objek yang seharusnya. Setelah citra foto
dikoreksi radiometrik, gambar yang dihasilkan tampak lebih tajam dan detail dibandingkan sebelum
dikoreksi. Gambar 3 adalah gambar citra satelit dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Gambar di sebelah kiri merupakan citra yang belum dikoreksi radiometrik, sedangkan sebelah kanan
hasil sesudah dikoreksi.

60
Gambar 3. Citra sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) dikoreksi radiometrik

Suhu Permukaan Tanah Tahun 2018

Pada tahun 2018 suhu permukaan tanah 53,7-57,5°C memiliki luas terbesar yaitu 31.833,38 ha
yang tersebar sebagian besar di wilayah kawasan hutan Kabupaten Lumajang hingga Kabupaten
Malang dan mencakup 62,442% dari wilayah keseluruhan TNBTS. Suhu permukaan tanah dengan
luas terbesar kedua adalah 57,5-61,3°C sebesar 21,158% yang terkonsentrasi di perbatasan antara
Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang tepatnya di bagian lereng Gunung Semeru dengan luas
10.786,56 ha dari total luas keseluruhan TNBTS.
Suhu permukaan tanah 72,6-76,8°C mencakup 0,732% tersebar di wilayah sekitar kawah
Gunung Bromo dengan luas keseluruhan 373,29 ha. Wilayah suhu permukaan tertinggi sebesar
76,8-80,1°C mencakup 0,002% berada di puncak kawah Gunung Semeru, Gunung Bromo, serta di
beberapa titik wilayah lautan pasir. Pada peta estimasi suhu permukaan tanah tahun 2018 seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4, rona warna merah di pusat kawah Gunung Bromo serta Gunung
Semeru sehingga suhu permukaan tanah menjadi panas dan mencapai suhu maksimum yaitu
80,1°C. Klasifikasi suhu permukaan tanah tahun 2018 sebagaimana dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Suhu Permukaan Tanah Tahun 2018


Kelas Suhu Permukaan ( C) Luas (Ha) Persentase (%)
1 49,9 53,7 2.107,91 4,134
2 53,7 57,5 31.833,38 62,442
3 57,5 61,3 10.786,56 21,158
4 61,3 65,0 2.707,27 5,310
5 65,0 68,8 1.519,17 2,979
6 68,8 72,6 1.651,20 3,238
7 72,6 76,8 373,29 0,732
8 76,8 80,1 1,44 0,002
Total 50.980,22 100

61
Gambar 4. Peta estimasi suhu permukaan tanah TNBTS tahun 2018

Suhu permukaan terendah dengan interval 49,9-53,7°C mencakup luasan yang berada di
persentase menengah dan terkonsentrasi di bagian wilayah kawasan hutan Kabupaten Malang. Suhu
tersebut masih tergolong tinggi dan kemungkinan penyebab dari hasil tersebut adalah disebabkan
karena adanya tutupan awan sehingga nilai yang terekam pada sensor Landsat
mendapatkan hasil nilai suhu sebesar 49,9°C.

Suhu Permukaan Tanah Tahun 2019

Suhu permukaan tanah TNBTS pada tahun 2019 (Tabel 2) didominasi oleh wilayah dengan
suhu permukaan antara 50,3-53,6°C dengan luas 18.296,69 ha yang tersebar di sebagian besar
wilayah kawasan hutan Kabupaten Lumajang dan mencakup 35,887% dari total keseluruhan luas
wilayah TNBTS. Sebagian besar tutupan lahannya berupa hutan. Suhu permukaan tanah dengan
luas terbesar kedua adalah antara 53,6-57,0°C sebesar 35,336% yang terkonsentrasi di sebagian
besar wilayah hutan Kabupaten Malang dengan luas 18.015,55 ha. Sebagian besar tutupan lahannya
hutan dan berada di wilayah dataran tinggi. Serupa seperti citra satelit sebelumnya, kedua suhu
interval tersebut masih dikategorikan suhu yang tinggi disebabkan tutupan awan sehingga sensor
yang terekam sebesar 50,3°C. Suhu di kelas pertama dan juga kelas kedua memiliki cakupan
yang hampir sama serta mendominasi dari total luas TNBTS.

Tabel 2. Klasifikasi suhu permukaan tanah tahun 2019


Kelas Suhu Permukaan ( C) Luas (Ha) Persentase (%)
1 50,3 53,6 18.296,69 35,887
2 53,6 57,0 18.015,55 35,336
3 57,0 61,3 7.931,43 15,556
4 61,3 65,7 2.927,87 5,742
5 65,7 68,0 1.845,46 3,619
6 68,0 72,4 1.080,72 2,119
7 72,4 75,8 851,43 1,670
8 75,8 79,1 33,96 0,066
Total 50.983,11 100

Wilayah suhu permukaan tanah tertinggi yaitu 75,8-79,1°C hanya mencakup 0,066% saja di
sekitar kawah Gunung Bromo dan beberapa titik lautan pasir wilayah Kabupaten Pasuruan serta di
puncak kawah Gunung Semeru dengan luas 33,96 ha. Tutupan lahan wilayah suhu permukaan ini
sebagian besarnya berupa lautan pasir terluas dikawasan TNBTS yang jarang terdapat vegetasi.
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5, suhu permukaan tanah menunjukkan adanya perbedaan
dari waktu sebelumnya.

62
Gambar 5. Peta estimasi suhu permukaan tanah TNBTS tahun 2019

Selisih Suhu Permukaan Tanah pada Tahun 2018 - 2019

Suhu permukaan tanah pada tahun 2018 kelas 1 yaitu 49,9-53,7°C, berbeda di tahun 2019 yaitu
50,3-53,6°C. Apabila diambil nilai rata-rata, masing-masing suhu kelas 1 pada tahun 2018 dan 2019
sebesar 51,8 dan 51,95°C. Kenaikan suhu rata-rata yang terjadi pada kelas 1 sebesar 0,15°C.
Berbeda yang terjadi pada kelas yang memiliki suhu tertinggi. Suhu maksimal pada tahun 2018 yaitu
76,8-80,1°C, sedangkan di 2019 yaitu 75,8-79,1°C. Apabila di ambil nilai rata-rata sebesar 78,45
dan 77,45°C. Suhu maksimal di tahun 2018 dan 2019 mengalami penurunan suhu -1°C. Suhu
permukaan tanah di kelas 1 hingga 8 terus mengalami kenaikan penurunan sebesar 0,275%
setiap kelasnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 3 tentang selisih suhu permukaan
tanah TNBTS pada tahun 2018-2019 beserta nilai rata-ratanya.

Tabel 3. Selisih suhu permukaan tanah TNBTS tahun 2018-2019


Selisih Suhu
Suhu Permukaan Tanah Suhu Permukaan Tanah
Permukaan Tanah
Tahun 2018 Tahun 2019
Kelas 2018 2019 ( C)
Temperature Temperature
( C) ( C)
1 49,9 53,7 51,8 50,3 53,6 51,95 0,15
2 53,7 57,5 55,6 53,6 57,0 55,3 -0,3
3 57,5 61,3 59,4 57,0 61,3 59,15 -0,25
4 61,3 65,0 63,15 61,3 65,7 63,5 0,35
5 65,0 68,8 66,9 65,7 68,0 66,85 -0,05
6 68,8 72,6 70,7 68,0 72,4 70,2 -0,5
7 72,6 76,8 74,7 72,4 75,8 74,1 -0,6
8 76,8 80,1 78,45 75,8 79,1 77,45 -1

KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan, suhu permukaan tanah pada tahun 2018 dan 2019 memiliki persentase
suhu tertinggi yang hampir sama sebesar 0,002% dan 0,066% serta sebagian besar berada di
wilayah yang sama di sekitar kawah Gunung Bromo, beberapa titik area lautan pasir, hutan TNBTS
dan puncak kawah Gunung Semeru. Pola persebaran suhu permukaan tanah TNBTS memiliki
perbedaan yang tidak terlalu besar. Suhu terendah yang terekam oleh sensor citra satelit
Landsat 8 tergolong tinggi disebabkan tutupan awan. Adapun hasil estimasi suhu permukaan tanah

63
View publication stats

menggunakan saluran thermal citra Landsat memiliki selisih perubahan suhu yang tidak terlalu jauh.
Perubahan kenaikan suhu tertinggi berada di kelas ketiga sebesar 0,15°C; sedangkan penurunan
tertinggi pertama berada di kelas 8 yaitu -1°C yang mana suhu permukaan tanah di kelas 8. Selisih
yang terjadi di setiap kelasnya tampak mengalami penurunan sebesar 0,275%.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada (USGS) yang
telah menyediakan data citra satelit Landsat-8 (OLI) secara gratis. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada penyedia ArcGIS.

DAFTAR PUSTAKA
Bromo Tengger Semeru. (2021). Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Diakses dari
https://bromotenggersemeru.org/page-static/wilayah-kerja. [18 Mei 2021].
Carlson, T., & Ripley, D. (1997). On the relation between NDVI, fractional vegetation cover, and leaf area
index. , (3), 241-252. DOI: https://doi.org/10.1016/S0034-
4257(97)00104-1
Jensen, J. (2000). Prentice Hall. New Jersey.
(2016). Department of the Interior U.S. Geological Survey.
Lillesand, T., & Kiefer, R. (1999). Wiley & Sons. New York.
Purwanto, A., & Sudiro, A. (2015). Pemanfaatan saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) Landsat 8 untuk
estimasi temperatur permukaan lahan. , (2), 125-126.
Sobrino, J.A., Jiménez-Muñoza, J.C., & Paolini, L. (2004). Land Surface Temperature Retrieval from LANDSAT
TM 5. , (4), 434-440. https://doi.org/10.1016/j.rse.2004.02.003
Sobrino, J.A., Jimenez-Munoz., J.C., Soria, G., Romaguera, M., Guanter, L., Moreno, J., Plaza, A., & Martinez,
P. (2008). Land SURFACE EMISSIVITY RETRIEVAL FROM DIFFERENT VNIR and TIR Sensors.
, (2), 316-327. DOI:
https://doi.org/10.1109/TGRS.2007.904834
Sutanto. (1994). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Utomo, A.W., Suprayogi, A., & Sasmito, B. (2017). Analisis hubungan variasi land surface temperature dengan
kelas tutupan lahan menggunakan data Citra Satelit Landsat (Studi kasus : Kabupaten Pati).
, (2), 71-80.
Widyasamratri, H., Souma, K., Surtsugi, K., Ishidaira, H., Ichikawa, Y., Kobayashi, H., & Inagaki, I. (2012). Air
temperature estimation from satellite remote sensing to detect of the effect of urbanization in Jakarta,
Indonesia. (6), 800-805.

64

Anda mungkin juga menyukai