Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.21 No.

2, 2020: 53 – 61 53

MODEL ESTIMASI DATA INTENSITAS RADIASI MATAHARI UNTUK


WILAYAH BANTEN
Modelling Estimation of Solar Intensity Radiation in Banten

1)* 1) 1)
Munawar , Adi Mulsandi , Anistia Malinda Hidayat
1)
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl Perhubungan I No 5, Banten.
*E-mail : munawaralistmkg@gmail.com

Intisari
2
Data intensitas radiasi matahari (Rs, MJ/m /day) memiliki peran yang sangat penting dalam
pemodelan cuaca dan iklim guna mengkuantifikasi panas yang dipertukarkan antara permukaan
dan atmosfer. Namun, keterbatasan jumlah titik pengamatan intensitas radiasi matahari
menjadikan pemodelan sebagai alternatif solusi yang relatif mudah dan murah untuk pengambilan
data intensitas radiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa model dalam
mengestimasi nilai intensitas radiasi matahari di wilayah penelitian menggunakan dua pendekatan
model yang berbeda, yaitu model empiris oleh Keiser, Arkansas (AR) dan model deterministik.
Tiga variabel utama cuaca yang digunakan sebagai input data model adalah curah hujan (mm),
suhu maksimum (°C), dan suhu minimum (°C). Kedua model tersebut dipilih karena dapat
diterapkan dengan hanya melibatkan variabel utama atmosfer yang tersedia dalam waktu yang
panjang di lokasi penelitian. Hasil prediksi yang dilakukan dengan model kemudian dibandingkan
dengan data reanalisis National Centers for Environmental Prediction (NCEP) pada titik koordinat
wilayah Stasiun Klimatologi Pondok Betung. Hasilnya menunjukkan performa model empirik lebih
baik dalam menggambarkan variasi temporal dan prediksi variabel intensitas matahari
dibandingkan model deterministik. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi yang cukup baik,
yakni mencapai 0,72 (korelasi kuat) dan nilai Root Mean Square Error (RMSE) 2,0. Atas dasar
hasil pemodelan yang cukup representatif di lokasi penelitian, analisis secara spasial kemudian
diterapkan untuk skala wilayah yang lebih luas, yaitu Provinsi Banten. Berdasarkan tinjauan secara
spasial di wilayah kajian, model empirik memiliki performa yang bervariasi di wilayah Provinsi
Banten. Hasil prediksi intensitas radiasi matahari di wilayah bagian barat memiliki performa yang
lebih baik dibandingkan wilayah bagian timur.

Kata Kunci: Intensitas Radiasi Matahari, Model Empiris, Model Deterministik

Abstract
Solar radiation data (Rs, MJ/m2/day) has a significant role in weather and climate modeling in
quantifying heat exchanges between earth surfaces and the atmosphere. Accordingly, solar
radiation data estimation modeling poses an alternate, easier, and cheaper solution. This study
evaluates the performance of the model on estimating the value of solar intensity radiation data in
the research area by using two different modeling approaches, first through an empirical model,
represented by the Keiser, Arkansas (AR), second, through a deterministic model. Three main
weather variables use as the input data (rainfall (mm), maximum, and minimum temperature (°C)).
Both models were chosen because they can be run by only involving these three variables and the
data available for a long time. The prediction results then compare with the National Centers for
Environmental Prediction (NCEP) reanalysis data at Pondok Betung Climatological Station's
coordinate point. The correlation is quite good, reach up to 0.72 (strong correlation), and its Root
Mean Square Error (RMSE) value is 2.0. The modeling results were quite representative of the
research area. Therefore spatial analysis over a wider area was then carried out in Banten
Province. Based on the research area's spatial review, the empirical model has varied performance
over Banten Province. The prediction of solar radiation intensity in the western region has better
performance than the prediction of solar radiation over the eastern region.

Keywords: Solar Radiation Intensity, Empirical Model, Deterministic Model

1. PENDAHULUAN estimasi evapotranspirasi tanaman, hidrologi,


meteorologi, dan fisika tanah (Ball et al., 2004).
Radiasi matahari pada permukaan bumi Data pengamatan intensitas radiasi matahari (Rs,
2
merupakan variabel penting yang digunakan MJ/m /day) merupakan salah satu data yang
dalam agrikultur, khususnya crop modeling, sangat penting dalam pemodelan cuaca untuk
mengkuantifikasi besarnya energi panas yang
54 Model Estimasi Data Intensitas Radiasi Matahari untuk… (Munawar et al.)
dipertukarkan dari permukaan ke atmosfer. atau klimatologi, namun pengukuran intensitas
Keberhasilan dalam mengkuantifikasi neraca radiasi matahari hanya tersedia di titik-titik
panas akan menentukan akurasi model dalam tertentu yang jumlahnya terbatas. Oleh karena
memprediksi cuaca. Seperti halnya neraca itu, data reanalisis akan digunakan dalam
energi, neraca panas memainkan peranan paling penelitian ini untuk membangun model dan
penting dalam proses menjaga keseimbangan mengestimasi besarnya intensitas radiasi di
energi panas di atmosfer. wilayah Provinsi Banten.
Umumnya, kerapatan data pengamatan Data reanalisis merupakan data prediksi
intensitas radiasi masih sangat kurang yang dianalisis ulang beberapa kali dibandingkan
dibandingkan luasan wilayah pengamatan yang dengan data pengamatan permukaan, terutama
ada di suatu negara (Nonhebel, 1993). Hal ini untuk mempelajari bagaimana cara mendapatkan
disebabkan bukan hanya karena harga hasil yang mendekati data pengamatan dengan
komponen peralatan pengamatan radiasi memanfaatkan pemodelan cuaca numerik (Dee,
matahari yang mahal, tetapi juga biaya et al., 2011). Penelitian ini menjadi penting
perawatan dan kalibrasi sensor radiasi matahari karena data reanalisis NCEP memiliki latensi
yang tinggi. Oleh karena itu, banyak ditemukan waktu tiga hari sehingga tidak dapat tersedia
data kosong akibat kerusakan instrumen secara realtime. Sementara, data realtime sangat
pengamatan atau tingginya nilai galat dalam data dibutuhkan model sebagai data masukan terbaru
pengamatan. untuk dapat melakukan analisis ataupun prediksi
Jumlah alat pengamatan radiasi yang cuaca yang diharapkan dapat menghasilkan
terbatas juga terjadi di negara-negara lain, salah analisis atau prediksi cuaca yang lebih baik.
satunya di Amerika Serikat yang rasio antara Dua pendekatan model yang digunakan
jumlah alat pengamatan radiasi matahari dan alat dalam penelitian ini adalah model empiris oleh
pengamatan suhu di stasiun cuaca adalah 1:100 Keiser, AR dan model deterministik oleh Hunt
(Thornton dan Running, 1999). Hal ini juga terjadi (1998) dengan menggunakan tiga variabel cuaca
di Ontario, Kanada, terdapat 35 stasiun yang yang diperoleh dari data National Centers for
melakukan pengamatan data meteorologi, Environmental Prediction (NCEP) sebagai input
namun hanya 8 dari total 35 stasiun yang data, yang meliputi data curah hujan, suhu
mengamati data intensitas radiasi matahari maksimum, dan suhu minimum. Penelitian Ball,
selama lebih dari 5 tahun. Bahkan data radiasi et al. (2004) menunjukkan bahwa hasil regresi
matahari pada stasiun-stasiun tersebut banyak data prediksi dan data pengamatan dengan
yang hilang akibat kerusakan alat dan menggunakan model Keiser, AR sama dengan
permasalahan lain. Selain itu, banyak data pada hasil pendekatan model mekanis terbaik. Selain
hari-hari selanjutnya yang teramati berada di luar itu, kedua model tersebut dipilih karena dapat
batas yang diharapkan (Hunt et al., 1998). dijalankan dengan hanya melibatkan variabel
Di Indonesia, pengukuran intensitas radiasi utama atmosfer yang tersedia dalam waktu yang
matahari sebagian besar dilakukan oleh stasiun panjang di lokasi penelitian.
klimatologi. Berdasarkan situs BMKG yang Provinsi Banten dipilih sebagai lokasi
diakses pada 18 Oktober 2020, jumlah stasiun penelitian karena adanya rencana membangun
klimatologi di Indonesia sendiri cukup terbatas, sektor agribisnis di provinsi tersebut (Ulum, 2020)
yaitu hanya sekitar 27 stasiun, sehingga dan dalam prosesnya data intensitas radiasi
pemodelan menjadi solusi yang relatif murah dan matahari tentu akan sangat dibutuhkan dalam
mudah dibandingkan biaya yang dibutuhkan upaya mendukung pengembangan sektor
untuk pembangunan stasiun baru untuk tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
menyediakan data radiasi. untuk mengevaluasi performa model dalam
Berbagai model telah dikembangkan untuk mengestimasi nilai intensitas radiasi matahari di
mengestimasi besarnya intensitas matahari wilayah penelitian.
(Brinsfield et al., 1984; Bristow dan Campbell,
1984; Reddy, 1987; Petersen, 1990; Hook dan 2. DATA DAN METODE
McClendon, 1992; Elizondo et al., 1994; Supit,
1994). Model-model estimasi intensitas matahari Penelitian ini menggunakan data reanalisis
tersebut dibangun dari beberapa parameter National Centers for Environmental Prediction
utama cuaca hasil pengukuran di stasiun (NCEP) di lokasi koordinat Stasiun Klimatologi
pengamatan. Kebanyakan model tersebut Pondok Betung. Data yang digunakan dalam
membutuhkan data observasi harian dari suhu, penelitian ini adalah data harian selama 5 tahun
curah hujan, dan radiasi matahari (Hoogenboom mulai dari tahun 2015-2019. Data reanalisis
et al.,1992; Hunt, 1994; Hunt dan didefinisikan sebagai keluaran dari model
Pararajasingham, 1995). Hal ini masih menjadi asimilasi atau prediksi yang melibatkan
permasalahan di Indonesia karena jumlah titik gabungan dari berbagai instrumen pengamatan
stasiun pengamatan yang terbatas. cuaca seperti satelit, radar, dan pengamatan
Data observasi harian dari suhu permukaan, serta udara atas (Kalnay et al.,
maksimum dan minimum serta pengukuran curah 1996). Sementara itu, data reanalisis NCEP
hujan tersedia di banyak titik stasiun meteorologi didasarkan dari hasil analisis ulang dengan
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.21 No.2, 2020: 53 – 61 55

menggunakan metode atau pendekatan yang


paling mutakhir dan konsisten berdasarkan data
yang telah tersedia selama periode tahun 1958- [1]
1997. Model dijalankan dengan menggunakan
0 0
resolusi horizontal T62 atau sekitar 2 x 2 dimana merupakan intensitas radiasi matahari
2
dengan 28 grid vertikal. Data curah hujan dan (MJ/m /day), titik potong/intersep (intercept),
temperatur tersedia dalam grid gaussian dengan dan koefisien variabel .
0 0
resolusi baik T62 maupun grid MSLP 2.5 x 2.5 . Sementara itu, model deterministik yang
Penelitian ini menggunakan pendekatan digunakan dalam penelitian ini adalah model
dengan dua model berbeda untuk mengestimasi yang dikembangkan oleh Hunt et al. (1998).
nilai intensitas radiasi matahari yaitu, model Model ini melibatkan perhitungan mekanisme
empiris dan model deterministik. Kemudian, hasil proses transfer radiasi matahari ke permukaan
pendekatan kedua model ini dibandingkan bumi. Selanjutnya, persamaan dibangun secara
dengan nilai radiasi matahari dari data reanalisis statistik berdasar data menggunakan stepwise
NCEP yang dianggap sebagai representasi data regresi yang diaplikasikan terhadap model
observasi. Hal ini penting karena selama ini data persamaan umum dalam bentuk,
radiasi matahari realtime yang tersedia bebas,
relatif sulit untuk didapatkan, dengan beberapa ∑ [2]
alternatif merupakan situs berbayar. Data NCEP
sendiri memiliki latency selama 3 hari, sehingga dimana adalah koefisien regresi, e error,
pendekatan dengan menggunakan kedua model yang normalnya terdistribusi di antara nilai rata-
tersebut memiliki keunggulan dari segi kekinian ratanya yaitu 0 dan varians , dan
atau bersifat realtime. Lebih lanjut, penggunaan merupakan variabel atmosfer seperti intensitas
kedua model tersebut diharapkan dapat menjadi radiasi, suhu maksimum, suhu minimum, dan
alternatif baru dalam menyediakan data radiasi curah hujan. Sedangkan merupakan bentuk
matahari, khususnya untuk wilayah-wilayah yang
kuadrat dari variabel atmosfer, dan bentuk
tidak memiliki alat pengamatan radiasi matahari.
perkalian antara variabel atmosfer.
Model empiris yang digunakan adalah
Dalam model deterministik digunakan
model prediksi untuk wilayah spesifik (site-
empat variabel atmosfer sebagai masukan, yaitu
specific model) yang dibangun oleh Keiser,
radiasi di atas atmosfer, suhu maksimum, suhu
Arkansas (AR) dari Universitas Arkansas
minimum, dan curah hujan. Keempat variabel
Amerika Serikat dengan menggunakan
tersebut kemudian disubstitusi ke dalam
persamaan regresi multivariabel. Himpunan data
persamaan [2] dan didapatkan bentuk
atau parameter cuaca yang dibutuhkan untuk
persamaan model deterministik [3] untuk
menjalankan model tersebut setidaknya terdiri
mengestimasi nilai intensitas radiasi yang
dari suhu maksimum (Tx), suhu minimum (Tn),
kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan
dan curah hujan. Model ini dibangun
intensitas radiasi matahari berdasarkan
menggunakan quadratic-response surface dalam
pertimbangan model deterministik.
Prosedur Model Linear Umum dari perangkat
lunak SAS (v.8.2, SAS Inst., Cary, NC). Input
yang digunakan adalah hari dalam satu tahun
(day of year, DOY), curah hujan (mm), Tx(°C), [3]
dan Tn(°C).
dimana, S intensitas radiasi matahari harian
Suku-suku persamaan kemudian dibuat 2
untuk masing-masing variabel sebagai fungsi (MJ/m /day), koefisien regresi,
linear, kuadratik, dan perkalian silang (cross data harian intensitas radiasi matahari di atas
2
product). Suku-suku yang tidak signifikan atmosfer (MJ/m /day), P curah hujan harian
0
kemudian dihapuskan berdasarkan konsep (mm), suhu maksimum harian ( C), dan
0
penjumlahan kuadrat tipe III, di mana nilai P > suhu minimum harian ( C).
0,10. Uji tipe III menganalisis signifikansi Dalam persamaan [3] nilai So belum
pengaruh parsial dari setiap suku terhadap diketahui sehingga perlu persamaan lain untuk
performa model empiris (Goodnight, 1980). Nilai menghitung nilai tersebut. Radiasi di atas
P menjelaskan seberapa tidak cocoknya atmosfer (So) dihitung menggunakan persamaan
(incompatible) data dengan model statistik [4] yang dikembangkan oleh Spitters et al.
tertentu. Apabila nilai P lebih besar dari tingkat (1986),
toleransi yang ditentukan (dalam hal ini 0,10 atau
10%) berarti hipotesis yang diajukan sebelumnya [4]
tidak tepat. Regresi kemudian dilakukan dua kali
sampai semua suku yang tersisa adalah suku- dimana merupakan intensitas radiasi ekstra-
suku yang penting/signifikan dengan nilai P < terestrial ( ), konstanta matahari
0,10. Hingga akhirnya didapatkan persamaan ( variasi jarak
akhir model empiris yang digunakan untuk antara matahari dan bumi karena revolusi
2 matahari (derajat), d jumlah hari kalender 365,
memprediksi radiasi matahari (MJ/m /day) yaitu,
56 Model Estimasi Data Intensitas Radiasi Matahari untuk… (Munawar et al.)
dan sudut datang matahari terhadap
horizon. Analisis nilai RMSE digunakan untuk
Sementara itu, persamaan [5] diperlukan mengetahui tingkat kesalahan nilai estimasi
untuk menghitung nilai sudut datang matahari terhadap data pembanding (Wilks, 2006). Apabila
terhadap horizon pada persamaan [4] nilai RMSE mendekati nol, maka data hasil
yang dijabarkan sebagai, estimasi memiliki akurasi yang tinggi karena
memiliki nilai galat yang kecil relatif terhadap
[5] data pembanding. Persamaan [9] digunakan
untuk menghitung nilai RMSE yang diadopsi dari
dimana λ lintang tempat, h jumlah jam dalam hari penelitian Swarinoto dan Husain (2012).
(waktu matahari bersinar), sudut deklinasi
matahari harian dalam setahun (derajat).

Sudut deklinasi matahari ( ) harian dalam [9]
setahun diestimasi dengan persamaan [6],
dengan d adalah jumlah hari terhitung sejak 1
Januari: Dimana N merupakan jumlah data, fi prediksi nilai
radiasi matahari oleh model, dan oi nilai
pengamatan radiasi matahari.
[6]
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Hunt et al. (1998) dan Ball et al.
(2004) menggunakan nilai koefisien korelasi dan Koefisien model regresi multivariabel untuk
RMSE antara data radiasi matahari pada titik wilayah spesifik oleh Keiser, AR ditunjukan pada
pengamatan dan hasil estimasi nilainya Tabel 2. Koefisien tersebut secara spesifik
berdasarkan pemodelan untuk mengevaluasi diperoleh dari hasil pembangunan model di
performa model yang dihasilkan. Merujuk pada koordinat wilayah Stasiun Klimatologi Pondok
kedua penelitian tersebut, nilai koefisien korelasi Betung, yaitu 6°15’40” LS dan 106°44’56” BT.
(r) dan Root Mean Square Error (RMSE) dihitung Hasil prediksi atau estimasi nilai intensitas radiasi
dalam penelitian ini menggunakan data harian matahari pada titik pengamatan Stasiun
intensitas radiasi NCEP yang dibandingkan Klimatologi Pondok Betung dengan model
dengan hasil estimasi nilai intensitas matahari empiris ditunjukan pada Gambar 1. Model
berdasarkan model empiris dan deterministik empiris Keiser, AR menunjukkan nilai korelasi
selama periode tahun 2015-2019. Hal tersebut mencapai sebesar 0,71 (korelasi kuat) dengan
dilakukan untuk mengetahui performa model nilai RMSE 2,035.
dalam mengestimasi nilai intensitas radiasi Penggunaan model yang serupa juga
matahari di wilayah penelitian. Pemilihan periode dilakukan oleh Ball et al. (2004), di mana hasil
tahun tersebut didasarkan data terbaru lima penelitiannya menunjukkan nilai korelasi yang
tahun terakhir dan telah memenuhi syarat relatif lebih baik dibandingkan hasil penelitian ini,
perhitungan Keiser, AR yang menyebutkan data yaitu 0,81 (sangat kuat) namun nilai RMSE yang
harian harus berjumlah setidaknya satu tahun relatif lebih buruk dibandingkan dengan hasil
(Ball et al., 2004). Apabila nilai koefisien korelasi penelitian ini, yaitu 3,42. Hal ini dapat dijelaskan
semakin besar, maka semakin kuat hubungan di melalui perbedaan wilayah lintang yang
antara kedua variabel peubah sehingga pola nilai mencolok, di mana lokasi penelitian Ball et al.
estimasi akan semakin mendekati pola data (2004) adalah wilayah-wilayah di lintang
aktualnya (Mamenun et al., 2014; Syaifullah, subtropis, sementara penelitian ini dilakukan di
2014). Nilai korelasi dihitung dengan persamaan wilayah tropis. Wilayah tropis mendapat
[8] sementara interpretasi dari nilai korelasi yang penyinaran matahari sepanjang tahun,
dihasillkan ditunjukan oleh Tabel 1. sementara subtropis tidak. Berdasarkan
∑ ∑ ∑
persamaan [4] dan [5], perbedaan lintang suatu
[8] wilayah akan berpengaruh terhadap perhitungan
√ ∑ ∑ √ ∑ ∑
nilai data harian intensitas radiasi matahari di
atas atmosfer (So) dan juga berpengaruh
dimana r koefisien korelasi antara X dan Y, n terhadap jumlah waktu matahari bersinar. Oleh
adalah jumlah variabel X maupun Y. karena itu, meskipun data yang didapatkan
sama-sama data intensitas radiasi matahari,
Tabel 1. Interpretasi nilai r (koefisien korelasi) namun karakter data antara penelitian ini dan
Nilai r (korelasi) Keterangan Ball, et al. (2004) akan sangat berbeda.
0,00 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah Tabel 2. Koefisien model regresi multiple untuk
0,40 – 0,599 Cukup kuat prediksi radiasi matahari Keiser, AR (variabel X1–X12)
0,60 – 0,799 Kuat di wilayah spesifik.
0,80 – 1,000 Sangat kuat Variabel X Penjelasan Koefisien
untuk
Sumber: Sugiyono (2012)
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.21 No.2, 2020: 53 – 61 57

Pondok Kondisi ini tidak dapat menjelaskan apakah


Betung perbedaan ini mempengaruhi perhitungan
intersep -147.9335 parameter korelasi dan RMSE antara hasil
curah hujan (mm) -0.3171 pemodelan dan observasi. Pemodelan empiris
0
suhu maksimum ( C) 9.5722 tidak mempertimbangkan faktor elevasi atau
0
suhu minimum ( C) 3.4076
posisi lintang dalam perhitungan, padahal kondisi
hari dalam setahun -0.0967
(curah hujan)
2
0.0002
dan karakteristik atmosfer antara daerah tropis
(suhu maksimum)
2
-0.1444 (wilayah penelitian) dan subtropis (Bell, et al.,
(suhu minimum )
2
-0.1065 2004) sangat berbeda sehingga memungkinkan
(hari dalam setahun)
2
0.00007 untuk menghasilkan karakteristik data yang
curah hujan x suhu berbeda pula.
minimum 0.0345
suhu maksimum x
suhu minimum -0.0103
curah hujan x suhu
maksimum -0.0198
suhu maksimum x hari
dalam setahun 0.0026

Ball et al. (2004) menjelaskan bahwa


persamaan model oleh Keiser, AR yang berfokus
pada lokasi spesifik menunjukkan adanya
hubungan empiris yang dapat diturunkan dari
data masukan atau input yang sederhana,
meliputi suhu maksimum (Tx), suhu minimum
(Tn), dan curah hujan, dengan syarat himpunan Gambar 1. Perbandingan antara intensitas radiasi
data inisial ketiga variabel tersebut setidaknya matahari hasil estimasi dari model empiris dengan
terdiri dari data observasi harian selama satu observasi. Titik hitam merupakan scatter plot antara
tahun lamanya. Utilitas persamaan tersebut data observasi dan model, sedangkan titik merah
masih terbatas pada tahun yang sama adalah garis fitting model regresi.
sehubungan dengan pola tahunan atau siklus
dalam cuaca. Model seperti ini cocok digunakan Hasil prediksi atau estimasi nilai intensitas
untuk mengisi kembali data yang hilang (missing radiasi matahari pada titik pengamatan Stasiun
data) yang dapat terjadi ketika sensor Klimatologi Pondok Betung dengan model
pengamatan radiasi matahari tidak dapat deterministik ditunjukan pada Gambar 2. Hasil uji
berfungsi, namun data suhu masih dapat diamati model deterministik menunjukkan nilai korelasi
dan tersedia. Persamaan ini juga dapat yang relatif lebih rendah dibandingkan
digunakan untuk mengestimasi nilai intensitasi penggunaan model empiris, yaitu sebesar 0,65
radiasi matahari (Rs) dalam radius tertentu (korelasi kuat) dengan nilai RMSE yang sedikit
dimana persamaan tersebut dibangun atau lebih tinggi, yaitu sebesar 2,2552. Secara umum,
dibentuk, dengan mengasumsikan bahwa hasil tersebut mengindikasikan bahwa
lokasinya memiliki topografi, elevasi, dan fitur pendekatan dengan menggunakan model empiris
geografi yang sama untuk lokasi-lokasi tambahan relatif lebih baik dibandingkan dengan
yang terdapat dalam batas radius. Selanjutnya, pendekatan model deterministik. Penelitian
persamaan empiris yang diturunkan dari stasiun serupa menggunakan pendekatan model
pengamatan cuaca terdekat juga dapat deterministik yang dilakukan oleh Reddy (1987)
digunakan untuk memprediksi atau mengestimasi justru menunjukkan hasil yang lebih buruk
besarnya nilai intensitas radiasi matahari (Rs). dibandingkan hasil yang diperoleh pada
Koefisien negatif pada Tabel 2 penelitian ini, di mana nilai koefisien korelasinya
menunjukkan korelasi negatif, artinya hubungan adalah 0,24 (korelasi lemah) dengan nilai RMSE
antara nilai intensitas radiasi matahari (Rs) 7,2. Oleh karena itu, metode Reddy (1987)
berbanding terbalik dengan parameter/variabel mungkin memiliki tingkat aplikasi yang rendah di
yang bersangkutan. Sementara, koefisien positif wilayah lintang tinggi.
menunjukkan adanya korelasi positif antara nilai
intensitas radiasi matahari (Rs) dan
parameter/variabel yang bersangkutan, di mana
peningkatan nilai suatu parameter akan diiringi
dengan peningkatan nilai intensitas radiasi
matahari (Rs). Nilai intensitas atau fluks radiasi
matahari cenderung terkonsentrasi (konvergen)
di fluks rendah menunjukkan kebanyakan nilai
(modus) dan rata-rata nilai intensitas radiasi
matahari berkisar pada rentang nilai tersebut.
58 Model Estimasi Data Intensitas Radiasi Matahari untuk… (Munawar et al.)
cenderung terkonsentrasi (konvergen) di fluks
rendah. Kondisi tersebut menunjukkan
kebanyakan nilai (modus) dan rata-rata nilai
intensitas radiasi matahari berkisar pada rentang
nilai tersebut. Kondisi ini tidak dapat menjelaskan
apakah perbedaan ini mempengaruhi
perhitungan parameter korelasi dan RMSE
antara hasil pemodelan dan observasi. Meskipun
faktor posisi lintang dimasukkan dalam
perhitungan model deterministik, namun kondisi
dan karakteristik atmosfer yang jauh berbeda
antara daerah tropis (wilayah penelitian) dan
iklim sedang (Hunt, et al., 1998) sangat
Gambar 2. Perbandingan antara intensitas radiasi memungkinkan untuk menghasilkan karakter
matahari hasil estimasi dari model deterministik daya yang berbeda pula.
dengan observasi. Titik hitam merupakan scatter plot Hasil penelitian ini juga menunjukkan
antara data observasi dan model, sedangkan titik
bahwa meskipun posisi lintang diperhitungkan
merah adalah garis fitting model regresi.
dalam model, namun tidak menyebabkan data
tersebar merata dalam setiap nilai fluks. Hal ini
Sementara itu, penggunaan persamaan
dapat menjelaskan bahwa dibandingkan faktor
model deterministik yang sama dengan penelitian
posisi, faktor karakteristik curah hujan suatu
ini dilakukan oleh Hunt, et al. (1998). Penelitian
wilayah lebih dominan dalam mempengaruhi
tersebut menunjukkan nilai koefisien korelasi
hasil estimasi model, baik empiris maupun
yang relatif lebih tinggi mencapai 0,77 (korelasi
deterministik. Perbedaan karakteristik curah
kuat) namun nilai RMSE yang lebih besar, yaitu
hujan antara wilayah tropis dan wilayah lintang
mencapai 4,1. Nilai korelasi pada penelitian Hunt,
yang lebih tinggi tentu berbeda. Oleh karena itu,
et al. (1998) 11,59% lebih baik dibandingkan
karakteristik data estimasi intensitas radiasi
penggunaan metode Hargreaves (nilai korelasi
matahari yang dihasilkan model juga berbeda.
0,69), yang oleh Supit (1994) dikategorikan
Perbedaan inilah yang juga berpotensi
sangat baik untuk mengevaluasi berbagai
menghasilkan nilai uji statistik (korelasi dan
pendekatan yang bertujuan untuk mengestimasi
RMSE) yang berbeda antara penelitian ini
nilai intensitas radiasi matahari menggunakan
dengan penelitian Hunt et al. (1998) maupun Bell
data dasar meteorologi (basic meteorological
et al. (2004).
data).
Rangkuman performa masing-masing
Sementara itu, nilai korelasi pada
model yang digunakan dalam penelitian ini
penelitian ini lebih rendah 5,80% dibandingkan
meliputi model empiris dan deterministik yang
metode Hargreaves, yang oleh Supit (1994)
ditunjukan oleh Gambar 3. Berdasarkan gambar
masih dikategorikan cukup baik untuk
tersebut dapat diketahui jika penggunaan model
mengestimasi besarnya nilai radiasi matahari di
empiris untuk mengestimasi atau memprediksi
lokasi penelitian, dalam hal ini lokasi Stasiun
nilai intensitas radiasi matahari lebih baik dan
Klimatologi Pondok Betung. Perbedaan nilai
lebih representatif diaplikasikan di wilayah
antara penelitian Hunt, et al. (1998) dengan
penelitian karena memiliki nilai korelasi yang
penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan
lebih tinggi dengan nilai RMSE yang lebih rendah
kondisi iklim yang sangat mencolok sehingga
dibandingkan penggunaan model deterministik.
karakter penyinaran mataharinya menjadi sangat
Hunt et al. (1998) menjelaskan bahwa
berbeda. Penelitian ini dilakukan di wilayah tropis
perbedaan performa model yang berbeda dapat
yang mendapatkan penyinaran matahari
memberikan alternatif pilihan pendekatan model
sepanjang tahun, sementara lokasi penelitian
yang paling optimal untuk mendapatkan data
Hunt, et al. (1998) terdapat di wilayah iklim
intensitas radiasi matahari pada lokasi spesifik
sedang (temperate zones). Perbedaan iklim tentu
tertentu, khususnya di wilayah-wilayah yang tidak
menyebabkan perbedaan karakter presipitasi
memiliki data radiasi matahari dan tidak memiliki
antara penelitian ini dan penelitian Hunt, et al.
alat yang mampu merekam data intensitas
(1998), sehingga sangat berpengaruh pada
radiasi matahari, dengan mempertimbangkan
perbedaan karakter estimasi intensitas radiasi
atau memilih model yang memiliki nilai korelasi
matahari. Merujuk pada penjelasan tersebut, uji 2
(R ) yang lebih tinggi dan nilai RMSE yang lebih
statistik performa model dalam mengestimasi
rendah. Hasil estimasi dapat menunjukkan
nilai intensitas radiasi matahari berpotensi pula
performa yang lebih baik dalam menghitung nilai
mengalami perbedaan, meskipun persamaan
radiasi matahari jika lokasi titik-titik pengambilan
model deterministik yang digunakan telah
sampel yang berdekatan (neighbouring site) jarak
memperhitungkan posisi lintang suatu wilayah.
pisahnya relatif kecil, namun ketika kondisi
Kondisi yang sama dengan plotting pada
tersebut tidak dapat terpenuhi, maka
Gambar 1 juga diamati pada Gambar 2, di mana
penggunaan pendekatan model, baik empiris
nilai intensitas atau fluks radiasi matahari
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.21 No.2, 2020: 53 – 61 59

maupun deterministik, relatif lebih baik dinamis atmosfernya relatif lebih sederhana.
digunakan. Analisis secara spasial hanya dilakukan dengan
Analisis terhadap performa model empiris menggunakan data yang dihasilkan oleh model
secara spasial di wilayah Provinsi Banten dapat empiris mengingat performanya yang lebih baik
dilihat pada Gambar 4. Secara spasial, model berdasarkan uji parameter statistik (korelasi dan
empiris menunjukan performa yang cukup baik RMSE).
dalam mengestimasi nilai radiasi matahari Estimasi data radiasi matahari di wilayah di
dengan nilai korelasi berkisar antara 0,5-0,75 dan mana data tersebut hilang atau tidak tersedia
nilai RMSE berkisar antara 1,5-2,3 di wilayah menjadi sangat penting dilakukan (Hodges et al.,
Provinsi Banten. Dari hasil tersebut dapat 1985; Hook dan McClendon, 1992; Meinke et al.,
diketahui bahwa secara spasial performa model 1995). Penelitian ini menggunakan data model di
yang paling baik diamati di wilayah Provinsi lokasi titik Stasiun Klimatologi Pondok Betung
Banten bagian barat dibandingkan dengan di sisi untuk dapat menunjukkan bahwa perhitungan
timur Provinsi Banten. atau estimasi data radiasi matahari dengan
dilakukan dengan menggunakan data dasar
meteorologi, meliputi suhu maksimum, suhu
minimum, dan curah hujan, serta radiasi di atas
atmosfer.
Estimasi data intensitas matahari tersebut
dilakukan dengan menggunakan persamaan
sederhana yang merupakan fungsi linear dari
kombinasi variabel cuaca dasar dan yang telah
ditransformasikan. Koefisien untuk perhitungan
model yang perlu ditentukan pada masing-
masing kondisi geografis yang relatif mudah
untuk diestimasikan, sehingga memungkinkan
persamaan untuk digunakan dalam skala yang
Gambar 3. Perbandingan performa model empiris dan lebih luas (Cengiz et al., 1981; Supit, 1994).
deterministik ditinjau berdasarkan nilai korelasi dan Christensen (1989) menyebutkan bahwa galat
RMSE. yang terkait dengan persamaan linear tersebut
didistribusikan secara normal sehingga total
Ditinjau berdasarkan aspek topografis, nilai kesalahan atau galat estimasi untuk periode di
korelasi tinggi dan RMSE yang rendah paling mana data radiasi matahari kosong atau hilang
dominan diamati di sisi barat Banten yang didistribusikan secara normal dengan nilai rata-
memiliki kontur wilayah yang datar (ketinggian rata nol.
wilayah relatif sama) sehingga proses fisis dan

Gambar 4. Hasil evaluasi model empiris berdasarkan nilai korelasi (kiri) dan RMSE (kanan).
60 Model Estimasi Data Intensitas Radiasi Matahari untuk… (Munawar et al.)

4. KESIMPULAN Cengiz, H.S., Gregory, J.M., Sebaugh, J.L.,


(1981). Solar Radiation Prediction From
Variabel radiasi matahari berperan penting Other Climatic Variables. Trans. ASAE
sebagai gaya penggerak dinamika atmosfer. 24(5), 1269-1272. doi:
Keberhasilan dalam mengkuantifikasi variabel 10.13031/2013.34431
tersebut sangat mempengaruhi akurasi dalam Christensen, P. (1989). Fitting Distribution to
prediksi cuaca dan iklim. Dalam mengestimasi Data. Entropy Limited, Lincoln Mass.
nilai radiasi matahari, penelitian ini menggunakan Dee, D.P., Uppala, S.M., Simmons, A.J.,
beberapa parameter utama atmosfer, seperti Berrisford, P., Poli, P., Kobayashi, S.,
suhu maksimum, suhu minimum, dan curah Andrae, U., Balmaseda, M.A., Balsamo,
hujan. Dua pemodelan estimasi data, persamaan G., Bauer, D.P. dan Bechtold, P., (2011).
deterministik dan persamaan empiris sederhana, The ERA‐Interim reanalysis: Configuration
yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik and performance of the data assimilation
dalam mengestimasi nilai radiasi matahari di system. Quarterly Journal of the royal
wilayah penelitian. meteorological society, 137(656), 553-597.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah doi: 10.1002/qj.828
dilakukan, penggunaan pendekatan model Elizondo, D., Hoogenboom, G., McClendon, R.W.
empiris memiliki performa yang lebih baik dalam (1994). Development of A Neural Network
mengestimasi besarnya nilai radiasi matahari Model to Predict Daily Solar Radiation.
dibandingkan dengan penggunaan model Agric. For. Meteorol. 71(1-2), 115-132. doi:
deterministik di wilayah penelitian, baik ditinjau 10.1016/0168-1923(94)90103-1
berdasarkan nilai koefisien korelasi maupun nilai Goodnight, J.H. (1980). Tests of Hypotheses In
RMSE. Nilai koefisien korelasi dengan Fixed Effects Linear Models.
menggunakan model empiris mencapai 0,71 dan Communications in Statistics-Theory and
dikategorikan sebagai korelasi kuat dengan nilai Methods, 9(2), 167-180. doi:
RMSE yang relatif kecil, yaitu 2,035. Penelitian 10.1080/03610928008827869
ini menunjukkan bahwa perbedaan lokasi Hodges, T., French, V., LeDuck, S.K. (1985).
penelitian berpengaruh terhadap perbedaan Estimating Solar Radiation for Plant
karakteristik galat pada beberapa parameter uji Simulation Models. Columbia, MO: NOAA-
statistik jika dibandingkan dengan hasil penelitian NESDIS-AISC.
Hunt dkk. (1998). Hoogenboom, G., Jones, J.W., Boote, K.J.
Tinjauan secara spasial menunjukkan (1992). Modeling Growth, Development
bahwa model estimasi radiasi matahari memiliki and Yield of Grain Legumes Using
performa yang lebih baik pada sisi barat wilayah SOYGRO PNUTGRO, and BEANGRO: a
Provinsi Banten, dibandingkan pada sisi timur review. Trans. ASAE 35(6), 2043-2056.
Banten, yang memiliki kontur wilayah datar Hook, J.E., McClendon, R.W. (1992). Estimation
(ketinggian wilayah relatif sama) sehingga proses of Solar Radiation Data Missing from Long-
fisis dan dinamis atmosfernya relatif lebih Term Meteorological Records. Agron. J.
sederhana. Tinjauan secara spasial dilakukan 88, 739-742. doi:
berdasarkan hasil pemodelan empiris mengingat 10.2134/agronj1992.00021962008400040
performanya yang lebih baik didasarkan pada 036x
dua uji parameter statistik, meliputi nilai korelasi Hunt, L.A. (1994). Data requirements for crop
dan RMSE. modeling. In: Application of Modeling in the
Semi-Arid Tropics. International Council of
5. DAFTAR PUSTAKA Scientific Unions. 15-25.
Hunt, L.A. dan Pararajasingham, S., (1995).
Ball, R.A., Purcell, L.C., Carey, S.K. (2004). Cropsim-Wheat: A Model Describing The
Evaluation of Solar Radiation Prediction Growth and Development of Wheat. Can.
Models in North America. Agronomy J. Plant Sci. 75(3), 619-632. doi:
Journal, 96(2), 391-397. doi: 10.4141/cjps95-107
10.2134/agronj2004.0391 Hunt, L.A., Kuchar, L., dan Swanton, C.J. (1998).
Brinsfield, R., Yaramanoglu, M., Wheaton, F. Estimation of solar radiation for use in crop
(1984). Ground Level Solar Radiation modeling. Agricultural and Forest
Prediction Model Including Cloud Cover Meteorology 91, 293-300.
Effects. Solar Energy, 33(6), 493-499. Kalnay E, Kanamitsu M, Kistler R, Collins W,
Bristow, C.L., Campbell, G.S. (1984). On The Deaven D, Gandin L, Iredell M, Saha S,
Relationship Between Incoming Solar White G, Woollen J, Zhu Y, Chelliah M,
Radiation and Daily Maximum and Ebisuzaki W, Higgins W, Janowiak J, Mo
Minimum Temperature. Agric. For. KC, Ropelewski C, Wang J, Leetmaa A,
Meteorol. 31(2), 159-166. doi: Reynolds R, Jenne R, dan Joseph D.
10.1016/0168-1923(84)90017-0 (1996). The NMC/NCAR 40-Year
Reanalysis Project. Bull Am Meteorol Soc
Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.21 No.2, 2020: 53 – 61 61

77(3), 437–471. 10.1175/1520- Photosynthesis. I. Components of


0477(1996)077<0437:TNYRP>2.0.CO;2 Incoming Radiation. Agric. For. Meteorol.
Mamenun, Pawitan, H., Sophaheluwakan, A. 38(1-3), 217±229. doi: 10.1016/0168-
(2014). Validasi dan Koreksi Data Satelit 1923(86)90060-2
TRMM Pada Tiga Pola Hujan di Indonesia, Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15(1), Bandung: CV Alfabeta.
13-23. doi: 10.31172/jmg.v15i1.169 Supit, I. (1994). EUR 15745 - Global Radiation.
Meinke, H., Carberry, P.S., McCaskill, M.R., Hills, Luxembourg: Office for Official Publication
M.A., McLeod, I. (1995). Evaluation of of the European Communities.
Radiation and Temperature Data Swarinoto, S.Y., Husain. (2012). Estimasi Curah
Generators In The Australian Tropics and Hujan dengan Metode Auto Estimator
Sub-Tropics Using Crop Simulation (Kasus Jayapura dan Sekitarnya). Jurnal
Models. Agric. For. Meteorol. 72, 295-316. Meteorologi dan Geofisika 13(1). doi:
Petersen, M.S. (1990). Implementation Of Semi- 10.31172/jmg.v13i1.118
Physical Model for Examining Solar Syaifullah, M.D. (2014). Validasi data TRMM
Radiation in The Midwest. Illinois: terhadap data curah hujan actual di tiga
Midwestern Climate Center, Atmospheric DAS di Indonesia, Jurnal Meteorologi dan
Sciences Division, Illinois State Water Geofisika, 15(2), 109–118. doi:
Survey. 10.31172/jmg.v15i2.180
Reddy, S.J. (1987). The estimation of global solar Thornton, P.E., Running, S.W. (1999). An
radiation and evaporation through improved algorithm for estimating incident
precipitation – A note. Solar Energy 38, 97- daily solar radiation from measurements of
104. doi: 10.1016/0038-092X(87)90032-6 temperature, humidity, and precipitation.
Spitters, C.J.T., Toussaint, H.A.J.M., Goudriaan, Agric. For. Meteorol. 93:211–228.
J. (1986). Separating The Diffuse And Wilks, D.S. (2006). Statistical methods in the
Direct Component of Global Radiation And atmospheric sciences, 2nd ed. London:
Its Implications for Modeling Canopy Elsevier Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai