3, Nopember 2016
ABSTRAK
Estimasi curah hujan per jam dengan memanfaatkan data satelit merupakan salah satu solusi untuk
mendapatkan informasi curah hujan yang akurat dan near real time. Convective Stratiform Technique (CST)
merupakan metode estimasi curah hujan berdasarkan suhu puncak awan dengan pemisahan kelompok
konvektif dan stratiform, sedangkan Modified Convective Stratiform Technique (mCST) merupakan
modifikasi pada intensitas curah hujan dan luasan area lingkup piksel rata-rata terhadap CST. Penelitian
dilakukan memanfaatkan data inframerah satelit MTSAT sepanjang tahun 2014. Hasil curah hujan estimasi
per jam diverifikasi dengan data curah hujan Hellman di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak.. Evaluasi
hasil estimasi curah hujan dilakukan dengan menggunakan indeks statistik dan tabel kontingensi. Secara
umum, kedua metode estimasi curah hujan dapat diterapkan di wilayah Pontianak dengan korelasi yang
sangat kuat dengan data pengamatan. Metode CST dan mCST cukup konsisten dalam memberikan kualitas
hasil estimasi yang baik untuk curah hujan per jam pada setiap bulan sepanjang tahun. Dengan demikian,
kedua metode tersebut cocok untuk memonitor curah hujan di Pontianak yang memiliki tipe hujan ekuatorial.
Perbandingan kualitas dari kedua metode menunjukkan metode mCST menghasilkan estimasi curah hujan
yang lebih baik.
ABSTRACT
Hourly rainfall estimation using satellite data is one of solutions to obtain accurate and near real time
rainfall informations. Convective Stratiform Technique (CST) is a rainfall estimation method based on cloud
top temperature in which convective and stratiform components are separated, while Modified Convective
Stratiform Technique (mCST) is the modifications towards the rainfall intensity and averaged area of pixel
scope from CST. This research is done by using MTSAT infrared data during 2014. Hourly rainfall
estimations by each methods are verified with Hellman rainfall data in Supadio Meteorogical Station in
Pontianak. The evaluation of rainfall estimations is done by using statistical indices and contingency table.
In general, both methods can be applied in Pontianak area with very strong correlation with the observation
data. CST and mCST methods are consistent enough to produce good quality estimation values for hourly
rainfall in all months during the year. Thus, both methods are suitable for rainfall monitoring in Pontianak
which has equatorial rainfall pattern. The comparison between those two methods shows that the estimation
quality using mCST is better.
9
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
10
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
dilakukan sepanjang tahun 2014 di titik dkk, 1990; Islam dkk, 2002; Endarwin,
penelitian Stasiun Meteorologi Supadio 2014):
Pontianak (0,14208oLS dan 109,40253oBT). ln( )= +
Pengolahan data dalam penelitian ini (3)
dilakukan dengan perangkat lunak MATLAB
R2008a dan Microsoft Excel. Adapun teknik Keterangan:
pengolahan data adalah sebagai berikut: Ac = luasan area hujan konvektif
1. Konversi data IR satelit dalam ekstensi (km2)
file .pgm dan .dat sehingga diperoleh = temperatur puncak awan pada
temperatur kecerahan awan (TBB). inti konvektif ke-i (K)
2. Mengatur koordinat titik penelitian a dan b = konstanta yang ditetapkan
(lintang: -0,14208 dan bujur: 109,40253). Adler dan Negri (1988),
3. Pembacaan temperatur kecerahan awan a = -0,0492
(TBB) pada piksel dimana koordinat telah b = 15,27
diatur. Sedangkan luasan wilayah stratiform
4. Perhitungan slope parameter (S). Untuk ditentukan dengan menggunakan
resolusi data 5,55 km x 5,55 km S sesuai persamaan serupa, yaitu pada persamaan
persamaan 1 (Islam dkk, 2002; 4 sebagai berikut:
Endarwin, 2014):
ln( )= + (4)
= ( , + , + , ++ , +
, + , + , -8 , ) (1) Keterangan:
As = luasan area hujan stratiform
Keterangan: (km2)
S = slope parameter (S) (K) Ts = temperatur puncak awan
T = temperatur kecerahan stratiform (K)
awan (TBB) (K)
i dan j = posisi nilai piksel dimana Karena dalam penelitian ini dipilih satu
S dihitung piksel yang mewakili koordinat stasiun,
k = konstanta = 0,125 maka layaknya Tmin, untuk Tci dan Ts juga
didefinisikan sebagai temparatur
5. Pemisahan inti konvektif dan stratiform. kecerahan awan pada piksel yang dibaca.
Inti konvektif ditentukan melalui
pembatasan (Goldenberg dkk, 1990; 7. Estimasi curah hujan setiap jam. Dengan
Islam dkk, 2002; Endarwin,2014): menggunakan metode CST, maka
estimasi curah hujan dilakukan dengan
S ≥ exp [0,0826 (Tmin – 207 K)] (2) persamaan 5 dan 6 (Adler dan Negri,
1988; Goldenberg dkk, 1990; Islam dkk,
Keterangan: 2002):
Tmin = temperatur minimum
relatif dari TBB (K) Curah Hujan Konvektif (mm)=
11
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
12
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
Observasi =
Estimasi
Ya Tidak (13)
Ya H F
Keterangan:
Tidak M N N, M, F dan H = kasus-kasus yang
ditunjukkan pada tabel 3.
Nilai kategori intensitas curah hujan per , , dan = jumlah kejadian
jam yang masing-masing akan diujikan kasus terkait
adalah mengikuti kategori curah hujan
yang ditetapkan oleh Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika menurut tabel 9. Penerapan estimasi curah hujan secara
4. spasial untuk sampel kejadian hujan lebat
per jam. Hasil estimasi di plot dengan
Tabel 4. Kategori intensitas curah hujan menggunakan ArcGIS 10.2 dan
menurut BMKG
dibandingkan dengan produk observasi
Jumlah Curah
Kategori Curah curah hujan per jam, yaitu GSMaP
No. Hujan Per Jam
Hujan
(mm/jam) (Global Satellite Mapping of
1 Ringan 0,1 – 5,0 Precipitation) yang diperoleh dari
2 Sedang 5,1 – 10,0 ftp://rainmap:Niskur+1404@hokusai.eor
3 Lebat 10,1 – 20,0 c.jaxa.jp/.
4 Sangat Lebat > 20,0
13
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
(a) (b)
Gambar 2. Scatter-plot CH estimasi CST (a) dan mCST (b) per jam VS pengamatan Hellman tahun 2014
14
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
Tabel 5. Frekuensi kejadian hujan per jam tahun 2014 hasil estimasi dan observasi
Prosentase (%)
Kategori Hujan Intensitas (mm/jam) CST mCST Hellman
- < 0,1 28,52 78,94 91,54
Ringan 0,1 - 5,0 69,08 19,79 7,02
Sedang 5,1 - 10,0 1,51 0,58 0,65
Lebat 10,1 - 20,0 0,50 0,46 0,42
Sangat Lebat > 20,0 0,40 0,23 0,37
Berdasarkan data estimasi curah hujan per Demikian pula bias relatif dari hasil estimasi
jam yang diujikan selama tahun 2014 menunjukkan bahwa dengan menggunakan
diperoleh indeks evaluasi hasil estimasi metode CST dihasilkan hasil estimasi curah
dibandingkan dengan pengamatan aktual hujan yang 162,29 % lebih besar terhadap
yang ditunjukkan pada tabel 6. Estimasi observasi, sedangkan estimasi mCST
curah hujan per jam menggunakan kedua menghasilkan curah hujan estimasi yang nilai
metode tersebut menghasilkan korelasi yang biasnya 15,94 % lebih kecil dari observasi.
sangat kuat dengan curah hujan pengamatan
Hellman. Nilai korelasi yang dihasilkan
estimasi mCST lebih tinggi. Error yang
dihasilkan oleh estimasi CST relatif lebih
besar dibanding metode mCST.
Tabel 6. Indeks evaluasi estimasi curah hujan per jam terhadap observasi tahun 2014
Korelasi MAE RMSE Bias Relatif
(mm/jam) (mm/jam) (%)
Estimasi CST 0,81 0,47 1,57 162,29
Estimasi mCST 0,85 0,05 1,32 -15,94
15
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
Berdasarkan grafik nilai indeks POD untuk menunjukkan hujan dengan intensitas yang
setiap kategori hujan pada gambar 3 (a), lebih besar dibandingkan dengan hujan
dapat diamati bahwa untuk kategori hujan ringan.
ringan dan sangat lebat, estimasi CST Nilai ICS merupakan fraksi kejadian dimana
mampu menghasilkan nilai POD yang lebih hujan pada masing-masing kategori dapat
tinggi, artinya frekuensi kejadian hujan ditunjukkan oleh satelit yang ditunjukkan
ringan dan hujan sangat lebat dapat pada gambar 3 (c). Nilai ICS yang dihasilkan
diestimasi dengan lebih baik menggunakan oleh estimasi mCST lebih tinggi dari pada
metode tersebut. Pada kategori hujan lebat, CST pada kategori hujan ringan, sedang dan
kemampuan metode mCST lebih baik dalam lebat. Hal ini menunjukkan frekuensi hit rate
estimasinya. Secara umum, kedua metode kejadian hujan ringan dan sedang lebih besar
menunjukkan indeks di atas 0,4 untuk dibandingkan dengan estimasi CST.
masing-masing kategori hujan, artinya kedua Sedangkan untuk kategori hujan sangat lebat,
metode estimasi mampu menunjukkan estimasi CST memberikan nilai ICS yang
frekuensi kejadian hujan pada masing- lebih tinggi. Seperti halnya analisis pada
masing kategori dengan prosentase di atas 40 indeks RFA, indeks ICS juga menunjukkan
%. bahwa kemampuan kedua metode dalam
Grafik indeks RFA pada gambar 3 (b) melakukan estimasi curah hujan per jam
menunjukkan metode CST menghasilkan lebih baik untuk intensitas hujan yang lebih
fraksi lebih besar untuk kejadian dimana tinggi.
estimasi CST menunjukkan kejadian hujan
ringan namun observasi. Hal ini terjadi pada 3.3 Analisis Konsistensi Kualitas Estimasi
semua kategori hujan. Estimasi mCST Curah Hujan Setiap Bulan
menghasilkan nilai false alarm yang lebih
kecil namun dengan pola yang sama dengan Hasil estimasi curah hujan setiap jam
CST. Nilai indeks RFA terbesar terdapat dikelompokkan setiap bulan untuk
pada kategori hujan ringan dan semakin mengamati konsistensi dari kualitas estimasi
mengecil untuk kategori hujan lebat. Artinya, dengan metode CST dan mCST sepanjang
untuk estimasi curah hujan per jam, tahun 2014.
kemampuan CST dan mCST lebih baik untuk
16
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
Gambar 4. Grafik nilai korelasi estimasi curah Namun demikian, nilai MAE yang dihasilkan
hujan CST dan mCST setiap bulan oleh estimasi dengan kedua metode untuk
sepanjang tahun cukup kecil, yaitu kurang
dari 0,8 mm/jam. Hal ini menandakan bahwa
Korelasi yang dihasilkan kedua metode kedua metode estimasi ini memiliki kualitas
estimasi curah hujan baik CST dan mCST yang cukup baik untuk mengestimasi curah
menghasilkan nilai koefisien yang tinggi, hujan per jam di Pontianak. Nilai error
yaitu di atas 0,6. Sebagaimana yang terbesar yang dihasilkan metode CST
ditampilkan pada grafik korelasi setiap bulan terdapat pada bulan Oktober yang merupakan
pada gambar 4, tingkat hubungan yang tinggi bulan puncak hujan pada tahun 2014.
antara hasil estimasi dan curah hujan aktual Estimasi curah hujan yang dilakukan dengan
ini konsisten sepanjang tahun, baik pada menggunakan metode mCST mengasilkan
bulan-bulan puncak hujan maupun pada MAE yang sangat kecil, yaitu di bawah 0,2
bulan-bulan lembah hujan. mm/jam. Nilai error yang rendah ini
konsisten pada setiap bulan sepanjang tahun.
Hal ini mengindikasikan bahwa metode Hal ini menunjukkan kualitas hasil estimasi
estimasi curah hujan dengan CST dan mCST mCST lebih baik dan relatif lebih cocok
cocok untuk diterapkan di wilayah Pontianak untuk diterapkan di wilayah ini.
yang memiliki tipe hujan ekuatorial, yaitu
curah hujan tinggi sepanjang tahun. Pada
semua bulan, metode mCST menghasilkan
korelasi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan metode CST. Nilai korelasi
tertinggi dihasilkan pada bulan Oktober,
dimana pada bulan ini terjadi puncak hujan
kedua.
17
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
18
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
(a) (b)
(c)
Gambar 8. Peta plot estimasi curah hujan dalam satu jam dengan metode CST (a) dan mCST (b) serta
observasi GSMaP (c) di wilayah Pontianak pada tanggal 14 Oktober 2014 jam 09.00 UTC – 10.00 UTC
Berdasarkan peta plot estimasi curah hujan tinggi turut digambarkan terkonsentrasi di
pada gambar 8 dapat diamati bahwa dengan wilayah selatan dan barat dengan
menggunakan metode CST, di wilayah menggunakan metode estimasi mCST.
Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak pada Namun demikian, metode CST menghasilkan
khususnya tergambar curah hujan yang nilai estimasi curah hujan yang relatif lebih
besarnya 10 mm hingga 50 mm. Plot hasil besar untuk hampir keseluruhan tempat
estimasi ini menunjukkan hasil estimasi yang dalam wilayah penelitian.
overestimate dibandingkan observasi di Peta observasi curah hujan dari
stasiun tersebut. Curah hujan dengan produk GSMaP tidak berhasil menunjukkan
intensitas tinggi, yaitu mencapai 60-70 mm wilayah hujan di lokasi Stasiun Meteorologi
terkonsentrasi di wilayah Pontianak bagian Supadio Pontianak. Curah hujan yang
selatan dan barat, sedangkan untuk wilayah ditunjukkan oleh produk tersebut ditunjukkan
Pontianak bagian tengah curah hujan relatif di wilayah utara, selatan dan barat dari
ringan, yaitu kurang dari 10 mm. Pontianak, namun bukan di Pontianak.
Peta plot estimasi curah hujan Padahal observasi Hellman menunjukkan
dengan metode mCST menggambarkan kejadian hujan sangat lebat yang terjadi pada
curah hujan sebesar 10 mm hingga 40 mm di jam tersebut. Selain itu, curah hujan selama
wilayah Stasiun Meteorologi Supadio jam kejadian yang ditunjukkan pada wilayah
Pontianak. Nilai estimasi ini relatif lebih di luar Pontianak tersebut bernilai sangat
mendekati nilai pengamatan aktual dari kecil, yaitu dibawah 5,5 mm. Ketidak
penakar Hellman di stasiun tersebut, yaitu akuratan dari produk ini dapat disebabkan
35,9 mm. Secara umum, estimasi CST dan resolusi ruang yang dimiliki oleh produk
mCST menghasilkan pola curah hujan yang GSMaP relatif lebih rendah dibandingkan
sama di wilayah Pontianak. Curah hujan
19
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No. 3, Nopember 2016
20