Anda di halaman 1dari 5

Naskah Untuk Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS)

Sistem Geothermal Non-Vulkanik Daerah Panas Bumi Bangka Tengah


Menggunakan Model 2D Anomali Gravity

Abstrak: Manifestasi panas bumi di Bangka Tengah berupa mata air panas. Panas
Dikirim: bumi di daerah ini merupakan panas bumi non-vulkanik jenis radiogenik dan tidak
berhubungan dengan adanya proses vulkanisme. Daerah ini tersusun oleh batuan
Direvisi: granit intrusif dari formasi Granit Klabat, lempung dan batupasir dari Formasi Tanjung
Genting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Sistem Panas Bumi
Non-Vulkanik di Lapangan Panas Bumi Bangka Tengah dengan Metode Gravitasi.
Diterima: Data Anomali Udara Gratis diperoleh dari satelit TOPEX. Analisis spektral dilakukan
dengan Fast Fourier Tranform (FFT). Pemodelan 2D dilakukan dengan menggunakan
inverse modelling dengan persamaan smoothness constraint. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur bawah permukaan sistem panas bumi non-vulkanik di
kawasan panas bumi Bangka Tengah terdiri dari batuan penutup berupa batupasir
(2,38 – 2,42 gr/cm3) pada kedalaman 3.000 m, batuan reservoir terdiri dari granit. (2,
* Email 65 – 2,66 gr/cm3) pada kedalaman 0 - 9.000 m dan batuan dasar terdiri dari diorit (2,87
Korespondensi: – 2,9 gr/cm3) pada kedalaman 2.000 – 10.000 m.

Kata kunci: geothermal, non-vulkanik, gravity, Terak, Keretak

Abstract: Geothermal manifestation at Central Bangka is form of hot spring. Geothermal in this area is non-
volcanic geothermal type of radiogenic and not related to the existence of a volcanism process. This area
composed by intrusive granite rock from the Granite Klabat formation, clay and sandstone from Tanjung Genting
Formation. The purpose of this study was to identify Non-Volcanic Geothermal System on Central Bangka
Geothermal Field using Gravity Method. Free Air Anomaly Data obtained from the TOPEX satellite. The data is
then corrected using Bourger correction and terrain correction. The spectral analysis was carried out by Fourier
transform with a moving average filter. 2D modeling is done using inverse modeling with the smoothness
constraint equation. The results showed that the subsurface structure of the non-volcanic geothermal system in
the Central Bangka geothermal area consisted of a caprock in the form of sandstone (2.38 – 2.42 gr/cm3) at a
depth of 3,000 m, the reservoir rock consisted of granite (2, 65 – 2.66 gr/cm3) at a depth of 0 - 9,000 m and the
bedrock consists of diorite (2.87 – 2.9 gr/cm3) at a depth of 2,000 – 10,000 m.

1. PENDAHULUAN 2015). Struktur batuan bawah permukaan sistem


Sistem geothermal di daerah Bangka tidak panas bumi non-vulkanik di Desa Terak berupa
berkaitan dengan aktivitas vulkanik (Pitulima & batupasir, granit dan diorit (Firdaus, Oktaviyani,
Siregar, 2016) melainkan dari singkapan ataupun Hardianti, Kusmita, & Indriawati, 2021).
lipatan serta patahan batuan (Siregar & Sistem geothermal dapat diidentifikasi
Kurniawan, 2018). Daerah Bangka Tengah menggunakan metode magnetotelurik (Kusmita,
memiliki sistem geothermal yang tersebar di Fath, MZ, & Joni, 2020), gravity (Afni & Kusmita,
daerah Terak dan Keretak (Direktorat Panas Bumi, 2022) yang bisa mengidentifikasi struktur geologi
2017). Geothermal Bangka Tengah tersusun oleh dan densitas batuan (Gusnia, Kusmita, &
batuan granit intrusif dari formasi Granit Klabat, Indriawati, 2022) di daerah penelitian (Hidayat &
lempung dan batupasir dari Formasi Tanjung Basid, 2011).
Genting (Gusnia, Kusmita, & Indriawati, 2022). Metode gravity melibatkan hukum newton yang
Batuan intrusi tersebut dihasilkan dari peluruhan dinyatakan oleh persamaan 1 berikut (Telfold,
unsur radioaktif seperti uranium (U), thorium (Th) Geldart, & Sheriff, 1990):

( )
dan potasium (K) (Zang, et al., 2020). Singkapan m1 × m2
dari batuan tersebut pada akhirnya menyebabkan F=γ × 2
× r1 (1)
keluarnya energi panas yang berinteraksi dengan r
batuan sekitarnya (Siregar & Kurniawan, 2018). dengan F (gaya pada antara m1 dan m2 dalam
Geothermal Terak memiliki lapisan batuan (N)), m1, m2 (massa benda dalam (kg)),
berupa air tanah, tanah lempung, tanah lanau, γ(konstanta gravitasi universal (6,67 x 10-11
batupasir, kerikil kering dan batu granit (Yunizar, Nm2/g2)), r (jarak m1 dan m2 dalam (m)).
Naskah Untuk Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS)

(595451.6701°- 630636.2023°) dan latitude


(9776205.729°- 9726478.077°) dengan luas
2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN wilayah ±37x54 Kilometer (Gambar 1). Data free
Penelitian ini dilakukan di air panas Terak dan air anomaly (FAA) yang digunakan diperoleh
air panas keretak, Bangka Tengah. Titik kordinat melalui satelit TOPEX yang dapat diakses di laman
pengambilan adalah koordinat longitude https://topex.ucsd.edu.

Gambar 1. Lokasi penelitian

2.1. Koreksi Bouger


Koreksi Bouguer dilakukan untuk
menghilangkan efek gravitasi yang disebabkan
oleh perbedaan ketinggian antara titik pengamatan 2.3. Pemisahan Anomali
dan datum (mean sea level, msl). Koreksi Bouguer Pemisahan anomali regional dan residual dari
mengasumsikan nilai kerapatan batuan terletak CBA dilakukan dengan analisis spektral. Analisis
antara titik pengamatan dan msl. Pada bidang spektral dilakukan dengan menerapkan
horizontal yang besar nilai kerapatan batuan persamaan transformasi fourier. Hal ini dilakukan
seragam. Koreksi Bouguer dirumuskan pada karena data yang diperoleh berupa data dalam
persamaan 2 (Telfold, Geldart, & Sheriff, 1990): domain spasial, sehingga harus ditransformasikan
menjadi domain frekuensi atau bilangan geombang
BC=2 πgρ h atauBC =0.04188 h ρ (2) (k) (Yilmaz, 2010)]. Penentuan anomali regional-
residual dilakukan dalam domain frekuensi
dengan BC (Bouger Correction dalam (mGal), h karenakan anomali regional berasosiasi dengan
(elevasi dalam (m)), ρ (densitas rata-rata pada frekuensi rendah sedangkan anomali residual
batuan (2,67g/〖cm〗^3)). berasosiasi dengan frekuensi tinggi. Adapun
persamaan dalam transformasi fourier untuk
penampang data anomali bourger seperti pada
2.2 Koreksi Medan persamaan 4 dibawah ini (supriyadi, 2009):
Koreksi medan digunakan untuk

menghilangkan efek massa dari topografi di sekitar
F ( k )=∫ f (x )e
−ikx
titik pengamatan. Ketidakteraturan topografi dx (4)
misalnya perbukitan dan lembah akan −∞
mempengaruhi pengukuran nilai gravitasi di titik nilai k adalah bilangan gelombang terhadap
pengamatan. Koreksi medan dirumuskan pada panjang gelombang λ atau frekuensi f. Nilai k
persamaan 3 (Reynolds, 1997). dapat didapat melalui persamaan 5 sebagai
berikut:
0,04193 2π
ρ {( r 2−r 1 ) + √ r 1 + L −√ r 2 + L } k=
2 2 2 2
TC = λ
(5)
n
(3) Nilai k dan amplitudo bertujuan untuk menentukan
dengan TC (Terrain Corection dalam (mGal)), n lebar jendela pada proses filter Moving Average.
( jumlah kompatemen tiap zona), ρ (densitas Pemisahan anomali regional dan residual
batuan dalam (g/cm3)), r1,r2 (jari-jari radius dalam, dilakukan menggunakan software oasis montaj
jari-jari radius luar dalam (m), L (selisih ketinggian dengan menggunakan persamaan 6 sebagai
dari titik pengukuran dalam (m)). berikut (Purnomo, Koesuma, & Yunianto, 2013).
Naskah Untuk Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS)

terendah berkisar 18 mGal sampai dengan 24


∆ T residual =∆ T −∆ T reg (6) mGal (warna unggu hingga biru).

dengan ∆ T residual (besarnya anomali residual Gambar 3. Anomali Residual dengan Cross
dalam (mGal)), ∆ T reg(besarnya anomaly regional Section
dalam (mGal), ∆ T (besarnya anomali gravity total
dalam (mGal)). Anomali residual adalah anomali lokal yang
disebabkan oleh sumber-sumber anomali gravitasi
yang berada pada posisi dangkal (Firdaus,
2.4. Pemodelan 2D Oktaviyani, Hardianti, Kusmita, & Indriawati, 2021).
Permodelan 2D menggunakan software Sebaran anomali residual dapat dilihat pada
Zondgm2d yang memiliki permodelan kebelakang gambar 3. Nilai sebaran anomali residual berbeda-
(Inverse Modeling) dengan menerapkan beda disebabkan adanya densitas batuan yang
persamaan smoothness constraint seperti pada berbeda (Afni & Kusmita, 2022). Nilai anomali
persamaan 7 (Petersburg, 2001): residual berkisar antara 7 mGal sampai 29 mGal
(warna unggu sampai orange). Anomali tinggi
berada pada rentang nilai 21 mGal sampai 29
( AT W T WA+ μ T C ) ∆ m= A T W T f −μC T RCm mGal (warna kuning sampai orange). Anomali
(7) sedang berada pada rentang nilai 14 mGal sampai
20 mGal (warna hijau hingga hijau kekuningan)
dengan AT (Matriks turunan parsial), WT (Kesalahan sedangkan anomali rendah berada pada rentang 7
pengukuran relatif), R (Operator pemfokusan), μ mGal sampai13 mGal (warna unggu hingga biru).
(Parameter regularisasi), C (Operator smoothing), Model 2D dilakukan dengan 3 cross section
m (Vektor parameter model), ∆f (Residual vektor yaitu A-A’, B-B’ dan C-C’ (Gambar 3) dengan
antara nilai yang diamati dan dihitung). menerapkan inverse modeling (permodelan
kebelakang). Inverse modeling digunakan untuk
3. HASIL DAN PEMBAHASAN melihat persebaran densitas bawah permukaan
Data Free Air Anomaly (FAA) adalah data daerah panas bumi di daerah Terak dan Keretak
anomali medan gravitasi yang telah terkoreksi menggunakan software Zon2GM. Pada peta
yaitu koreksi tinggi alat, koreksi pasang surut, kontur anomali residual kondisi geologi di daerah
koreksi drift, koreksi lintang dan koreksi udara penelitian di dominasi formasi aluvium (Qa), Granit
bebas. Kontur FAA (Gambar 2) masih memiliki Klabat (TRjkg) dan Formasi Tanjunggenting (TRt)
efek topografi yang disebabkan adanya variasi (Manga & Djamal, 1990). Permodelan sistem
kelebihan dan kekurangan massa dari medan panas bumi menerapkan pada permodelan sistem
gravitasi bumi (Maulana, Haryanto, Ismawan, & panas bumi tipe radiogenik (Anderson & Lund,
Kusnandi, 2019). 1979).
Sayatan A-A’ diambil di Baratdaya ke Timurlaut
Gambar 2. Kontur Free Air Anomaly daerah penelitian sepanjang 21.000 m (Gambar 4).
Sayatan A-A’ dipilih berdasarkan kontras anomali
Nilai FAA terjadi pada rentang 18 mGal sampai tinggi ke anomali rendah. Anomali rendah memiliki
dengan 41 mGal. Nilai FAA tertinggi terjadi pada warna unggu sampai biru (2,38 – 2,42 gr/cm 3) di
rentang 32 mGal sampai dengan 41 mGal (warna indikasikan sebagai batupasir (sandstone). Pada
kuning hingga orange). Nilai FAA sedang terjadi anomali sedang memiliki warna hijau sampai
pada rentang 25 mGal sampai dengan 31 mGal kuning (2,65 – 2,66 gr/cm3) diindikasikan sebagai
(hijau tua hingga hijau kekuningan). Nilai FAA batu granit (granite). Pada anomali tinggi memiliki
warna merah muda (2,87 – 2,9 gr/cm3) merupakan
batuan diorit (diorite).
Batu pasir berada pada kedalaman 0-3000 m
Free Air Anomaly di temukan sepanjang 26 m dari arah Baratlaut ke
Tenggara. Batu granit berada pada kedalaman 0-
9000m ditemukan sepanjang 26 m dari arah
-2,05
mGal Baratlaut ke Tenggara. Batu diorit berada pada
kedalaman 2.000 – 10.000 m di temukan
-2,1
sepanjang 24 m dari arah Barat ke Timur. Pada
sayatan A-A’ juga ditemukan singkapan batuan
granit sepanjang 22 - 24 m dari arah Timurlaut ke
-2,15
Baratdaya. Pada sayatan A-A’ terdapat kelurusan
tektonik yaitu diduga berupa sesar ataupun
-2,2 rekahan sepanjang 6 – 20m hal ini disebabkan
perbedaan densitas antara dua lapisan yang
-2,25 saling berdekatan.

-2,3

-2,35
-2,45

Naskah Untuk Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS)


105,9 105,95 106 106,05 106,1 106,15

Gambar 4. Penampang 2D Sayatan A-A’ 9000m ditemukan sepanjang 0 - 27 m dari arah


Baratlaut ke Tenggara. Batu diorit berada pada
Lintasan B-B’ diambil di BaratLaut ke Tenggara kedalaman 1000 – 9000 m di temukan sepanjang
yang memotong sayatan A-A’(Gambar 5) daerah 0 - 22m dari arah Barat ke Timur.
penelitian sepanjanng 22.000 m. Sayatan B-B’ Berdasarkan model konseptual sistem air
diambil dari anomali sedang ke tinggi. Pada panas tipe radiogenik terdiri atas batuan penudung
lintasan ini anomali rendah memiliki warna unggu (cap rock), reservoir (heat source) dan batu dasar
sampai biru (2,36 – 2,38 gr/cm3) merupakan batu (basement rock) (Tamanyu & Sakaguchi, 2003).
pasir. Anomali sedang memiliki warna hijau Batuan penudung memiliki densitas rendah,
sampai kuning (2,65 – 2,78 gr/cm3) diindikasin porositas tinggi dan permeabilitas tinggi yaitu
sebangai batuan granit. Anomali tinggi memiliki diindikasikan pada batu pasir. Batu pasir berfungsi
warna merah muda (2,86 – 2,88 gr/cm 3) yang sebagai penutup reservoar agar mencegah keluar
kemungkinan adalah batuan diorite. fluida panas bumi. Dalam sistem air panas
Batu pasir berada pada kedalaman 5000 m radiogenik, heart source berasal dari unsur
ditemukan sepanjang 3 - 27 m dari arah Barat ke penyusun batu granit yaitu uranium, thorium,
Timur. Batu granit berada pada kedalaman 1.000 – titanium dan ytrtrium (Pitulima & Siregar, 2016).
9.000 m ditemukan sepanjang 0 - 27 m dari arah Basement rock berupa batuan diorit. Batuan dasar
Baratdaya ke Timurlaut. Batu diorit berada pada memiliki densitas yang tinggi dari batuan sumber
kedalaman 1.000 – 9.000 m di temukan sepanjang panas, porositas rendah dan permeabilitas rendah.
6 - 27m dari arah Baratlaut ke Tenggara. Singkapan dan rekahan pada daerah penelitian
yang menyebabakan adanya fluida yang keluar
atau manifestasi panas bumi. Struktur rekahan
pada batuan di dindikasikan sebagai jalur fluida
yang berinteraksi dengan lapisan yang di atasnya
(Siregar & Kurniawan, 2018).

4. KESIMPULAN
Sistem geothermal daerah geothermal Bangka
Tengah dari basement rock (diorit), reservoir
(granit) dan caprock (sandstone). Terdapat
rekahan yang berarah Baratlaut – Tenggara di
sekitar manifestasi air panas Terak dan Keretak
Gambar 5. Penampang 2D Sayatan B-B’ yang dimungkinkan sebagai jalur keluarnya air
panas di daerah tersebut.
Sayatan C-C berada di Baratdaya ke Timurlaut.
Sayatan C-C’ diambil dari anomali sedang ke
rendah daerah penelitian sepanjang 25.000 m
(Gambar 6). Pada anomali rendah memiliki warna
unggu sampai biru merupakan batu pasir (2,36 –
2,38 gr/cm3). Pada anomali sedang memiliki warna
hijau sampai kuning (2,64 – 2,66 gr/cm 3)
diindikasikan sebagi batu granit. Pada anomali
tinggi memiliki warna merah muda (2,88 – 2,9
gr/cm3) kemungkinan merupakan batuan diorit.

Gambar 6. Penampang 2D Sayatan C-C’

Batu pasir berada pada kedalaman 5000 m di


temukan sepanjang 3 - 27 m dari arah Barat ke
Timur. Batu granit berada pada kedalaman 1000 –
Naskah Untuk Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS)

DAFTAR PUSTAKA
Afni, G. N., & Kusmita, T. (2022). Identifikasi Struktur Tektonik Sistem Geothermal Non-Vulkanik Daerah
Nyelanding dan Permis Bangka Selatan Menggunakan Metode Gravity. JRFI, 2(1), 1-6.
Anderson, D., & Lund, J. (1979). Direct Utilization Of Geothermal Energy: A Technical Handbook. Unites
States.
Direktorat Panas Bumi, D. E. (2017). Potensi Panas Bumi Indonesia Jilid 1. Jakarta: Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral .
Firdaus, R., Oktaviyani, S., Hardianti, P., Kusmita, T., & Indriawati, A. (2021). Identification of Subsurface
Rock Structure of Non-Volcanic Geothermal Systems Based on Gravity Anomalies (Terak
Village, Central Bangka Regency). Journal of Applied Geospatial Information, 5(2), 539-543.
Gusnia, E., Kusmita, T., & Indriawati, A. (2022). Analisis Anomali Gravity Daerah Panas Bumi Non-
Vulkanik Di Bangka Tengah (Studi Kasus Panas Bumi Terak dan Keretak). JRFI, 1-7.
Kusmita, T., Fath, A. M., MZ, N., & Joni, W. (2020). Magnetotelluric method aplication for conceptual
modelling of geothermal system Pariangan West Sumatera. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science.
Manga, A., & Djamal, B. (1990). Peta Geologi Lembar Bangka Utara, Sumatra. In Peta Geologi
Sumatera. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Maulana, Y., Haryanto, A. D., Ismawan, & Kusnandi, D. (2019). Penentuan Tipe Fluida Serta Tingkat
Permeabilitas Sistem Panas Bumi Daerah Tinigi, Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Padjadjaran
Geoscience Journal.
Petersburg. (2001). Program For 2D Interpretation Of Magnetic and Gravity Data ZondGM2D. Zond
Geophysical Software Saint.
Pitulima, J., & Siregar, R. N. (2016). Identifikasi Struktur Geologi Sumber Air Panas Non Vulkanik Desa
Nyelanding Bangka Selatan dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner.
Seminar Nasional Riset Terapan.
Purnomo, J., Koesuma, S., & Yunianto, M. (2013). Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode
Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion. Indonesian Journal
of Applied Physics, 3(1).
Reynolds, J. M. (1997). An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics. England: Jhon Willey &
Sons.
Siregar, R. N., & Kurniawan, W. B. (2018). 2D Interpretation of Subsurface Hot Spring Geothermal
Structure in Nyelanding Village Through Schlumberger Geoelectrucity Configuration Method.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuni, 7(1), 81-87.
supriyadi. (2009). Studi Gaya Berat Relatif di Semarang. Jurnal Fisika Indonesia, 5, 54-61.
Tamanyu, S., & Sakaguchi, K. (2003). Conceptual Model For Non-Volcanic Geothermal Resources –
Examples From Tohuku Japan. Geological Survey of Japan.
Telfold, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. (1990). Applied Geophysics Second Edition. New York:
Cambrige University Press.
Yilmaz, O. (2010). Seismic Data Analysis: Processing, Inversion, and Interpretation of Seismic Data).
Society of Exploration Geophysicists.
Yunizar. (2015). Analisa geolistrik untuk identifikasi sebaran sumber air panas menggunkan konsfigurasi
schlumberger di Desa Kretak Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka Tengah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Bangka: Universitas Bangka Belitung.
Zang, C., Hu, S., Zhang, S., Li, S., Zhang, L., Kong, Y., . . . Wang, Z. (2020). Radiogenic Heat Production
Variations in The Gonghe Basin, Northeastern Tibetan Plateu: Implications For the origin of High-
Temperature Geothermal Resoirces. Renewable Energy, 148, 284-297.

Anda mungkin juga menyukai