Oleh :
Nama : Pinandhita Anisa Wardhani
NIM : 15711177 / 18712074
Pembimbing
dr. Eko Tavip Riyadi, M.Kes, Sp. THT-KL
1
BAB I
LATAR BELAKANG
Disfungsi olfaktori adalah salah satu komorbid yang berhubungan dengan
rinitis alergi (RA) dan RA merupakan salah satu penyebab masalah olfaktori.
Hiposmia sering diabaikan oleh pasien dan diabaikan oleh dokter. Studi klinis telah
menyatakan bahwa 60% pasien dengan RA memiliki kelainan olfaktori bahkan jika
mereka tidak mengalami polip hidung atau deviasi septum. Gangguan penciuman
mempengaruhi kualitas hidup dan kinerja pasien RA. Disfungsi penciuman di RA
diakibatkan oleh obstruksi aliran udara ke rongga olfaktori karena pembengkakan
mukosa hidung akibat inflamasi. Namun, telah terbukti bahwa tingkat obstruksi aliran
udara pada RA tidak secara langsung terkait dengan disfungsi penciuman. Selain itu,
telah terbukti bahwa mediator inflamasi memainkan peran penting dalam disfungsi
penciuman pada pasien RA.
Steroid nasal, antihistamin dan imunoterapi biasanya digunakan untuk
pengobatan gejala RA. Montelukast disarankan untuk digunakan, jika pasien RA juga
memiliki asma. Meskipun efek olfaktori dari steroid nasal, antihistamin, dan
imunoterapi telah terbukti, efek olfaktori dari antagonis leukotriene belum diteliti
secara menyeluruh sampai saat ini. Tes penciuman Sniffin 'Sticks test telah digunakan
untuk menilai fungsi penciuman dalam banyak penelitian yang berkaitan dengan RA.
Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengevaluasi dengan uji Sniffin 'Sticks
efek pada fungsi penciuman steroid nasal dan antagonis leukotrien yang digunakan
untuk RA. Penelitian ini melakukan penelitian pada 30 pasien dengan RA yang
terbagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang dan
masing-masing kelompo menerima terapi kombinasi MF dan montelukas sodium,
hanya terapi montelukas sodium, dan hanya terapi mometasone furotae.
RUMUSAN MASALAH
2
Apakah terdapat perbaikan fungsi olfaktori antara pasien rhinitis alergi
yang menerima terapi steroid nasal dan montelukas dibandingkan pasien rhinitis
alergi yang hanya menerima masing-masing steroid nasal dan montelukas ?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi fungsi olfaktori pada
pasien rhinitis alergi setelah pemberian steroid nasal dan antagonis leukotriene
melalui tes Sniffin Sticks.
HIPOTESA
Terdapat perbaikan fungsi olfaktori pada pasien RA yang menerima
terapi steroid nasal dan montelukast dibandingkan pasien RA yang hanya menerima
masing-masing steroid nasal dan montelukast.
3
BAB II
SUBJEK PENELITIAN
Penelitian ini berjumlah 30 pasien dengan rhinitis alergi dibagi menjadi 3
kelompok dan dipilih secara acak.
1. Grup 1 berjumlah 10 pasien yang menerima terapi mometasone furoate (MF)
dengan dosis 10mg/hari dan montelukas sodium 200μg/hari.
2. Grup 2 berjumlah 10 pasien yang hanya menerima terapi montelukas sodium
200μg/hari.
3. Grup 3 berjumlah 10 pasien yang hanya menerima terapi mometasone furoate
10mg/hari.
SAMPEL PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah pasien dengan riwayat rhinitis alergi
musiman (seasonal rhinitis allergy).
KRITERIA INKLUSI
1. Pasien yang terdiagnosis rhinitis alergi sesuai dengan kriteria ARIA yaitu
pasien dengan hasil skin test positif terhadap rumput dan serbuk pohon.
2. Pasien berusia 18 – 65 tahun dengan riwayat klinis rhinitis alergi selama ±
1 tahun.
KRITERIA EKSKLUSI
4
1. Pasien yang menerima pengobatan medikamentosa (kortikosteroid,
antihistamin, antidepresan, antihipertensi, dll) atau imunoterapi sebelum
penelitian dilaksanakan.
2. Pasien dengan riwayat asma, deviasi septum nasal, riwayat operasi nasal,
hypertrophy turbinate, polip nasal atau gangguan hidung kronis (sinusitis
kronis dengan atau tanpa polip, sinusitis jamur, massa nasal, infeksi
kronis nasal, dll)
3. Pasien hamil.
4. Pasien dengan kebiasaan merokok
5. Pasien dengan infeksi saluran nafas atas.
ALUR PENELITIAN
Setelah melalui pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan dan endoskopi
nasal serta telah menyetujui penelitian melalui penandatanganan lembar inform
consent pasien dibagi secara acak / random kedalam 3 kelompok masing-masing
terdiri dari 10 pasien; grup 1 menerima terapi montelukas sodium (10mg/hari) dan
mometasone furoate (200μg/hari), grup 2 menerima hanya terapi montelukas, dan
grup 3 menerima terapi mometason furoate.
Fungsi olfaktori dinilai dengan menggunakan tes Sniffin’ Sticks. Tes ini
dilakukan pada kedua lubang hidung untuk mendapatkan skor TDI (jumlah nilai
ambang batas / threshold, diskriminasi, dan identifikasi) pada setiap pasien. Tes
Sniffin’ Sticks merupakan tes yang telah tervalidasi untuk mengukur nilai ambang
batas penciuman (n-butanol), diskriminasi, dan identifikasi dengan reliabilitas tes
yang baik. Odoran disediakan secara komersil dalam bentuk pena felt-tip (Sniffin’
Sticks, Burghart GmbH, Wedel, Germany).
5
Gambar 1 dan 2. Sniffin’ Sticks test dan jawaban Sniffin’ Sticks test
merk Burghant Sniffin Sticks.
6
triplet. Hasil tes TDI dipertimbangkan secara terpisah dan diringkas dalam skor TDI
secara keseluruhan. Hasil dari pengujian penciuman bisa dianalisis secara terpisah
satu sama lain. Setelah 4 minggu terapi obat, tes Sniffin 'Sticks dilakukan kan lagi
untuk menilai fungsi penciuman. Hasil sebelum dan sesudah terapi dibandingkan
diantara tiga kelompok.
ANALISIS STATISTIK
Analisis statistik data dilakukan dengan menggunakan SPSS 15.0. Tes
Mann-Whitney U digunakan untuk perbandingan antara kedua kelompok, dan uji
Kruskal-Wallis H (Mann-Whitney U dengan koreksi Bonferroni post hoc) digunakan
untuk perbandingan antara lebih dari dua kelompok, The Wilcoxon sign-peringkat
digunakan untuk perbandingan data yang diperoleh sebelumnya dan setelah
perawatan. Dalam tes post hoc P <0,10 dan dalam analisis lainnya P <0,05 dianggap
mengindikasikan signifikansi statistik.
7
BAB III
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. (a) Hasil uji Krusal-Wallis. (b) Hasil uji Mann Whitney dengan penyesuaian
Bonferroni.
Ambang batas, diskriminasi, identifikasi, dan Nilai TDI tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan di antara kelompok sebelum perawatan.
8
Tabel 3. Hasil analisis uji Wilcoxon.
Pada pasien grup 1 dan 3 terdapat perbedaan yang signifikan dalam nilai
ambang batas, diskriminasi, identifikasi dan nilai TDI sebelum dan sesudah
pengobatan (p<0,05). Sedangkan untuk grup 2, nilai ambang sebelum dan sesudah
pengoabatan, diskriminasi, identifikasi, dan TDI tidak menunjukan perbedaan yang
signifikan (p>0,05).
9
BAB IV
PEMBAHASAN
10
Meltzer et al. meneliti efek penciuman intranasal dari MF pada penderita
RA dan mereka telah menunjukkan bahwa MF bisa menngurangi edema,
mengembalikan aliran udara / aroma kembali ke rongga olfaktori atau resolusi
peradangan pada mukosa olfaktori. Selain itu, mRNA reseptor glukokortikoid
diekspresikan dalam epitel penciuman mamalia, menunjukkan peran langsung
potensial untuk steroid dalam jaringan ini. Telah diteliti bahwa proses inflamasi
menyebabkan disfungsi olfaktori pada pasien dengan RA. Steroid intranasal mungkin
meningkatkan fungsi penciuman dengan mengurangi peradangan, terutama sel
eosinofil di daerah hidung. Dengan demikian, MF memberikan perbaikan yang
signifikan fungsi penciuman secara langsung (dengan mengurangi peradangan di
daerah penciuman) dan secara tidak langsung (dengan meningkatkan aliran udara
hidung), dan meredakan gejala RA dengan mencegah peradangan.
Seperti yang diharapkan, setelah 1 bulan perawatan ada peningkatan yang
signifikan dalam fungsi penciuman dalam kelompok MF dalam penelitian ini. Telah
ditunjukkan bahwa steroid intranasal meningkatkan fungsi penciuman secara
kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, karena kontak langsung dengan daerah
penciuman (seperti penyemprotan menuju wilayah penciuman), MF mungkin lebih
efektif untuk meningkatkan penciuman.
Cysteinyl leukotrienes (CysLTs) terlibat dalam patofisiologi RA dan
memiliki reseptor di mukosa hidung. Berbagai mediator seperti histamin dan CysLT
memiliki peran penting dalam RA. Antagonis reseptor sisteinil-leukotrien seperti
montelukast juga merupakan terapi yang poten untuk AR. Reseptor leukotrien
terdapat di jaringan hidung dan jalan napas bagian bawah, oleh karena itu terapi ini
juga dapat mempengaruhi mukosa hidung dan penciuman. Sejumlah penelitian telah
melaporkan bahwa antagonis CysLT miliki hasil positif pada RA. Namun, studi klinis
terkait dengan efek dari antagonis leukotrien pada fungsi penciuman masih kurang.
Hanya ada beberapa penelitian pada hewan tentang efek CysLTs antagonis di wilayah
penciuman. Rubuni et al. menunjukkan bahwa Antagonis CysLTs tidak
mempengaruhi histologi sistem penciuman dan memiliki efek yang dapat diabaikan
pada fungsi penciuman pada tikus.
11
Peneliti juga memeriksa secara kuantitatif efek montelukast dan MF pada
fungsi penciuman. Pada grup 2 montelukast, nilai TDI, ambang, dan identifikasi tidak
meningkat secara signifikan. Montelukast diharapkan meningkatkan fungsi
penciuman karena efeknya pada patofisiologi RA. Namun, pada penelitian ini
menunjukkan bahwa CysLTs antagonis tidak efektif di wilayah penciuman. Peneliti
percaya bahwa montelukast tidak secara signifikan meningkatkan TDI, identifikasi,
dan ambang batas untuk alasan ini.
Peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada peningkatan yang signifikan di
fungsi penciuman dalam kelompok montelukast dan adanya peningkatan yang
signifikan pada kelompok MF dan montelukast adalah terkait dengan efek MF.
Efisiensi dan tingkat kepercayaan terapi montelukast pada pasien dengan RA telah
dibuktikan. Meskipun demikian, pada penelitian ini menunjukkan bahwa montelukast
tidak meningkatkan fungsi penciuman. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
lain. Perlu dilakukan studi histopatologis di wilayah penciuman atau bulbus
olfaktorius terkait dengan CysLTs atau montelukast untuk dijelaskan efek yang tepat
dari montelukast pada fungsi penciuman.
Analisis kuantitatif fungsi penciuman dapat dilakukan dengan tes Sniffin
'Sticks. Fungsi penciuman dievaluasi dengan tes Sniffin 'Sticks dalam penelitian ini.
Kami tidak bertanya bagaimana pasien merasakan kemampuan mereka sendiri untuk
mencium sebelum dan setelah perawatan. Meski kemampuan menciumnya tidak
signifikan ditingkatkan pada kelompok montelukast, identifikasi, dan ambang batas
sedikit membaik. Karena itu, montelukast tidak bisa diklaim tidak berpengaruh pada
fungsi penciuman. Jumlah pasien dalam penelitian ini kecil. Studi dengan jumlah
pasien yang lebih besar akan sangat berharga. Akhirnya, menurut temuan penelitian
kami, MF lebih unggul untuk montelukast dalam meningkatkan fungsi penciuman.
Meskipun montelukast telah terbukti efektif melawan gejala RA, namun efek pada
fungsi penciuman tidak ditunjukkan dalam penelitian ini.
12
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi
perbaikan fungsi olfaktori pada pasien RA setelah pemberian terapi steroid nasal dan
montelukas sodium dapat diambil kesimpulan bahwa nasal steroid (MF) lebih unggul
daripada montelukast sodium dalam meningkatkan fungsi penciuman/olfaktori.
Meskipun montelukast telah terbukti efektif melawan gejala RA, namun efeknya pada
fungsi olfaktori tidak ditunjukkan dalam penelitian ini.
Saran
Penelitian mengenai evaluasi perbaikan fungsi olfaktori pada pasien RA
yang menerima terapi steroid nasal dan montelukast sodium masih kurang. Untuk
penelitian lebih lanjut disarankan untuk
1. Menambah jumlah sampel penelitian.
2. Follow up jangka panjang.
3. Menggunakan alat penelitian selain uji sniffin stick test untuk menilai fungsi
olfaktorius seperti Sniff Magnitude Test dan University of Pennsylvania
Smell Identification Test (UPSIT).
4. Untuk membuktikan efek montelukast pada peningatan fungsi olfaktorius
perlu dilakukan penelitian histopatologi pada bulbus olfaktorius atau area
olfaktorius.
13
CRITICAL APPRAISAL
A. Analisis PICO
Patient / Gejala disfungsi olfaktori / penciuman pada pasien rhinitis
Problem alergi
Pertanyaan :
“Bagaimana perbedaan perbaikan fungsi olfaktori pada pasien RA yang
menerima terapi kombinasi montelukas sodium dan mometason furoate
dibandingkan pasien yang menerima hanya mometason furoate atau montelukas
sodium ?’
B. Pencarian Literatur
1. Penentuan kata kunci :
theraphy ; steroid ; montelukast ; allergic rhinitis ; olfactory disfunctions
2. Memilih tempat pencarian
3. Pencarian melalui NCBI
“treatment AND steroid OR montelukast AND allergic rhinitis AND
olfactory functions”
14
C. Artikel Jurnal
15
Tahun 2017
DOI http://dx.doi.org/10.1016/j.anorl.2016.05.012
16
3 Apakah semua Ya Ya, beberapa pasien yang menjadi sampel
subjek yang penelitian mengalami ekslusi, akan tetapi
mengikuti jumlah sampel sudah diperhitungkan hingga di
penelitian kesimpulan akhir. Selain itu tidak ada pasien
dicatat dengan lost to follow up selama penelitian berlangsung.
benar pada Pada tabel uji statistik jumlah subjek tetap
kesimpulan? berjumlah 30 orang.
4 Apakah Tidak
penelitian ini Dijelaska
menggunakan n
teknik blinding
pada pasien dan
peneliti ?
5 Apakah semua Ya Melalui kriteria inklusi dan kriteria ekslusi
grup penelitian subjek setiap grup disamakan, slain itu
disamakan sejak kesamaan waktu dilaksanakannya penelitian,dan
awal penelitian? dosis pemberian setiap terapi dapat diketakui
bahwa setiap grup mendapatkan perlakuan yang
sama selama penelitian.
6 Selain intervensi Tidak
penelitian, dijelaskan
apakah setiap
17
kelompok
diperlakukan
sama?
IMPORTANCE
No Pertanyaan
7. Seberapa besar Telah dijelaskan pada bagian hasil dan diskusi :
efek dari terapi / “For Group 1 and Group 3 patients, there were statistically
perlakuan ? significant differences in threshold, discrimination,
identification, and TDI values before and after treatment (P <
0.05) (Wilcoxon signed ranks analysis). For Group 2
patients, the before and after treatment values of threshold,
discrimination, identification, and TDI showed no significant
dif-ferences (Table 3) (P > 0.05).”
“We deduced that the absence of a significant improvement
in olfactory function in the montelukast group and the
presence of a significant improvement in the MF and
montelukast group were related to the effect of MF.”
“Intranasal steroids may improve olfactory function by
decreasing inflammation, especially eosinophil cells in the
nasal region. Thus, MF provides significant improvements in
olfactory function directly (by reducing inflammation in the
olfactory region) and indirectly (by increasing nasal airflow),
and relieves symptoms of AR by preventing inflam-mation.
As expected, after 1 month of treatment there was a
significant improvement in olfactory function in the MF
group in this study. It has been demonstrated that intranasal
steroids improve olfactory function quantitatively and
qualitatively.”
“A number of studies have reported that CysLT antagonists
18
have positive results in AR. However, clinical studies related
to the effects of leukotriene antagonists on olfactory
functions are lack-ing. There are only a few animal studies
on the effects of CysLTs antagonists in the olfactory region.
Rubuni et al. [26] showed that CysLTs antagonism did not
affect olfactory system histology and had a negligible effect
on olfactory function in mice.”
8. Seberapa tepat Tidak dicamtumkan range of confidence intervals dalam
hasilnya? penelitian ini.
APPLICABLE
No Pertanyaan
9. Bisakah hasil di Ya Ya, hasil penelitian ini dapat diterapkan di
aplikasikan Indonesia karena penggunaan obat steroid nasal
dipenduduk (MF) di Indonesia sering sekali digunakan di
setempat? Indonesia. Selain itu jumlah penderita RAalergi
juga sering ditemukan baik anak maupun
dewasa.
10 Apakah semua Tidak Pada penelitian ini hanya menghitung luaran
. luaran klinis fungsi olfaktori. Gejala lain rhinitis alergi
sudah seperti bersin, hidung gatal, obstruksi saluran
dipertimbangkan nafas / hidung tersumbat, rinore tidak
dalam penelitian diperhitungkan.
19
11 Apakah Ya Menurut saya, pemberian steroid nasal pada RA
. manfaatnya untuk memperbaiki gejala hiposmia / disfungsi
sepadan dengan olfaktori bermanfaat. Kemudian untuk terapi
biaya dan antagonis leukotriene sendiri bisa
bahayanya ? dipertimbangkan untuk dikombinasikan dengan
terapi steroid nasal. Terlepas dari efek
perbaikan gejala hiposmia, antagonis
leukotriene sendiri memiliki efek menurunkan
eksudasi plasma, sekresi mukus, dan rekruitmen
eosinophil pada proses inflamasi serta
mencegah terjadinya bronkokonstriksi yang
juga bermanfaat untuk memperbaiki gejala RA
lainnya. Terapi kombinasi ini akan lebih
bermanfaat pada penderita RA yang memiliki
riwayat asma.
20