Anda di halaman 1dari 4

5.

Patogenesis

Terdapat dua mekanisme yang dikenal yaitu mekanisme imunologis dan mekanisme
non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan
mekanisme imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis
yang disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam
metabolisme.a
Terdapat empat mekanisme imunologis. Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I (reaksi
anafilaksis) merupakan mekanisme yang paling banyak ditemukan. Pada tipe ini,
imunoglobulin yang berperan ialah imunoglobulin E yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi
bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai
antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin,
serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan
bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah
timbulnya syok. Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II (reaksi autotoksis) dimana terdapat
ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang melekat pada sel.
b
Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.

Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III (reaksi kompleks imun) dimana antibodi yang
berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen antibodi. Kompleks antigen
antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi
radang. Aktivasi sistem komplemen merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit.
Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe
IV (reaksi alergi seluler tipe lambat). Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang
tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat karena
baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen.b
Terdapat dua konsep patomekanisme pengenalan obat oleh sel T, yaitu :b

a. Konsep Hapten / Prohapten


Pada umumnya obat merupakan prohapten yang berarti tidak bersifat reaktif bila tidak
berikatan dengan protein. Sehinga obat dimetabolisme terlebih dahulu untuk dapat
membentuk ikatan kovalen dan menjadi imunogenik sehingga mampu menstimulasi
respon imun. Contohnya adalah obat golongan betalaktam, yaitu gologan penisilin
dan sefalosporin. Contoh lain adalah obat golongan sulfametoksazol yang
dimetabolisme oleh sitokrom P450 di hati menjadi bentuk ereaktif.
b. Konsep pharmacological interaction (p-i concept)
P-i concept merupakan obat yang dapat membentuk ikatan spesifik secara langsung
dan reversibel dengan berbagai acam reseptor antien sfesifik dan berinteraksi
sehingga mampu menstimulasi respon imun. Menurut konsep ini, obat inert yang
tidak mampu membenuk ikatan kovalen dengan protein atau peptida, masih dapat
merangsang sistem imun melalui ikatan langsunng dengan reseptor sel T.

6. Gejala klinis

Erupsi obat yang timbul akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain pada
umumnya dan dapat bermanifestasi klinis ringan dan berat hingga mengancam nyawa yaitu:

1. Erupsi makulopapular atau morbiliformis


Erupsi makulapapular atau morbiliformis disebut juga erupsi eksantematosa yang
paling sering ditemukan. Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris yang
terdiri atas eritema dan selalu ada gejala pruritus. Lesi biasanya timbul dalam 2-3
minggu setelah dimulainya terapi. Erupsi makulopapular akan hilang dengan cara
deskuamasi, dan kadang meninggalkan bekas hiperpigmentasi. Erupsi jenis ini sering
disebabkan oleh ampisilin, obat anti inflamasi non steroid, sulfonamid, fenitoin dan
b
karbamazepin.
2. Urtikaria dan angioedema
Urtikaria menunjukkan kelainan kulit berupa urtikaria, kadang-kadang disertai
angioedema. Pada angioedema yang berbahaya ialah terjadinya asfiksia bila
menyerang glotis. Keluhannya umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya
timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Angioedema biasanya
terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Penyebab
paling sering ialah penisilin, asam asetilsalisilat, dan obat anti inflamasi non steroid.b
3. Fix drug eruption (FDE)
FDE merupakan salah satu erupsi kulit yang serin dijumpai. Lesi dapat berupa makula
atau plak eritem keunnguan dan kadang diserta vesikel/ bula pada bagian tengah lesi
sehinga menyerupai eritea multiform. Ciri khas FDE adaah berulang pada predileksi
yang sama setelah pajanan obat penyebab. Predilleksi tersering di daerah bibir,
tangan, dan genitalia. Obat yang menyebabkan FDE adalah tetrasiklin, naproxen, dan
matamizol.b
4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)
Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama lebih
dari 90% area tubuh. Eritroderma dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit
lain di samping alergi karena obat, misalnya penyakit sistemik temasuk keganasan
pada sistem limforetikular (penyakit Hodgkin, leukemia) atau idiopatik.pada
eritroderma sering terjadi ketidakseimbangan elektrolit, gangguan termoregulasi, serta
kehilangan albumin. Obat-obat yang biasa menyebabkannya ialah asetaminofen dan
minoksiklin.b
5. Purpura
Purpura adalah perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang bila
ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat. Biasanya
simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau tungkai bawah.
c
Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan disertai rasa gatal.
6. Vaskulitis
Vaskulitis ialah radang pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa palpable
purpura yang mengenai kapiler. Biasanya distribusinya simetris pada ekstremitas
bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis biasanya disertai demam, mialgia, dan
anoreksia. Obat penyebab ialah penisilin, sulfonamid, obat anti inflamasi non steroid,
antidepresan dan antiaritmia. Jika vaskulitis terjadi pada pembuluh darah sedang
berbentuk eritema nodosum. Kelainan kulit berupa eritema dan nodus yang nyeri
dengan eritema di atasnya disertai gejala umum berupa demam dan malese. Tempat
predileksinya di daerah ekstensor tungkai bawah. Eritema nodosum dapat pula
disebabkan oleh beberapa penyakit lain misalnya tuberkulosis, infeksi streptokokus
dan lepra. Obat yang dianggap sering menyebabkan eritema nodosum ialah
sulfonamid dan kontrasepsi oral. c

7. Reaksi fotoalergik
Gambaran klinis reaksi fotoalergi sama dengan dermatitis kontak alergik,
lokalisasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan
dapat meluas ke daerah tidak terpajan matahari. Obat yang dapat menyebabkan
fotoalergi ialah fenotiazin, sulfonamida, obat anti inflamasi non steroid, dan
c
griseofulvin.
8. Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA) merupakan erupsi
pustular akut yang timbul 1-3 minggu setelah konsumsi obat yang diawali oleh
demam, mual, dan malaise. Kelainan kulitnya berupa pustul-pustul miliar
nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura.
Predileksi utama di wajah dan lipatan tubuh.b
9. Disamping kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi kelainan berupa eritema
multiforme, sindroma Stevens-Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.c

Daftar Pustaka

a. Gsuchalla RS. Understanding drug allergies. J. Alergy Clin Immunol 2000 ; 105 : 5637 -
5644

b. buku merah (samakan dengan dapus buku merah yang lain)

c. DeSwarte RD, Patterson R. Drug allergy. Dalam : Pattern , et al. Alergic disease, 5 th
Lippincott-Raven Publisher, Philadelpia ; 1997 : 317 -352

Anda mungkin juga menyukai