I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 22 thn, 6 bulan, 4 hari (13-08-1992)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petugas Kebersiha
Alamat : Perintis kemerdekaan 4
Agama : Islam
No. RM : 702273
Tanggal masuk : 09/02/15
1
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
- Riwayat hepatitis tidak ada
- Riwayat darah tinggi tidak ada
- Riwayat sakit kencing manis tidak ada
Riwayat Psikososial:
- Riwayat minum alkohol tidak ada
- Riwayat merokok tidak ada
Riwayat Keluarga:
- Riwayat keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada
Tanda vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit reguler
Pernapasan : 20x/menit, Tipe : Thoracoabdominal
Suhu : 38,1oC (axilla)
2
Tekanan bola mata : dalam batas normal
Kelopak Mata : edema palpebra (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Injectio conjungtiva (+)
Sklera : ikterus (+)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Reflex cahaya +/+
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-)tremor (-) hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : caries (-)
Gusi : perdarahan gusi (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cm H2O
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan
3
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : simetris kiri = kanan
Sela iga : dalam batas normal
Paru
Palpasi :
Nyeri tekan : (-/-)
Massa tumor : (-/-)
Fremitus raba : vocal fremitus normal pada kedua
basal paru
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS V-VI
Batas bawah paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan
Batas bawah paru belakang kiri : ICS X belakang kiri
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh Wh
- - - -
- - - -
- -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
batas atas jantung : ICS II sinistra
batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
4
Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri Tekan (-) Massa Tumor (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Tympani
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Ekstremitas
Edema -/-
-/-
Rumple Leede test (-)
Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) D/S
V. ASSESMENT :
Leptospirosis
AKI renal dd pre renal
5
PLT 130x 103/uL 150-400x103/uL
LYMPH 14.0 % 20 – 40%
EO 2.9 x103/uL 1.00 – 3.00 x103/uL
BASO 0.67 x103/uL 0.0 – 0.10 x103/uL
SGOT 29 U/L <38 U/L
SGPT 23 U/L <41 U/L
PT 9.5 kontrol 9.9 10-14 detik
APTT 27.6 kontrol 28.8 22.0-30.0 detik
Ureum 190 mg/dL 10-50 mg/dL
Creatinin 3.30 mg/dL L(<1.3), P(<1.1)
Natrium 142 136-145 mmol
Kalium 4.5 3.5-4.5 mmol
Klorida 97 97-111 mmol
Albumin 3.5 gr/dL 3.5-5.0 gr/dL
Bilirubin Total 10.56 mg/dl <1.1 mg/dl
Bilirubin Direk 10.58 mg/dl <0.30 mg/dl
HbSAg Non Reactive Non Reactive
Anti HCV Non Reactive Non Reactive
GDS 119 mg/dL 140 mg/dL
6
Leptodipstick(11-07-2014)
o Kesan : Positif
VII. PLANNING
Pengobatan :
Diet makanan lunak
Diet rendah garam
IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv dalam NaCl 0,9% 100 cc/drips
Inj. Omeprazole 40 mg/8jam/iv
Paracetamol 500 mg 3x1 (jika suhu >38 derajat celcius)
Rencana selanjutnya :
o Balance Cairan / hari
o Cek DR
o Cek Ur,Cr/3 hari
o Kontrol Elektrolit
VIII. PROGNOSIS
Quad ad functionam : Dubia et bonam
Quad ad sanationam : Dubia et bonam
Quad ad vitam : Dubia et bonam
7
IX. FOLLOW UP
8
23/02/2015 S : Demam (+) P:
00.00 Nyeri ulu hati (+) Mual (+) Diet rendah garam
Muntah (+) IVFD NaCl 0,9% 40 tpm
I : 2230cc
O: Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv
O : 2045cc SS / GC / CM dalam NaCl 0,9% 100
+185cc T :120/70mmHg cc/drips
N : 80 x/i Omeprazole40mg/24jam/iv
P : 22 x/i Paracetamol 500 mg 3x1
S : 37,9⁰C (jika suhu >38 derajat
Anemis (-), ikterus (+) celcius)
DVS R+1 cmH2O
BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/-
CV : BJ I/II murni regular, BT
(-)
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar & lien tidak teraba
Ekstremitas edem -/-
Nyeri tekan M. Gastrocnemius
(+)
A:
Weil’ Disease Periksa :
o Balance cairan / hari
AKI renal dd pre renal
o Cek DR
o Ur/Cr/3 hari
9
24/02/2015 S : Demam (+) Nyeri ulu hati P:
07.30 (+)Mual (+) Muntah (+) nyeri Diet rendah garam
seluruh badan dan otot terutama IVFD Asering 20 tpm
betis (+) Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv
I : 2230cc O: dalam NaCl 0,9% 100
O : 1845cc SS / GC / CM cc/drips
+385cc Anemis (-)ikterus (+) Inj.Omeparzole40mg/24ja
T : 100/60 mmHg m/iv
N : 76 x/i Paracetamol 500 mg 3x1
P : 24 x/i (jika suhu >38 derajat
S : 36.6 ⁰C celcius)
Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/-
Nyeri tekan M. gastrocnemius
(+)
A:
Periksa :
Weil disease
o Balance cairan / hari
AKI renal dd pre renal
o Cek DR
o Ur/Cr/3 hari
o Konsul GH AKI renal dd
pre renal
o Konsul Infeksi Tropis
10
25/02/2015 S : Demam (+)Mual (+) muntah (+) P:
07.00 O: Diet rendah garam
SS / GC / CM IVFD Asering 20 tpm
I : 2210cc T : 110/70 mmHg Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv
O : 1865cc N : 78 x/i dalam piggybag NaCl 0.9
+345cc P : 22 x/i % 100cc
S : 37.3⁰C Paracetamol 500 mg 3x1
Anemis (-)ikterus (+) (jika suhu >38 derajat
Pembesaran kelenjar getah celcius)
bening (-)
BP : vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/-
Nyeri tekan M.
Gastrocnemius (+)
A:
Periksa :
Weil disease
o Balance cairan / hari
AKI renal dd pre renal
o Cek DR
o Ur/Cr/3 hari
11
Pemeriksaan Hasil (15/5/2014) Nilai Rujukan
WBC 14,9 x103/uL 4 - 10 x 103/uL
RBC 3,37 x106/uL 4 - 6 x 106/uL
HGB 12,2 g/Dl 12-16g/dL
HCT 31 % 37 – 48%
MCV 85 80-97 fL
MCH 30 26.5-33.5 pg
MCHC 36 31.5-35.0 gr/dl
PLT 166 x 103/uL 150-400x103/uL
12
26/02/2015 S : Demam (+)Mual (+) muntah (+) P:
07.00 O: IVFD Asering 20
SS / GC / CM tpm
I : 2210cc T : 110/70 mmHg Inj.Ceftriaxon
O :1515cc N : 74 x/i 2gr/24jam/iv
+695cc P : 22 x/i Inj. Omeprazole
S : 37.2⁰C 40mg/24 jam/iv
Anemis (-)ikterus (+) Paracetamol 500 mg
Pembesaran kelenjar getah bening (-) 3x1 (jika suhu >38
BT : Rh -/-, Wh -/-
BJ : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/-
Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+)
A:
Periksa :
Weil disease
o Balance cairan /
AKI renal dd pre renal
hari
o Ur/Cr/3 hari
13
X. RESUME
Pasien laki-laki umur 22 tahun datang ke RS dengan keluhan demam
dialami kurang lebih 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan terus
menerus, tidak menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada. mual
dan muntah yang dialami sejak ±2 hari yang lalu dengan frekuensi >7
kali/hari berisi air dan makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati.
BAB : biasa, kuning BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak. Pasien
juga merasakan sesak nafas, kedua mata tampak kuning dan kedua betis
terasa nyeri hebat, riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada, riwayat
memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada,
riwayat selalu membersihkan tempat air tergenang, riwayat hepatitis tidak
ada, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat sakit kencing manis tidak
riwayat minum alkohol tidak ada,riwayat merokok tidak ada,riwayat
keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada
14
o Kreatinin 3.30 mg/dl
o Bil.total : 10.56 mg/dl
o Bil.direct : 10.58 mg/dl
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis:
Weills disease
AKI renal dd pre renal
XI. DISKUSI
Pasien laki-laki umur 22 tahun datang ke RS dengan keluhan
demam dialami kurang lebih 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan
terus menerus, tidak menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada.
mual dan muntah yang dialami sejak ±2 hari yang lalu dengan frekuensi
>7 kali/hari berisi air dan makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati.
BAB : biasa, kuning BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak. Pasien
juga merasakan sesak nafas, kedua mata tampak kuning dan kedua betis
terasa nyeri hebat, riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada, riwayat
memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada,
riwayat selalu membersihkan tempat air tergenang, riwayat hepatitis tidak
ada, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat sakit kencing manis tidak
riwayat minum alkohol tidak ada,riwayat merokok tidak ada,riwayat
keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada
Pada pasien ini ditegakkan diagnosa berdasarkan gejala yang
diperoleh dari anamnesis yaitu adanya keluhan demam tinggi yang timbul
mendadak dan bersifat kontinus, adanya ikterik pada sclera, serta adanya
nyeri tekan pada musculus gastrocnemius, juga berdasarkan riwayat pasien
yang seorang petugas kebersihan dan diagnosa ditegakkan setelah
dilakukan tes leptodipstik positif.
Pada hari kedua follow up, diagnosa berubah dari leptospirosis
menjadi Weil disease karena pada hasil laboratorium pasien telah
ditemukan adanya ikterik yang dilihat dari kenaikan bilirubin total (10,56
15
mg/dl) serta bilirubin direk (10,58 mg/dl), juga sudah ada gangguan renal
berupa AKI renal yang diduga merupakan komplikasi dari leptospirosis.
Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler..
Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan
hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.
Sehingga fase ini sering ditandai dengan gejala-gejala tidak khas seperti
demam tinggi mendadak, malaise, mual muntah tanpa mencret, nyeri otot,
ikterus, sakit kepala, nyeri ulu hati yang disebabkan oleh gangguan hati
dan ginjal.
Pada fase imun yang terjadi pada pasien ini ditandai dengan
peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40°C
disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis.
Terdapat gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik.
Pada fase kedua yang terjadi pada pasien ini titer antibodi igM
mulai terbentuk dan meningkat dengan cepat. Dapat terjadi leptopiura
(leptospira dalam urin).Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena
adanya peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat
kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein yaitu berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada AKI , kedua mekanisme penghalang
tersebut terganggu sehingga protein dapat lolos pada saat proses filtrasi
glomerulus.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen untuk
mengetahui kelainan pada tubulus ginjal karena pada pasien ini dicurigai
terjadi AKI renal dd pre renal.
16
Terapi yang diberikan berupa diet rendah garam, untuk mengurangi
beban kerja ginjal. Antibiotic yang diberikan adalah Inj.Ceftriaxon
2gr/24jam/iv dari golongan sefalosporin.
17
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
18
2. DEFINISI(1,4)
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886
yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang
juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever, swamp
fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.
Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit
dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa
leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious
disease.
19
3. ETIOLOGI(1)
20
Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L.
icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing,
dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.
4. EPIDEMIOLOGI (5)
21
nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus
dilaporkan pada tahun yang sama.(s-1)
Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga
dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di
daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi
ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita,
orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya
kematian.
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56
persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata
berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok
yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang
agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan
tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di
danau atau sungai, seperti berenang atau rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang
susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian
seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%.
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan
peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan
rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air,
berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang
berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga
menambahkan resiko
5. PENULARAN(1,2,3)
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun
22
dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang
sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap
kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai
resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau
orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.
6. PATOGENESIS (1)
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.
Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga
infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian
beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan
mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin.
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman
23
ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan
ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.
7. PATOLOGI(1,6)
24
yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk
lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal
ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi
imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme
juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang
diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini
terdapat diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi
sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen
leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi.
Hal ini akan menyebabkan uveitis.
25
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada
mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu
terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa
terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi
penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid.
Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering
disebabkan oleh L. canicola.
Weil Disease(1,2)
Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua,
dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan
dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari leptospirosis.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3 sampai hari
ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan merasakan
sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati biasanya ringan
dan akan sembuh total.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan
oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal,
hepatik atau disfungsi vaskular.
7.GAMBARAN KLINIS(1,5,6)
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.
26
Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala,
meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi
klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim, perdarahan,
diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis, pankreatitis,
parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.
27
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis
dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi
kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau
tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi
relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva
suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk
makular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7
hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun
setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi
demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat
rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot
betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan
hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik,
purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan
paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus
merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya
50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada
50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa
28
minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira
dijumpai didalam urin.
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI(s-1)
Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular)
dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan
azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.
Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan
pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh leukositosis.
Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan
gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis
memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan
peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weil’s
sindrome, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan
vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan
leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu
membedakannya dengan infeksi hepatitis virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit
polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi
protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran
radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab
hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah
onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.
9. DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya
datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok
toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan
beberapa kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui
tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi.
Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala
29
terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau
muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan
otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
bisa dijumpai leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran
neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai
proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat
pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh
dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine
diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih
positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira
dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-
Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat
dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam
heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi,
inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop
lapangan gelap.
30
Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant assay
- Lepto Dipstick (ELISA)
- LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test
Aglutinasi lateks kering Patoc-slide agglutination test (PSAT)
(LeptoTek Dry-Dot) Sensitized erythrocyte lysis test
(SEL)
Indirect Fluorescent antibody test (IFAT) Counter immune electrophoresis
(CIE)
Indirect haemagglutination test (IHA)
Uji aglutinasi lateks
Complement fixation test (CFT)
11. PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik
31
dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan
tindakan hemodialisa temporer.(1)
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4
hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti : (1)
PROGNOSIS(s-1)
32
Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang
lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal,
karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di
bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis
selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran,
distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya
menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit
ini disebut Weil’s disease. Masalah kardiovascular juga dapat terjadi.(2)
o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.
o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal
jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran
pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata
(konjungtiva).
o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
12. PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang
mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan
berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-
bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian
doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan
leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu
singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu,
ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san
efikasi pencegahan 95%.(1)
33
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. (1)
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar
terhindar dari penyakit ini, diantaranya:
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja
di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar
lainnya.
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan.
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus.
Meningkatkan penangkapan tikus.
RINGKASAN
34
untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, dll.
- Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit
ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius ataupun dari gigitan binatang yang
terinfeksi leptospirosis.
- Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : ginjal,hati,jantung,otot
rangka,mata,pembuluh darah,susunan saraf pusat.
35
- Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia
dan fase imun.
- Fase leptospira : Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah
dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal
sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama
pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret
- Fase Imun : Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat
timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan
kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut,
dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa
epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik.
Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie,
epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling
sering.
36
- Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis,antibiotik, tindakan suportif diberikan sesuai
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan
gagal ginjal secara umum.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III
edisi IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI.
2006. Hal 1823-5.
2. Anonim.Leptospirosis, diunduh dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis pada hari minggu, 20 Desember
2009.
3. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Leptospirosis&action=edit§ion
=5 pada hari minggu, 20 Desember 2009.
4. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/190/Leptospirosis.html hari minggu, 20
Desember 2009.
5. Cunha, John P. Leptospirosis.
http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm
6. Dugdale, David C. Leptospirosis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm
38