Anda di halaman 1dari 3

FABRIKASI SEJARAH

Jika kita berbicara tentang sejarah, maka kita tidak bisa lepas dari unsur manusia, ruang,
dan waktu. Manusia sendiri berperan sangat penting dalam sejarah karena berperan sebagai subjek
dan objek sejarah. Dapat dikatakan sebuah sejarah apabila ada manusia yang berperan dalam suatu
peristiwa/kejadian tersebut. Ruang juga termasuk unsur sejarah yang penting karena ruang
merupakan tempat kejadian suatu sejarah. Tempat terjadinya suatu sejarah dapat dapat bersifat
luas atau sempit. Unsur sejarah yang ketiga yaitu waktu. Tanpa waktu, kita tidak dapat mengetahui
kapan suatu peristiwa atau kejadian sejarah terjadi. Adanya waktu yang kemudian membuat
sebuah perisitwa bisa dikatakan sebagai sejarah. Sejarah merupakan kejadian yang terjadi di masa
lalu. Seiring dengan waktu yang bergerak ke depan maka peristiwa yang terjadi saat ini juga akan
menjadi sejarah di masa mendatang.
Arsitektur adalah ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak),
mulai dari lingkup makro—seperti perencaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan
lansekap—hingga lingkup mikro—seperti perencanaan dan perancangan bangunan, interior,
perabot, dan produk. Arsitektur dapat terbentuk karena adanya kebutuhan manusia. Baik itu
kebutuhan pangan, sandang, papan. Arsitektur merupakan buah pemikiran manusia dalam bentuk
fisik yang mencerminkan kehidupan dan pola-pola kebudayaan yang terbentuk pada masa
penciptaanya. Pola-pola kehidupan akan terus berubah mengikuti perkembangan zaman, begitu
pula dengan kebutuhannya. Perubahan tersebut juga diikuti dengan perubahan arsitekturalnya.
Adanya perubahan kebutuhan dan keterkaitan antara arsitektur dengan manusia dan waktu,
tidak dapat disangkal bahwa arsitektur tidak bisa lepas dari sejarah. Arsitektur akan selalu
mengikuti perkembangan kebutuhan dan pola kebutuhan manusia pada masanya. Arsitektur hadir
sebagai hasil persepsi masyarakat yang memiliki berbagai kebutuhan. Untuk itu, arsitektur adalah
wujud kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya, sehingga perkembangan arsitektur tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, arsitektur
dapat menjadi sebuah identitas dan penanda sejarah.
Arsitektur di Indonesia sendiri terbentuk dari berbagai macam lapisan sejarah, mulai dari
era modern, post-modern, kolonial, Islam, Tionghoa, dsb. Munculnya arsitektur art-deco, jengki,
dsb menjadi sebuah trend dalam kurun waktu tertentu. Tidak semua daerah di Indonesia mengikuti
trend gaya arsitektur tersebut karena tidak semua daerah di Indonesia menerima pengaruh
modernisasi secara global. Beberapa bangunan saat itu mengalami penyesuaian dengan iklim di
Indonesia dengan atap vernakularnya karena beriklim tropis. Pada era kolonial, bangunan-
bangunan memiliki dinding yang tebal karena sebagai insulasi panas dan juga pelindung dari
peluru ketika terjadi peperangan. Munculnya berbagai macam gaya arsitektur tersebut selain
karena faktor kebutuhan juga karena adanya perkembangan teknologi. Beberapa era yang dilalui
tersebut menjadikan sejarah tersendiri bagi arsitektur di Indonesia.
Sejarah arsitektur di Indonesia meninggalkan beberapa karya arsitektur yang masih
bertahan saat ini. Beberapa bangunan ada yang masih utuh, namun ada yang sudah rusak.
Kerusakannya pun beragam, ada yang ringan dan berat. Perhatian terhadap peninggalan sejarah
tersebut di awal tahun 2000-an masih sangat kurang. Akibatnya, banyak bangunan bersejarah yang
dihancurkan untuk didirikan bangunan baru. Bangunan tersebut selain hancur karena faktor
kebutuhan akan bangunan baru adalah karena adanya bencana alam seperti gempa. Memang
kebutuhan pada saat ini jauh berbeda pada era sebelumnya. Saat ini sudah banyak material yang
mampu menggantikan material sebelumnya. Perkembangan teknologi juga semakin pesat. Biaya
untuk membangun juga menjadi lebih murah.
Sejarah tidak boleh dilupakan. "Ketika kita semakin modern, semakin merasa jauh dari
akarnya," ujar pemerhati arsitektur Nusantara, Yori Antar Awal, saat Obrolan Heritage tentang
Vernakular vs Kolonial, di Jakarta Design Center, Selasa (20/12/2016). Presiden pertama Republik
Indonesia, Ir. Soekarno juga berpesan, "Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah." Dalam hal
ini, arsitektur berperan sebagai pengingat zaman. Arsitektur dengan nilai sejarah tinggi seharusnya
tidak dihancurkan begitu saja karena merupakan aset cagar budaya dan juga identitas suatu daerah.
Hal itu dapat menunjukkan bahwa daerah tersebut pernah mengalami suatu era.
Namun, saat ini orang sudah mulai sadar akan pentingnya mempertahankan peninggalan
bersejarah. Dengan berbagai macam pertimbangan yang ada, tidak semua karya arsitektur dapat
dipertahankan seutuhnya. Bangunan tersebut beberapa dimasukkan ke dalam cagar budaya yang
selanjutnya digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu golongan A, B, dan C. Penggolongan
tersebut sudah di atur dalam undang-undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Metode untuk melakukan pelestarian cagar budaya ada beragam, mulai dari preservasi,
rehabilitasi/renovasi, rekonstruksi, restorasi, addisi, revitalisasi, dsb. Metode-metode tersebut
digunakan untuk beberapa golongan saja, tidak setiap golongan dapat menggunakan moetode yang
sama. Jika kita membuat suatu bangunan baru yang di sekitarnya terdapat bangunan bersejarah
tidak baik jika kita mencopy bangunan bersejarah di sekitarnya. Hal itu akan menimbulkan tipuan
mata. Tidak dapat membedakan mana bangunan yang baru dan mana bangunan yang lama. Hal ini
disebut juga sebagai fabrikasi sejarah.
Sejarah memang tidak boleh dilupakan, tetapi tidak untuk diulang kembali. Hal itu seperti
kita mengulangi kesalahan yang sama. Mengingat kembali sejarah dapat dilakukan dengan
visualisasi dan juga perasaan dimana seolah-olah kita kembali pada masa itu. Untuk mengingat
suatu sejarah dalam karya arsitektural dapat dilakukan adaptasi dengan bangunan di sekitarnya,
misalnya dengan bentuk atap yang sama namun materialnya berbeda. Adaptasi ini juga penting
karena untuk menyesuaikan dengan konteks tempat dan waktu. Tidak elok jika di zaman modern
saat ini masih manggunakan kolom-kolom doric, corritian, dsb. Hal ini tentu tidak sesuai dengan
keadaan di zaman sekarang. Tindakan mengcopy bangunan sama saja dengan plagiarisme yang
mana merupakan tindakan kriminal.
Pro-kontra tentang fabrikasi sejarah juga berlaku bagi bangunan sejarah itu sendiri. Jika
bangunan bersejarah tersebut mengalami kerusakan, apakah kita harus mengembalikan ke bentuk
aslinya atau menggantinya dengan yang baru? Metode pelestarian cagar budaya lain seperti adisi
dan adaptive-reuse juga mengalami pro kontra tentang fabrikasi sejarah. Metode adisi merupakan
pembangunan tambahan bangunan baru pada kawasan yang dilestarikan beradaptasi dengan
lingkungan terhadap bangunan yang telah ada sebelumnya. Apakah tambahan tersebut akan sama
persis dengan bangunan eksisting di kawasan tersebut? Untuk membedakan mana yang baru dan
mana yang lama, alangkah baiknya bangunan yang baru dibedakan dengan bangunan yang lama
dari segi bentuknya, materialnya, warnanya, atau ukurannya. Hal ini akan menjelaskan lebih
eksplisit tentang sejarah di kawasan tersebut. Tindakan copy paste bangunan akan menimbulkan
tipuan mata dan suasana yang membingungkan. Orang menjadi tidak tahu mana yang asli mana
yang tambahan kecuali berada di lain tempat.
https://properti.kompas.com/read/2016/12/21/131841921/arsitektur.modern.tidak.boleh.meni
nggalkan.akar.budaya
https://iplbi.or.id/perkembangan-arsitektur-tanggung-jawab-arsitek-dan-masyarakat/

Anda mungkin juga menyukai