Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Generasi muda merupakan aset terbesar yang perlu mendapat perhatian khusus
dari semua sektor. Perhatian tersebut adalah bagian untuk meningkatkan kualitas
hidup, khususnya perhatian yang diberikan terhadap generasi sejak lahir, termasuk
Bayi Baru Lahir (BBL). Kualitas hidup seseorang dapat ditentukan pada masa
pertumbuhan dan perkembangan saat bayi, dan hal itu sangat tergantung pada
kesejahteraan ibu termasuk kesehatan reproduksinya (Rahmat, 2011). Pembentukan
sumber daya yang berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan. Setelah lahir
dilakukan perawatannya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi sesuai
dengan usianya (Dina, 2008).
Sebagaimana diketahui BBL atau neonatus meliputi umur 0-28 hari.
Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat
dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian neonatus. Diperkirakan 2/3
kematian bayi dibawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus (Mitayani, 2010).
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.29 tahun 2004 bahwa pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal (DEPKES RI, 2007). Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan
masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut World Health
Organization (WHO) AKB di dunia sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan
fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari, 2/3 kematian bayi terjadi pada umur kurang
dari satu bulan (neonatal). 2/3 kematian neonatal terjadi pada umur kurang dari
seminggu (neonatal dini), dan 2/3 kematian terjadi pada masa neonatal dini pada hari
pertama. Hampir semua (98%) dari kematian neonatal di dunia terjadi di Negara
berkembang atau berpenghasilan rendah termasuk Indonesia. Penyebab kematian bayi
diantaranya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (32%), asfiksia (24%), infeksi (5%),
lain-lain (39%) (Meta, 2010).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
derajat kesehatan anak di Indonesia perlu ditingkatkan, karena melihat AKB 34/1000
kelahiran hidup dengan penyebab kematian bayi terbanyak disebabkan oleh gangguan
perinatal, diantaranya penyabab kematian bayi baru lahir 0-6 hari adalah gangguan
pernafasan (29,9%), prematuritas (28,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,8%), kelainan
darah (6,6%) dan lain-lain. Penyebab kematian bayi 7- 28 hari adalah sepsis (20,5%),
kelainan Kongenital (20,1%), pneumonia (15,4%) dan sekitar 30,2% disebabkan oleh
kelahiran bayi dengan BBLR (Depkes RI, 2007).
Dengan demikian perlu upaya percepatan dan kerja keras untuk mencapai
sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu AKB menjadi 23/1000
kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes RI, 2007).
Salah satu survey yang dapat menyediakan data kematian bayi adalah SDKI
tahun 2007. Untuk Provinsi Kepulauan Riau didapatkan AKB sebesar 43/1000
kelahiran hidup. Berdasarkan data bayi BBLR dari laporan PWS-KIA tahun 2011,
angka prevalensi BBLR di Provinsi Riau adalah 1,6% (2.113 kasus) dengan BBLR
dari 131.908 bayi lahir hidup (Dinkes Provinsi Riau, 2011).
Dari berbagai penyebab tersebut, BBLR merupakan penyebab kematian bayi
yang utama (Depkes, 2007). Kebanyakan BBLR mempunyai usia harapan hidup yang
pendek, cadangan lemak yang ada dalam tubuh bayi tersebut sedikit, sehingga ia
cendrung mengalami hipotermia dan hipoglikemia di hari- hari pertama kelahirannya.
Oleh karena itu bayi BBLR mempunyai resiko kematian yang tinggi (WHO, 2003).
BBLR ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500
gram (sampai dengan 2499 gram). Penetapan angka tersebut berkaitan dengan
pertumbuhan janin yang sesuai dengan masa gestasi (usia kehamilan yang normal).
Penyebab BBLR karena adanya gangguan pertumbuhan bayi selama dalam
kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan suplai makanan ke
janin jadi berkurang. Prognosis akan lebih buruk bila berat badan saat lahir makin
rendah (Mitayani, 2010).
BBLR merupakan salah satu penyebab langsung kematian bayi sehingga perlu
mendapat perhatian karena bayi dengan BBLR mempunyai risiko mortalitas dan
morbiditas yang tinggi, memiliki dampak psikologis dan neurologis setelah hidup dan
akan menjadi masalah baru dalam lingkungan keluarganya (Manuaba, 2007).

2
Kejadian BBLR pada dasarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan
nutrisi pada masa kehamilan ibu. BBLR berkaitan dengan tingginya AKB dan AK
balita, juga berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada
penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005). BBLR yang tidak ditangani dengan baik
dapat mengakibatkan timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi
gangguan pada sistem metabolisme tubuh, gangguan pada sistem pernafasan,
gangguan pada sistem perkemihan (ginjal masih belum matang), gangguan pada
sistem pencernaan (Manuaba, 2010).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR meliputi faktor
janin dan faktor maternal. Faktor maternal dibagi menjadi faktor kondisi badan dan
faktor plasenta. Dari beberapa faktor tersebut faktor maternal yang beresiko terjadi
BBLR adalah usia kehamilan (Manuaba, 2007). Usia kehamilan merupakan indikasi
kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik
kesejahteraan bayi. Hubungan antara umur kehamilan dan berat lahir mencerminkan
kecukupan pertumbuhan intrauterin (Kosim, 2012).
Menurut Syafruddin (2011), faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR
adalah kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil. Ibu hamil yang kekurangan zat besi akan
cenderung melahirkan bayi dengan BBLR karena kebutuhan akan zat besi meningkat
selama kehamilan, seiring dengan pertumbuhan janin dan aktivitas ibu sehari-hari
yang membutuhkan zat besi lebih banyak. Kadar Hb menunjukkan status anemia.
Anemia lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau
Hb) di bawah nilai normal. Anemia merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
tertinggi pada wanita hamil.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana angka kejadian bayi berat lahir rendah di Puskesmas
Pelaihari Periode Januari-April 2019?
2. Bagaimana hubungan antara usia kehamilan dengan bayi berat lahir
rendah?

3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh usia
kehamilan terhadap bayi berat lahir rendah (BBLR) di Puskesmas Pelaihari periode
Januari-April 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Menghitung presentasi angka bayi berat lahir rendah di Puskesmas Pelaihari
periode Januari-April 2019.
2. Menganalisis hubungan antara usia kehamilan dengan bayi berat lahir rendah
di Puskesmas Pelaihari periode Januari-April 2019.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Untuk Puskesmas Pelaihari
Sebagai bahan masukan dalam suatu kebijakan untuk mengatasi dan
menurunkan angka kejadian dan kematian bayi yang disebabkan oleh BBLR.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa.
3. Untuk Masyarakat
Membuka wawasan ibu pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
tentang pentingnya menjaga kesehatan pada saat hamil dan melakukan pemeriksaan
ANC secara rutin untuk mencegah komplikasi dan terjadinya BBLR.
4. Untuk Peneliti
Dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan, khasanah ilmu dan
pengalaman peneliti sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang pendidikan
kesehatan khususnya yang berkaitan dengan kejadian BBLR.
5. Untuk Peneliti Lain
Dapat disempurnakan untuk penelitian selanjutnya guna menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam riset kesehatan yang hubungannya dengan
kesehatan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan penyebab terjadinya BBLR.

Anda mungkin juga menyukai