Anda di halaman 1dari 9

TOR

(TERM OF REFECENCE)
KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS AYAM YANG DI BUAT
DENGAN MENAMBAHKAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)

OLEH

FRANSISKUS WAKE DJEN

1505030087

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sosis adalah produk emulsi yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui
dengan penambahan lemak, dimasukkan ke dalam pembungkus berupa usus hewan atau
pembungkus buatan dengan atautanpa dimasak (Kramlich, 1971). Menurut Naruki (1991),
sosis atau sausage berasal dari bahasa Latin salsus, yang berarti digarami atau daging yang
diawetkan melalui penggaraman. Jenis sosis berdasarkan jenis daging yang digunakan antara
lain sosis sapi, sosis babi, dan sosis ayam. Salah satu jenis sosis yang banyak beredar adalah
sosis ayam.

Untuk mendapatkan sosis ayam kualitasnya baik di perlukan tepung sebagai bahan
pengikat yang baik kualitasnya. Bahan pengikat pada sosis berfungsi untuk menarik air,
memberi warna yang khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi,
menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Binder
(bahan pengikat) akan berikatan dengan air membentuk masa, memperkuat kemampuan
elmulsifier daging sehingga emulsi semakin stabil. Sosis yang beredar di pasaran terbuat dari
campuran daging, tepung dan STTP (sodium trypolyphosphat) sebagai bahan pengikat. Salah
satu bahan tambahan makanan yang dapat digunakan pada pengolahan sosis yaitu tepung
labu kuning.

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu sayuran yang kaya akan β-
caroten sebagai prekursor vitamin A (Astawan, 2004) dan memiliki kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi (Gardjito, 2005). β-caroten sebagai prekursor vitamin A berfungsi untuk
membantu penglihatan bagi yang mengalami rabun senja. Kandungan β-caroten labu kuning,
yaitu sekitar 180,0 SI atau sekitar 1.000 sampai 1.300 IU/100 g bahan. Labu kuning dapat
dibuat menjadi tepung dan memiliki kualitas yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi
yang baik sehingga dapat memberikan sifat konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun
elastisitas yang baik pada produk (Hendrasty, 2003). Tepung labu kuning dimungkinkan
dapat digunakan sebagai alternatif filler dalam pembuatan sosis. Soeparno (2005)
menyatakan bahwa, bahan pengisi (filler) yang biasa ditambahkan pada sosis adalah tepung
gandum, barley, jagung atau beras, pati dari tepungtepung tersebut atau dari kentang dan
sirup jagung atau padatan sirup jagung. Selama ini belum ada penelitian mengenai sosis
dengan fortifikasi β-caroten dari labu kuning (Cucurbita moschata).

Soenardi (2009) menyatakan bahwa, komposisi gizi tepung labu kuning per 100 g
yaitu: kalori 328 kalori, protein 5 g, karbohidrat 77,6 g, dan lemak 0,1 g. Menurut Hendrasty
(2003), karbohidrat labu kuning sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Tepung labu
kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk
jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Inovasi sosis dengan fortifikasi β-caroten dari
labu kuning akan menjadi trend baru dalam mengkonsumsi sayuran dalam protein hewani.
Sosis tersebut tinggal dibuka dari kemasannya dan langsung dapat dikonsumsi dan keadaan
ini akan berkembang sejalan dengan meningkatnya arus informasi serta kesejahteraan
masyarakat.

Rumusan Masalah

Apakah penggunaan tepung labu kuning dalam proses pembuatan sosis ayam mempengaruhi
kualitas fisik organoleptik?

Tujuan

Untuk mengetahui kualitas fisik organoleptik sosis ayam yang dibuat dengan menggunakan
tepung labu kuning

Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya
alam daerah contoh labu kuning (Cucurbita moschata) dalam proses pembuatan sosis ayam
2. Sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat dan industri peternakan bahwa labu
kuning atau sumber daya alam dapat di manfaatkan sebagai bahan pangan.
3. Sebagai suatu pengetahuan baru bagi pengembangan ilmu peternakan khususnya teknologi
pengolahan hasil ternak dalam dunia pendidikan.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakasanakan di Laboratorium Tekenologi Hasil Ternak (THT) Fakultas
Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang selama satu bulan.

Materi Penelitian

1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: timbangan, blender, dandang, mol
daging, lemari es, pisau/kater, bokor, tali rafia, pemantik, konfor, sendok, papan iris,
penjepit, sarung tangan plastik dan selongsong (pembungkus) sosis sintesis.
2. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: daging ayam segar,
Serta bahan tambahan meliputi : tepung tapioka, tepung labu kuning, bawang merah,
bawang putih, merica, susus skim, es batu, dan garam dapur.

Metode Penelitian

Penelitian ini di susun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL) untuk
mengetahui penambahan labu kuning terhadap sifat fisik organoleptik sosis ayam. Penelitian
ini dilakukan dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan dan
setiap unit percobaan menggunakan daging ayam sebanyak 200 gram sebagai berikut :

P0 = Adonan daging ayam tanpa labu kuning

P1 = Adonan daging ayam + 5% labu kuning


P2 = Adonan daging ayam + 10% labu kuning

P3 = Adonan daging ayam + 15% labu kuning

Variabel Yang Diukur

Sifat fisik : pH, tekstur , daya ikat air dan protein.


Sifat argonoleptik : warna dan rasa

Sifat fisik merupakan salah satu faktor penting dalam mengetahui perubahan- perubahan
yang terjadi pada produk pangan. Sifat fisik yang diamati pada sosis daging ayam dalam
penelitian ini meliputi pH, Tekstur, Daya Ikat Air dan Protein

1. PH
Nilai pH merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam semua produk pangan
olahan daging. Nilai pH adonan dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya,
terutama pH daging yang digunakan untuk sosis. Nilai pH dari adonan suatu produk
berkaitan dengan protein daging yang terlarut serta ikut mempengaruhi daya mengikat
air dari suatu produk emulsi. pengukuran pH dengan menggunakan pH meter
dilakukan pada daging ayam untuk memastikan ayam berada pada kondisi pre-rigor.
2. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu penilaian terhadap produk yang akan diuji secara visual
dimana produk dapat membangkitkan selera konsumen. Tekstur dari setiap sampel
ditentukan pada bagian tengah dan kedua ujungnya. Lalu dicari nilai tekstur rata-rata
(X) dengan rumus :
𝟏𝟓𝟎 𝟏
Tekstur = x
𝒙 𝟏𝟎
Keterangan: 150 = beban pada alat (g)
X = rataan nilai tekstur

3. Daya Ikat Air (DIA)


Menurut Soeparno (1992), daya mengikat air atau Water Holding Capacity
merupakan kemampuan daging untuk mengikat air atau air yang ditambahkan selama
ada pengaruh kekuatan dari luar misalnya pemotongan daging, pemanasan,
penggilingan dan tekanan. DM dipengaruhi oleh beberapa faktor,seperti nilai pH,
protein, dan keberadaan garam.
Pengukuran daya ikat air menggunakan metode kertas saring yaitu daging ditimbang
sebanyak 1 gram, selanjutnya daging ditempatkan ditengah-tengah antara dua kertas
saring yang ditumpuk. Kertas saring ditekan dengan penekan hidorik pada tekanan
200 kg/cm2 selama 2 menit. Tekanan dilepaskan dan bercak pada kertas saring
ditandai dengan pensil. Luasan bercak air diukur dengan kertas milimeter dan
dinyatakan dalam cm2. Luasan ini merupakan ukuran relatif WHC
Luas Area Basah = (selisih LL – selisih LD)
100
Keterangan : LL = lingkar luar

LD = lingkar dalam

Setelah memperoleh area basah, maka nilai tersebut dimasukan dalam rumus :

MgH2O = luas area basah (cm2 ) _ 8,0

0.0948

Untuk mengetahui persentasi jumlah air bebas yang keluar menggunakan rumus :

% air bebas = MgH2O X 100%

300 mg

Untuk mengetahui kadar air total menggunakan rumus :

DIA = % Kadar Air Total - % Air Bebas

Air bebas menggambarkan kemampuan daya ikat air (honikel dan Hamm,1994 )

4. Protein
Kadar Protein dalam sampel dianalisis dengan metode Kjeldahl yang merupakan
analisis kadar total N. Sebanyak 0,1 gram sampel ditempatkan dalam labu kjeldahl
100 ml dan ditambahkan selenium dengan perbandingan 1:1 dengan sampel dan 3 ml
H2SO4 pekat. Sampel didestruksi hingga larutan menjadi jernih sekitar satu jam, lalu
labu destruksi didinginkan kemudian ditambah akuades sebanyak 50 ml dan 20 ml
NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang
berisi campuran 10 ml larutan H3BO3 2% dan 2 tetes Brom Cresol Green Methyl Red
berwarna merah muda. Setelah volume destilat menjadi 10 ml dan berwarna hijau
kebiruan, destilasi dihentikan lalu destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N sampai merah
muda. Perlakuan yang samadilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar protein (% bb) = 6,25 x % Nitrogen

5. Organoleptik (Warna dan Rasa)


Uji organoleptik dinilai dengan menggunakan skor skala hedonic (sangat disukai,
disukai, agak tidak disukai, sangat tidak disukai ) dan skala numeric (5,4,3,2,1).
Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 orang. Panelis yang digunakan
adalah panelis tidk terlatih, dengan syarat yaitu sehat indera penciuman, perasa dan
penglihatan.
5.1. Warna
Warna merupakan penilaian pertama terhadap produk yang akan diuji (visual). Warna
pada suatu produk sangat mempengaruhi minat konsumen dimana warna suatu produk
dapat membangkitkan selera konsumen. Deskripsi tingkat warna menggunakan skor 1
sampai 5 sebagai berikut : (1) kuning kecoklatan, (2) putih kekuningan, (3) cukup
putih, (4) putih, (5) sangat putih.
5.2. Rasa
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan keputusan
akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan adalah rasa. Meskipun
parameter penilaian yang lain lebih baik, tetapi jika rasanya tidak memberikan
kepuasaan (rasa enak) maka produk tersebut akan ditolak konsumen. Sifat rasa terdiri
dari asin, manis, pahit dan tengik. Sifat ini umumnya ditentukan oleh pengolahan
(Fellows, 1990). Deskipsi tingkat warna menggunakan skor 1 sampai 5 sebagai
berikut : (1) sangat tidak enak, (2) tidak enak, (3) agak enak, (4) enak, (5) sangat
enak.
Prosedur Penelitian

1. Pembuatan tepung labu kuning.

Pembuatan tepung labu kuning menggunakan labu kuning yang telah memenuhi
syarat (labu kuning yang dipanen kira-kira 5 sampai 10 hari lebih awal dari umur panen
semestinya). Tahap-tahap proses pembuatan tepung labu kuning dilakukan melalui labu
kuning dikupas dan dihilangkan bijinya, dicuci bersih, dipotong membujur dengan ketebalan
0,1 sampai 0,3 cm, diletakkan di atas loyang, dikering oven pada suhu 500C selama 48 jam,
digiling sampai halus, diayak dengan ukuran saringan 60 mesh hinggga diperoleh tepung labu
kuning.

2. Proses pembuatan sosis ayam


a. Pemotongan
Tujuan pemotongan adalah memperluas permukaan daging sehingga
memudahkan penggilingan.
b. Penggilingan
penggilingan dilakukan dengan menggunakan chopper dan penambahan es batu.
Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan daging agar terbentuk sistem emulsi,
memperluas kontak area daging dengan bumbu-bumbu dan bahan lain, mengekstraksi protein
yang larut air dan garam (Kramlich, 1971).
c. Pencampuran
Pencampuran dilakukan untuk menghasilkan adonan sosis yang homogen.
d. Pengisian ke dalam selongsong
Menurut Soeparno (1992), selongsong adalah bahan pengemas sosis yang
umumnya berbentuk silindris. Selongsong atau casing sosis ada dua tipe yaitu selongsong
alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terbuat dari saluran pencernaan ternak,
misalnya usus sapi, babi, atau domba. Kelebihan dari selongsong alami yaitu rasa yang lebih
enak, namun ukurannya tidak seragam. Selongsong buatan terdiri atas empat kelompok yaitu
selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan dan plastik.
Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar dari pada selongsong alami,
ukuran seragam tetapi tidak dapat ditembus asap. Pengisian sosis ke dalam selongsong
diusahakan sepadat mungkin. Menurut Setiasih, dkk. (2002), tekstur dan elastisitas sosis
sangat dipengaruhi oleh kepadatan isi sosis dalam selongsong.
e. Pengukusan
Tujuan pengukusan adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis,
memberikan warna yang lebih baik dan merupakan proses pasteurisasi sehingga dapat
memperpanjang masa simpan serta meningkatkan daya cerna komponen pangan (Kramlich,
1971).

Analisis Data

Data hasil fisik yang diperoleh akan dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA)
untuk melihat pengaruh perlakuan dan apabila terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan
dilanjutkan dengan uji jarak Berganda Duncan sesuai petunjuk Gomez dan Gomez (1995).
Sedangkan hasil penilaian organoleptik dianalisis dengan metode non parametrik sesuai
petunjuk Kruskal Wallis (Gapersz, 1989).. Model matematis untuk RAL sebagai berikut:
Yij = µ + αi + €i

dimana:
Yij = Variabel respon yang diukur (peubah pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j)
µ = Nilai umum rata-rata respon
αi = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

€ij = Pengaruh komponen galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
I = Perlakuan (1, 2, 3, 4)
J = Ulangan (1, 2, 3, 4 )
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2004. Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya Antioksidan.
Available at http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1081742482,71695.
Accession date 5th March 2008.

Gardjito, M. 2005. Aneka Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning. Available at : http:
//srahma.blogspot.com/2008/04/anekamanfaat-dan-kandungan-labu-kuning.html.
Accession date 5th March 2008.

Kramlich, R. V. 1971. Sausage Product. San Fransisco: W. H. Freeman andCompany.

Naruki, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Daging. Yogyakarta: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada..

Strain, H.H. 1958. Chloroplast Pigments and Chromatographic Analysis. 32nd Annual
Priestley Lectures, Pennsylvania State University, University Park. 180 pp.

Turangan, F. A. C. 2001. Pertumbuhan, variasi intraspesifik, biomassa total dan kandungan


nutrisi alga hijau Caulerpa Racemosa (Forsskal) J.

Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai