Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSI BERAT

Disusun oleh:
Nurlita Fauziyyah Basri 114170052

Pembimbing :
dr. Deni Wirhana Suryono, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
2019
ii

DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................iii

BAB 1..................................................................................................................1

LAPORAN KASUS...........................................................................................1

1.1. Identitas Pasien……………………………………...………..............1

1.2 Anamnesis………………………………………………………….....1

1.3. Pemeriksaan Fisik…………………………………………………….3

1.4 Resume…..............................................................................................4

1.5 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………5

1.6 Diagnosa Kerja…………………………………………………….....6

1.7 Penatalaksanaan………………………………………………………6

1.8 Prognosis…………………………………………………………..….7

BAB II.................................................................................................................8
2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan............................................................8
2.2 Preeklampsia.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27
iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan
tugas laporan kasus ini dengan judul “Preeklampsi Berat“. Tugas laporan kasus
ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Waled
Kabupaten Cirebon.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak menemukan
kesulitan. Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya laporan kasus ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Deni Wirhana Suryono,Sp.OG, selaku
Ketua SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Waled Kab.
Cirebon
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam tema dan judul yang diangkat dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.

Cirebon, Juni 2019

Penulis
1

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny.E
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karangsembung 001/003Blok Pahing, Karangsembung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan: Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 12 Juni 2019 (Lewat Poli)
Suami : Tn. N
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Haid tidak berhenti selama 1 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 12-6-2019 dengan keluhan
gangguan haid yang lama, haid ini sudah berlangsung 1bulan dengan darah
yang keluar banyak. Awalnya pasien merasakan gangguan haid sejak 6bulan
yang lalu. Dalam sebulan haid sebanyak 2 kali. Setiap haid lamanya 10-15
hari. Setiap hari ganti pembalut + 4 sampai 5 kali, sakit perut saat haid.
Riwayat keputihan tidak ada.
Pasien juga mengeluhsering nyeri perut hilang timbul sejak 6bulan yang
lalu pada perut bagian tengah dan bawah tanpa ada pencetus, keluhan
disertai adanya benjolan diperut bagian bawah yag awalnya kecil tetapi
semakin hari semakin membesar.
2

Gangguan BAK berupa BAK sering, sedikit-sedikit, nyeri saat/


sebelum/ sesudah BAK tidak ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB
tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Sebelumnya pasienpernah dirawat di RSUD waled pada tanggal 24 Mei
2019 dengan keluhan yang sama yaitu haid yang terus menerus dan
tidak berhenti selama 1 bulan, dan pasien pulang dengan menolak
untuk dilakukan tindakan operasi.
- Riwayat keguguran disangkal
- Riwayat DM (-)
- Riwayat HT (-)
- Riwayat penyakit Decomp Cordis dan VES sejak 1 bulan lalu (+)
- Riwayat penyakit paru (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)

Riwayat Keluarga
- Riwayat yang sama disangkal
- Riwayat DM (-)
- Riwayat HT (-)
- Riwayat Asma (-)
- Riwayat penyakit ginjal (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penggunaan KB (+) sejak 19 tahun lalu dengan jenis KB suntik


selama 6 bulan, pasien tidak pernah menggunakan semenjak itu.

Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 21 tahun.


3

Riwayat persalinan

o Perempuan, 20 tahun, lahir pervaginam dibidan, BBL: 2900 gram


o Perempuan, 15 tahun , lahir pervaginam di RS BBL 3100 gram

Riwayat abortus : tidak pernah mengalami keguguran.

1.3. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Composmentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 37,6˚C
d. Status interna
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Teling : sekret (-)
- Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), tonsil dan faring
tidak hiperemis
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

- Thorak
Paru – Paru
 Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi dada normal, fremitus
taktil dalam batas normal
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
4

 Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler,ronkhi -/-,


wheezing-/-
Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula
sinistra, thrill (-)
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskutasi : BJ I, II murni, reguler. murmur (-), gallop (-)
- Mammae : Simetris,hiperpigmentasi aerola dan mamae +/+,
retraksi puting -/-
- Abdomen :
 Inspeksi : Datar, terlihat benjolan -, tampak luka tertutup
verban +
 Aukutasi : Bising Usus +
 Perkusi : Timpani +
 Palpasi : nyeri tekan +, hepatomegaly -,splenomegaly –
 Ginjal : Nyeri keto ginjal –
 Genital : Vagina/Vulva tak ada kelainan,perdarahan tidak
Aktif
 Ektermitas : Akral hagat, Edema -,capillary refill time <2 “

2.4 RESUME
Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 12-6-2019 dengan
keluhan gangguan haid yang lama, haid ini sudah berlangsung 1 bulan
dengan darah yang keluar banyak. Awalnya pasien merasakan gangguan
haid sejak 6 bulan yang lalu. Dalam sebulan haid sebanyak 2 kali. Setiap
haid lamanya 10-15 hari. Setiap hari ganti pembalut + 4 sampai 5 kali, sakit
perut saat haid. Riwayat keputihan tidak ada.
Pasien juga mengeluh sering nyeri perut hilang timbul sejak 6 bulan
5

yang lalu pada perut bagian tengah dan bawah tanpa ada pencetus, keluhan
disertai adanya benjolan diperut bagian bawah yag awalnya kecil tetapi
semakin hari semakin membesar.
Gangguan BAK berupa BAK sering, sedikit-sedikit, nyeri saat/
sebelum/ sesudah BAK tidak ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB
tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit
sedang,kesadaran comomentis,conjungtiva tidak anemis,TD : 110/70
o
mmHg,Frekunsi Nadi : 84x/menit,nafas : 20x/menit,suhu 36,6 C, Pada
pemeriksaan abdomen tampak luka tertutup verban dengan tidak ada
rembasan darah ataupun pus.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Darah rutin
Darah Rutin Nilaig/dL Nilai normal (g/dL
Hemoglobin 10,2 12.5-15.5
Hematokrit 32 36-48
Leukosit 294 4.000-10.000
Trombosit 24,3 150.000- 400.000
Eritrosit 4,61 3,8-5,4
Na 140,9 136-145
K 3,59 3,5-5,1
Cl 104,5 98-106
Calsium 7,59 8,8-10,2
6

- USG

1.6 Diagnosa Kerja


- Mioma uteri ;
- Endometrioma sinistra post histerektomi total salpingektomi operatomy
bilateral
1.7 Penatalaksanaan
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Kaltrofen 2x100 gr per rektal
- As. Tranexamat 3x500 gr IV sampai 24 jam post op
- Cek Hb post op, transfuse bila Hb < 8gr/dL
- Observasi Keadaan Umum, Tanda-tanda vital, Perdarahan
- Tatalaksana IPD dilanjutkan
7

1.8 Prognosis
Quo ad Vitam: Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Malam
Qua ad Sanationam : Ad Bonam
8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi mioma uteri

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di uterus.

Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas. Neoplasma jinak ini

berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. Dalam kepustakaan,

mioma uteri dikenal juga dengan istilah fibromioma, leimioma atau pun fibroid

(Prawirohardjo, 2014).

2.2 Klasifikasi mioma uteri

Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

2.2.1.Mioma uteri submukosum

Lokasi tumor ini berada di bawah mukosa uterus (endometrium) dan menonjol

ke dalam rongga uterus (kavum uteri). Mioma submukosum dapat tumbuh

bertangkai menjadi polip, kemudian keluar dari uterus dan masuk ke dalam vagina

yang disebut dengan myomgeburt.

2.2.2. Mioma uteri intramural

Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Istilah lain

untuk mioma ini jenis ini adalah mioma intraepitalial, biasanya multipel. Apabila

masih kecil, tidak mengubah bentuk uterus, tapi apabila besar, akan menyebabkan

uterus berbenjol-benjol, uterus akan bertambah besar dan merubah bentuknya.

2.2.3. Mioma uteri subserosum

Mioma subserosum tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh di

antarakedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma


9

subserosum dapat juga tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga

disebut wandering/parasitic fibroid.(Prawirohardjo, 2014)

2.3 Etiologi dan patogenesis mioma uteri

Etiologi pasti belum diketahui sampai saat ini. Namun, mioma uteri diyakini

sebagai tumor jinak yang bergantung pada esterogen. Dewasa ini, banyak bukti yang

menganggap bahwa ada juga keterlibatan progesteron sebagai penyebabnya. Berikut

adalah beberapa faktor yang berperan menimbulkan mioma uteri.

2.3.1. Esterogen

Sebagian besar studi membuktikan bahwa ada peningkatan reseptor esterogen

pada mioma uteri dibandingkan dengan miometrium normal. Penelitian lain

menyatakan bahwa reseptor esterogen alfa dan beta terdapat pada mioma uteri dan

mengalami peningkatan (up-regulasi) dibandingkan miometrium normal. Yamoyo

et al menunjukkan bahwa adanya penurunan pertukaran estradiol menjadi estron

pada kasus mioma uteri dibandingkan dengan miometrium normal. Hal ini terjadi

akibat penurunan kerja enzim 17-beta hydroxysteroiddehydrogenase atau dengan

peningkatan enzim aromatase. Tujuannnya adalahmenghasilkan senyawa

esterogenik yang berpotensi merangsang sel miometrium dan meningkatkan sel

yang bersifat lemioma. Aktivitas esterogenik juga ditingkatkan melalui modifikasi

molekul estradiol. Leihr et al mendemonstrasikan bahwa tingginya konsentrasi

metabolit C4 hydroxylated estradiol pada mioma uteri, merupakan hasil dari

peningkatan aktivitas enzim estradiol 4-hydroxylase.Metabolit yang terbentuk itu

mempunyai daya ikat reseptor yang lebih besar dibandingkan estradiol, yang
10

merupakan sumber lokal pertumbuhan mioma uteri (Cunninghum, 2010).

2.3.2. Progesteron

Reseptor progesteron juga ditemukan mengalami peningkatan konsentrasi

pada mioma uteri. Meskipun birsifat kontroversi, reseptor progesteron pada

mioma uteri ditemukan meningkat konsentrasinya di semua siklus menstruasi.

Reseptor progesteron yang didapati pada mioma uteri yaitu reseptor progesteron A

dan B. Jumlah reseptor progesteron A lebih banyak dari reseptor progesteron B

pada mioma uteri dan jaringan miometrium normal. Sifat yang berlawanan dengan

esterogen menyebabkan kadar progesteron tidak meningkat pada mioma uteri jika

dibandingkan dengan endometrium yang mengelilinginya. Akan tetapi,

peningkatan kadar progesteron telah menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis

pada mioma uteri, yang berpotensi menumbuhkan mioma uteri baik selama siklus

menstruasi dan jika mendapat pemasukan eksogen. Kawaguchi menganalisa efek

progesteron dan estrogen pada sel otot mioma yang dikultur. Ternyata didapatkan

hasil bahwa sel yang dikultur dengan media progesteron dan estrogen lebih aktif

pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan media estrogen saja.

Kadar serum progesteron tidak meningkat pada wanita mioma uteri. Kecuali jika

mendapat pemasukan dari luar tubuh, dimana pengaruh progesteron terbatas pada

mekanisme autokrin dan parakrin di tingkat molekular mempunyai nilai yang

bermakna atau signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri

(Cunninghum, 2010).
11

2.3.3. Faktor hormon pertumbuhan (growth factor)

Baik estrogen maupun progesteron tampak berhubungan dengan berbagai

faktor pertumbuhan lainnya pada mioma uteri untuk memulai dan merangsang

pertumbuhannya. Epidermal growth factor (EGF) dan epidermal grouth

factorreceptor (EGF-R) dapat ditemukan pada miometrium normal dan mioma

uteri.Maruo et al menunjukkan bahwa estrogen meningkatkan produki lokal EGF,

sementara progesteron meningkatkan EGF-R secara sinergis pada sel mioma uteri.

Beberapa ahli juga mengungkapkan bahwa pentingnya faktor-faktor hormon

pertumbuhan ini dalam perkembangan mioma uteri.

Jumlah transforming growthfactor ß3 (TGFß3) mRNA mencapai 5 kali lebih

tinggi pada mioma uteridibandingkan dengan miometrium normal. Faktor ini

mempunyai kontribusi dalam peningkatan potensi mitogenik sel mioma uteri dan

juga meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler. Faktor lain yang berpotensi

seperti ptatelet-derivedgrowth factor, vascular endothelial growt factor, insulin

like growth factor-I basic fibroblast growth factor, dan prolaktin belum dapat

dijelaskan mekanismenyaterkait pertumbuhan mioma uteri (Cunninghum, 2010).

2.4 Faktor risiko

Beberapa faktor risiko seorang wanita mengalami mioma uteri antara lain

2.4.1. Umur

Umur memainkan peranan yang signifikan dalam deteksi mioma uteri. Kejadian

mioma uteri mengalami peningkatan pada wanita mendekati usia perimenopause dan

akan mengalami regresi pada usia postmenopause. Marshal etal mendemonstrasikan

bahwa insiden mioma uteri pada wanita dengan kelompokusia 25 sampai 29 tahun
12

adalah 4,3 per 1000, pada rentang usia 30 sampai 34 tahun adalah 9,0 per 1000, pada

kelompok usia 35 sampai 39 tahun adalah 14,7 per 1000, dan pada kelompok usia 40

sampai 44 tahun adalah 22,5 per 1000. Dengan demikian, pada wanita kelompok usia

40 sampai 44 tahun, kejadianmioma uteri meningkat 5,2 kali lipat dibandingkan

dengan kelompok wanita berusia 25 sampai 29 tahun (Cunninghum, 2010).

2.4.2. Paritas dan gravida

Mioma uteri sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya

mempunyai satu anak. Hal ini disebabkan karena sekresi estrogen wanita hamil

sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu

hampir seluruhya estriol, suatu estrogen yang relatif lemah daripada estriol yang

dihasilkan oleh ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil atau

melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan

oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.

2.4.3. Indeks massa tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat

badan (BB) dengan tinggi badan (TB). IMT dapat menjadi indikator atau

menggambarkan kadar adipositas (timbunan lemak) dalam tubuh seseorang. (Benson,

2009).

Mioma uteri juga sering terjadi pada wanita yang kelebihan Indeks Massa Tubuh.

Hal ini terjadi karena wanita dengan kelebihan lemak tubuh

menyebabkanpeningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan

menurunkan hormonesex-building globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan


13

estrogen yangmenyebabkan terjadinya mioma uteri. (Benson, 2009).

Peningkatan IMT berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim

aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,

dimana hal ini dapat meningkatkan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.

2.4.4. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang dimaksudkan adalah riwayat penyakit yang pernah

dialami oleh keluarga yang dapat diturunkan secara genetik. Faktor ini pertama kali

dilaporkan oleh Winkler dan Hoffman tahun 1983. Mereka menyatakan bahwa ada

peningkatan sebesar 4,2 kali lipat pada penderita mioma uteri yang mempunyai

riwayat keluarga yang juga mengalami mioma uteri. Schwartz et al melakukan

penilaian pada 638 perempuan yang mengalami mioma uteri. Hasinya didapati bahwa

pasien yang memiliki riwayat keluarga lebih berisiko 2,5 kali (Cunninghum, 2010).

2.4.5. Pola menstruasi

Pola menstruasi meliputi siklus, lama dan volume menstruasi. Menstruasi

dikatakan normal apabila siklusnya antara 24-35 hari, lamanya 2-8 hari dan

volumenya tidak lebih dari 80 ml selama haid. (Prawirohardjo, 2014). Pola

menstruasi juga memiliki efek pada risiko mioma uteri. Perempuan kulit putih yang

mengalami menstruasi berat dan durasi siklus lebih panjang dari 6 hari memiliki

peningkatan risiko mioma uteri yang signifikan sebesr 1,4. Pola menstruasi yang

lebih dari biasanya akan mengakibatkan paparan estrogen lebih lama yang akan

meningkatkan insiden mioma uteri (Cunninghum, 2010).


14

2.4.6. Penggunaan kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi adalah penggunaan suatu alat yang bertujuan untuk

mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Suatu penelitian di Afrika

Amerika menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pemakaian kontrasepsi

dengan kejadian mioma uteri. Dinyatakan bahwa pemakaian kontrasepsi telah

meningkatkan risiko pertumbuhan mioma uteri. Efek penggunaan kontrasepsi

mempengaruhi produksi hormon estrogen. Dimana estrogen merupakan hormon yang

juga mempengarui pertumbuhan mioma (Cunninghum, 2010).

2.5 Komplikasi mioma uteri

Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri, yaitu: Degenerasi

ganas adalah perubahan mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma. Keganasan

umumnya ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.

Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila

terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

Torsi (putaran tangkai) adalah sarang mioma yang bertangkai yang mengalami

putaran, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan

demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan,

gangguan akut tidak tejadi.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena

gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan

hingga perdarahan berupa metroargia atau menoragia disertai leukore dan gangguan

yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2014).


15

2.6 Pemeriksaan penunjang

2.6.1. Histerosalfingografi (HSG)

Histerosalfingografi (HSG) merupakan alat yang biasa digunakan untuk

melihat penyempitan pada tuba. Alat ini sering digunakan untuk mengevaluasi

kesuburan pada pasien yang memiliki peningkatan risiko mengalami mioma uteri.

Mioma uteri dapat dideteksi oleh HSG jika terletak pada kavum uteri. Alat ini

juga memiliki tingkat false positif yang tinggi, misalnya suatu mioma

didiagnosamioma submukosa padahal mioma itu adalah intramural yang tumbuh

sampai endometrium. Hal ini terjadi karena alat hanya mampu membedakan

perubahan pada kavum uteri dibandingkan dengan letak mioma yang

sesungguhnya.

Pemeriksaan ini sederhana dalam pengoperasiannya, namun pemeriksaan ini

bersifat invasif dan menimbulkan ketidaknyamanan. HSG bukan pemeriksaan

optimal untuk evaluasi uterus yang memiliki mioma karena alat ini tidak dapat

memberikan informasi mengenai mioma yang letaknya di luar kavum uteri

(Cunninghum, 2010).

2.6.2. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dilakukan secara transabdominal dan transvaginal. Gambaran

transabdominal memberikan lapangan pandang yang lebih luas dan pemeriksaan

ini kurang invasif, tetapi tidak dapat memberikan gambaran mioma yang

berukuran kurang dari 1 cm. Pemeriksaan secara transvaginal memberikan

gambaran dengan resolusi lebih tinggi, informasi lokasi mioma, bahkan dengan

ukuran 4-5 mm. Akan tetapi, pemeriksaan ini mengalami penurunan sensivitas
16

dalam mendeteksi mioma subserosa yang bertangkai atau yang terletak di sebelah

atas abdomen karena mioma tersebut di luar lapangan pandang dari pemeriksaan

ini. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap mioma uteri dapat bervariasi berdasarkan

lokasi, ukuran, rasio, jaringan ikat terhadap jaringan otot polos, dan derajat

kalsifikasi. Mioma uteri yang mengalami perubahan degenerasi bisa mempunyai

gambaran kistik, hipoekoik, atau daerah yang dipenuhi cairan bersama dengan

daerah yang mengalami nekrosis. Secara umum mioma ditandai dengan

adanyamassa yang besar, berbatas tegas, ekogenik, dan melingkar di dalam uterus

(Bieber, et al,. 2006).

2.6.3. Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi untuk mioma uteri merupakan pemeriksaan

goldstandard. Histeroskopi memberitahukan lokasi akurat mioma submukosa

danbatas yang jelas dari mioma bertangkai dan polip. Pemeriksaan ini juga dapat

melihat distorsi endometrium akibat mioma intramural. Manfaat pemeriksaan ini

meliputi visualisasi langsung, tindakan terapi yang terus menerus dan komplikasi

yang minimal. Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah ketidakmampuan dalam

mendeteksi pertumbuhan intramiometrial (Cunninghum, 2010).

2.7 Penatalaksanaan mioma uteri

2.7.1. Obat anti-inflamasi nonsteroid

Obat anti-inlamasi non steroid dapat menurunkan perdarahan uterus abnormal,

tetapi tidak dapat menghentikan menorrhagia akibat mioma uteri. Obat ini tidak

dapat menurunkan volume dan pertumbuhan mioma uteri (Cunninghum, 2010).


17

2.7.2. Agonis gonadotropin-releasing hormon (GnRH)

Agonis GnRH merupakan bentuk terapi obat-obatan yang biasa digunakan

untuk menurunkan gejala-gejala akibat mioma uteri. Obat ini memberikan

pengaruh dengan menciptakan keadaan hipoestrogen yang menghambat

pertumbuhan mioma uteri (Konvacs, 2010).

2.7.4. Miomektomi vaginal

Miomektom adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan

uterus. Biasanya dilakukan pada mioma uteri multipel dan memiliki gejala yang

berat. Ada beberapa kriteria preoperatif yang harus dipenuhi, yaitu ukuran uterus

kurang atau sama dengan ukuran usia 16 minggu, mobilisasi uterus yang bagus,

akses vagina yang adekuat (Achadiat, 2009).

2.7.5. Histerektomi

Histerektomi merupakan tindakan operatif yang memberikan kesembuhan

total terhadap pasien mioma uteri. Ada beberapa jenis histerektomi yang sering

dilakukan, yaitu histerektomi vaginal, abdominal, dan laparoskopi (Achadiat,

2009).
18

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat. 2009. Prosedur Obstetri Ginekologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Benson, Ralph & Martin L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.

Jakarta. EGC

Cunninghum, dkk. 2010. Obstetri Williams. Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Prawihardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono

Prawihardjo

Anda mungkin juga menyukai