Anda di halaman 1dari 51

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

1.1 Pengertian Tetanus

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman langsung, melainkan
sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps
ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuscular dan syaraf
autonom (Smasmor, 2001).

Tetanus adalah sesuatu penyakit yang ditandai oleh spasme otot yang tidak terkendali
akibat kerja neurotoksin kuat, yaitu tetanoplasmin, yang dihasilkan oleh bakteri ini
(Muliawan, 2009).

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium
tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti oleh kekakuan otot
seluruh badan, khususny otot- otot massester dan otot rangka (Kurniadi, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit tetanus adalah
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani yang disertai
dengan gejala kekakuan otot (spasme otot).

1.2 Etiologi Tetanus

Spora bacterium clostridium tetani (C.Tetani) merupakan kuman berbentuk batang,


berukuran 2-5 X 0,4-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob). Spora dewasa
mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya diujung, dan memberi sambaran
penabuh genderang (drum stick) (Bleck, 2000). Spora ini mampu bertahan hidup dalam
lingkungan panas, antiseptik, dan dijaringan tubuh. Spora jenis ini juga dapat hidup
beberapa bulan bahkan tahunan (Ritarwan, 2004).

Bateri yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia
dan bisa mengenai luka melaluo debu atau tanah yang sudah terkontaminasi(Arron,
2007).
Clostridium tetani merupakan bakteri jenis gram positif dan dapat menghasilkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin. Toksin ini (tetanoplasmin) dapat menyebabkan
kejang pada otot (Suraatmaja, 2000).

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat disuga (Doni, 2018).

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak ditawat dan diberikan dengan baik.

3. Caries gigi

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.

5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.

1.3 Manifeatasi Klinis Tetanus

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dan gejala pertama) yaitu rata-rata 7-
10 hari dengan rentang 1-60 hari. Rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme
pertama bervariasi antara 1-7 hari. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari
setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih
lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu ( Sudoyo, 2009).

Secara umum tanda dan gejala yang dapat muncul yaitu:

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran / kesulitan


membuka mulut.

2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:

a. Otot leher

b. Otot dada

c. Menjalar ke otot perut

d. Otot lengan

e. Otot punggung

3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat).


4. Iritabilitas.

5. Demam.

Gejala penyerta lain yang dapat ditimbulkan yaitu:

1. Keringat berlebihan

2. Sakit saat menelan

3. Spasme tangan dan kaki

4. Produksi air liur

5. BAB dan BAK tidak terkontrol

6. Terganggunya pernafasan

1.4 Klasifikasi Tetanus

 Klasifikasi tetanus berdasakan bentuk klinisnya yaitu (Sudoyo, 2009):

1. Tetanus Lokal

Pada tetanus lokal dijumpai dengan adanya kontraksi pada otot yang persisten,
pada daerah tempat dimana luka terjadi. Bentuk dari tetanus ini yaitu adabya
nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal
adalah bentuk ringan dengan angka kematian yang rendah, kadang-kadang bentuk
ini dijumpai setelah pemberian profilaksis antitoksin.

2. Cephalic Tetanus

Merupakan bentuk yang jarang dari tetanus. Terjadinya tetanus ini yaitu bila
luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, dan otots media. Masa
inkubasi dari tetanus jenis ini adalah 1-2 hari.

3. Generalized Tetanus

Bentuk / jenis tetanus ini merupakan gambaran tetanus yang sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuknya kuman. Biasanya
dimulai dengan trismus, trismus ini merupakan gejala utama yang sering dijumpai,
yang disebabkan oleh kekakuan otot messester, bersamaan dengan otot leher yang
dapat menyebabkan kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain beruoa Risus
Sardonicus yaitu spasme pada otot-otot muka, kekakuan pada otot punggung, dan
kejang dinding perut. Spasme yang berasal dari laring dan otot pernafasan dapat
menimbulkan sumbatan pada saluran napas, sianosis asfiksia. Selain ini juga dapat
terjadi disuria dan retensi urine.

4. Neonatal Tetanus

Tetanus jenis ini biasanya dapat disebabkan oleh infeksi Clostridium Tetani
yang masuk melalui tali pusat lada saat proses pertolongan persalinan yang tidak
steril. Gejala klinis dari neonatal tetanus adalah pada minggu kedua kehidupan,
ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai
dengan opiatotonus (kekakuan otot punggung).

 Klasifikas tetanus berdasarkan tingkat keparahan, yaitu (Ritarwan, 2010).

1. Derajat I (Ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisita, tanpa gangguan


pernafasan, tanpa spasme, sedikit / tanpa diafagia.

2. Derajat II ( Sedang)

Trismus sedang, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan


sedang dengan frekuensi pernafasan >30X, disfagia ringan.

3. Derajat III (Berat)

Trismus berat, spasme reflexberkepanjangan, frekuensi pernafasan >40X,


serangan apnea, diafagia berat, dan takikardia >120X.

4. Derajat IV (Sangat Berat)

Derajat 4 dengan gangguan otonomik berat melibatkan system kardiovaskuler.


Hipertensi berat, takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia.

1.5 Patofisiologi Tetanus

Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah luka yang dalam, misalnya luka yang
disebabkan karena tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, larna luka
tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka tersebut akan
mengalami laserasi yang kotor. Sedangkan pada bayi dapat terjadi melalui tali pusat.

Tetanus terjadi jika luka sudah dimasuki oleh spora Clostridium Tetani dan mulai
tumbuh, memperbanyak diri dan mwnghasilkan tokain tetanus pada potensial oksidasi
reduksi rendah (Eh( tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin
yang dilepaskan bersama sel bakter sel vegetative yang mati dan selamjutnya lisis. Toksin
tetanus dan toksin batolinium digabung oleh ikatan disulfit. Kemudian toksin tetanus
melekat pada neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh syaraf motoris, sesudah ia
mengalami pengangkatan akson retrogat kesitoplasmin motoneuron alfa. Toksin keluar
motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat
spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotrasmeter, dengan demikian
memblokode hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang
disengaja yang dikoordinasi akibatnya otot yang terkena mempwrtahankan kontraksi
maksimalnya, system syaraf otonom juga akan tidak stabil pada tetanus.

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembangbiak sambil menghasilkan toxin. Dalan jaringan yang anaerobic
ini terdapat penurunan potensial oksidasi resuksi jaringan dan turunnya tekanan O2
(oksigen) jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalium yang dapat
diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai
dengan panjangnya akron dan aktivitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik
dan fungsi sel syaraf walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum tulang
belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan
ke ujung perinaps dari spinal inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa
inkubasi 2 hari - 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

1.6 Pemeriksaan Penunjang Tetanus

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien tetanus adalah:

1. Darah

 Glukosa darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mg/dl)

 BUN : Peningkatan BUN memiliki potensi kejang dan merupakan


indikasi nepro toksin akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit : K, Na ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang, Kalium (N: 3,80-5,00 meg/dl), Natrium (N: 135-144 meg/dl).

2. EKG Interval CT memanjang karena segmwn ST. Bentuk takikardi ventrikuler


(Torsadarde Pointters).

3. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.

4. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rotgen pada jaringan subcutan.

1.7 Penatalaksanaan Tetanus

 Pada terapi tetanus diperlukan 3 prinsip penataksanaan (Sudoyo, dkk, 2007), yaitu:

1. Organisme yang terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah


pelepasan tokain lebih lanjut.

2. Toksin yang sudah didalam tubuh tapi masih diluar sistem saraf pusat
hendaknya dinetralisir.

3. Efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat hendaknya
diminimalisis.

 Penatalaksanaan Umum (Sudoyo, dkk, 2007)

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya berupa:

Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi dengan nekrotik),


membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2,
penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan
pemberian antibiotik.

2. Diet cukup protein dan kalori, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan.

3. Isolasi untuk menghindari rangsangan dari luar seperti suara, cahaya, dan
tindakan terhadap penderita.

4. Oksigen, trakeostomi bila diperlukan.


5. Mengatur keseimbangan cairan.

 Obat-obatan (Ritarwan, 2010)

1. Antibiotika

2. Antitoksin

3. Tetanua Toksoid

4. Anti Kejang

Jenis Anti Kejang (Antikonvulsan)

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Diazepam 0,5 – 1.0 mg/kg Stupor, Koma

Meprobamat Berat badan / 4 jam (im) Tidak Ada

Klorpromasin 300-400 mg / 4 jam (im) Hipotensi

Fenobarbital 25-75 mg / 4 jam (im) Depresi Pernafasan

50-100 mg / 4 jam (im)

1.8 Komplikasi Tetanus

Komplikasi tetanus yang dapat terjadi yaitu:

a. Apnea

b. Hipoksia

c. Gagal nafas

d. Komplikasi bantuan ventilasi yang berkepanjangan

e. Takikardi, Hipertensi, Iskemia

f. Bradikardia, hipoksia

g. Gagal jantung

h. Gagal ginjal
i. Ileus

j. Diare

k. Penurunan BB

l. Sepsis

m. Decubitus

n. Fraktur vertebra selama spasme

o. Perdarahan

p. Trombolisis.

1.9 Pencegahan Tetanus

Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi tetanus yaitu:

1. Imunisasi aktif (2 bulan, 18 bulan, 5 tahun).

2. Perawatan luka secara menyeluruh.

1.10 Phillips Score Pada Pasien Tetanus

Ringan : <9

Sedang : 9-16

Berat : > 16

 Masa inkubasi

5 : < 48 jam

4 : 2-5 hari

3 : 6-10 hari

2 : 11-14 hari

1 : > 14 hari

 Lokasi nyeri /post d'entri


5 : Internal / Umbilikal

4 : Leher, Kepala, Dinding Tubuh

3 : Ektremitas Proksimal

2 : Ektremitas Distal

1 : Tidak diketahui.

 Imunisasi

10 : Tidak Ada

8 : Mungkin Ada / Ibu Mendapatkan

4 : > 10 Tahun Yang Lalu

2 : < 10 Tahun

0 : Proteksi Lengkap

 Faktor yang Memberatkan

10 : Penyakit (Trauma yang membahayakan jiwa)

8 : Keadaan yang tidak langsung membahayakan jiwa

4 : Keadaan yang tidak membahayakan jiwa

2 : Trauma / Penyakit ringan

1 : ASA - Derajat status fisik penderita

1.11 Pathway

Luka dikulit
Digigit Infeksi Infeksi Bekas Pemotongan
serangga gigi telinga suntikan tali pusat

Clastridium Tetani masuk tubuh

Membentuk spora

Spora menjadi bentuk vegetatif

Spora mengembang

Spora memproduksi 2 eksotoksin

Tetanus Pasmin Tetanolisin


TETANUS

Diabsorbsi Sel darah merah


Diabsorbsi oleh
ujung saraf lisis
susunan limfatik
motorik

Sirkulasi darah MK:


Melalui sinaps Ketidakefektifan
masuk SSP Pola Nafas
Tekanan cairan
otak
neurotoksi Kejang
MK: Resiko Cidera
n Sianosis asfiksia
Spasme otot

Otot punggung Otot Otot uretra


Otot Otot Spasme
kaku muka kaku
massester leher laring dan
(rahang) kaku kaku otot nafas
Opistotonu kaku Retensi
s urin
Rangsangan
Sindronic
air liur
MK: grin
Hambatan Kaku MK:
Sulit
Mobilitas kuduk Kaku mulut, Hipervolemi
menelan
Fisik sulit menelan

MK: Nutrisi
BABKurang
II dari Kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

PADA PASIEN DENGAN TETANUS

2.1 Pengkajian

 Data umum : Nama, usia, alamat, tanggal lahir, agama, jenis kelamin, pendidikan,
suku/bangsa, Dx medis, No RM, tanggal MRS, tanggal pengkajian.

 Riwayat Keperawatan

Riwayat Penyakit Sekarang : Adanya luka parah / luka bakar dan imunisasi yang
adekuat.

2.2 Pemeriksaan Fisik Per Sistem

a. Sistem Pernafasan : Biasanya terjadi dispnea, asfiksia, dan sianosis akibat


kontraksi otot pernafasan.

b. Sistem Kardiovaskuler : Biasanya terjadi distritmia, takikardia, hipertensi dan


perdarahan, suhu tubuh awal 38-400C / febris, terminal.

c. Sistem Neurologis : Pada awal biasanya terjadi iritability, kelemahan, (akhir)


konvulsi, kelumpuhan satu/ beberapa syaraf otak.

d. Sistem Perkemihan : Biasanya terjadi retensi urin.

e. Sistem Pencernaan : Konstipasi karena tidak adanya pergerakan usus.

f. Sistem Integumen dan Muskuloskeletal : Nyeri, kesemutan pada luka, kering


trismus, spasme otot muka, kaku pada otot-otot.

g. Sistem Persyarafan

 Syaraf (Nervus) I Olfaktorius (Penciuman) : Biasanya tidak terjadi


gangguan.

 Syaraf (Nervus) II Opticus (Penglihatan) : Biasanya pasien tidak ada


gangguan pada penglihatan.

 Syaraf (Nervus) III, IV, VI (Oculomotorius, Toklearis, Abdusen): Biasanya


pasien mengeluh mengalami fotofobia ( sensitif terhadap cahaya).
 Syaraf (Nervus) V (Trigeminus) : Biasanya pasien mengalami peningkatan
reflek massester, biasanya juga mengalami trismus.

 Syaraf (Nervus) VII (Fasialis) : Biasanya pasien tidak mengalami


gangguan dan dapat mengerutkan dahinya.

 Syaraf (Nervus) IX dan X : Biasanya pasien mengalami gangguan pada


pengecapan dan sukar menelan / nyeri saat menelan.

 Syaraf (Nervus) XI : Biasanya pasien mengalami kaku kuduk dan


mengalami ketegangan pada otot rahang dan leher.

 Syaraf (Nervus) XII : Biasanya pasien mengalami gangguan pada gerakan


lidah ke kiri dan kanan.

 Pemeriksaan Penunjang

1. Darah :

 Glukosa darah : Biasanya terjadi hipoglikemia.

 BUN : Biasanya terjadi peningkatan nilai BUN.

 Elektrolit : K, Na mengalami ketidakseimbangan.

2. EKG : Interval CT memanjang karena segmen ST. Bentuk takikardi ventrikuler


(Tarsadarde Pointters).

3. Kadar serum 5-6 mg/al / 1,2-1,5mmol/L / lebih rendah kadar fosfat dalam serum
meningkat.

4. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rotgen.

2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik b/d kekakuan sendi.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya penumpukan secret.

3. Peningkatan suhu tubuh b/d adanya proses inflamasi.

4. Resiko cidera b/d fisik (gangguan mobilitas).


2.4 Intervensi Keperawatan

NIC:

 Jelaskan pada pasien / keluarga manfaat / tujuan melakukan latihan sendi.

 Bantu pasien mendapatkan pasisi tubuh yang optimal untuk pergerakan sendi
pasif.

 Lindungi pasien dari trauma setelah latihan.

 Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama


pergerakan / aktifitas.

 Intruksikan pasien/keluarga cara melakukan ROM pasif, dengan bantuan aktif.

 Dukung pasien untu duduk ditempat tidur.

 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapkan


program latihan.

Kriteria Hasil :

1. Klien meningkat dalam aktifitas fisik.

2. Mengerti tujuan dari mobilisasi.

3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan berpindah.

4. Memperagakan alat bantu untuk mobilisasi.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M

No. Reg : 6758070

Umur : 72 TAHUN

Tgl. MRS : 02/01/2019 (18.20)

Jenis Kelamin :L

Diagnosa Medis : TETANUS

Suku/Bangsa : JAWA/INDONESIA

Tanggal Pengkajian : 07/01/2019 (12.30)

Agama : ISLAM

Pekerjaan : PETANI

Pendidikan : SD

Alamat : MADIUN

RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama
Perut kaku seperti papan
2. Riwayat penyakit sekaranG
Klien datang ke Wijayakusuma D pada tanggal 02 Januari 2019 pukul 19.00 WIB dari
UGD, dengan keluhan badan kaku setelah 2 minggu yang lalu akibat tertusuk paku,
GCS E4,M6,V5 Composmentis, KU lemah, TD 110/80 mmHg, HR 88 x/mnt, RR 20
x/mnt, Suhu 36,5ºC, SPO2 95%, akral hangat, dari hasil laboratorium Hb 15.9 g/dL
trombosit 221 103/µL.
a. Upaya yang telah dilakukan :
Pasien dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas Dagangan
b. Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Terapi yang diberikan dilakukan perawatan luka (insisi)
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat saat di IGD
Klien datang ke UGD pada tanggal 02 Januari pukul 18.20 WIB diantar oleh keluarganya
dengan keluhan badan terasa kaku seperti papan, GCS E4,M6,V5 Composmentis, KU
lemah, TD 110/80 mmHg, HR 88 x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu 36,5ºC, SPO2 95%, akral
hangat, dari hasil laboratorium Hb 15.9 g/dL trombosit 221 103/µL. infus RL 1500
cc/hari, inj. Ranitidin 1 amp 2 ml/2 cc secara IV.
b. Penyakit berat yang pernah diderita
Tidak ada
c. Obat-obatan yang biasa dikonsumsi
Tidak ada
d. Kebiasaan berobat
Puskesmas
e. Alergi
Tidak ada
f. Kebiasaan merokok, minuman (penambah energy, suplemen makanan/minuman,
alkhohol), makanan siap saji :
Tidak merokok, sering makan makanan yang mengandung santan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, dan
penyakit menular seperti HIV, TBC Hepatitis, dll.
5. Riwayat kesehatan lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Bersih Kotor
Bahaya Kecelakaan Tidak ada Ada
Polusi Ada Ada
Ventilasi Ada Ada
Pencahayaan Ada Ada

Tanda-tanda vital

S : 36,50C

N : 88 x/mnt

TD : 110/80 mmHg

RR : 20 x/mnt

PEMERIKSAAN PER SISTEM

1. Sistem pernapasan
Hidung
Inspeksi :

Bentuk simetris, warna sawo matang, tidak ada perdarahan, terpasang NGT
Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan


Mulut

Inspeksi :

Warna bibir merah muda, lesi tidak ada, mukosa kering, tidak terdapat
perdarahan gusi, warna lidah merah muda, tidak ada batuk, mulut kaku.
Sinus Paranasalis

Inspeksi :

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi


Palpasi :

Sinus frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris tidak ada nyeri tekan


Leher

Inspeksi :

tidak ada benjolan, tidak ada bendungan vena jugularis, terdapat keterbatasan
gerak

Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena jugularis, kaku
Area Dada

Inspeksi :

bentuk simetris, pola napas teratur, tidak terdapat tanda-tanda infeksi


Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat benjolan, gerakan dinding dada simetris
Perkusi :

Sonor = atas : supraklavikularis kanan-kiri


Bawah : CS 6 MCL, CS 8 MAL
Auskultasi : Tidak terdapat ronkhi dan wheezing

2. Cardiovaskuler dan limfa


Wajah
Inspeksi

Konjungtiva merah muda, tidak sembab, tidak sianosis


Leher

Inspeksi :

Tidak ada distensi vena jugularis

Palpasi :

Tidak terdapat pembesaran vena jugularis

Dada

Inspeksi :

Datar dan simetris di kedua sisi

Palpasi :

Pulsasi iktus kordis terletak di ICS 5 MCL selebar 2 cm

Perkusi :

Redup

ICS II – IV parasternal dekstra

ICS II parasternalis sinistra – ICS IV media kalvikularis sinistra

Auskultasi :

Reguler, BJ1 dan BJ2 tunggal pada ICS II parasternal dekstra, ICS II
parasternal sinistra, ICS V midclavicula sinistra, ICS 5 anterior axila sinistra

Ekstermitas atas :
Inspeksi :

Tidak ada oedema, tidak ada sianosis

Palpasi :

CRT < 3 detik, akral hangat, kaku

Ekstermitas Bawah :

Inspeksi :

Tidak ada oedema, tidak ada sianosis

Palpasi :

CRT < 3 detik, akral hangat, kaku

3. Persyarafan
A. Pemeriksaan nervus
a. Nervus I Olfaktorius (Pembau)
Pasien bisa mencium bau minyak kayu putih
b. Nervus II Optikus (penglihatan)
Pasien dapat menyebutkan benda yang ditunjukkan (bolpoin)
c. Nervus III Oculomotorius, IV Toklearis, VI Abdusen
Gerakan bola mata : bergerak mengikuti tangan pemeriksa
Kelopak mata : lebar celah mata kanan dan kiri sama
Pupil : diameter 2 mm, bentuk simetris, reflek cahaya (-)
d. Nervus IV Trigeminus
Pasien tidak dapat membuka mulut secara lebar, terdapat rasa raba, rasa nyeri dan
rasa suhu
e. Nervus VII Facialis
Pasien mampu mengkerutkan dahi, mampu mengangkat alis, mampu menutup
mata dengan rapat, pasien mengalami kesulitan memoncongkan bibir, pasien
keulitan menggembungkan pipi
f. Nervus VIII Audotorius
Pasien mampu mendengar dengan baik yang dibuktikan dengan gerakan-gerakan
pasien sesuai dengan perintah pemeriksa
g. Nervus IX Glosopharingeal
Pasien tidak bisa membuka mulut secara lebar
h. Nervus X Vagus
Terdapat reflek muntah
i. Nervus XI aksesorius
Pasien mampu mengankat bahu
j. Nervus XII Hipoglosal
Pasien mampu menjulurkan lidah
B. Tingkat kesadaran
a. Kuantitas : 4 : spontan
5 : orientasi baik

6 : sesuai perintah

b. Kualitas : composmentis
c. AVPU : Alert
2. Perkemihan – eliminasi urin
a. Inspeksi : Urin = warna kuning tua, bau tidak menyengat, jernih
Input = infus+metronidazole
1500 +1500= 3000 cc/hari
Output = urin + iwl
1600 + (15/BB)
1700 + 1050 = 2750 cc/hari
Genetalia eksterna tidak terkaji

3. Pencernaan – eliminasi alvi


Mulut
Inspeksi :
penurunan dalam membuka mulut, penurunan fungsi menelan
Lidah

Inspeksi :

dapat menjulurkan lidah

Abdomen

Inspeksi :

datar, kaku seperti papan, tidak ada lesi, simetris, mengempis saat ekspirasi,
menggembung saat inspirasi, tidak ada tanda-tanda infeksi

Auskultasi :

Bising usus 10x/mnt

Perkusi :

Redup

Palpasi :
Terasa seperti kaku seperti papan

Kuadran I : nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)

Kuadran II : nyeri tekan (-), splenomegali (-)

Kuadran III : nyeri tekan (-)

Kuadran IV : nyeri tekan (-)

4. Muskuloskeletal dan integument


Inspeksi :
Warna kulit : sawo matang,
Terdapat luka dibagian jempol
Kekuatan otot : Ekstermitas atas sebelah kiri 3, ekstermitas atas sebelah kanan 3
Ekstermitas bawah sebelah kiri 3, ekstermitas bawah sebelah kanan3

5. Endokrin dan eksokrin


Inspeksi :
penyebaran merata, tidak terdapat rambut jagung, tidak tampak pembesaran
pada leher
Palpasi :
tidak teraba pembesaran pada kelenjar limfe dan tiroid

TERAPI

Terapi yang diberikan pada tanggal 07 Januari 2019 yaitu :

1. Infus RL : 1500 cc/hari


2. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc secara IV
3. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
4. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara IM
5. Metronidazole : 3 x 500 gram
6. Diit susu : 6 x 200 ml
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 02 Januari 2019
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Darah lengkap
1. Hemoglobin 15,9 gr/dl 13.4-17.7

2. Hitung leukosit 7.18 103/µl 4.3-10.3


3. Trombosit 221 103/µl 142-424
4. Hematocrit 49,1* % 40-47
5. Hitung eritrosit 5,72* 103/µl 4.0-5.0
6. MCV 85,8 fl 80-93
7. MCH 27,8 pg 27-31
8. MCHC 32,4 gr/dl 32-36
9. Hitung jenis leukosit
- Eosinofil 3,4* % 0-3
- Basophil 0,9 % 0.1
- Neutofil 54,4 % 50-62
- Limfosit 29,1 % 25-42
- Monosit 12,3 % 3.7
Kimia Klinik
1. SGOT 24 u/l 8-31
2. SGPT 27 u/l 6-40
3. BUN 16,0 mg/dl 10-20
4. Kreatinin 1,27* mg/dl 0.6-1.1
5. Gula darah sewaktu 120 mg/dl 144
6. Natrium darah 135* mmol/l 136-145
7. Kalium darah 3,30* mmol/l 3.5-5.3
8. Cloric/ Cl darah 0.81* mmol/l 97-111

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan I

Nama : Tn. M

No. RM : 6758070
Dx. Medis : Tetanus

Ns. Diagnosis Hambatan Mobilitas Fisik

Domain : Aktivitas/Istirahat

Kelas : Aktivitas/Olahraga

Definisi Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri

1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas


2. Kekuatan otot menurun
3. Rentang gerak (ROM) menurun
4. Nyeri saat bergerak
5. Enggan melakukan pergerakan
6. Merasa cemas saat bergerak
7. Sendi kaku
8. Gerakan tidak terkondisikan
9. Gerakan terbatas
10. Fisik lemah

Batasan
Karakteristik

Factor 1. Gangguan neuromuskular


2. Kaku sendi
Hubungan
3. Penurunan kekuatan otot
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan ketahanan tubuh
Data Subjektif Data Objektif

- Tn. M mengeluh perut terasa 1. S : 36,5o C


N : 88 x/menit
kaku dan kesulitan untuk
TD : 110/80 mmHg
menggerakkan anggota RR : 20 x/menit
2. CRT < 3 detik
gerak
3. Hb : 15,9
4. GCS 456
5. Composmentis
6. Kekuata otot menurun
- Ekstremitas atas kanan 3
- Ekstremitas atas kiri 3
- Ekstemitas bawah kanan 3
Pengkajian - Ekstremitas bawah kiri 3
7. Pergerakan pasien terbatas
8. Terpasang NGT
Dx Hambatan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Neuromuscular
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan II

Nama : Tn. I

No. RM : 6758070

Dx. Medis : Tetanus

Risiko Cedera

Ns. Diagnosis Domain : Keamanan/Perlindungan

Kelas : Cedera Fisik

Definisi Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang


berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensive individu, yang
dapat mengganggu kesehatan

Eksternal

1. Agens nosocomial
2. Gangguan fungsi psikomotor
3. Hambatan fisik (mis : desain, struktur, pengaturan komnukasi,
pembangunan, peralatan)
4. Pajanan pada pathogen
Internal

1. Disfungsi imun
2. Disfungsi efektor
3. Gangguan mekanisme pertahanan primer (mis: kulit robek)
Faktor Risiko

Data Subjektif Data Objektif

Pasien mengeluh badan terasa 1. KU : Lemah


2. S : 36,5o C
kaku
N : 88 x/menit
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
3. CRT < 2 detik
4. Sendi kaku
5. Hb : 15,9
6. Gcs 456
7. Perut terasa seperti papan

Pengkajian
Dx pasien Risiko Cedera b.d Hambatan Fisik

Diagnosa Keperawatan III

Nama : Tn. I

No. RM : 6758070

Dx. Medis : Tetanus

Konstipasi

Ns Diagnosis Kategori : Fisiologi

Subkategori : Eliminasi

Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit


dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak
Definisi

1. Tidak dapat mengeluarkan feses


2. Perubahan pada pola defekasi
Batasan karakteristik 3. Nyeri abdomen
4. Nyeri tekan abdomen
1. Kelemahan otot abdomen
2. Perubahan lingkungan saat ini
3. Gangguan neurologis
4. Asupan cairan tidak cukup
5. Asupan serat tidak cukup
Faktor yang
6. Perubahan kebiasaan makanan
berhubungan

Data Subjektif Data Objektif

Pasien mengeluh pengeluaran feses 1. Feses keras


2. Peristaltic usus menurun
sulit dan belum BAB selama 5 hari
3. Distensi abdomen
4. Teraba massa pada
rektal

Pengkajian

Dx. Keperawatan Konstipasi b.d kelemahan otot abdomen


3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. I

No. RM : 6758070

Dx Keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Neuromuskular

NIC NOC

Intervensi Aktivitas Indikator Outcome

Terapi latihan Observasi Self Care : ADLS :  Makan


fisik : Mobilitas  Berpakaian
 Kaji TTV Setelah dilakukan  Ke-toilet
Sendi:  Monitor lokasi dan tindakan selama 3x24  Kebersihan
Menggunakan  Kebersihan
kecenderungan adanya jam gangguan mobilitas
gerakan tubuh nyeri dan fisik teratasi dengan mulut
 Berjalan
aktif dan pasif ketidaknyamanan kriteria :  Mobilitas dikursi
untuk selama pergerakan /  Klien meningkat roda.
mempertahanka aktifitas. dalam aktifitas fisik.  Berpindah
 Kaji kebutuhan  Mengerti tujuan dari  Memposisikan
n atau
terhadap bantuan mobilisasi. diri.
mengendalikan
 Memverbalisasikan
fleksibilitas pelayanan kesehatan
dirumah dan perasaan dalam
sendi.
meningkatkan
kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan kekuatan dan
berpindah.
yang tahan lama.
 Kaji kebutuhan ADL.  Memperagakan
penggunaan alat
Action
bantu untuk
 Lindungi pasien dari mobilisasi.
trauma setelah latihan.
 Bantu pasien
mendapatkan posisi
tubuh yang optimal
untuk pergerakan sendi
pasif.

HE

 Jelaskan kepada
keluarga manfaat dan
tujuan dilakukan
latihan sendi.
 Menjelaskan pasien /
keluargacara
melakukan latihan dan
ROM pasif, dengan
bantuan atau aktif.

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli


terapi fisik dalam
mengembangkan dan
menerapkan program
latihan.
Nama : Tn. I

No. RM : 6758070

Dx Keperawatan : Risiko Cedera b.d Hambatan Fisik

NIC NOC

Intervensi Aktivitas Outcome Indikator

Manajemen Observasi Kontrol risiko:  Mengidentifikasi


Lingkungan factor risiko
 Kaji TTV Setelah dilakukan  Mengenali
 Kaji status neurologi : tindakan keperawatan
o Monitor GCS kemampuan untuk
o Monitor status selama 3x24 jam risiko merubah perilaku
pernafasan SPO2, cidera teratasi dengan  Memonitor factor

frekuensi, kedalaman kriteria : risiko cedera

pernafasan  Klien terbebas dari dilingkungan


cedera (5)
Action  Klien/keluarga
mampu menjelaskan
 Pastikan pasien
cara atau metode
terlindungi pada kedua
pencegahan cedera
sisi
(5)
 Kendalikan/cegah
 Mampu mengenali
kebisingan yang tidak
perubahan status
diinginkan
kesehatan (5)

HE

 Tawarkan dukungan
spiritual pada pasien
dan keluarga pasien
 Jelaskan kepada
keluarga tentang
kondisi pasien
 Edukasi pasien dan
keluarga dengan
pembatasan pengunjung
untuk mencegah
kejadian yang tidak
diinginkan

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan tim


medis lain (dokter,
apoteker, ahli gizi)

Nama : Tn. I

No. RM : 6758070
Dx Keperawatan : Konstipasi b.d Kelemahan otot abdomen

NIC NOC

Intervensi Aktivitas Indikator Outcome

Manajemen Observasi Setelah dilakukan Defekasi :


Konstipasi : tindakan keperawatan pembentukan dan
 Kaji pengeluaran feses
mencegah  Identifikasi factor-faktor selama 3x24 jam pengeluaran feses
dan yang menyebabkan konstipasi teratasi dengan
mengatasi konstipasi kriteria hasil :
konstipasi
 Pola eliminasi dalam

Action rentang yang


diharapkan (3)
 Membantu pasien dalam  Feses lunak dan
pemberian obat pencahar berbentuk (3)
 Membantu dalam posisi  Mengeluarkan feses
nyaman tanpa bantuan (3)
 Mendorong peningkatan
aktivitas yang optimal

HE

 Jelaskan pada pasien dan


keluarga tentang kondisi
pasien dan lingkungan saat
ini
 Menjelaskan pada pasien
manfaat diit (cairan dan
serat) terhadap eliminasi
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


dengan dokter dan
farmakologi, dan ahli gizi
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx
Keperawatan
No Tgl/jam Implementasi Evaluasi/Respon px Paraf

1 Hambatan 07 Observasi Observasi


mobilias fisik Januari
 Mengkaji TTV  TD : 110/80
b.d gangguan 2019  Mengkaji status neurologi : mmHg
o Memonitor GCS
neuromuskuler  HR : 88 x/menit
o Memonitor status
 S : 36,5 ºC
pernafasan  CRT > 3 detik,
akral hangat
 GCS : 4 5 6
 SPO2 : 95 %
 Ritme : reguler
 Kedalaman : 2
mm
 RR : 20 x/mnt

Action :


Posisi tirah
baring pasien
dengan elevasi
kepala 300
Action 
Pasien bedrest
total
 Mengatur posisi kepala lebih
tinggi (15-300) atau posisi
yang nyaman sesuai kondisi HE
pasien
 Menganjurkan pasien bedrest  Keluarga pasien
total mengerti dan
memahami
HE
kondisi pasien

 Menjelaskan kepada keluarga saat ini


tentang kondisi pasien (pasien
mengalami perdarahan pada
otak kiri dan mengalami
sumbatan aliran darah pada
otak kanan. Hal tersebut yang
membuat pasien mengalami
gangguan komunikasi dan
kelumpuhan pada anggota
gerak sebelah kiri).

Kolaborasi
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan tenaga
medis lain (farmasi dan Keluarga pasien
dokter) dalam pemberian obat- menyetujui terhadap
obatan : terapi
o PZ 3 kolf/hari
o Citicolin 2x 500 mg
o Norages 3x1 gr
o Ranitidine 1x20 mg
o Ceftazidim 1x 1 gr
o Obat oral : allopurinol
2x300 mg
o Dopamine syringe
pump : (dosis x BB x
60) : konsentrasi =
3750
o Transfusi prc 1
kolf/hari
2 Risiko Cedera 07 Observasi Observasi
b.d hambatan Januari
 Kaji TTV  TD : 110/80
fisik 2019  Kaji status neurologi : mmHg
o Monitor GCS
 HR : 88 x/menit
o Monitor status pernafasan
 S : 36,5 ºC
SPO2, frekuensi, kedalaman  CRT > 3 detik,
pernafasan akral hangat
 GCS : 4 5 6
 SPO2 : 95 %
 Ritme : reguler
 Kedalaman : 2
mm
 RR : 20 x/mnt

Action :


Terpasang
pengaman dibed
pasien
Action 
Keluarga
membatasi
 Pastikan pasien terlindungi
pengunjungan
pada kedua sisi
 Kendalikan/cegah kebisingan yang datang
yang tidak diinginkan HE

 Keluarga pasien
mau
membisiskan
sholawat ke
HE telinga pasien
 Keluarga pasien
 Tawarkan dukungan spiritual mengerti dan
pada pasien dan keluarga memahami
pasien kondisi pasien
 Jelaskan kepada keluarga saat ini
tentang kondisi pasien  Keluarga
 Edukasi pasien dan keluarga memahami cara
dengan pembatasan untuk
pengunjung untuk mencegah mengurangi
kejadian yang tidak factor risiko
diinginkan cedera yang
terjadi

Kolaborasi
 Keluarga pasien
menyetujui
terhadap terapi
yang diberikan
pada pasien

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan tim medis


lain (dokter, apoteker, ahli
gizi)
Pasien mendapatkan terapi
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp
2 ml/2cc secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2
ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp
3 gram secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500
gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
3 Konstipasi b.d 07 Observasi Observasi
kelemahan Januari
 Kaji pengeluaran feses  Pasien belum
otot abdomen 2019  Identifikasi factor-faktor
mampu BAB
yang menyebabkan
konstipasi

Action

 Membantu pasien dalam Action


 Keluarga
pemberian obat pencahar menyetujui
 Membantu dalam posisi
pasien
nyaman
diberikan obat
 Mendorong peningkatan
pencahar
aktivitas yang optimal
 Pasien dalam
posisi tidur
terlentang dan
miring kanan-
kiri

HE

HE  Keluarga
memahami
 Jelaskan pada pasien dan
keadan pasien
keluarga tentang kondisi
dan kondisi
pasien dan lingkungan saat
lingkungan
ini
 Menjelaskan pada pasien pasien saat ini
 Pasien dan
manfaat diit (cairan dan
keluarga
serat) terhadap eliminasi
memahami
tentang diit
pasien

Kolaborasi

Kolaborasi  Pemberian

 Kolaborasi pemberian obat obat-obatan

dengan dokter dan antibiotik dan

farmakologi, dan ahli gizi. keluarga pasien

Pasien mendapatkan terapi menyetujui


- Infus RL : 1500 cc/hari terapi yng
- Inj. Ranitidine : 2 x 1
amp 2 ml/2cc secara IV diberikan pada
- Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2
pasien.
ml secara IV
- Inj. Pinicilin : 3 x 1,5
amp 3 gram secara IM
- Metronidazole : 3 x 500
gram
- Diit susu : 6 x 200 ml
3.5 EVALUAI KEPERAWATAN
No Dx Keperawatan Tgl/Jam Catatan Perkembangan

1 Hambatan mobilitas 16 Sep S: pasien mengatakan perut kaku seperti papan.


fisik b.d Gangguan 2018
O: TD 120/80 mmHg
Neuromuscular
a. N 78 x/mnt

b. S 36 0C

c. RR 20 x/mnt

d. GCS 4,5,6

e. SpO2 96%

f. CRT < 3 dtk

g. Terpasang NGT

h. Terpasang syrim pump


i. Tampak enggan untuk bergerak
j. Terdapat luka di jempol kaki
sebelah kiri.
k. Kekuatan otot 4 pada ekstermitas
atas sebelah kanan dan kiri, 3 pada
ekstremitas bawah kanan dan kiri

A: Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan


Neuromuscular (masalah teratasi sebagian)

P:

- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.

- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
gerak sendi pasif.
- Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2
ml/2cc secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml
secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3
gram secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
S: pasien mengatakan perut kaku seperti papan

O: TD 120/90 mmHg

N 80 x/mnt

S 362 0C

RR 20 x/mnt

GCS 4,5,6

SpO2 94%

CRT < 3 detik

Terpasang NGT

8 Januari
Terpasang syrim pump
2019
Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: hambatan mobilitas fisik (belum teratasi)

P:

- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.
- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
gerak sendi pasif.
- Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara
IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram
secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml

S: pasien mengatakan perut kaku seperti papan

O: TD 110/90 mmHg

N 86 x/mnt

S 36,5 0C

RR 20 x/mnt

GCS 4,5,6

CRT < 3 detik

SpO2 96%

Tidak Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: Hambatan mobilitas fisik (masalah teratasi


sebagian)

P:

- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.

- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
18 Sep
gerak sendi pasif.
2018 - Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara
IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram
secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml

S: pasien mengatakan kaku seluruh tubuh

O: TD 90/56 mmHg

N 78 x/mnt

S 36 0C

RR 20 x/mnt
07-01-2019
GCS 4,5,6

2 Resiko cedera b/d fisik SpO2 96%


(gangguan mobilitas)
CRT < 3 dtk

Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: resiko cedera (belum teratasi)

P: observasi: TTV, singkirkan benda-benda


berbahaya dari lingkungan.

Action: mempertahankan / mencegah


kebisingan yang tidak diinginkan
/berlebihan.

Kolaborasi:

a. Infus RL : 1500 cc/hari


b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml

S: pasien mengatakan kaku seluruh tubuh

O: TD 90/56 mmHg

N 78 x/mnt

S 36 0C

RR 20 x/mnt

08 Januari GCS 4,5,6


2019
SpO2 96%

CRT < 3 dtk


Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: resiko cedera (belum teratasi)

P: observasi: TTV, singkirkan benda-benda


berbahaya dari lingkungan.

Action: mempertahankan / mencegah


kebisingan yang tidak diinginkan
/berlebihan.

Kolaborasi:

a. Infus RL : 1500 cc/hari


b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml

S: pasien mengatakan kaku seluruh tubuh

O: TD110/90 mmHg

N 86 x/mnt

S 36,5 0C

RR 20 x/mnt
09 Januari
GCS 4,5,6
2019 SpO2 96%

CRT < 3 dtk

Tidak Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: resiko cedera (belum teratasi)

P: observasi: TTV, singkirkan benda-benda


berbahaya dari lingkungan.

Action: mempertahankan / mencegah


kebisingan yang tidak diinginkan
/berlebihan.

Kolaborasi:

a. Infus RL : 1500 cc/hari


b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml

S: pasien belum BAB selama 5 hari

O: TD 90/56 mmHg

N 78 x/mnt
S 36 0C

RR 20 x/mnt

07 Januari GCS 4,5,6


2019
3. Konstipasi b.d SpO2 96%
kelemahan otot
CRT < 3 dtk
abdomen
Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kaku pada daerah abdomen
Kelemahan umum
A: konstipasi (belum teratasi)

P: observasi: TTV, tanda dan gejala konstipasi

Action: menganjurkan pasien unuk makan


yang berserat agar bisa melancarkan BAB.

Kolaborasi:
18 Sep
a. Infus RL : 1500 cc/hari
2018 b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
S: pasien mengatakan belum BAB selama 5 hari

O: TD 120/90 mmHg

N 80 x/mnt

S 36,2 0C
3 RR 20 x/mnt

GCS 4,5,6

08 Januari SpO2 96%


2019
CRT < 3 dtk

Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kaku pada daerah abdomen
Kelemahan umum
A: konstipasi (belum teratasi)

P: observasi: observasi: TTV, tanda dan gejala


konstipasi

Action: menganjurkan pasien unuk makan


yang berserat agar bisa melancarkan BAB.

Kolaborasi:

a. Infus RL : 1500 cc/hari


b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
S: pasien mengatakan belum BAB selama 5 hari

O: TD 110/90 mmHg

N 86 x/mnt

S 36,5 0C
RR 20 x/mnt

GCS 4,5,6
09 Januari
2019 SpO2 96%

CRT < 3 dtk

Terpasang NGT

Terpasang syrim pump


Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri

A: Konstipasi (belum teratasi)

P: observasi: observasi: TTV, tanda dan gejala


konstipasi

Action: menganjurkan pasien unuk makan


yang berserat agar bisa melancarkan BAB.

Kolaborasi:

a. Infus RL : 1500 cc/hari


b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
Asuhan Keperawatan Tetanus 51

Anda mungkin juga menyukai