LAPORAN PENDAHULUAN
TETANUS
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman langsung, melainkan
sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps
ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuscular dan syaraf
autonom (Smasmor, 2001).
Tetanus adalah sesuatu penyakit yang ditandai oleh spasme otot yang tidak terkendali
akibat kerja neurotoksin kuat, yaitu tetanoplasmin, yang dihasilkan oleh bakteri ini
(Muliawan, 2009).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium
tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti oleh kekakuan otot
seluruh badan, khususny otot- otot massester dan otot rangka (Kurniadi, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit tetanus adalah
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani yang disertai
dengan gejala kekakuan otot (spasme otot).
Bateri yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia
dan bisa mengenai luka melaluo debu atau tanah yang sudah terkontaminasi(Arron,
2007).
Clostridium tetani merupakan bakteri jenis gram positif dan dapat menghasilkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin. Toksin ini (tetanoplasmin) dapat menyebabkan
kejang pada otot (Suraatmaja, 2000).
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat disuga (Doni, 2018).
3. Caries gigi
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dan gejala pertama) yaitu rata-rata 7-
10 hari dengan rentang 1-60 hari. Rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme
pertama bervariasi antara 1-7 hari. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari
setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih
lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu ( Sudoyo, 2009).
a. Otot leher
b. Otot dada
d. Otot lengan
e. Otot punggung
5. Demam.
1. Keringat berlebihan
6. Terganggunya pernafasan
1. Tetanus Lokal
Pada tetanus lokal dijumpai dengan adanya kontraksi pada otot yang persisten,
pada daerah tempat dimana luka terjadi. Bentuk dari tetanus ini yaitu adabya
nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal
adalah bentuk ringan dengan angka kematian yang rendah, kadang-kadang bentuk
ini dijumpai setelah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus
Merupakan bentuk yang jarang dari tetanus. Terjadinya tetanus ini yaitu bila
luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, dan otots media. Masa
inkubasi dari tetanus jenis ini adalah 1-2 hari.
3. Generalized Tetanus
Bentuk / jenis tetanus ini merupakan gambaran tetanus yang sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan jalan masuknya kuman. Biasanya
dimulai dengan trismus, trismus ini merupakan gejala utama yang sering dijumpai,
yang disebabkan oleh kekakuan otot messester, bersamaan dengan otot leher yang
dapat menyebabkan kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain beruoa Risus
Sardonicus yaitu spasme pada otot-otot muka, kekakuan pada otot punggung, dan
kejang dinding perut. Spasme yang berasal dari laring dan otot pernafasan dapat
menimbulkan sumbatan pada saluran napas, sianosis asfiksia. Selain ini juga dapat
terjadi disuria dan retensi urine.
4. Neonatal Tetanus
Tetanus jenis ini biasanya dapat disebabkan oleh infeksi Clostridium Tetani
yang masuk melalui tali pusat lada saat proses pertolongan persalinan yang tidak
steril. Gejala klinis dari neonatal tetanus adalah pada minggu kedua kehidupan,
ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai
dengan opiatotonus (kekakuan otot punggung).
1. Derajat I (Ringan)
2. Derajat II ( Sedang)
Penyakit tetanus biasanya terjadi setelah luka yang dalam, misalnya luka yang
disebabkan karena tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, larna luka
tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka tersebut akan
mengalami laserasi yang kotor. Sedangkan pada bayi dapat terjadi melalui tali pusat.
Tetanus terjadi jika luka sudah dimasuki oleh spora Clostridium Tetani dan mulai
tumbuh, memperbanyak diri dan mwnghasilkan tokain tetanus pada potensial oksidasi
reduksi rendah (Eh( tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin
yang dilepaskan bersama sel bakter sel vegetative yang mati dan selamjutnya lisis. Toksin
tetanus dan toksin batolinium digabung oleh ikatan disulfit. Kemudian toksin tetanus
melekat pada neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh syaraf motoris, sesudah ia
mengalami pengangkatan akson retrogat kesitoplasmin motoneuron alfa. Toksin keluar
motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat
spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotrasmeter, dengan demikian
memblokode hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang
disengaja yang dikoordinasi akibatnya otot yang terkena mempwrtahankan kontraksi
maksimalnya, system syaraf otonom juga akan tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembangbiak sambil menghasilkan toxin. Dalan jaringan yang anaerobic
ini terdapat penurunan potensial oksidasi resuksi jaringan dan turunnya tekanan O2
(oksigen) jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalium yang dapat
diionisasi. Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai
dengan panjangnya akron dan aktivitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik
dan fungsi sel syaraf walaupun toxin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum tulang
belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan
ke ujung perinaps dari spinal inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa
inkubasi 2 hari - 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
1. Darah
3. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
4. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rotgen pada jaringan subcutan.
Pada terapi tetanus diperlukan 3 prinsip penataksanaan (Sudoyo, dkk, 2007), yaitu:
2. Toksin yang sudah didalam tubuh tapi masih diluar sistem saraf pusat
hendaknya dinetralisir.
3. Efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat hendaknya
diminimalisis.
2. Diet cukup protein dan kalori, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan.
3. Isolasi untuk menghindari rangsangan dari luar seperti suara, cahaya, dan
tindakan terhadap penderita.
1. Antibiotika
2. Antitoksin
3. Tetanua Toksoid
4. Anti Kejang
a. Apnea
b. Hipoksia
c. Gagal nafas
f. Bradikardia, hipoksia
g. Gagal jantung
h. Gagal ginjal
i. Ileus
j. Diare
k. Penurunan BB
l. Sepsis
m. Decubitus
o. Perdarahan
p. Trombolisis.
Ringan : <9
Sedang : 9-16
Berat : > 16
Masa inkubasi
5 : < 48 jam
4 : 2-5 hari
3 : 6-10 hari
2 : 11-14 hari
1 : > 14 hari
3 : Ektremitas Proksimal
2 : Ektremitas Distal
1 : Tidak diketahui.
Imunisasi
10 : Tidak Ada
2 : < 10 Tahun
0 : Proteksi Lengkap
1.11 Pathway
Luka dikulit
Digigit Infeksi Infeksi Bekas Pemotongan
serangga gigi telinga suntikan tali pusat
Membentuk spora
Spora mengembang
MK: Nutrisi
BABKurang
II dari Kebutuhan
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
2.1 Pengkajian
Data umum : Nama, usia, alamat, tanggal lahir, agama, jenis kelamin, pendidikan,
suku/bangsa, Dx medis, No RM, tanggal MRS, tanggal pengkajian.
Riwayat Keperawatan
Riwayat Penyakit Sekarang : Adanya luka parah / luka bakar dan imunisasi yang
adekuat.
g. Sistem Persyarafan
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah :
3. Kadar serum 5-6 mg/al / 1,2-1,5mmol/L / lebih rendah kadar fosfat dalam serum
meningkat.
NIC:
Bantu pasien mendapatkan pasisi tubuh yang optimal untuk pergerakan sendi
pasif.
Kriteria Hasil :
Umur : 72 TAHUN
Jenis Kelamin :L
Suku/Bangsa : JAWA/INDONESIA
Agama : ISLAM
Pekerjaan : PETANI
Pendidikan : SD
Alamat : MADIUN
RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama
Perut kaku seperti papan
2. Riwayat penyakit sekaranG
Klien datang ke Wijayakusuma D pada tanggal 02 Januari 2019 pukul 19.00 WIB dari
UGD, dengan keluhan badan kaku setelah 2 minggu yang lalu akibat tertusuk paku,
GCS E4,M6,V5 Composmentis, KU lemah, TD 110/80 mmHg, HR 88 x/mnt, RR 20
x/mnt, Suhu 36,5ºC, SPO2 95%, akral hangat, dari hasil laboratorium Hb 15.9 g/dL
trombosit 221 103/µL.
a. Upaya yang telah dilakukan :
Pasien dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas Dagangan
b. Terapi/operasi yang pernah dilakukan :
Terapi yang diberikan dilakukan perawatan luka (insisi)
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat saat di IGD
Klien datang ke UGD pada tanggal 02 Januari pukul 18.20 WIB diantar oleh keluarganya
dengan keluhan badan terasa kaku seperti papan, GCS E4,M6,V5 Composmentis, KU
lemah, TD 110/80 mmHg, HR 88 x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu 36,5ºC, SPO2 95%, akral
hangat, dari hasil laboratorium Hb 15.9 g/dL trombosit 221 103/µL. infus RL 1500
cc/hari, inj. Ranitidin 1 amp 2 ml/2 cc secara IV.
b. Penyakit berat yang pernah diderita
Tidak ada
c. Obat-obatan yang biasa dikonsumsi
Tidak ada
d. Kebiasaan berobat
Puskesmas
e. Alergi
Tidak ada
f. Kebiasaan merokok, minuman (penambah energy, suplemen makanan/minuman,
alkhohol), makanan siap saji :
Tidak merokok, sering makan makanan yang mengandung santan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, dan
penyakit menular seperti HIV, TBC Hepatitis, dll.
5. Riwayat kesehatan lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Bersih Kotor
Bahaya Kecelakaan Tidak ada Ada
Polusi Ada Ada
Ventilasi Ada Ada
Pencahayaan Ada Ada
Tanda-tanda vital
S : 36,50C
N : 88 x/mnt
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
1. Sistem pernapasan
Hidung
Inspeksi :
Bentuk simetris, warna sawo matang, tidak ada perdarahan, terpasang NGT
Palpasi :
Inspeksi :
Warna bibir merah muda, lesi tidak ada, mukosa kering, tidak terdapat
perdarahan gusi, warna lidah merah muda, tidak ada batuk, mulut kaku.
Sinus Paranasalis
Inspeksi :
Inspeksi :
tidak ada benjolan, tidak ada bendungan vena jugularis, terdapat keterbatasan
gerak
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena jugularis, kaku
Area Dada
Inspeksi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat benjolan, gerakan dinding dada simetris
Perkusi :
Inspeksi :
Palpasi :
Dada
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Redup
Auskultasi :
Reguler, BJ1 dan BJ2 tunggal pada ICS II parasternal dekstra, ICS II
parasternal sinistra, ICS V midclavicula sinistra, ICS 5 anterior axila sinistra
Ekstermitas atas :
Inspeksi :
Palpasi :
Ekstermitas Bawah :
Inspeksi :
Palpasi :
3. Persyarafan
A. Pemeriksaan nervus
a. Nervus I Olfaktorius (Pembau)
Pasien bisa mencium bau minyak kayu putih
b. Nervus II Optikus (penglihatan)
Pasien dapat menyebutkan benda yang ditunjukkan (bolpoin)
c. Nervus III Oculomotorius, IV Toklearis, VI Abdusen
Gerakan bola mata : bergerak mengikuti tangan pemeriksa
Kelopak mata : lebar celah mata kanan dan kiri sama
Pupil : diameter 2 mm, bentuk simetris, reflek cahaya (-)
d. Nervus IV Trigeminus
Pasien tidak dapat membuka mulut secara lebar, terdapat rasa raba, rasa nyeri dan
rasa suhu
e. Nervus VII Facialis
Pasien mampu mengkerutkan dahi, mampu mengangkat alis, mampu menutup
mata dengan rapat, pasien mengalami kesulitan memoncongkan bibir, pasien
keulitan menggembungkan pipi
f. Nervus VIII Audotorius
Pasien mampu mendengar dengan baik yang dibuktikan dengan gerakan-gerakan
pasien sesuai dengan perintah pemeriksa
g. Nervus IX Glosopharingeal
Pasien tidak bisa membuka mulut secara lebar
h. Nervus X Vagus
Terdapat reflek muntah
i. Nervus XI aksesorius
Pasien mampu mengankat bahu
j. Nervus XII Hipoglosal
Pasien mampu menjulurkan lidah
B. Tingkat kesadaran
a. Kuantitas : 4 : spontan
5 : orientasi baik
6 : sesuai perintah
b. Kualitas : composmentis
c. AVPU : Alert
2. Perkemihan – eliminasi urin
a. Inspeksi : Urin = warna kuning tua, bau tidak menyengat, jernih
Input = infus+metronidazole
1500 +1500= 3000 cc/hari
Output = urin + iwl
1600 + (15/BB)
1700 + 1050 = 2750 cc/hari
Genetalia eksterna tidak terkaji
Inspeksi :
Abdomen
Inspeksi :
datar, kaku seperti papan, tidak ada lesi, simetris, mengempis saat ekspirasi,
menggembung saat inspirasi, tidak ada tanda-tanda infeksi
Auskultasi :
Perkusi :
Redup
Palpasi :
Terasa seperti kaku seperti papan
TERAPI
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 02 Januari 2019
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Darah lengkap
1. Hemoglobin 15,9 gr/dl 13.4-17.7
Nama : Tn. M
No. RM : 6758070
Dx. Medis : Tetanus
Domain : Aktivitas/Istirahat
Kelas : Aktivitas/Olahraga
Definisi Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
Batasan
Karakteristik
Nama : Tn. I
No. RM : 6758070
Risiko Cedera
Eksternal
1. Agens nosocomial
2. Gangguan fungsi psikomotor
3. Hambatan fisik (mis : desain, struktur, pengaturan komnukasi,
pembangunan, peralatan)
4. Pajanan pada pathogen
Internal
1. Disfungsi imun
2. Disfungsi efektor
3. Gangguan mekanisme pertahanan primer (mis: kulit robek)
Faktor Risiko
Pengkajian
Dx pasien Risiko Cedera b.d Hambatan Fisik
Nama : Tn. I
No. RM : 6758070
Konstipasi
Subkategori : Eliminasi
Pengkajian
No. RM : 6758070
NIC NOC
HE
Jelaskan kepada
keluarga manfaat dan
tujuan dilakukan
latihan sendi.
Menjelaskan pasien /
keluargacara
melakukan latihan dan
ROM pasif, dengan
bantuan atau aktif.
Kolaborasi
No. RM : 6758070
NIC NOC
HE
Tawarkan dukungan
spiritual pada pasien
dan keluarga pasien
Jelaskan kepada
keluarga tentang
kondisi pasien
Edukasi pasien dan
keluarga dengan
pembatasan pengunjung
untuk mencegah
kejadian yang tidak
diinginkan
Kolaborasi
Nama : Tn. I
No. RM : 6758070
Dx Keperawatan : Konstipasi b.d Kelemahan otot abdomen
NIC NOC
HE
Action :
Posisi tirah
baring pasien
dengan elevasi
kepala 300
Action
Pasien bedrest
total
Mengatur posisi kepala lebih
tinggi (15-300) atau posisi
yang nyaman sesuai kondisi HE
pasien
Menganjurkan pasien bedrest Keluarga pasien
total mengerti dan
memahami
HE
kondisi pasien
Kolaborasi
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tenaga
medis lain (farmasi dan Keluarga pasien
dokter) dalam pemberian obat- menyetujui terhadap
obatan : terapi
o PZ 3 kolf/hari
o Citicolin 2x 500 mg
o Norages 3x1 gr
o Ranitidine 1x20 mg
o Ceftazidim 1x 1 gr
o Obat oral : allopurinol
2x300 mg
o Dopamine syringe
pump : (dosis x BB x
60) : konsentrasi =
3750
o Transfusi prc 1
kolf/hari
2 Risiko Cedera 07 Observasi Observasi
b.d hambatan Januari
Kaji TTV TD : 110/80
fisik 2019 Kaji status neurologi : mmHg
o Monitor GCS
HR : 88 x/menit
o Monitor status pernafasan
S : 36,5 ºC
SPO2, frekuensi, kedalaman CRT > 3 detik,
pernafasan akral hangat
GCS : 4 5 6
SPO2 : 95 %
Ritme : reguler
Kedalaman : 2
mm
RR : 20 x/mnt
Action :
Terpasang
pengaman dibed
pasien
Action
Keluarga
membatasi
Pastikan pasien terlindungi
pengunjungan
pada kedua sisi
Kendalikan/cegah kebisingan yang datang
yang tidak diinginkan HE
Keluarga pasien
mau
membisiskan
sholawat ke
HE telinga pasien
Keluarga pasien
Tawarkan dukungan spiritual mengerti dan
pada pasien dan keluarga memahami
pasien kondisi pasien
Jelaskan kepada keluarga saat ini
tentang kondisi pasien Keluarga
Edukasi pasien dan keluarga memahami cara
dengan pembatasan untuk
pengunjung untuk mencegah mengurangi
kejadian yang tidak factor risiko
diinginkan cedera yang
terjadi
Kolaborasi
Keluarga pasien
menyetujui
terhadap terapi
yang diberikan
pada pasien
Kolaborasi
Action
HE
HE Keluarga
memahami
Jelaskan pada pasien dan
keadan pasien
keluarga tentang kondisi
dan kondisi
pasien dan lingkungan saat
lingkungan
ini
Menjelaskan pada pasien pasien saat ini
Pasien dan
manfaat diit (cairan dan
keluarga
serat) terhadap eliminasi
memahami
tentang diit
pasien
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
b. S 36 0C
c. RR 20 x/mnt
d. GCS 4,5,6
e. SpO2 96%
g. Terpasang NGT
P:
- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.
- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
gerak sendi pasif.
- Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2
ml/2cc secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml
secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3
gram secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
S: pasien mengatakan perut kaku seperti papan
O: TD 120/90 mmHg
N 80 x/mnt
S 362 0C
RR 20 x/mnt
GCS 4,5,6
SpO2 94%
Terpasang NGT
8 Januari
Terpasang syrim pump
2019
Tampak enggan untuk bergerak
Terdapat luka di jempol kaki sebelah kiri.
Kekuatan otot 4 pada ekstermitas atas
sebelah kanan dan kiri, 3 pada ekstremitas
bawah kanan dan kiri
P:
- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.
- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
gerak sendi pasif.
- Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara
IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram
secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
O: TD 110/90 mmHg
N 86 x/mnt
S 36,5 0C
RR 20 x/mnt
GCS 4,5,6
SpO2 96%
P:
- Observasi
TTV, dan latihan ROM pasif atau aktif.
- Action
pertahankan pasien untuk mendapatkan
posisi tubuh yang optimal dalam latihan
18 Sep
gerak sendi pasif.
2018 - Kolaborasi:
a. Infus RL : 1500 cc/hari
b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara
IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram
secara IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
O: TD 90/56 mmHg
N 78 x/mnt
S 36 0C
RR 20 x/mnt
07-01-2019
GCS 4,5,6
Terpasang NGT
Kolaborasi:
O: TD 90/56 mmHg
N 78 x/mnt
S 36 0C
RR 20 x/mnt
Kolaborasi:
O: TD110/90 mmHg
N 86 x/mnt
S 36,5 0C
RR 20 x/mnt
09 Januari
GCS 4,5,6
2019 SpO2 96%
Kolaborasi:
O: TD 90/56 mmHg
N 78 x/mnt
S 36 0C
RR 20 x/mnt
Kolaborasi:
18 Sep
a. Infus RL : 1500 cc/hari
2018 b. Inj. Ranitidine : 2 x 1 amp 2 ml/2cc
secara IV
c. Inj. Antrain : 3 x 1 amp 2 ml secara IV
d. Inj. Pinicilin : 3 x 1,5 amp 3 gram secara
IM
e. Metronidazole : 3 x 500 gram
f. Diit susu : 6 x 200 ml
S: pasien mengatakan belum BAB selama 5 hari
O: TD 120/90 mmHg
N 80 x/mnt
S 36,2 0C
3 RR 20 x/mnt
GCS 4,5,6
Terpasang NGT
Kolaborasi:
O: TD 110/90 mmHg
N 86 x/mnt
S 36,5 0C
RR 20 x/mnt
GCS 4,5,6
09 Januari
2019 SpO2 96%
Terpasang NGT
Kolaborasi: