Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DESIRIA STEVANY AGNES SIMANULANG

NIM : 1703015096
PRODI : AGROEKOTEKNOLOGI
MATA KULIAH : ILMU GULMA
1. Efikasi Herbisida Isopropilamina Glifosat Dalam Mengendalikan Gulma Perkebunan
Karet (Hevea Brasiliensis)
Persaingan gulma terhadap tanaman karet TBM menimbulkan kerugian
dalam segi sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya matahari serta ruang
untuk tumbuh (Suparwan & Haryadi, 2014). Evizal,(2015) menyatakan bahwa
kerugian yang ditimbulkan yaitu menunda waktu matang sadap dan mengurangi jumlah
populasi tanaman karet. Ferry & Samsudin, (2014) menambahkan bahwa kerugian
lainnya yaitu menurunkan efisiensi pemupukan. Pengendalian gulma merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan dalam budidaya karet. Tjitrosoedirjo et al.,
(1984) menyatakan bahwa pengendalian gulma memerlukan biaya sebesar 50 –
70% dari seluruh biaya pemeliharaan selama tanaman belum menghasilkan (TBM)
dan selanjutnya 20 – 30% setelah tanaman menghasilkan (TM). Berbagai teknik
pengendalian dapat diterapkan untuk mengendalikan gulma salah satunya yaitu
pengendalian kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan teknik
pengendalian yang diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa
kimia yang digunakan untuk pengendalikan gulma dikenal dengan nama herbisida.
Isopropilamina glifosat merupakan salah satu bahan aktif herbisida yang dapat
digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman karet dan termasuk herbisida
pascatumbuh serta bersifat nonselektif.
Suatu merek dagang herbisida yang memiliki izin tetap dapat diproduksi,
diedarkan, dan digunakan dengan masa berlaku 5 tahun serta dapat diperpanjang
perizinannya untuk 5 tahun selanjutnya. Pengujian ulang herbisida dilakukan setiap
10 tahun sekali guna membuktikan kebenaran klaimnya mengenai mutu, efikasi
dan keamanan herbisida. Pengujian ulang herbisida dilakukan untuk memperoleh
informasi baru mengenai efektivitas bahan aktif herbisida terhadap kemungkinan
perubahan jenis gulma baru dalam selang waktu 10 tahun terakhir. Dosis rekomendasi
herbisida isopropilamina glifosat adalah 1.062 g/ha (nilai A)yang ditetapkan oleh
formulator. Lalu dosis rekomendasi (nilai A) ditambah dan diturunkan menjadi
beberapa taraf dosis yang diuji. Pengujian ini diharapkan dapat diketahui dosis
herbisida yang efektif mengendalikan gulma pertanaman karet TBM, dan pengaruhnya
terhadap tanaman karet.
https://jurnal.polinela.ac.id/index.php/JPPT/article/viewFile/1071/739

2. PENGARUH PENGENDALIAN GULMA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL


TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) PADA BERBAGAI SISTEM
OLAH TANAH
Kedelai ialah bahan makanan penting dan telah digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan tempe, tahu, tauco, kecap, tauge dan sebagai bahan campuran
makanan ternak. Penelitian yang telah di- lakukan untuk mengetahui pengaruh sistem
olah tanah dan cara pengendalian gulma pada pertumbuhan tanaman kedelai
(Glycine max L.) serta memperolah sistem olah tanah dan cara pengendalian gulma
yang tepat pada pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di area
persawahan yang berada di desa Semanding, Kecamatan Dau, Malang, Jawa Timur,
pada bulan Januari sampai dengan April 2014. Penelitian ini menggunakan metode
Rancangan Petak Terbagi (RPT)dengan 3 kali ulangan. Sebagai petak utama adalah
sistem olah tanah yaitu T0 (tanpa olah tanah), T1 (olah tanah minimum), dan T2
(olah tanah maksimum). Sebagai anak petak adalah G0 (tanpa penyiangan), G1
(penyiangan 30 dan 45hst), dan G2 (herbisida pasca tumbuh glifosat 240 g l-1 (0
hst) dan penyiangan 45hst). Parameter pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi
tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Parameter pengamatan panen meliputi
jumlah polong isi/tanaman, jumlah biji/tanaman, dan berat polong/ tanaman.
Parameter pengamatan gulma meliputi analisis vegetasi gulma dan berat kering
gulma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan olah tanah berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot polong, dan
hasil kedelai (ton ha-1). Perlakuan pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap
berat kering gulma, jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah biji. Interaksi antara
sistem olah tanah dan pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap bobot kering
gulma pada umur 45 dan 60 hst dan jumlah bunga 45 hst.Olah tanah minimum
meningkatkan tinggi tanaman sebesar 8,78% dan bobot polong sebesar 32,13%
dibandingkan tanpa olah tanah dan olah tanah maksimum. Aplikasi herbisida
glifosat 240 g l-1 (0 hst) dan penyiangan 45 hst mampu mengendalikan atau
menekan pertumbuhan gulma sebesar 77,50%. Olah tanah maksimum dan tanpa
penyiangan nyata memiliki jumlah bunga tertinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya atau mampu meningkatkan jumlah
bunga sebesar 74,23%.
https://media.neliti.com/media/publications/132755-ID-none.pdf

3. Pengendalian Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan


Padang Halaban, Sumatera Utara
Menurut Setyamidjaja (2006) secara garis besar jenis-jenis gulma yang
dijumpai pada perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi gulma
berbahaya dan gulma lunak. Gulma berbahaya adalah gulma yang memiliki daya
saing tinggi terhadap tanaman pokok seperti ilalang (Imperata cylindrica), sembung
rambat (Mikania cordata dan M. micrantha), lempuyangan (Panicum repens), teki
(Cyperus rotundus), kirinyuh (Chromolaena odorata), harendong (Melastoma
malabatrichum) dan tembelekan (Lantana camara). Gulma lunak adalah gulma yang
keberadaannya dalam budi daya tanaman kelapa sawit dapat ditoleransi dan dapat
menahan erosi tanah namun jumlahnya juga tetap harus dikendalikan. Contoh gulma
lunak diantaranya babadotan (Ageratum conyzoides), rumput kipahit (Paspalum
conjugatum), dan pakis (Nephrolephis biserrata).
http://journal.ipb.ac.id/index.php/bulagron/article/viewFile/15005/11041

4. Pengendalian Gulma pada Kedelai


Tanaman kedelai di wilayah tropika seperti Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan pertumbuhan gulma yang bertindak sebagai kompetitor tanaman. Dampak
negatif gulma yang tidak dikendalikan pada kedelai sama besarnya dengan serangan
OPT. Pengendalian gulma merupakan suatu usaha untuk menekan populasi gulma
sampai jumlah tertentu sehingga tidak menimbulkan kerugian pada tanaman yang
dibudi dayakan. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma biasanya disebabkan oleh
sifat gulma yang mempunyai daya saing tinggi terhadap lingkungan tumbuh yang
digunakan secara bersamaan. Menurut Moenandir (1993) persaingan terjadi bila unsur-
unsur yang tersedia diperebutkan dalam jumlah terbatas atau persediaan dibawah
kebutuhan masing-masing. Gulma yang dibiarkan tumbuh selama pertumbuhan
tanaman kedelai dapat menurunkan hasil 12-80% (Stooler and Wooly 1985). Dormansi
gulma di suatu daerah sebagian besar disebabkan oleh kapasitas reproduksi yang
tinggi dan mekanisme adaptasi yang efisien. Lamanya dormansi berbeda tergantung
dari jenis gulma yaitu berkisar antara 1 minggu – 15 tahun.
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wpcontent/uploads/2016/03/dele_12.budhi_.pdf

5. TEKNIK PENGENDALIAN GULMA PADA PERTUMBUHAN MERANTI


MERAH (SHOREA JOHORENSIS) DI KHDTK LABANAN, BERAU,
KALIMANTAN TIMUR
Permasalahan yang sering muncul dalam kegiatan penanaman meranti
tersebut adalah adanya gangguan gulma yang akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman pokok. Gulma selain dapat mengganggu dalam kompetisi dalam hal air,
zat hara, sinar matahari dengan tanaman pokok juga dapat berfungsi sebagai inang
hama dan penyakit (Dawson dan Holstun,(1971) dalam Wibowo, 2006). Berbagai
cara telah dilakukan untuk memelihara hutan tanaman seperti penyiangan(weeding)
di sekitar tanaman, penggemburan tanah, pemotongan tumbuhan pengganggu atau
pesaing, pemberian herbisida dan pemberian mulsa (Effendi, 2007).
http://ejournal.fordamof.org/ejournallitbang/index.php/JPED/article/viewFile/2271/18
23

Anda mungkin juga menyukai