Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella thypii dan
bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam Thypoid
merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak
merupakan yang paling rentan terkena Demam Thypoid, walaupun gejala yang dialami anak
lebih ringan dari dewasa, dihampir semua daerah endemik insiden Demam Thypiod banyak
terjadi pada usia 5-44 tahun (Hadinegoro, 2011).

Menurut Badan kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan jumlah kasus Demam Thypoid
di seluruh dunia mencapai 21 juta dengan 222 ribu kematian pada tahun 2014. Di Indonesia
diperkirakan insiden demam typhoid berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden adalah 1,60% dan mempunyai prevalensi di atas prevalensi nasional (Riskesdas,
2007)

Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam typhoid bila terdapat demam terus menerus
lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demamdan diperkuat dengan kesan
anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Latif Bahtiar, 2008).
Istirahat atau tirah baring adalah bertujuan untuk mencegahkomplikasi. Tirah baring
dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti makan, minum, mandi, buang air kecil
dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Pasien demam
tifoidperlu dirawat untuk isolasi,observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus
atau perforasi usus. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
Berdasakan anamnesa pasien dan keluarga dengan Demam Thypoid yang di rawat di
puskesmas Salaman I, rata-rata belum mengetahui tentang pentingnya tirah baring atau
istirahat untuk kesembuhan pasien.
2

Data 10 besar penyakit pasien rawat inap Puskesmas Salaman 1 Tahun 2016 angka
kejadian thypoid sebanyak 26.33 % (tertinggi pertama). Dengan Masih tingginya jumlah
kasus penderita Demam tiphoid di Puskesmas Salaman I, maka penulis tertarik untuk
membuat makalah dengan judul “Gambaran Pengetahuan Tentang Efektifitas Tirah Baring
Terhadap Penurunan Suhu Pada Penderita Demam Thypoid Di Puskesmas Salaman I Tahun
2017”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi Demam Thypoid ?
b. Apakah penyebab Demam Thypoid ?
c. Bagaimana Patofisiologi Demam Thypoid ?
d. Menjelaskan gejala Demam Thypoid?
e. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang yang diperlukan untuk Demam Thypoid ?
f. Bagaimana Therapi demam Thypoid ?
g. Apakomplikasi demam Thypoid ?
h. Bagaimana cara Perawatan demam Thypoid?
i. Gambaran Kasus demam Thypoid di Puskesmas Salaman I

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi Demam Thypoid
b. Untuk mengetahui penyebab Demam Thypoid
c. Untuk mengetahui Patofisiologi Demam Thypoid .
d. Untuk mengetahui gejala Demam Thypoid
e. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang yang diperlukan untuk Demam Thypoid.
f. Untuk mengetahui Therapi demam Thypoid.
g. Untuk mengetahui komplikasi demam Thypoid.
h. Untuk mengetahui cara Perawatan demam Thypoid
i. Untuk mengetahui gambaran kasus Thypoid yang ada di Puskesmas Salaman I
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi oleh bakteri salmonella thypii dan bersifat
endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).

Demam Thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena Demam Thypoid, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa, dihampir semua daerah endemik insiden
Demam Thypiod banyak terjadi pada usia 5-44 tahun (Hadinegoro, 2011).

2.2 Penyebab Demam Thypoid


Menurut widagdo (2011) penyebab dari demam Thypoid adalah Salmonella Thypii,
termasuk dalam Genus Salmonella yang tergolong dalam family enterobacteriaceae.
Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul,
gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/ minggu pada suhu
kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada
suhu 54.4º C dalam 1 jam, atau 60º C dalam 15 menit. Salmonela mempunyai antigen O
(stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan
anti gen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S.
Dublin dan S. Hirschfeldii terdapat anti gen Vi yaitu poli sakarida kapsul.
Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demam typhoid adalah jenis salmonella
thyposha, kuman ini memiliki ciri- ciri sebagai berikut, hasil gram negatif yang bergerarak
dengan bulu getar dan tidak berspora, yang terdiri atas zat kompleks (lipopolisakarida),
antigen H (flagella), dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriun pasien,
biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

2.3 Patofisiologi Demam Thypoid


Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses
dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites
dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering
dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat
dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan
kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003).
4

PATHWAYS

Salmonella typhosa

Saluranpencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus

Tukak Hepato megali Spleno megali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi& Rita Y, 2001)

2.4 Gejala Demam Thypoid


Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan
dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi
secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
5

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan
kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput
kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono,
dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran
‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik.
(Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
6

3. Pemeriksaan Uji Widal


Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella
typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita
membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri


 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid.

2.6 Therapi Demam Thypoid


1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan
secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kotrimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Ciprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik.
Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau
perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan 2 macam organisme

dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi (Widiastuti S, 2001).


7

2.7 Komplikasi Demam Thypoid


Menurut sodikin 2011 komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal
tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka akan
berakibat fatal. Gangguan pada usus halus dapat berupa: Perdarahan usus, perforasi yang
tidak disertai peritonitis, dan komplikasi diluar usus yaitu meningitis, kolesistisis,
enselofaty dan lain-lain. Komplikasi diluar usus ini, karena infeksi sekunder yaitu
bronkopneumonia.

2.8 Asuhan keperawatan Demam thypoid

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam
hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan
kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan,
dan peningkatan suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
 Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
 Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
 Beri minum yang cukup
 Berikan kompres air biasa
 Lakukan tepid sponge (seka)
 Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
 Pemberian obat antipireksia dan cairan parenteral (IV) yang adekuat
8

2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan


a. Menilai status nutrisi anak
b. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi
d. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik
porsi kecil tetapi sering
e. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala
yang sama
f. Mempertahankan kebersihan mulut anak
g. Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit
h. Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian
makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
a. Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis,
ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir
pecah-pecah
c. Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan
skala yang sama
d. Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
e. Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water
Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
f. Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)
9

2.9. Gambaran Kasus Thypoid Rawat Inap Tahun 2017

Tabel 1.1
Frekuensi Pasien Thypoid Dari 10 Desa
Di Puskesmas Salaman I Magelang Tahun 2017

No Desa Jenis Kelamin Fre Pro


kue
Laki-laki Perempuan Sen
nsi
0-18 tahun >18 Tahun 0-18 tahun >18 Tahun Tase
N=
%
41

1. Salaman - 1 1 4 6 14,6

2. Kalisalak - - 1 3 4 9,8

3. Menoreh - 5 - 1 6 14,6

4. kalirejo - 1 2 2 5 12,2

5. Paripurno - 2 1 1 4 9,8

6. Ngargoretno - 1 - 1 2 4,9

7. Ngadirejo 1 4 - - 5 12,2

8. Sidomulyo - - - 2 2 4,9

9. Kebonrejo - 2 - 5 7 17,1

10. Banjarharjo - - - - - -

Jumlah Total 1 16 5 19 41 100

Berdasarkan Tabel 1.1 Jumlah kasus pasien Thypoid di puskesmas Salaman I tahun
2017 adalah sebanyak 41 kasus. Dengan jumlah pasien terbanyak ada di Desa
kebonrejo yaitu sebanyak 17,1%.
10

Tabel 1.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pasien Thypoid
Di Puskesmas Salaman I Magelang Tahun 2017

Frekuensi Prosentase
No Variabel
n = 41 (%)
1 Umur
< 18 Tahun 6 14,6
>18 Tahun 35 85,4
2 Jenis Kelamin
Laki-Laki 17 41,5
Perempuan 24 58,5
3 Pengetahuan tentang Efektifitas
istirahat untuk penurunan suhu tubuh
pada Thypoid
Tahu 5 12,2
TidakTahu 36 37,8

Berdasarkan tabel1.2 dapat diketahui bahwa umur responden kurang dari 18 tahun
(anak-anak) adalah 6 responden (14,6%) dan pada kategori umur lebih dari 18 Tahun
(dewasa) sebanyak 35 responden (85,4%), sedangkan pada kategori jenis Kelamin
Laki-laki sebanyak 17 responden (41,5%) dan pada kategori jenis kelamin perempuan
sebanyak 24 responden (58,5%) .
Pengetahuan tentang efektifitas istirahat untuk penurunan suhu tubuh yang tahu
sebanyak 5 responden (12,2%) dan pada kategori tidak tahu sebanyak 36 responden
(37,8%) .
Hasil penelitian siti nasrah, dkk dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kesembuhan PasienPenderita Demam Typhoid Di Ruang
Perawatan Interna Rsud Kota Makassar dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
istirahat/tirah baring, penanganan suhu dan penanganan diet dengan kesembuhan
penderita demam typoid di RSUD Kota Makasar.
Istirahat atau tirah baring adalah bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti makan, minum, mandi,
buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Pasien demam tifoid perlu dirawat untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari.
11

2.10 Upaya Yang harus Dilakukan

1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
(Suriadi & Rita Y, 2001)
Rata-rata hari perawatan pasien demam Thypoid yang dirawat di puskesmas
Salaman I adalah lima hari, oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan kesehatan
kepada pasien dan keluarga untuk tetap istirahat atau tirah baring selama kurang lebih
14 hari atau 7 hari setelah bebas demam, pentingnya minum obat secara teratur, selalu
menjaga kebersihan atau melakukan PHBS, untuk mempercepat kesembuhan dan
mencegah kekambuhan.
12

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit Demam Thypoid merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang


sejatinya termasuk dalam penyakit yang bisa dicegah dan dikelola sedini mungkin.

Demam Thypoid juga merupakan penyakit yang dapat menimbukan kematian bila tidak
ditangani dengan tepat. Hal kecil yang seharusnya bisa dilakukan yaitu Tirah baring atau
istirahat total sangat penting dalam proses perawatan penderita Demam Thypoid untuk
kesembuhan pasien kadang masih belum diketahui oleh pasien maupun keluarga, disamping
ketraturan minum obat dan cara perawatan yang lain.

SARAN

Demikian yang dapat saya tulis mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Pada akhirnya saya berharap tujuan dari penulisan makalah ini tercapai, dimana
pemahaman tentang penyakit Demam Thypoid dapat bermanfaat bagi pembaca juga
masyarakat awam.
Pendidikan kesehatan bagi masyarakat awam sangat penting, sehingga mereka dapat
memahami tentang kesehatan dan pengertian sehat sakit itu sendiri agar mereka bisa
menjaga dan menghargai kesehatannya
Semoga makalah ini berguna bagi saya dan khususnya juga untuk para pembaca dan
masyarakat awam, sebagai pengetahuan terhadap penyakit Demam Thypoid.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.


Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes
Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
12. http://www.who.int/immzation/diseases/thypoid/en/
13. https://www.k4health.org

Anda mungkin juga menyukai