A. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir : 13 September 1974
Alamat : Buton Tengah
No. Rekam Medis : 142220
Tanggal Masuk : 17/7/ 2016
B. ANAMNESIS
ANAMNESIS : Heteroanamnesis
KELUHAN UTAMA : Kuning pada mata
ANAMNESIS TERPIMPIN
Kuning dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kuning pada mata dialami
tiba-tiba. Kuning hanya pada mata. Riwayat kuning sebelumnya tidak ada. Pusing dirasakan
saat pasien beraktifitas sehari- hari. Mual dirasakan sejak masuk rumah sakit. Pasien
terkadang muntah yang berisikan sisa makanan, nyeri ulu hati tidak ada. Rasa tidak enak
diperut dirasakan sejak perut membesar sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan dirasakan
menurun sejak 1 bulan terakhir, dan penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir sebanyak
± 10 kg. Demam tidak ada, riwayat demam tidak ada. Pasien merasa lemas dan cepat lelah
saat beraktifitas seperti berjalan sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat buang air kecil berwarna
teh pekat saat dirawat di rumah sakit daerah di Buton. Buang air besar lancar, konsistensi
terkadang encer. Riwayat berak darah hitam ada 2 minggu setelah dirawat di rumah sakit.
Riwayat konsumsi obat-obatan tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat dirawat di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS 1 bulan yang lalu dengan keluhan
muntah darah 1 bulan yang lalu.
- Riwayat pemeriksaan HbsAg (+) saat pemeriksaan kesehatan rutin pada tahun 2005
namun tidak pernah berobat.
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes mellitus (-)
- Riwayat penyakit paru (-)
1
Riwayat pribadi :
- Riwayat merokok (+) 1 bungkus perhari
- Riwayat minum alcohol (+) saat muda ± 1 gelas per minggu.
C. PEMERIKSAAN FISIS
- Status Pasien : Sakit berat/gizi cukup/incomposmentis
- Tanda vital
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 84 x /menit, reguler, kuat angkat.
• Pernapasan : 18x/menit
• Suhu : 36,6oc (axilla)
Kepala
Ekspresi : normal
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : Tidak ada
Rambut : Hitam, lurus, alopesia
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : Dalam batas normal
Tekanan bola mata : Dalam batas normal
Kelopak mata : Edema palpebral (-)
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterus (+/+)
Kornea : Jernih
Pupil :Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
2
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : Pucat (+), Kering (-)
Gigi geligi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan gusi (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cm H2O
Pembuluh darah : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Thoraks
-Inspeksi
Bentuk : Normochest, simetris kiri dan kanan, spider
nevi (-)
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Buah dada : Ginekomasti (-)
Sela iga : Dalam batas normal
Lain-lain : (-)
Paru
Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
Perkusi :Batas paru hepar ICS VI kanan
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler
Ronchi -/-, Wheezing -/-
Jantung
3
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan di linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS V, batas
jantung atas ICS II)
Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)
Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, ascites (+) Shifting Dullness (+).
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Spincter ani mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, HS: feses (+) hitam, lendir (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat
Edema Tungkai : -/-
Eritema Palmaris : (+) pada kedua tangan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hasil Laboratorium
Hematologi ( 2 Agustus 2016)
4
Limfosit 13 % 26 – 50
Monosit 5,6 % 2 - 10
150,000 –
Trombosit 80 10^3/µl 450,000
Fungsi Hati
5
PT 22,1 Detik 10,8 – 14,4
INR 2,16
APTT 25,8 detik 26,4 - 37,4
Hasil baca CT-Scan Abdomen tanpa kontras
E. RESUME
Seorang Laki-laki berumur 41 tahun MRS dengan keluah sclera ikterus yang dialami 2
hari SMRS secara tiba-tiba. Riwayat Ikterus sebelumnya tidak ada. Pusing dirasakan saat
pasien beraktifitas sehari- hari. Nausea sejak masuk rumah sakit. Pasien vomiting yang
berisikan sisa makanan. Rasa tidak enak diperut dirasakan sejak perut membesar sebelum
masuk rumah sakit. Nafsu makan dirasakan menurun sejak 1 bulan terakhir, dan penurunan
berat badan dalam 3 bulan terakhir sebanyak ± 10 kg.. Pasien merasa lemas dan cepat lelah
saat beraktifitas seperti berjalan sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat buang air kecil berwarna
teh pekat saat dirawat di rumah sakit daerah di Buton. Buang air besar lancar, konsistensi
terkadang encer. Riwayat melena ada. Riwayat hematemesis 1 bulan yang lalu, Riwayat
pemeriksaan HbsAg (+) tidak berobat. Pasien merokok dan seorang peminum alkohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Sakit berat/gizi cukup/incomposmentis. Tanda
vital dalam batas normal. Pemeriksaan kepala didapatkan anemia +/+ dan ikterus +/+ dan
bibir pucat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan ascites shifting dullness (+). Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan erythema palmaris +/+. Pada pemeriksaan RT
6
didapatkan Spincter ani mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, HS: feses (+) hitam, lendir
(-).
F. DIAGNOSIS KERJA
- Sirosis hepatis dekompensata
- HBV Kronik
- Ensefalopati Hepatikum Gr. 1
- Ascites Gr. II
- Koagulopati Hepatikum
- Hipokalemia
- Anemia Post Variceal Bleeding
G. PENATALAKSANAAN AWAL
TERAPI
- Diet Hepar II
- Diet rendah garam
- Amminofusin hepar 1 botol/hari
- Ricovir 300 mg 1-0-0
- UDCA 250 mg 2x1
- Vit K 1 amp/ 12 jam / iv
- Cefotaxim 1 gr / 12 jam/ iv
- KSR 2x1
PLAN:
- Kotrol PT, APTT, HB
- Pemeriksaan Fibroscan
H. PROGNOSIS
- Ad functionam : Dubia ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad Bonam
- Ad vitam : Dubia ad Bonam
7
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
1 / 8/ 2016 S: P:
TD :120/70 Kontak verbal baik. Pasien masih - Diet Hepar II
N : 96 sering mengantuk. BAB 2x encer - Diet rendah garam
8
A:
- Post Melena ec Variceal
Bleeding
- SHD CTP B ec HBV
- Ensefalopati Hepatikum
- HBV Kronik
- Koagulopati Hepatikum
- Ascites gr. II
- Hipokalemia
- Anemia ec GI Bleeding
2 / 8 2016 S: P:
TD: 120/70 Perut membesar. Nafsu makan - Diet Hepar II
N :80 membaik. Nyeri di punggung (+). - Diet rendah garam
9
Bb : 55 kg - UDCA 250 mg 2x1
3/8/2016 S: P:
TD :110/80 Perut membesar (sudah hari ke – 5), - Diet Hepar II
N : 118 nafsu makan pasien membaik, nyeri - Diet rendah garam
P : 18 di punggung, BAB hitam (-) - Aminofusin hepar 1
S : 36,5 botol/hari
O : SS/GK/CM
- Spironolacton 100 mg
TD : 110/80 mmHg
2-0-0 (5)
N : 118x/menit
- Furosemide 40 mg 2-
P : 18x/menit 0-0 (5)
S : 36,5 ⁰C - Ricovir 300 mg 1-0-0
An (+), Ik (+) - Hepatosol lola 3x100
10
DVS R+2 cmH2O - Vit K 1 amp/12
Lab :
WBC : 3,9 x 103/ul
HB : 8,7 mg/dL
PLT : 80 x 103/ul
PT :22,1 INR : 25,8 APTT :
2,16
Na : 137, 8
K : 3,27
Cl : 112,2
A:
- Post Melena ec Variceal
Bleeding
- SHD CTP B ec HBV
- Ensefalopati Hepatikum
- HBV Kronik
- Koagulopati Hepatikum
- Ascites gr. II
- Hipokalemia
- Anemia ec GI Bleeding
11
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelnajutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.
12
Hepatitis Virus (Hep B, Hep C, Hep D, Sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi 𝛼 1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sclerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
13
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul
septa jarinagn ikat seperti jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena
sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelililngi massa kecil sel hati yang masih ada
yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan
sel hati yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati
mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya
sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolism asetaldehid etanol meningkatkan
konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (missal daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil ;
3). Formasi acetal-dehyde-protein adducts ; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur
alternatif dari metabolisme etanol.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Patogenesis sirosis
hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell).
Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan
matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan
proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (
misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik). maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen, jika proses berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang
normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain
frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan disini.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan parenkim hati dan hipertensi porta. Tekanan sistem portal lebih dari 10 mmHg
(Normal 5-10 mmHg). Manifestasi dari gejala dan tanda tanda klinis ini pada penderita
sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi
intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik
resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal
dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa
14
myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra
hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan
A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida).
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari
keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.
Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vascular sistemik.
15
Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik.
- Jari gadalebih sering ditemukan pada sirosis bilier
- Kontraktur Dupuytern akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-
jari berkaitan dengan alkoholisme tapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetesmellitus, distorsi refleks simpatetik,
dan perokok yang juga mengkonsumsi alcohol.
- Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstedion.
- Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol pada sirosis
alkoholik dan hemokromatosis.
- Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar,normal, atau mengecil. Bilamana
hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
- Splenomegalisering ditemukanpada sirosis nonalkoholik, pembesaran ini karena kongesti
pulpa merah lien karena hipertensi porta.
- Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbunemia. Caput medusa juga sebagai akibat dari hipertensi porta.
- Fetor hepatikum,bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
- Ikterus,pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap seperti air teh.
- Asterixis-bilateraltetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai:
- Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
- Batu hepar vesika velea akibat hemolysis
- Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
V. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi,
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri
atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG.
16
Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampat dengan adanya komplikasi.
Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan labolatorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase,alkali fosfatase,gamma glutamil
transpeptidase,bilirubin,albumin,dan waktu protombin.
- Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan
dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan
adanya sirosis.
- Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer.
- Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi
yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik.
- Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat
pada sirosis hati yang lanjut.
- Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami
penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin
akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri
dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi
imunoglobulin.
- Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor
pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati.
- Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana
hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
- Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan
ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
17
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
- Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis
hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering
dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang
non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya
yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen,
dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada
tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan
permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu,
melalui pemeriksaan USG juga bisa di lihat ada tidaknya ascites, splenomegali,
thrombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati pada
sirosis.
- Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena
biayanya relatif mahal.
- Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain
mahal biayanya.
VI. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan
dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1. Ensepalopati Hepatikum
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-
unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh.Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek
beracun pada otak.Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.Tidur waktu siang hari
18
daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-
gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan.Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri akibat disfungsia hati
yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah
mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri
dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4
dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik
diduga oleh karena adanya gangguan metabolism energi pada otak dan peningkatan
permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas sawar darah otak ini akan
memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam
lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan
betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang
biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini
memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian
dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari
usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Sebagai suatu
akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-
vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan
mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih
besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-
varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.Untuk sebab-sebab yang
belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahanyang secara aktif dari
varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
19
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS
disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh
karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia
coli, streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif
lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel
polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika
ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari
1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5
5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Sindrom ini
merupakan kejadian yang jarang terjadi.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.Kalori diberikan
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya : alkohol
dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya
Sedangkan pengobatan pada sirosis dekompensata
a. Asites
1. Tirah baring.
2. Diet rendah garam
20
3. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obat diuretik. Pemberian diuretik
Spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki, 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki.Bilamana pemberian Spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemide bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari.Kombinasi diuretik
spironolakton dan furosemide dapat menurunkan dan menghilangkan edema dan asites
pada sebagian besar pasien.
4. Parasentesis abdomen dilakukan bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites
refrakter).Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Asites yang sedemikian besar
sehingga menimbulkan keluhan nyeri akibat distensi abdomen dan atau kesulitan bernafas
karena keterbatasan diafragma. Parasentesis (Large Volume Paracentesis = LVP)dapat
dilakukan hingga 4-6 liter. Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah TIPS
(Transjugular Intravenous Portosystemic Shunting) atau transplantasi hati.
b. Ensefalopati Hepatik
Pada pasien Ensefalopati Hepatik dimulai dengan diit rendah protein (dikurangi sampai
0,5 gr/kg BB/hari) dan laktulosa.Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia,
sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga kali sehari. Neomisin atau metronidazol bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia.
c. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol).
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
d. Peritonitis Bakterial Spontan (SBP)
Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksisilin, atau aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
f. Transplantasi hati
Bila sirosis telah semakin berlanjut, transplantasi hati tampaknya menjadi satu-satunya
pilihan pengobatan
J. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
21
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan
sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi
portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan
albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam
menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat
pada tabel 3. Sistem klasifikasi Child- Turcotte Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan
hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun
untuk pasien dengankriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan
Child Pugh C adalah 45%.1
1 2 3
Bilirubin serum
Mmol/l < 34 34-50 >50
Mg/dl 2 2-3 >3
Albumin serum (gr/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Ascites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/Ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
(Derajat I-II) (Derajat III/IV)
PT <1.7 1.7-2.3 >2.3
Life span
Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Liver Disease (MELD) digunakan
untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
22
Ringkasan
Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan fibrosis
jaringan parenkim hati tahap akhir, yang ditandai dengan pembentukan nodul regeneratif
yang dapat mengganggu fungsi hati dan aliran darah hati. Sirosis adalah konsekuensi dari
respon penyembuhan luka yang terjadi terus-menerus dari penyakit hati kronis yang
diakibatkan oleh berbagai sebab.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini
pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung kecurigaan diagnosis sirosis hepatis terdiri
dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi progesifitas
penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta
penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai dengan
komplikasi yang terjadi.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi angka kelangsungan
hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
23
Daftar Pustaka
1. Lindseth, NG. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Price, AS. Wilson,
ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC. 472-
85; 2006.
2. In: Kumar V, Cotran S, Robbins L. Buku Ajar Patologi. Edisi ketujuh. Jakarta: EGC;
2007.
3. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.P 668-673
4. Daniel, M. Thomas. Harrison :Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam Edisi 13 Volume 2.
Jakarta : EGC : 799-808; 1999.
5. Maryani, Sri Sutadi. 2003. Sirosis Hepatitis Fakultas KedokteranBagian Ilmu Penyakit
DalamUniversitas Sumatera Utara. [serial online] 15September 2014. Available from :
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf.
6. Widjaja, Felix F. Sirosis Hepatis. Journal of Department of Internal Medicine, Faculty of
Medicine Universitas Indonesia/ Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. J Indosn Med
Assoc, Volum: 61,14September 2014. Availablefrom :
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile
7. Karina. Sirosis Hepatis. Article of Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang. 14September 2014.
Availablefrom : http://. eprints.undip.ac.id/22681/1/Karina.pdf
24