Anda di halaman 1dari 51

Kata Pengantar

Buku penuntun ini merupakan penuntun untuk kegiatan praktikum penunjang materi
Blok Pengelolaan Masalah Kesehatan. Pada buku ini disampaikan beberapa materi terkait
infeksi yang umum terjadi di masyarakat, maupun infeksi khusus dilingkungan rumah sakit
(infeksi Nosokomial). Buku ini dibuat dalam upaya memberikan petunjuk tentang urutan
langkah-langkah yang seharusnya dilakukan dalam pemeriksaan sampel-sampel yang berasl dari
lingkungan antara lain pemeriksaan bakteri kontaminan udara, pemeriksaan bakteriologi air
dan pemeriksaan bakteri pada pangan/ makanan.
Diharapkan dengan adanya penuntun praktikum ini, para mahasiswa kedokteran dapat
menguasai penanganan bakteri kontaminan lingkungan baik di lingkungan masyarakat maupun
di lingkungan rumah sakit, serta juga dapat melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai
prosedur, dan mamahami pembacaan hasil pemeriksaannya. Disadari bahwa buku penuntun
praktikum ini masih jauh dari sempurna dan lengkap, tetapi diharapkan buku penuntun ini
sudah dapat memberi bantuan seperlunya bagi para mahasiswa sebagai pelengkap dalam
kegiatan pembelajaran pada cabang ilmu kesehatan masyarakat.

Doc.Inos@Lia YBA
I. INFEKSI NOSOKOMIAL

1.1. Infeksi Nosokomial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya


Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita –
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial (Hospital acquired
infection) terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan
rumah sakit dan perangkatnya. Perkembangan infeksi sekarang ini juga dapat terjadi di fasilitas
kesehatan selain rumah sakit, seperti klinik perawatan / home-care, sehingga istilah
berkembang dan dikenal sebagai Healthcare - associated Infections (HAIs).
Akibat yang ditimbulkan karena adanya infeksi nosokomial cukup luas, baik untuk
penderita maupun untuk rumah sakit. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pencegahan dan
pengendalian yang sistematis, terencana, dan terkoordinasi yang berkesinambungan.
Untuk keseragaman pemahaman, perlu adanya definisi atau batasan infeksi nosokomial.
Dalam hal ini menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1. Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit/klinik perawatan;
2. Adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam proses perawatan
di rumah sakit/ klinik perawatan .
3. Petugas dan orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit/klinik perawatan dan
tidak atau sedang dalam masa inkubasi suatu penyakit infeksi.
Setiap penyakit memiliki masa inkubasi yang berbeda – beda, sehingga perlu adanya
penjabaran lebih rinci mengenai munculnya manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat muncul
saat penderita masih dalam proses perawatan atau manifestasi klinis muncul setelah penderita
pulang/keluar dari rumah sakit. Adakalanya penularan/infeksi telah terjadi, namun tanpa
adanya manifestasi klinis (asimtomatik), dan dalam hal ini perlu diikuti dengan penilaian
laboratorium.
Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri – ciri:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda – tanda klinik
dari infeksi tersebut;
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari
infeksi tersebut;
3. Tanda – tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang – kurangya setelah 3 x 24 jam sejak
mulai perawatan;
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya;
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda – tanda infeksi, dan terbukti infeksi
tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu,
serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Dari batasan infeksi nosokomial tersebut di atas, ada catatan khusus yang perlu diketahui:
a. Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit dan kemudian menderita
keracunan makanan dengan penyebab bukan produk bakteri, tidak termasuk infeksi
nosokomial,
b. Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul tanda – tanda
infeksi, dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat
dibuktikan berasal dari rumah sakit;
c. infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga/pengunjung, tidak
termasuk infeksi nosokomial.
Mikroba patogen yang menimbulkan infeksi nosokomial akan masuk ke pejamu melalui
port d’entrée, dan setelah melewati masa inkubasi akan timbul reaksi sistemik pada penderita
(selaku pejamu) berupa manifestasi klinis maupun manifestasi laboratorik.
Berbagai faktor luar (extrinsic factors) sebagai sumber penularan di rumah sakit yang
dapat yang berpengaruh dalam insidensi infeksi nosokomial adalah:
1. Petugas pelayanan medis: dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya.
2. Peralatan dan material medis : jarum, kateter, instrument, respirator, kain/doek, kassa, dan
lain – lain.
3. Lingkungan. Berupa lingkungan internal seperti ruangan/bangsal perawatan, kamar bersalin,
dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat
pembuangan sampah/pengolahan limbah.
4. Makanan/minuman. Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita
5. Penderita lain. Keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan
dapat merupakan sumber penularan.
6. Pengunjung atau keluarga. Keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan.

Doc.Inos@Lia YBA
Faktor – faktor lain yang juga berperan memberi peluang timbulnya infeksi Nosokomial,
adalah:
a. Faktor – faktor yang ada dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin,
perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.
b. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan
merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan
(reservoir) dengan penderita.

Faktor Extrinsik:

1. Petugas: dokter, perawat, dll


2. Penderita lain
3. Bangsal/lingkungan
4. Peralatan, material medis
5. Pengunjung/keluarga
6. Makanan dan minuman

Faktor keperawatan: PENDERITA:

1. Lamanya hari
perawatan Penyakit dasar
2. Menurunnya
standar INFEKSI
Faktor Intrinsik: NOSOKOMIAL
perawatan 1. Umur, jenis kelamin
3. padatnya 2. Kondisi umum
penderita 3. Risiko terapi
4. Adanya penyakit lain

Faktor mikroba patogen:

1. Kemampuan invasi/merusak
jaringan
2. Lamanya pemaparan

Gambar 1.1. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial.

1.2. Mikroba Patogen Penyebab Infeksi Nosokomial


Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu pejamu yang
rentan, melalui dan menyelesaikan tahap – tahap sebagai berikut.
a. Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita)
melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission) sebagai berikut:
1. Penularan tidak langsung, anatara lain :
a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda – benda
mati (fomite) seperti peralatan medis (instrument) bahan – bahan/material medis,
atau peralatan makan/minum untuk penderita, juga pada berbagai tindakan invasif
seperti pemasangan kateter, vena punctie, tindakan pembedahan (bedah minor,
pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dan
lain – lain.
b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara
vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan
gangrene adalah kasus – kasus yang rentan dihinggapi lalat.
c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan
minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya

Doc.Inos@Lia YBA
sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun
berat.
d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi
melalui air kecil sekali., meningat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui
uji baku mutu.
e) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi
karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan
pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita
yang cukup banyak.

b. Tahap II
Adanya invasi mikroba ke jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses
masuk untuk masing – masing penyakit (port d’entrée) seperti adanya kerusakan/lesi kulit
atau mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lain – lain.
1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Misalnya pada waktu
melakukan insisi bedah atau jarum suntik, yang dapat terpapar oleh virus Hepatitis B
(VHB).
2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena
tindakan invasif, seperti:
a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;
b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curettage);
c) pertolongan persalinan per vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen
medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis.
3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung melalui saluran
napas. Partikel infeksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol.
Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila
terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa
seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara
dalam ruangan terkontaminasi.
Lama kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan
meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus influenza dan M.tuberculosis.
4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada
saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contoh:
Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.

c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari
jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang biak disertai
dengan tindakan dekstruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dari
pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan
gangguan fisiologis/fungsi jaringan.
Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat – sifat spesifik
mikroba pathogen:
a. Infeksivitas
Kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan
serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang
cocok untuk melakukan multiplikasi.
b. Virulensi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap
jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan atau
cepat-lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba patogen.
c. Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan
merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya
antibodi. Terbentuknya antibod ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi
selanjutnya.
d. Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis mikroba
patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.
e. Patogenitas
Sifat – sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan sifat
antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan sifat yang disebut
patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai ‘derajat

Doc.Inos@Lia YBA
keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh
pejamu.

Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus
berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin meluas. Demikian
seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen keluar dari tubuh pejamu
(penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses metabolisme
tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu yang sakit.

Tabel 1. Contoh Jenis spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita dengan
Dugaan Infeksi Nosokomial pada Tahun 2000

Spesimen Jumlah Persentase


Darah 126 34,15
Pus 44 11,93
Urine 50 13,55
Lain – lain 149 40,38
Jumlah: 369 100,0

Sumber: Konsensus FKUI tentang Peta Bakteri dan Pilihan Antimikroba 2002.

Tabel 2. Contoh Distribusi Kuman Menurut Spesimen dari Penderita dengan Dugaan
Infeksi Nosokomial pada Tahun 2000.
Jenis Kuman Darah Pus Urine Lain - lain Jumlah
Acinetobacter calcoaceticus 1 0 0 2 3
Escherichia coli 21 13 17 7 58
Enterobacter aerogenes 21 10 14 29 74
Klebsiella sp. 1 1 2 7 11
Proteus mirabilis 1 2 3 0 6
Proteus morganii 0 1 0 0 1
Proteus vulgaris 0 1 1 1 3
Pseudomonas sp. 37 13 11 86 147
Ragi 1 0 0 1 2
Staphilococcus epidermidis 37 1 1 9 48
Staphilococcus aereus 0 2 0 6 8
Streptococcus haemolyticus 3 0 1 0 4
Streptococcus anhaemolyticus 3 0 0 1 4
Jumlah: 126 44 50 149 369
Sumber: Konsensus FKUI tentang Peta Kuman dan Pilihan Antimikroba, 2002

Sumber mikroba patogen berikutnya adalah dari hasil berbagai kegiatan rumah sakit, baik
yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelayanan medis. Semua
kegiatan pelayanan medis di rumah sakit akan menghasilkan produk samping berupa sampah
dan limbah yang dapat diindikasikan sebagai reservoir.
Sampah adalah semua barang/benda atau sisa barang/benda yang sudah tidak berguna
dan terbuang dari kegiatan sehari – hari. Sampah merupakan produk buangan yang umumnya
berbentuk benda padat, dengan komposisi bahan organik dan anorganik. Sampah yang
terkumpul dapat menumpuk dan membusuk sehingga sangat menganggu kesehatan,
lingkungan, serta mempengaruhi mutu estetika.
Limbah adalah produk akhir berupa material buangan dari sebuah proses pencucian,
dekontaminasi atau proses metabolisme tubuh, yang dapat berbentuk cairan atau setengah
padat. Sampah dan limbah rumah sakit atau unit pelayanan medis dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1. Sampah rumah sakit
Sampah rumah sakit dapat dibedakan menjadi sampah domestik dan sampah medis.
a. Sampah domestik
Sampah hasil kegiatan kerumahtanggaan (house keeping) rumah sakit seperti dari
kantor/TU, dapur, taman, gudang, rekam medis, dan sebagainya.
Contoh: kertas, plastik, kaleng, sayur/buah yang terbuang, daun, ranting, dan lain – lain.

Doc.Inos@Lia YBA
b. Sampah medis
Sampah sarana medis habis pakai dan terbuang yang telah digunakan sebagai alat bantu
dalam upaya diagnosis dan pengobatan melalui prosedur dan tindakan medis atau
perawatan pada penderita.
Contoh: verban, kassa, plester, syringe/jarum suntik, set infus/botol infus, kantong
darah, sarung tangan dan sebagainya.
Sampah medis merupakan benda/barang infeksius yang harus dikeloka dengan baik
dimulai pada saat pengumpulan, pengangkutan, sampai proses pemusnahan, sehingga
penyebaran mikroba patogen dapat dicegah. Tempat asal sampah medis adalah semua
unit pelayanan medis yang ada.

2. Limbah rumah sakit


Limbah medis merupakan produk buangan sebagai hasil proses pengobatan melalui
prosedur dan tindakan medis serta perawatan, baik langsung maupun tidak langsung, serta
produk samping dari proses metabolisme penyakit (patofisiologi). Limbah medis dapat
berbentuk padat, setengah padat, atau cair dan sangat infeksius.
Limbah medis dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Limbah domestik medis
Limbah rumah sakit yang dihasilkan oleh adanya kegiatan kerumahtanggaan (house
keeping) rumah sakit seperti:
1) kegiatan mencuci piring, gelas, sendok yang digunakan penderita;
2) kegiatan mencuci/laundry seperti linen yang telah digunakan penderita dari kamar
operasi, kamar bersalin, ruangan/bangsal menular, dan sabagainya;
3) cairan pembilas/dekontaminasi instrumen medis.

b. Limbah klinis medis


Limbah rumah sakit yang diperoleh dari penderita sebagai hasil adanya proses
patofisiologi penyakit dan berbagai tindakan medis seperti:
1) sekreta, eksreta, feses, urine, cairan hasil pungsi;
2) cairan dan sisa makanan yang dimuntahkan;
3) cairan, darah, dan sisa jaringan yang diperoleh dari kamar operasi, kamar bersalin,
bedah mayat dan laboratorium.

c. Limbah patologi medis


Limbah rumah sakit yang berwujud jaringan tubuh manusia (penderita) yang harus
dipisahkan/dipotong melalui tindakan medis seperti:
1) potongan ekstremitas tindakan amputasi;
2) jaringan reseksi usus, histerektomi;
3) jaringan kanker, jaringan nekrotomi, dan sebagainya.

Limbah medis lebih infeksius daripada sampah medis, sehingga penanganannya harus lebih
hati-hati khususnya pada limbah patologi medis yang memerlukan perlakuan khusus.

CONTOH – CONTOH KASUS INFEKSI NOSOKOMIAL


a. Infeksi luka operasi
Untuk menentukan adanya infeksi nosokomial pada luka operasi, diperlukan adanya
keterangan/catatan tentang keadaan prabedah dan keadaan selama operasi berjalan
(perioperstif).
Keadaan prabedah adalah gambaran tingkat kondisi jaringan sebelum proses pembedahan
(bersih, terkontaminasi, kotor). Sedangkan keadaan perioparatif adalah gambaran tentang
tingkat kondisi jaringan (steril, kotor) saat pembedahan serta gambaran perlakuan terhadap
jaringan selama berlangsungnya tindakan pembedahan (manipulatif, eksploratif).
Tindakan pembedahan (operasi) dalam Ilmu Bedah, berdasarkan pada tingkat
kontaminasi/risiko infeksi, dibagi menjadi empat klasifikasi secara bertingkat, yaitu:
1. Operasi bersih
Operasi pada keadaan prabedah tanpa adanya luka atau operasi yang melibatkan luka
steril dan dilakukan dengan memerhatikan prosedur aseptik dan antiseptik. Sebagai
catatan, saluran percernaan atau saluran pernapasan, ataupun saluran perkemihan
tidak dibuka.
Contoh: hernia, tumor payudara, tumor kulit, tulang.
Kemungkinan terjadinya infeksi: 2-4%.

Doc.Inos@Lia YBA
2. Operasi bersih terkontaminasi:
Operasi seperti pada keadaan di atas dengan daerah – daerah yang terlibat
pembedahann seperti saluran napas, saluran kemih, atau pemasangan drain.
Contoh: prostatektomi, apendiktomi tanpa radang berat, kolesistektomi elektif.
Kemungkinan terjadinya infeksi; 5-15%
3. Operasi terkontaminasi
Operasi yang dikerjakan dengan catatan:
- daerah dengan luka yang telah terjadi 6-10 jam dengan atau tanpa benda asing;
- tidak adan tanda – tanda namun kontaminasi jelas karena saluran napas, cerna, atau
kemih dibuka;
- tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik-antiseptik.
Contoh: operasi usus besar, operasi kulit (luka kulit akibat rudapaksa).
Kemungkinan terjadinya infeksi: 16-25%.
4. Operasi kotor. Operasi yang melibatkan:
- daerah dengan luka terbuka yang telah terjadi lebih dari 10 jam;
- luka dengan tanda – tanda klinis infeksi;
- luka perforasi organ visera.
Contoh: luka rudapaksa yang lama, perforasi usus.
Kemungkinan terjadinya infeksi: 40-70%.

Operasi terkontaminasi dan operasi kotor adalah operasi – operasi yang dikerjakan
karena tindakan darurat. Setelah tindakan pembedahan selesai, dilanjutkan dengan penilaian
(observasi dan evaluasi) terhadap luka pascabedah (luka operasi) dengan dua kemungkinan:
- tidak terjadi infeksi, yang artinya sembuh perpriman;
- terjadi infeksi, dengan tanda – tanda lokal berupa keluarnya cairan serosanguinolen,
yang kemudian diikuti dengan keluarnya eksudat (pus), disertai rasa nyeri dan edema
(infeksi luka operasi).

Infeksi luka operasi ada dua macam.


- Infeksi luka operasi superficial. Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi kulit,
subkutan, dan jaringan lain di atas fasia.
- Infeksi luka operasi profunda, Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi jaringan
di bawah fasia (termasuk organ dalam rongga).

Luka operasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya dehisensi (luka yang dijahit
terbuka kembali) dan hal ini akan menimbulkan masalah tersendiri. Infeksi luka operasi dapat
terjadi untuk semua proses pembedahan seperti bedah umum, bedah ortopedi, bedah obstetri
ginekologi, dan lain – lain. Kontaminasi luka pascabedah jarang terjadi. Kebanyakan kontaminasi
operasi terjadi saat proses pembedahan berlangsung. Dalam hal ini ada sejumlah faktor
pendukung antara lain:
1. faktor tingkat kontaminasi yang terkait dengan jenis operasi;
2. faktor waktu, makin lama proses pembedahan berlangsung, peluang terjadinya infeksi
makin besar;
3. faktor penderita, yaitu adanya faktor predisposisi yang dimiliki penderita;
4. faktor persiapan dan kesiapan pelaksanaan operasi;
5. faktor teknis operasi yang dilakukan oleh tim operasi;
6. faktor lokasi luka operasi:
- adanya suplai darah yang buruk ke daerah operasi;
- pencukuran rambut daerah operasi (cara dan waktu pencukuran);
- lokasi luka operasi yang mudah tercemar (dekat perineum);
- devitalisasi jaringan;
- benda asing.

b. Infeksi Saluran kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi Nosokomial yang sering terjadi. Dari
beberapa penelitian, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi Nosokomial
dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah insrumentasi, terutama oleh
kateterisasi. Tindakan invasif lainnya seperti sistoskopi atau tindakan operatif pada vagina,
oleh karena itu pencegahan infeksi saluran kemih (nosokomial) merupakan suatu
keharusan. Bakteri masuk ke dalam kandung kemih atau saluran kemih melalui:
a. batang kateter melalui meatus uretra eksternus;
b. lumen kateter;
c. persambungan kateter dengan pipa penyalur urine;
d. refluks urine dari kantong penampungan urine.

Doc.Inos@Lia YBA
Sebagai penyebab adalah bakteri garam negatif terutama pseudomonas sp. dan kelompok
Enterobacter dengan manifestasi klinisnya adalah nyeri suprasimfiser, nyeri pinggang,
disuria, serta urine yang keruh (piuria).
Pada penderita yang sudah terinfeksi saluran kemih pada waktu masuk rumah sakit,
maka baru dianggap infeksi Nosokomial bila ditemukan bakteri penyebab yag berbeda
dengan bakteri penyebab yang ditemukan pada waktu penderita masuk rumah sakit.
Memerhatikan besarnya kemungkinan terjadinya infeksi Nosokomial setelah tindakan
kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan adanya infeksi dengan memerhatikan
hal - hal seperti di bawah ini.
1. Pemasangan kateter dengan memerhatikan syarat dasar aseptik.
2. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya digunakan atas dasar
indikasi yang tegas.
3. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun.
4. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian kateter setiap 2-3 hari.
5. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan (identifikasi) terlebih
dahulu.
6. Berikan antibiotik sebelum kateter dicabut untuk kasus asimptomatik yang disertai
bakteri dalam urine yang menunjukkan kolonisasi.

c. Febris Puerperalis
Febris puerperalis atau demam nifas merupakan infeksi yang muncul pascapersalinan
pervaginam. Tidak semua persalinan pervaginam berjalan spontan. Diperkirakan 7-8% akan
mengalami kesulitan atau distosia (patologis) yang terjadi karena tidak proporsionalnya
perpaduan antara tenaga dorong/his dari uterus (power), janin yang harus terdorong keluar
(passenger), serta jalan lahir (passage) saat persalian berjalan.
Untuk menyelesaikan persalinan distosia ini diperlukan adanya tindakan invasif yang
sering kali membutuhkan instrumen medis. Risiko adanya tindakan invasif ini adalah
terjadinya trauma jalan lahir serta trauma pada janin. Trauma jalan lahir yang terjadi berupa
laserasi, robekan, serta perdarahan yang dapat menimbulkan infeksi. Tindakan medis
obstetri tersebut antara lain ekstraksi vakum; ekstraksi forsep, versi, dan ekstraksi; serta
embriotomi (lihat kembali Bab 16). Terjadinya infkesi karena mikroba patogen terutama
berasal dari flora normal vagina dan kulit di sekitar perineum, serta instrumen.medis dan
operator.
Beberapa penelitian menyebutkan bakteri penyebab infeksi yaitu Staphylococcus
haemolyticus, Streptococcus aureus, Escherichia coli. Proses invasi mikroba patogen ini
dibantu secara aktif oleh adanya tindakan medis obstetrik, yang dilakukan secara
manipulatif atau eksploratif dan berlangsung cukup lama, serta dalam kondisi membuka
introitus vulva lebar – lebar. Sebagai catatan bila invasi mikroba patogen benar – benar
terjadi di rumah sakit, maka penderita sebelum masuk rumah sakit belum menjalani
tindakan medis invasif obstetris diagnostik.
Infeksi yang terjadi pada jaringan yang terluka tidak terlokalisasi, sehingga menyebar ke
jaringan – jaringan di sekitarnya. Terjadilah infeksi seperti parametritis, endometritis,
adneksitis, bahkan dapat melebar lebih luas dan terjadi pelveoperitonitis.
Manifestasi klinis muncul pada hari ke-2 sampai ke-10 setelah tindakan ditandai dengan
demam tinggi paling sedikit dua hari, serta nyeri pada palpasi bimanual dan kemungkinan
keluarnya lochea berbau.
Karena besarnya risiko yang terjadi terhadap si ibu, maka perlu adanya antenatal care yang
baik.

d. Infeksi Saluran Cerna


Seorang penderita dapat digolongkan terjangkit infeksi saluran cerna apabila ditemukan
gejala – gejala:
1. adanya nyeri perut secara mendadak, kadang – kadang disertai nyeri kepala;
2. nausea dan muntah – muntah diikuti dengan diare;
3. dapat disertai/tanpa demam.
Manifestasi klinis ini dapat muncul setelah beberapa saat penderita mengkonsumsi
makanan/ minuman yang disajikan. Sebagai sindrom gastroenteritis, penyebabnya dapat
berupa virus, protozoa, bakteri, jamur, atau parasit. Namun sebagai penyebab tersering
adalah bakteri atau toksinya seperti Salmonella, Vibrio cholerae, Escherichia coli, sedangkan
toksin berrasal dari Staphylococcus aureus, Clostridium perfringgens, Clostridium botulinum.
Perjalanan sindrome ini bersifat akut (hanya dalam hitungan jam) dan hal ini dengan
mudah dan cepat dikenal sehingga perlu segera adanya tindakan penanggulangan. Ada pula

Doc.Inos@Lia YBA
yang berjalan secara lambat (sub-akut) dengan manifestasi yang muncul beberapa hari
kemudian.
Pada umumnya diagnosis infeksi saluran pencernaan sudah dapat ditegakkan dengan
memerhatikan gejala klinis, hitungan waktu saat mengkonsumsi makanan/minuman sampai
dengan munculnya gejala klinik, serta pemeriksaan mikroskopis atas feses penderita seperti
adanya darah, lender, serta konsistensi feses lembek.
Sebagai pedoman waktu untuk memperkirakan kemungkinan penyebabnya adalah
sebagai berikut:
1. bila < 1 jam, maka sebagai penyebabnya adalah bahan kimia;
2. bila antara 3-4 jam, maka kontaminasi oleh Staphylococcus aureus;
3. bila > 8 jam, maka kontaminasi oleh bakteri enterik.
Gejala dan tanda yang sudah diketahui di atas dapat diperkuat dengan pemeriksaan
lanjutan, yaitu pemeriksaan mikroskopis feses serta biakan mikroba patogen. Perhatian
lebih besar tentunya bila sindrom gastroenteritis ini meyerang neonatus atau balita. Karena
faktor kerentanannya, gejala dan tanda dari infeksi saluran cerna tampak lebih berat.
Seperti diketahui makanan atau minuman adalah media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba patogen sekaligus sebagai media perantara (food-borne) masukknya mikroba
patogen ke penderita.
Dengan demikian sindrom gastroenteritis nosokomial mudah didiagnosis. Penting untuk
dicatat adalah tidak termasuk sebagai sindrom gastroenteristis nosokomial apabila
manifestasi klinis yang muncul sebagai akibat keracunan oleh bahan kimia.

e. Hepatitis Virus akut


Hepatitis virus akut muncul terutama disebabkan oleh hepatitis virus A (HVA), hepatitis virus
B (HVB) atau hepatitis virus non-A non-B (HVNANB). Virus lain antara lain adalah
Cytomegalovirus, virus Epstein-barr.
Manifestasi klinis dari hepatitis virus dapat ikterik atau non-ikterik. Pada fase praikterik
(fase prodromal) terdapat sedikit demam, anoreksia, mual, muntah – muntah, dan nyeri
perut, berlangsung dari beberapa hari sampai dua minggu. Fase ikterik biasanya muncul
sesudah gejala demam dan gejala gastrointestinal mereda, sklera menjadi ikterik dapat
dikuti dengan urine berwarna gelap, pembesaran hati disertai rasa nyeri dan splenomegali.
Perjalanan penyakit hepatitis virus A biasanya akut, sedangkan pada hepatitits virus B
atau non-A non-B biasanya samar – samar, namun cenderung menjadi lebih berat.
Dalam perjalan nnya penyakit – penyakit virus ini disertai adanya gambaran laboratorik
yang spesiifik, baik pada pemeriksaan kimia darah untuk faal hati maupun pemeriksaan
serologisnya.
Pada pemeriksaan kimia darah faal hati akan didapatkan kenaikan kadar SGOT, SGPT,
serta bilirubin sedangkan pada pemeriksaan serologis akan memberikan gambaran positif
dari HbsAg, IgM, anti—HIV, dan IgM anti-HBc,
Demikian gambaran umum tentang penyakit hepatitis virus akut. Bagaimana
permasalahan tentang hepatitis virus kaut Nosokomial? Untuk menetapkan diagnosis
hepatitis virus akut Nosokomial, digunakan batasan klinik, laboratorium, dan waktu:
1. manifestasi klinis;
2. gambaran laboratorik yang spesifik;
3. apabila manifestasi klinis muncul 2 (dua) minggu rawat inap, yang merupakan masa
inkubasi terpendek dari salah satu hepatitis virus.
Panularan virus hepatitis kepada penderita yang sedang menjalani proses asuhan
keperawatan melalui cara – cara berikkut.
1. Cara peroral : melalui makan/minuman, untuk virus hepatitis A.
2. Cara parenteral : melalui kulit, untuk virus hepatitis B sedangkan virus hepatitis NANB
melalui suntikan, biopsi, infus/transfusi, hemodialisis, tindakan pembedahan.
Adanya batas waktu untuk hepatitis virus akut nosokomial sangat berarti, karena pada dua
minggu pertama penderita dalam asuhan keperawatan, paling tidak telah menjalani
berbagai prosedur dan tindakan medis invasif.
Bila ada manifestasi klinis dan tunjangan oleh hasil pemeriksaan laboratorik yang
spesifik yang muncul pada dua minggu pertama dalam masa asuhan keperawatan, berarti
masuknya virus hepatitis terjadi sebelum penderita masuk rumah sakit. Sebaliknya sesuai
dengan batasan waktu, maka diagnosis hepatitis virus akut Nosokomial dapat ditegakkan
apabila manifestasi klinis serta hasil pemeriksaan laboratorik yang spesifik muncul setelah
dua minggu penderita menjalani asuhan keperawatan, bahkan mungkin sampai penderita
diizinkan pulang karena penyakit dasarnya telah dinyatakan membaik/sembuh.
Dalam perjalanan penyakit selanjutnya, hepatitis virus B dan hepatitis virus NANB
prognosisnya kurang baik, dapat menjadi kronis, bahkan berkembang menjadi sirosis atau

Doc.Inos@Lia YBA
kanker hati. Oleh karena itu perlu kewaspadaan pencegahan setiap saat ada prosedur dan
tindakan medis.

f. Infeksi Saluran Napas Bawah


Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak jarang jaringan lunak pada
saluran napas ini harus bersentuhan dengan peralatan medis untuk berbagai indikasi, baik
seabagi uapaya menegakkan diagnosis, atau bagian dari terapi, maupun sebagai upaya
penunjang untuk kasus – kasus di luar kepentingan saluran napas itu sendiri. Sebagai contoh
prosedur dan tindakan medis yang harus bersentuhan dengan jaringan lunak saluran napas
adalah:
1. tindakan anestesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa orofaringeal,
atau pipa nasofaringeal;
2. tindakan laringoskopi atau bronkoskopi;
3. indakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi;
4. pemasangan ventilator.
Kasus – kasus bedah yang harus diselesaikan dengan bantuan anestesi umum, tindakan
resusitasi jantung paru, pengambalian korpus alienum pada saluran napas atas, atau untuk
berbagai kasus penyakit dengan komplikasi terjadinya gangguan ventilasi udara merupakan
contoh – contoh yang faktual.
Semua tindakan medis invasif pada contoh kasus – kasus di atas, tentunya bukan tanpa
risiko bagi penderita. Risiko yang paling besar adalah menyebarnya mikroba patogen ke
organ yang terdekat, yaitu paru yang dapat menimbulkan peradangan parenkim paru.
Pada ronga mulut dan orofaring (saluran napas atas), dapat ditemukan adanya mikroba
sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada daerah ini, terdapat
sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai pengendali mikroba patogen. Selanjutnya
untuk trakea, bronkus, dan paru merupakan organ – organ yang terjaga sterilisasinya karena
adanya mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel polimorfonukleus dan
makrofag, serta adanya lisozim dan IgA.
Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat yang tergambar
seperti di atas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada mukosa saluran pernapasan.
Terjadilah edema dan laserasi jaringan setempat yang disertai infeksi oportunistik sehingga
terjadi peristiwa peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga paru
dapat mengalami pneumonia bakterial. Tercatat sebagai penyebab pneumonia bakterial
antara lain Pseudomonas aeroginusa, bakteri Coliform, Streptococcus, beta-hemolyticus,
Klebsiella pneumonia, Neisseria, catarrhalis, dan Staphylococcus aureus.
Masa inkubasi pneumonia bakteri ini sangat singkat, yaitu satu hingga tiga hari
kemudian akan muncul manifestasi klinis pasca-tindakan intrumentasi dalam bentuk demam
tinggi disertai batuk – batuk purulen. Selanjutnya penderita tampak sesak napas, gelisah,
dan sianosis. Diagnosis pneumonia bakterial ini lebih dipertegas lagi dengan pemeriksaan
laboratorik dan Rontgen.

g. Bakteremia dan Septikemia


Bakteremia dan septikemia adalah sitemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau
produknya dari suatu fokus infeksi ke dalam peredaran darah. Septikemia merupakan
keadaan gawat, oleh karena itu harus ditangani secara cepat dan tepat untuk menghindari
terjadinya akibat yang fatal. Bila terlambat, ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok
(syok septik), dengan angka kematian yang tinggi (50-90%).
Sebagai pemicu timbulnya bakteremia dan septikemia karena adanya tindakan medis
invasif misalnya pemasangan kateter intravaskular untuk berbagai keperluan seperti
pemberian obat, nutrisi parenteral, hemodialisis, dan sebagainya. Pada contoh – contoh
tindakan medis invasif tersebut, 5%-nya akan mengarah ke bakteremia dan septikemia.
Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu demam yang tinggi, serta
nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal
24 jam dengan/tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak latergi, tidak
mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena terpasang, kulit tampak
merah, edema disertai nyeri, dan kadang - kadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:
a. pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus diulang misalnya karena
vena yang kecil dan dalam.
b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan untuk beberapa hari
Kedua hal di atas memperbesar peluang masuknya mikroba patogen ke darah secara
langsung.

Doc.Inos@Lia YBA
II. Mikrobiologi Lingkungan

Diantara semua organisme hidup yang terdapat dalam suatu ekosistem biosfer planet
bumi, maka mikroorganisme merupakan organisme hidup yang jumlahnya paling banyak dan
memiliki kemampuan paling tinggi untuk menyebabkan terjadinya perubahan, baik yang
berperan positif maupun yang berdampak negatf karena menimbulkan suatu infeksi/ penyakit
pada manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Mikroorganisme dalam lingkungannya jarang terdapat sebagai biakan murni. Berbagai
specimen pada air, udara, lingkungan lainnya banyak mengandung bermacam-macam jenis
mikoorganisme seperti, jamur, ragi, bakteri, protozoa dan juga virus. Untuk itu konsep kultur
murni diperlukan untuk penelaahan mikroba yang mempunyai peran positif maupun yang
berdampak negatif.
Aspek mikrobiologi lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya suatu
penyakit infeksi pada manusia dalam kehidupannya di masyarakat antara lain mikrobiologi
udara, mikrobiologi air dan mikrobiologi pangan.

2.1. MIKROBIOLOGI UDARA

Udara selain memiliki unsur kimia (Nitogen, Oksigen, Argon, CO2, Neon, Halium, Metan,
Kripton, N-Oksida, Hidrogen, dan Xenon) juga mempunyai unsur mikroorganisme.
Mikroorganisme yang ada di udara dianggap sebagai kontaminan. Jumlah dan biotipenya
ditentukan oleh jenis pencemaran lingkungan, yang ditemukan dalam bentuk vegetatif atau
spora, terdiri dari kelompok : (1) Bakteri : basillus, Staphylokokus, Streptokokus, Pseudomonas,
sarcina dll. (2) Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Tricoderma. (3). Khamir/ragi :
Candida, Sacharomyces, Paecylomyces. ( 4). Mikroalgae .
Mikroorganisme/ Jasad renik patogen terdapat di udara bersama-sama, 2 jenis partikel,
yaitu (a) residu tetesan dahak yang telah diuapkan (inti tetesan), dan (b) partikel debu,
mempunyai bobot dan ukuran yang jauh lebih besar. Kedua jenis partikel ini sangat berlainan
sumbernya dan kebiasaannya mengendap, sehingga perlu diketahui cara-cara sesuai untuk
menilai dan mengendalikannya. Daya tahanmikroorganisme di udara akan berkurang,
tergantung kondisi lingkungan seperti pemaparan sinar matahari dan polusi udara.
Penularan kontaminan udara dapat melalui percikan atau partikel.
a. Penularan melalui percikan. Kontak pada selaput lender hidung mulut atau mata dengan
partikal infeksi ukuran >5um, dikeluarkan melalui batuk, bersin, bicara atau tindakan seperti
bronkoskopi atau pengisapan. Penularan dengan percikan melalui kontak tertutup antara
sumber dab seseorang ysng sensitif karena penularan melalui udara dan penyebaran
dengan jarak dekat 1 meter atau kurang .
b. Penularan melalui udara, transfer partikel < 5 um melalui udara baik sebagai percikan
maupun debu yang mengandung mikroorganisme dan dapat dikeluarkan melalui
batuk,bersin.bicara, atau sewaktu tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan, dapat
berada di udara berberapa jam dan menyebar di dalam kamar. Secara khusus sirkulasi udara
dan ventilasi dibutuhkan untuk kewaspadaan penyebaran melalui udara .

Bentuk pengendalian agen penyebab infeksi melalui udara :


a. Partikel debu : strerilisasi panas (oven, bilasan zat bakterisid, membasahi (lantai), meminyaki
(kulit), ventilasi (sanitasi).
b. Inti tetesan : ventilasi sanitasi (aliran laminar, penyinaran Ultra Violet, desinfeksi kimiawi
(propilen glikol) bersifat bakterisid, dan penguapan .
c. Kewaspadaan melalui udara
d. Evaluasi dan pengawasan

Doc.Inos@Lia YBA
Sifat-sifat pengendalian Infeksi di Udara:
Kriteria Sifat Inti tetesan Partikel Debu
Sumber partikel di udara Penguapan tetesan yang Pergerakan yang menyebabkan
dikeluarkan dikeluarkan dari terlepasnya partikel dari kulit dan
saluran penafasan karena bersin, pakaian; aliran udara yang dapat
batuk dan bebicara. (dalam menerbangkan debu yang telah
urutan efektivitas yang makin mengendap sebelumnya
menurun)

Kebiasaan manetap Tetap di udara karena adanya Dengan cepat mengendap di


gerakan udara (kecepatan rata- tanah (kecepatan rata-rata
rata pengendapan pada udara pengendapan 46cm/menit).
tenang 1,2cm/menit) Disebarkan lagi oleh pergerakan
udara.

Jasad renik tiap partikel Jarang lebih dari satu Biasanya banyak

Dapat mencapai jaringan peka Diendapkan di paru-paru, Diendapkan pada permukaan


dan makna dalam penyakit mungkin penyebabnya luar dan saluran pernafasan
kebanyakan infeksi paru-paru. bagian atas

Sifat epidemiologik Epidemi yang menjalar (penyakit Epidemi berhubungan dengan


ditularkan secara berantai dari tempat-tempat khusus sebagai
orang ke orang) sumber infeksi

Tindakan-tindakan Ventilasi, penyinaran sinar Pencegahan penumpukan bahan


pengendalian ultraungu dari udara ; penguapan penyebab infeksi (misalnya
glikol sterilisasi pakaian dan alas tidur)
; pencegahan penyebaran
(misalnya meminyaki lantai dan
alas tidur, dan pengaturan sistem
ventilasi yang baik)

Daya Tahan Jasad Renik di Udara


Jasad renik yang terkena debu dan inti tetesan akan kehilangan daya tahannya di dalam udara
dan kinetika daya tahannya sama dengan gambar berikut ini:
log 10 jumlah sel tersisa/ml

6
5
4
3
2
1
0
10 20 30 40 50 60
menit

Gambat Kurva Kematian Mikroorganisme di Udara

- Biasanya kurva pertumbuhan menurun secara tajam, menunjukkan adanya suatu fraksi
yang lebih resisten.
- Angka kematian jasad renik dipengaruhi oleh kelembaban, suhu udara, dan spesies jasad
renik.

Doc.Inos@Lia YBA
- Jasad renik yang biasanya terdapat di udara, misalnya Mycobacterium tuberculosis lebih
tahan terhadap keadaan daripada jasad renik yang biasanya terdapat dalam air (misalnya
Escherichia coli).

Epidemiologi Infeksi Yang Terbawa Inti Tetesan


Pada epidemi yang menjalar, kasus-kasus yang timbul berturut-turut atau ”generasi-
generasi”, sebagai akibat masa inkubasi yang terjadi diantara kasus-kasus yang berturut-turut.
Pada tiap generasi, hubungan antara jumlah kasus baru (C), jumlah infektor (I), dan jumlah yang
peka (S) dinyatakan dalam persamaan berasal dari Ridecy R., O’Grady (1961).

C=KIS
K = suatu konstan yang mewakili angka kontrak efektif.

Untuk infeksi yang disebarkan inti tetesan,


K : berhubungan dengan jumlah udara,
S : yang dihirup seseorang yang peka,
I : jumlah dosis penyebab infeksi, yang dilepaskan seorang penyebab infeksi,
V : jumlah udara yang melalui ruangan dimana kontak terjadi semuanya diukur pada saat yang
bersamaan oleh persamaan .

K=Si/V

Untuk dapat menimbulkan suatu epidemi, C/I harus melebihi 1, makin besar perbandingan
C/I, makin berat epideminya. Persamaan (1) dapat disusun kembali sebagai persamaan (2)
berikut ini :

C/I = K S
Maka suatu epidemi sebanding langsung dengan :
K = angka kontak efektif dan S = jumlah yang peka.

Misalnya pada suatu epidemi campak yang terjadi di Sekolah dimana kontak terjadi
hanya dalam suatu ruangan kelas yang tertentu, K diperkirakan dengan persamaan (1) sebagai
0,1. Karena S dan V diketahui, i dapat dihitung dari persamaan (2) ; ternyata 270.
Dengan demikian, tiap penyebab infeksi melepaskan virus campak secukupnya untuk
menimbulkan infeksi pada 270 orang. Ini merupakan satu dosis penyebab infeksi untuk tiap
3000 kaki kubik udara, yang merupakan jumlah udara yang dihirup oleh 10 anak selama masa
pengukuran.
Dengan demikian, dalam keadaan itu, satu dari 10 anak dapat terkena infeksi. Namun,
karena penyebaran partikel dalam udara terjadi secara ”random”, ada kemungkinan satu dakam
3 dalam keadaan demikian bahwa tidak ada anak yang terkena infeksi, sehingga faktor
kebetulan memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu epidemi akan timbul).

Epidemiologi spora jamur


Bentuk kelainan pada tubuh manusia yang ditimbulkan oleh spora jamur dapat berupa
penyakit infeksi (mikosis) dan alergi.
1. Mikosis
Sel-sel jamur yang terdapat di udara adalah sebagai spora atau sebagai kontaminan
partikel debu di udara, sehingga dapat menimbulkan infeksi pernapasan berat. Bentuk
mikosis antara lain:
a. Coccidiodes immitis, jamur tanah, [enyebab Koksidioimikosis.
b. Histoplasma capsulatum, jamur tanah dimorfik, penyebab histoplasmosis atau mikosis
intra sel sistem retikuloendotel.
c. Blastomyces dermatitidis, suatu jamur dimorfik pada jaringan mamalia, yang
menyebabkan blastomikosis/ suatu penyakit granulomatosa kronik).

2. Alergi
Berupa ”Famer lung” (paru-paru petani), suatu bentuk alveolitis alergis yang
disebabkan oleh aktomicetes termofilik yang tumbuh pada rumput kering yang berjamur
atau kontaminan masuk ketika panen gandum

Doc.Inos@Lia YBA
Di laboratorium atau di rumah sakit, kontaminan udara dapat dicegah secara fisik
(penggunaan sinar UV atau penyaringan udara) dan secara kimia, dengan penggunaan
desinfektan. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam “air borne disease”: difteri,
Streptokokus, TBC, pneumonia, meningitis, penyakit oleh virus dan mikosis. Untuk teknik
pengambilan sampel pemeriksaan kontaminan uadara dapat digunakan (1) piranti benturan
padat/cair (solid liquid impingement device), dan metode open plate.

Kewaspadaan Melalui Udara


Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi penularan nosokomial dari partikel <5µm
dapat berada di udara berberapa jam di udara dan dapat menyebar dengan luas.
Mikroorganisme menyebar malalui uadara termasuk tuberkulosis (TB), cacar air (virus varisela )
dan campak (rubeola). Kewaspadaan malalui udara perlu dianjurkan pada pasien-pasien yang
sudah diketahui atau tersangka menderita penyakit-penyakit ini. Sebagai contoh seseorang
pasien HIV yang batuk berkeringat malam atau demam perlu kewaspadaan melalui udara
sampai TB dapat disingkirkan.
Pada TB prevalen sangat penting mempunyai suatu mekanisme untuk mempercepat
kajian (pemeriksaan) pasien yang tesangka TB karena keterlambatan mendiagnosis
mengakibatkan terlambat diisolasi. Hal ini menunjukkan fakor penting dalam dasar penularan di
rumah sakit pada pasien lain. Kewaspadaan melalui udara merupakan upaya terakhir dalam
menurunkan risiko penularan TB.

Kewaspadaan Percikan
Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan nosokomial patogen melalui butir-butir
percikan dengan ukuran < 5 µm (misalnya H. Influenzae, N. meningitis, flu, campak dan cacar
air). Kondisi lain misalnya difteri, pertusis (batuk rejan), pneumonia dan faringitis (demam pada
nayi atau anak-anak).
Kewaspadaan penderita merupakan kewaspaaan lebih sederhana dari pada
kewaspadaan melalui udara karena sisa partikel berada di udara dalam waktu yang singkat. Oleh
karena itu kontak dengan sumber harus tertutup untuk pejamu yang rentan terkena infeksi.

Tabel 2.2. Kewapadaan Percikan


Gunakan tambahan kewaspadaan Baku bagi pasien yang sudah diketahui maupun yang terduga
untuk terinfeksi dengan pnularan mikroorganisme melalui percikan besar (>5 µm)
Penempatan pasien
- Kamar khusus, pintu boleh dibuka
- Jika tidak tersedia kamar khusus, rawat pasien bersama dengan pasien dengan penyakit
yang sama, tetapi tidak dengan infeksi lain (kohor)
- Jika tidak ada fasilitas, pisahkan dengan jarak 1 meter (3 kaki) diantara pasien.
Perlindungan pernapasan
- Pakai masker jika jarak 1 meter dari pasien
Transportasi pasien
- Pembatasan pasien hanya bila diperlukan
- Selama transport pasien harus menggunakan masker
- Beritahu yang menerima pasien
Diadaptasi dari ETNA Communication 2000.

Kewaspadaan Kontak
Kewaspadaan ini mengurangi resiko penularan organisme dari pasien terinfeksi atau terkoloni
baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini merupakan indikasi bagi pasien terinfeksi ataupun
teroloni dengan masuknya patogen (Hepatitis A atau virus echo), herpes simpleks dan virus
demam berdrah dan bakteri yang resisten terhadap bberapa obat (antibiotik). Cacar air
disebarkan melalui udara dan kontak pada berbagai stadium penyakit. Penularan virus, salah
satu penyebabarannya secara kontak langsung di antara anak-anak. Sebagai tambahan
kewaspdaan kontak harus diimplementasikan pada pasien dengan infeksi basah atau memakai
drain (abses, herpes, zoster, impetigo, konjungtivitis,scabies, dan luka basah .

Penggunaan Empiris pada Kewaspadaan Berdasar Penularan


Pada keadaan tertentu, jika timbul pertanyaan tentang proses infeksi pada pasien tanpa
diketahui diagnosanya. Implementasi Kewaspadaan berdasar penularan harus dipertimbangkan
secara empiris sampai diagnosa dapat dibuat. Dalam keadaan keterbatasan sumber daya
pelayanan kesehatan termasuk pemeriksaan laboratorium, maka kewaspadaan isolasi berdasar
diagnosis pada praktiknya tidak banyak menolong. Dalam hal ini sistem isolasi sepenuhnya
berdasarkan temuan klinik (tanda dan gejala). Contoh “Penggunaan Empiris” pada kewaspadaan
ini dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Doc.Inos@Lia YBA
Tabel 2.3. Penggunaan Kewaspadaan Empiris berdasar Penularan (tanda dan gejala)
Melalui Udara Melalui Percikan Kontak
 Batuk, demam, ISPA  Batuk berat, persisten  Diare akut pada pasien
 Batuk, demam pada pasien  Meningitis, (demam, kaku inkontinensia
dengan infeksi HIV atau risiko kuduk)  Diare pada pasien dewasa
HIV dengan riwayat penggunan
 Ruam (vesikula, atau pstula)  Demam berdarah antibiotic
 Bronchitis dan croup pada bayi
 Ruam umum tanpa diketahui dan anak
penyebabnya  Riwayat infeksi dengan
organismE multi resisten
(kecuali Tbc)
 Abses atau luka drain yang
tidak tercakup

Penggunaan kewaspadaan, termasuk penggunaan empiris kondisi tertentu dimaksudkan


untuk mengurangi risiko penularan infeksi melalui udara, percikan atau kontak antara pasien
dan petugas kesehatan dan untuk membantu petugas kesehatan menerapkan kewaspadaan
secara tepat.

Tabel 2.4. Gejala-gejala atau Kondisi yang Perlu ipertimbangkan pada Penggunaan Empiris
Kewaspadaan Berdasar Penularan
Gejala Klinis atau Kondisiа Patogen Potensialb Kewaspadaan Empiris
Diare
c
Diare akut pada pasien inkontinensia Enterik patogen Kontak
Diare pada orang dewasa dengan Clostridium deficille Kontak
riwayat penggunaan antibiotic

Meningitis Neisseria meningitis Percikan


Ruam/eksantem, umum, penyebab Percikan
belum diktahui Udara/kontak
Petekia/ekimosis dengan demam Varisela Udara
Vesikular
Makulopapula dengan koriza/demam Rubeola Udara

Infeksi pernapasan
Batuk/demam/ISPA dengan HIV atau Mikrobakteri TB Udara
pada pasien risiko rendah HIV
Batuk/demam/ISPA dengan HIV atau Mikrobakteri TB Percikan
pada pasien risiko tinggi HIV
Batuk proksimal atau batuk persisten Bordetella pertusis Kontak
selama periode pertusis aktif
Infeksi pernapasan, termasuk Sinsitial pernapasan atau virus
bronchitis dan croup pada bayi dan parainfluenza
anak
Kontak
d
Risiko pada mikroorganisme resisten Bakteri resisten
pada beberapa obat
d
Riwayat infeki atau kolonisasi dengan Bakteri resisten Kontak
organism yang resisten pada beberapa
d
obat.
Infeksi kulit, luka, dan infeks saluran Stafilokokus aureus Kontak
pada pasien setelah masuk rumah sakit Streptokokus grup A
atau fasilitas perawatan di mana
organism resisten pada beberapa obat.
Infeksi kulit atau luka
Diadaptasi dari : Garner dan HICPAC 1996
a
pasien st datang dengan sindrom gejala atipik (misalnya pertusis pada bayi dan dewasa mungkin tanpa
paroksimal atau batuk berat). Indeks suspisi harus mengacu pada prevalensi kondisi spesifik di
komuniti.
b
organisme dalam kolom “Patogen Potensial” tidak dimaksudkan sebagai diagnosis lengkap, tetapi lebih
mungkin sebagai agen etiologi
C
pathogen itu meliputi Eskerisia koli O157:H7, shigella, hepatitis A dan rotavius
d
bakteri resisten menurut program pencegahan infksi, berdasarkan keadaan sesaat, rekomendasi
setempat/nasional, untuk menjadi bermakna secara klinis atau epidemiologik.

Doc.Inos@Lia YBA
Tabel 2.5. Tingkatan jenis-jenis Kewaspadaan dan Pasien yang Memerlukan Kewaspadaan
Kewaspadaan percikan
Pakailah kewaspadaan baku pada waktu merawat pasien.
Kewaspadaan udara
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan udara pada pasien tersangka penyakit
yang tertular melalui percikan udara. Sebagai contoh melipui penyakit :
- Campak
- Varisela (termasuk Zoster diseminasi)
- TB
Kewaspadaan percikan
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan percikan pada pasien yang diketahui
mendapat penularan penyakit melalui percikan partikel besar. Contoh penyakit:
- Penyakit invasif influenza tipe b, termasuk meningitis, epiglotitis, dan sepsis
- Penyakit invasif Neisseria meningitides termasuk meningitis, pneumonia, dan sepsis
- Beberapa penyakit bakteri pernapasan serius lain melaui percikan :
- Difteri
- Pneumoni mikoplasma
- Pertusis
- Plak pneumonia
- Faringiis treptokokus (grup A), pneumonia atau demam scarlet pada bayi dan anak
- Infeksi virus serius yang sebaian dar percikan:
- Adenovirus
- Influenza
- Cacar
- Parovirus B19
- Rubella
Kewaspadaan kontak
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan kontak untuk pasien terdiagnosis
mengidap penyakit yang tertular melalui kontak langsung atau lingkungan pasien. Sebagai
contoh seperti penyakit-penyakit:
- Penyakit saluran pencernaan, pernapasan, kulit atau infeksi luka dngan bakteri resisten
beberapa obat yang dinilai oleh program pencegahan infeksi, dasar pngobatan, rekomndasi
regional atau nasional, berarti secara epidemiologi atau klinis.
- Infeksi enterik dosis rendah atau lama dalam lingkungan, meliputi : Klostridium diffisil.
- Untuk popok atau pasien inkontinensia : Enterhemoragik E. koli nol 157:H7, Shigela, hepatiis
A atau rotavirus.
- Sinsitial virus saluran pernapasan, parainluenza atau infeksi enteroviral pada bayi atau anak-
anak.
- Infeksi kulit, hal yang dapat menular atau mungkin terjadi pada kulit kering, meliputi :
- Difteri
- Herpes simpleks
- Impetigo
- Abses besar (tidak berisi) selulitis atau dekubitus
- Pedikulosis
- Skabies
- Furunkulosis pada bayi dan anak-anak
- Zoster (terdesimentasi atau pejamu imunokompromis)
- Viral/perdrahan konjungtiva
Infeksi perdarahan viral (Ebola, Lassa, atau Marburg)*
Diadaptasi dari: Garner dan HICPAC 1996

Doc.Inos@Lia YBA
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara meletakkan cawan Petri berisi
media agar darah, Mac Conkey, agar coklat dan media Lowenstein Jensen dalam
keadaan terbuka selama 15 menit, setelah itu dilakukan penutupan cawan petri.
Kemudian sampel dibawa ke laboratorium dengan menggunakan termos berisi es
kering. Pengambilan sampel dilakukan di dua ruang operasi yaitu ruang operasi elektif
ortopedi dan ruang operasi gawat darurat. Pada kedua ruangan dilakukan sterilisasi
yang sama. Sampel diambil sebanyak tiga kali dalam kurun waktu tiga minggu pada
siang hari.
2. Penanaman dan Pembiakan
Media berisi penelitian dieramkan pada suhu 37oC selama 18–24 jam, koloni
kuman yang tumbuh dihitung jumlahnya lalu dilanjutkan dengan identifikasi bakteri.
Identifikasi dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :
a. Identifikasi secara makroskopis struktur, bentuk, sifat, dan morfologi koloni bakteri.
b. Identifikasi secara mikroskopis terhadap koloni yang tumbuh pada media Mac Conkey,
agar darah, agar coklat dan media Lowenstein Jensen. Identifikasi dilakukan dengan
pengecatan gram untuk media agar darah, agar coklat dan Mac Conkey. Untuk media
Lowenstein Jensen dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen. Selanjutnya diidentifikasi
dengan melihat struktur bakteri dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran
objektif 100X.
c. Identifikasi hasil biakan untuk mengetahui jenis bakteri dengan menggunakan uji gula-
gula dan uji biokimia. Uji gula – gula dengan menggunakan media gula-gula (glukosa,
sakarosa, manitol, laktosa, maltosa) dan uji biokimia menggunakan media KIA, media
MIO, media Sitrat, media SIM.

2.2. MIkrobiologi Air

Menurut J. Salle (1954), Air di alam :


 Air di atmosfer (air hujan, salju)
 Air permukaan (air sungai)
 Air simpanan (kolam, danau)
 Air tanah :
- Dangkal   3 meter dari permukaan tanah
- Dalam  > 3 meter dari permukaan tanah

Sumur harus mempunyai dinding pemisah ke dalam tanah sedalam 10 feet (3 meter)
salah satu persyaratan sumur sehat di Indonesia.

Menurut Park, JE (1980), Sumur sehat :


 Lokasi  15 meter dari sumber kontaminan / pencemaran (Indonesia : 11meter)

Doc.Inos@Lia YBA
 Tembok pemisah ke dalam tanah  6 meter (Indonesia : 3 meter, tidak tembus air.
Lebih dalam dari 3 meter, air boleh merembes)
 Dinding tembok diatas permukaan tanah  70 – 75 cm (Indonesia : 1 meter)
 Lantai tembok sekeliling sumur  1 meter (Indonesia :  1 meter, agak menurun)
 Dibuat perpipaan ke saluran penduduk
 Penutup
 Pompa tangan
 Pemakaian sumur
 Kualitas air : memenuhi syarat

Populasi kuman

Empat Mekanisme Penyebaran Penyakit yang Perkembangannya dengan Air dan Strategi
Pencegahannya :
Mekanisme Penyebaran Strategi Pencegahan
1. Water borne machanian Memperbaiki kualitas air
Mencegah pemakaian sumber air yang
Tidak sehat / tidak baik
II. Water washed mechanism Memperbanyak jumlah air
Mempermudah mendapat / mencapai
sumber air
Memperbaiki lingkungan
III.Water based mechanism Menurunkan kebutuhan/kontak dengan air
yang tidak baik
Mengontrol polulasi siput
Memperbaiki kualitas siput
IV. Water related insect vectora Memperbaiki pengelolaan air permukaan
mechanism Menghilangkan tempat berkembangbiak
serangga
Mencegah kunjungan – kunjungan ke
tempat – tempat perkembangbiakan
serangga / nyamuk.
Mengurangi penyimpanan – penyimpanan
air di rumah – rumah .

DEPKES
Kebutuhan air rata – rata di Indonesia per orang / hari = 60 liter
Terdiri dari :
 5 liter untuk keperluan minum
 5 liter untuk keperluan masak
 15 liter untuk keperluan mencuci
 30 liter untuk keperluan mandi
 5 liter untuk keperluan lain –lain
Paris : 480 liter kebutuhan rata – rata per orang / hari
Tokyo : 530 liter kebutuhan rata – rata per orang / hari

Pengendalian Kuman Dalam Air

Sanitasi air minum


Makhluk hidup (tinja)  tanah  air lingkungan  air konsumsi. Penentuan / kriteria
baku air minum dari Menteri KLH, WHO, EEC :
 Fisik
 Kimiawi
 Bakteri Coliform tinja, Coliform total, Parasitik, Patogenik
 Radioaktif
Menteri KLH :
 Air golongan A :
- Coliform total = 0
- Coliform tinja = 0
 Air golongan B :
- Coliform total : 10.000

Doc.Inos@Lia YBA
- Coliform tinja = 2.000
Baku Mutu Air Minum
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1990)

Parameter Mikrobiologi Kadar Kalsium yang diperbolehkan


per 100
1. Coliform tinja 0
2. Coliform total 0 pada 95 % dari sampel yang
diperiksa selama setahun, kadang –
kadang boleh 3 Coliform lapa tidak
ada pada sampel

berurutan Berurutan
Baku Mutu Air Bersih
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia .1990)
Parameter Mikrobiologi Kadar Maksimum yang diperoleh
per 100 ml
1. Coliform total 50 (bukan air perpipaan)
2. Coliform tinja 10 (air perpipaan)

Baku Mutu Air Golongan A dan Golongan B


(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1990)
Parameter Mikrobiologi Golongan A* per Golongan B ** per 100ml
100 ml
1. Coliform tinja 0 2000
2. Coliform total <3 10000
Keterangan :
* air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu
** air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum

Pedoman Baku Mutu Air Minum yang dianjurkan WHO 1981


(……………………………………………………………….)
Parameter Bakteriologi Jumlah per 100 ml
1. Air dengan pengolahan yang memasuki Coliform tinja : 0
sistem distribusi Coliform total : 0
2. Air tanpa pengolahan yang memasuki Coliform tinja : 0
sistem distribusi Coliform total < 3
Coliform pada setiap sampel, tidak
pada dua sampel yang berurutan tidak
ada pada 98 % sampel dari seluruh
sampel
3. Air dalam sistem distribusi Coliform tinja : 0
Coliform total < 3
Coliform pada setiap sampel, (tidak
pada dua sampel yang berurutan tidak
ada pada 95 % sampel dalam setahun

Penyediaan air tidak diolah tanpa perpipaan Coliform tinja : 0


Coliform total : 10

Kualitas Bakteriologi dari Air Minum WHO 1993


Organisme Pedoman penilaian
* Semua air minum
E. coli / Coliform termotoleran 0/100 ml sampel

* Air Olahan yang Masuk Sistem Distribusi


E. coli / Coliform termotoleran 0/100 ml sampel
Coliform total 0/100 ml sampel

Doc.Inos@Lia YBA
* Air Olahan di Dalam Sistem Distribusi
E. coli / Coliform termotoleran 0/100 ml sampel
Coliform total 0/100 ml sampel
tak terdeteksi pada 95 % sampel –
sampel dalam duabelas bulan

…………………………………………………

Parameter Mikrobiologi Jumlah


1. Staphylococcus aureus 0 per 100 ml
2. Coprosterol 0 per 100 ml
3. E. coli 0 per 100 ml
4. CFU (inkubasi 20o C dan 36oC) * 100 per ml
5. CFU setelah desinfeksi (20o C dan 36oC) * 20 per ml

Pedoman Kualitas Air Minum Tanpa Pengolahan


Di Australia dan New Zealand
ANZECC, 1992
Parameter Biologik Jumlah
1. Total Coliform Sampai 10 sel per 100 ml. Tidak
terdeteksi dalam 100 ml pada 2
sampel yang berurutan dan tidak
terdapat pada 95 % sampel per tahun
2. Coliform tinja 0
3. Algae Sampai 5000 sel per ml, 1000 – 2000
sel per ml slanobakteria dapat
menimbulkan masalah.

WHO (1993) :
Air olahan :
- Coliform total = 0
- Coliform tinja = 0
Air tak diolah dan masuk ke sistem distruksi :
- Coliform total  0
- Coliform tinja = 0
 tak ada pada dua sampel berurutan dan tak ada pada 98 % dari sejumlah sampel /
tahun
air tak diolah tanpa perpipaan :
- Coliform total = 10
- Coliform tinja = 0

Kuman patogen mati bila :


 Dididihkan (100oC ; 15 – 20)
 Penyaringan  kaporisasi. Kaporisasi (1 juta) bagian diberi 0,5 bagian klor bebas ;
2,5 gr kaporit untuk 1000 liter air)

Volume air (liter) = (3,14.d2.t.1000) / 4 liter


Keterangan :
- d = diameter sumur (meter)
- t = tinggi permukaan air dari dasar sumur

Park, J.E. & K. Park, 1981


Metode “Ember Gand”

Doc.Inos@Lia YBA
Kapolarisasi air sumur menghindari keracunan klor akibat dosis terlalu tinggi. Aktif
membunuh bakteri : 2 – 3 minggu, untuk volume air sumur 4500 liter dengan pemakaian
360 – 450 liter / periode kontak kaporit sebelum dipakai : 1 jam.

 Ultraviolet  mahal
 Sinar tampak  murah
Sanitasi kolam
Penderita / corilla  orang sehat
Klor : 0,5 bagian untuk tiap juta bagian air
BIT : Coliform total, Coliform tinja, clostridium.

Penyaringan air kotor


Pertama Kedua Ketiga
(fisik) (Hayati) Pembersihan lanjut
aktif (kimiawi-hayati-fisik)

bahan
Limbah padat Pencemaran Flokulasi kimiawi
Lumpur
(b.anaerobik)
Benda2 Saringan
halus
Tangki serasi Cairan
……………...
Pasir/ Penyingkir senya
Kerikil Wa toksit (FC4 & N
 halus
Pengendapan
kedua Penyingkir Fosfat
Pembuangan
Bahan padat Klorida
Saringan cucuran
Pembuangan (Trackling filter)
Air Produk
bahan padat Lingkungan Flokulasi

Pupuk

Diagram Langkah – langkah Utama dalam Sarana Pengolahan Air Limbah Kotamadya
(Pelezar & Chan 1988)

BIT
 Coliform total
WHO (1982) :
Bakteri batang gram (-), tidak berspora, oksidase dapat tumbuh pada media dengan
garam empedu / zat aktif, permukaan penghambat permukaan, mampu meragi laktosa
 Asam, gas, aldehid pada 35oC / 37oC dalam waktu 48 jam
 Coliform tinja
Coliform yang mampu meragi laktosa  asam dan gas pada 44oC / 44,5oC
 Streptococcus tinja
Geldereich (1966) : tinja di Amerika  CT : ST  1,4 : 1  Air permukaan dengan :
CT : ST  4 : 1  tercemar tinja manusia
CT : ST  0,7 :  tercemar tinja binatang
 Pseudomonas seruginosa
Jumlahnya jauh lebih sedikit daripada BIT lainnya pada orang sehat. Jarang
ditemukan pada tinja binatang.
Air :
- Coliform tinja > 1000/100 ml air
- Pseudomonas aeruginosa < 1 sel / 100 ml air  pencemaran binatang
 Clostridium perfringens
C. perfringens tipe A yang berasal dari manusia  dapat tumbuh ditanah. Yang
berasal dari binatang tak dapat tumbuh ditanah.

Doc.Inos@Lia YBA
 Bifidobacterium
Gram (+), anaerob, pleomorfik, rak berspora.
B. adolescentis dan dan B. longum semata – mata berasal dari tinja dan tidak tumbuh
di luar usus  BIT daerah tropik
Re . Neill, .. 1995 : Microbiological Water Quality Criteria, A Review for Australia

Traditional & additional / alternative indicators

Traditional Function / value as water Commands


Quality indicators

Additional/alternative indicators

Re . nell, A. R.. 1995 Kreteria indikator tinja


Fipes.W.O. 1991
Feschem, dkk. 1990
1993  desertasi
AFMA, 1990 ; Feachem, 1991, Border, dkk. 1992

Streptococcus tinja (operasional)


 Uji katalase (-)
 Mampu tumbuh pada 45oC dalam media 40 % empedu dan 0,04 % Na. Azida
 Beberapa jenis diantaranya : dapat tumbuh pada 10o C pH 9,8 pada media yang
mengandung 6,5 % NaCI
 Dapat tahan hidup pada 60o C selama 30- menit

LIMBAH

Limbah = buangan / sisa bahan / waste


Sewage = campuran air buangan dari :
- Perumahan, kantor – kantor, bangunan industri
- Bergabung dengan air tanah / air permukaan  mengalir dalam pipa – pipa
pembuangan / riol / saluran / selokan.
Domiestic sewage : berisi hanya buangan dari wc dan air cucian dari kamar mandi dan
dapur.
Industrial waste  dari limbah industri

Dark. G. E. K. Park, 1981 : Text book of Preventive & Social Medicine

BOD (Biochemical Oxigen Demand)

 BOD : jumlah O2 yang diabsorsi oleh contoh air / limbah selama periode tertentu
(5 hari) pada suhu tertentu (20o C) untuk destruksi aerobik atau yang terpakai pada
perombakan materi anorganik oleh mikroorganisme / organisme hidup
 BOD : s.d. 1 mg / liter  air alamiah
300 mg / liter  limbah domestik yang belum diolah
tercemar lemah  100 mg / liter

Doc.Inos@Lia YBA
tercemar kuat  300 mg/liter

COD (Chemical Oxigen Demand)


Uji COD mengukur ekuivalensi oksigen dari materi organik pada contoh air yang
suseptibel untuk oksidasi oleh senyawa zat kimia pengoksidasi yang kuat.

Mikrobiologi Pangan

2.3. Mikroorganisme Pangan

Pengedalian kuman dalam makanan


 Radiasi : sinar ultra violet  daya tembus <<<<
sinar  daya tembus > kuat
 Suhu rendah dan pengeringan  sel / metabolisme tak aktif
 Panas : 121o C 15’  Spora mati
 Garam, gula  hipertonis
 Pengasapan
Daging secara labat mengabsorsi substanssi – substansi bakterisidal  dalam
bentuk uap
 Pengawet kimiawi
Dipakai pada konsentrasi rendah.
- Kalsium propionat  >< jamur roti
- Na. benzoat : pengawet sayur – sayuran
- Belerang (yang dioksidasi)  sosis / scar / jam / jelly
 Asam

Mikroba pembusuk makanan (apatogen) tumbuh pada suhu kurang dari 37o C

A. Daging
Mikroba hasil isolasi dari daging segar (4o C) :
- Achromobacter
- Pseudomonas
- Lactobacillus

Mikroba perusak daging


- Bacillus
- E. coli, prodeus
- Micrococcus
- Staphylococcus
- Clostridium
- Monillia
- Aspergillus

B. Daging Giling
Jumlah kuman maksimum yang diperbolehkan pada daging giling : 10 juta kuman /
gram daging (perhitungan lempeng agar nutrisi secara aerob).

C. Ikan
- Pada ikan lebih banyak ditemukan kuman – kuman halofilik dan psikofilik.
- Kuman – kuman yang diisolasi dari ikan :
a. Achromobacter
b. Coryne bacterium
c. Flavobacterium
d. Micrococcus
e. Bacillus
f. Prodcus
g. Clostridium
h. Pseudumonas
i. Saloonella

Doc.Inos@Lia YBA
j. Shigella
k. Vibrio

D. Kerang – kerangan
- Enterobacter
- Virus

E. Buah – buahan
- permukaan buah – buahan dan sayur – sayuran mengandung kuman : esopai
dengan 2 x 106 / gram
-  tomat : 5000 / cm2

F. Telur
- Kulit telur luar terdiri dari CaCO3 berlubang – lubang halus
- Kuman – kuman yang diisolasi :
 Salmonella gallinerum
 Salmonella schattmulleri
 S. typhiunerium
 Pseudumonas aeruqiursa
- Putih telur mengandung lizozim

G. Roti
- Sel ragi menghidrolisis polisakarida  roti menggembung

H. Keracunan makanan karena kuman


- Staphylococcus aureus
- Salmonella enderitidis
- Salmonella typhi……
- Clostridium batulinun
- Clostridium perfringens
- Vibrio parahaemolytis
- Bacillus cercus
- Claviceps purpurea (jamur)
- Aspergillus Flaves (jamur)  alfatoksin

Feel Kuman terhadap Makanan


- Organisme putrefactive :
- Mencerna prollin  H2S
Sulfhidril
Amin
 bau yang sangat menusuk, apek
 menghasilkan lendir

Pengendalain kuman dalam makanan


1. Radiasi :
- Sinar ultraviolet  daya tembus kurang
- Sinar gamma (..)  daya tembus lebih kuat.
2. Suhu rendah
Sel / metabolisme tidak aktif.
3. Pengeringan
4. Panas 121o C  15 menit  spora mati
5. Garam dan gula hipertonis
6. Pengasapan
- Daging secara lambat mengabsorsi substansi – substansi bakterisidal dalam
bentuk uap

7. Pengawet Kimiawi
- Dipakai pada konsentrasi rendah
- Bakteriostatik :
 Kalsium Propionat  >< jamur roti

Doc.Inos@Lia YBA
 Na. Benzoat : pengawet sayuran
 Belerang yang dioksidasi  sosis / acar / jam / jelly

8. Asam
- Hanya sedikit kuman yang tahan nilai pH yang dihasilkan oleh kuman – kuman
asam laktat atau asam aset.

Tabel 1 . viruses pathogenic to man and which can accur in polluted water and direases
which have been attribute to them
Virus family Members No. of serotypes Diseases attributed
Picornaviridae Human poliovirus 3 Paralysis,
(Enteroviruses) meningitis, fever
Human echovirus 32 Meningitis,
respiratory disease,
rash, fever,
gastroenteritis
Human coxsackievir 23 Herpagina,
us A respiratory disease,
meningitis, hand,
foot and mount
disease
Human enterovirus 4 Meningitis,
68 to 71 encephalitis,
respiratory disease,
rash, acute
haemorrhagic
conjunctivitis,
fever
Hepatitis A 1 Infectious hepatitis
Reoviridae : Human reovirus 3 Unknown
Human rotavirus 5 Gastroenteritis,
diarrhoe
Adenoviridae : Human adenovirus 41 Respiratory
disease,
conjunctivitis,
gastroenteritis
Parvoviridae : Adenoassociated 4 Ability to integrate
its DNA into the
celluler genome
and to establish
alatent infection
Unknown : Small round viruses 14 Gastroeterit is
(incl Norwalk virus) Winter vomiting
disease
- Hepatitis Non A Infectious hepatitis
non B (E)
Caliciviridae : Human calicivirus 5 Gastroenterit is in
infants and young
children
Unknown : Astrovirus 1 Necrotising
enterocolitis in
babies
Papovaviridae : Papilloma virus 2 Plantar warts

Tabel 2 . waterborne pathogens and their significance in water supplies

Pathogen 1 2 3 4 5 6

Doc.Inos@Lia YBA
Bacteria :
Compylobacter jejuni, H O Short L M Yes
C.coli
Pathogenic
E. coli H O Mod. L H Yes
Salmonella typhi H O Mod. L H No
Other Salmonella H O Long L H Yes
Shigella spp. H O Short L M No
Vibrio cholerae H O Short L H No
Yersinia enterocolitica H O Long L H (?) Yes
Legionella M I M.m. M H No
Pseudomonas M C# M.m. M H (?) No
aeruginosa
Aeromonas M O, C M.m. L H (?) No
Mycobacterium M I, C M.m. M H (?) No
atypical
Viruses :
Adenoviruses H O, I, ? M L No
C
Enteroviruses H O Long M L No
Hepatitis A H O ? M L No
Enterically transmitted
hepatitis non-A non-B
viruses,
Hipetitis E H O ? ? L No
Norwalk virus H O ? ? L No
Rotavirus H O ? ? M No (?)
Small, round viruses M O ? ? L (?) No
Protozoa :
Entamoeba histolytica H O Mod. H L No
Giardia intestinalis H O Mod. H L Yes
Crytospordium parvum H O Long H L (?) Yes
Acanthamoeba M O, I M.m. H ? No
Naegleria M O M.m M L No
Balatidium coli M O ? M L (?) Yes
Helminths :
Dracunculus H O Mod. M L Yes
medinensis
Schistosoma spp M O short L L Yes

Keterangan tabel :
1. (Health significance) : H = high, M = moderate
2. (Main route of exposure) :
 I = inhalation in aerosol
 C = contact with skin
 # = ingestion in immuno-suppressed patients
3. (Persistance in water supplies)  relative detection period for infective stage in water
at 20oC :
 short = up to I week
 mod = moderate = 1 week – 1 month
 long = over 1 month
 m. m = may multiply
4. (Resistance to chlorine)  when infective stage is freely suspended in water treated
at conventional doses and contact times :
 H = highly resistent
 M = moderately resistant, agent may not be completely destroyed, L = low,
completely destroyed
 L = low, completely destroyed

Doc.Inos@Lia YBA
5. (Relative infective dose)  dose required to couse infection in 50 % of healthy adult
volunteers :
 L = low
 M = moderate
 H = high

III. BAKTERI KONTAMINAN UDARA


IV. Penularan melalui percikan. Kontak pada selaput lender hidung mulut atau mata
dengan partikal infeksi ukuran >5um bias dikeluarkan melalui batuk, bersin, bicara atau
tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan. Penularan dengan percikan melalui
kontak tertutup antara sumber dab seseorang ysng sensitive karena penularan melalui
udara dan penyebaran dengan jarak dekat 1 meter tau kurang .
V. Penularan melalui udara, transfer partikel < 5 um melalui udara baik sebagai [ercikan
maupun debu yang mengandung mikroorganisme dan dapat dikeluarkan melalui
batuk,bersin.bicara, atau sewaktu tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan, dapat
berada di udara berberapa jam dan menyebar di dalam kamar. Secara khusus sirkulasi
udara dan ventilasi dibutuhkan untuk kewaspadaan penyebaran melalui udara .

KEWASPADAAN BERDASAR PENULARAN


Panduan isolasi baru yang dikeluarkan oleh CDC tahun 1996 mencakupi pendekatan 2
tingkat, yaitu kewaspadaan baku yang berlaku pada semua pasien dank lien yang
mengunjungi fasilitas kesehatan,dan kewaspadaan berdasar penularan berlaku terutama
untuk pasien di rumah sakit (garner dan HICPAC 1996)pembahasan bab 1. System ini
mengganti isolasi kewaspadaan spesifik penyakit yang kaku dengan tiga macam pada
kewaspadaan berdasar penularan (udara, percikan dan kontak)
Dalam semua situasi apakah digunakan tersenairi atau kombinasi,
kewaspadaan berdasar penularan harus digunakan dalam hubungan dengan
kewaspadaan baku(Garner dan HICPAC 1996

Kewaspadaan Melalui Udara


Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi penularan nosokomial dari partikel
<5µm dapat berada di udara berberapa jam di udara dan dapat menyebar dengan luas
(table 21-1 ). Mikroorganisme menyebar malalui uadaratermasuk tuberculosis (TB),
cacar air (virus varisela ) dan campak (rubeola). Kewaspadaan malalui udara perlu
dianjurkan pada pasien-pasien yang sudah diketahui atau tersangka menderita
penyakit-penyakit ini. Sebagai contoh seseorang pasien HIV yang batuk .berkeringat
malam atau demam perlu kewaspadaan melalui udara sampai TB dapat disingkirkan

D mana TB prevalen sangat penting mempunyai suatu mekanisme unuk meketerlambatan


mempercepat kajian (pemeriksaan) pasien yang tesangka TB karena keterlambatan
mndiaknosis mngakibatkan terlambat diisolasi. Hal ini menunjukkan fakor penting dalam
dasar penularan di rumah sakit pada pasien lain. Kondisi ini, kewaspadaan melalui udara
merupakan upaya terakhir dalam menurunkan risiko penularan TB.

Kewaspadaan Percikan

Kewaspadaan ini mengurangi risiko penularan nosokomial pathogen melalui butir-butir


percikan dengan ukuran < 5 µm (misalnya H. Influen zae, N. meningitides, flu, campak
dan cacar air). Kondisi lain misalnya difteri, pertusis (batuk rejan), pneumonia dan
faringitis (demam pada nayi atau anak-anak).

Doc.Inos@Lia YBA
Kewaspadaan penderita merupakan kewaspaaan lebih sederhana dari pada kewaspadaan
melalui udara karena sisa partikel berada di udara dalam waktu yang singkat oleh karena
itu kontak dengan sumber harus tertutup untuk pejamu yang rentan terkena infeksi (Tabel
21-2).

Tabel 21-2. Kewapadaan Percikan


Gunakan tambahan kewaspadaan Baku bagi pasien yang sudah diketahui maupun yang
terduga untuk terinfeksi dengan pnularan mikroorganisme melalui percikan besar (>5
µm)
Penempatan pasien
 Kamar khusus, pintu boleh dibuka
 Jika tidak tersedia kamar khusus, rawat pasien bersama dengan pasien dengan penyakit
yang sama, tetapi tidak dengan infeksi lain (kohor)
 Jika tidak ada fasilitas, pisahkan dengan jarak 1 meter (3 kaki) diantara pasien.

Perlindungan pernapasan
 Pakai masker jika jarak 1 meter dari pasien

Transportasi pasien
 Pembatasan pasien hanya bila diperlukan
 Selama transport pasien harus menggunakan masker
 Beritahu yang menerima pasien
Diadaptasi dari ETNA Communication 2000.

Kewaspadaan Kontak

Kewaspadaan ini mengurangi resiko penularan organism dari pasien terinfeksi atau
terkoloni baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini merupakan indikasi bagi pasien
terinfeksi ataupin teroloni dengan masuknya pathogen (Hepatitis A atau virus echo),
herpes simpleksdan virus demam berdrah dan bakteri yang resisten terhadap bberapa obat
(antibiotik). Cacar air disebarkan melalui udara dan kontak pada berbagai stadium
penyakit. Penularan virus salah satu penyebabaran secara kontk langsung di antara anak-
anak. Sebagai tambahan kewaspdaan kontak harus diimplementasikan pada pasien
dengan infeksi basah atau memakai drain (abses, harpes, zoster, impetigo,
konjungtivitis,scabies, dan luka basah .

Penggunaan Empiris pada Kewaspadaan Berdasar Penularan


Pada keadaan tertentu, jika timbul pertanyaan tentang proses infeksi pada pasien tanpa
diketahui diagnosanya, Implementasi Kewaspadaan berdasar penularan harus
dipertimbangkan secara empir sampai diagnose dapat dibuat. Dalam keadaan smbr daya
pelayanan kesehatan termasuk pemeriksaan laboratorium terbatas, maka kewaspadaan
isolasi berdasar diagnosis pada praktiknya tidak banyak menolong. Dalam hal ini system
isolasi sepenuhnya berdasarkan temuan klinik (tanda dan gejala).
Contoh “Penggunaan Empiris” pada kewaspadaan ini dijelaskan pada Tabel 21-4
Tabel 21-4. Penggunaan Kewaspadaan Empiris berdasar Penularan (tanda dan gejala)
Melalui Udara Melalui Percikan Kontak
 Batuk, demam, ISPA  Batuk berat, persisten  Diare akut pada
 Batuk, demam pada  Meningitis, (demam, pasien inkontinensia
pasien dengan infeksi kaku kuduk)  Diare pada pasien
HIV atau risiko HIV dewasa dengan
 Ruam (vesikula, atau  Demam berdarah riwayat penggunan
pstula) antibiotic
 Ruam umum tanpa  Bronchitis dan croup
diketajui penyebabnya pada bayi dan anak
 Riwayat infeksi
dengan organismE

Doc.Inos@Lia YBA
multi resisten (kecuali
Tbc)
 Abses atau luka drain
yang tidak tercakup

Daftar lengap untuk gejala klinis atau kondisi untuk penggunaan Kewaspadaan berdasar
penularan terdapat pada Tabel 21-5.

Penggunaan kewaspadaan, termasuk penggunaan empiris kondisi tertentu dimaksudkan


untuk mengurangi risiko penularan infeksi melalui udara, percikan atau kontak antara
pasien dan petugas kesehatan. Untuk membantu petugas kesehatan menerapkan
kewaspadaan secara tepat, Tabel 21-6, menguraikan jenis-jenis kewaspadaan isolasi dan
kewaspadaan tiap jenis penyakit yang dianjurkan. Lampiran 1 memberikan daftar
lengkap tentang jenis dan lama kewaspadaan isolasi yang dibutuhkan pada kebanyakan
penyakit.

Tabel 21-5. Gejala-gejala atau Kondisi yang Perlu ipertimbangkan pada Penggunaan
Empiris Kewaspadaan Berdasar Penularan

Gejala Klinis atau Kondisiа Patogen Potensialb Kewaspadaan Empiris


Diare
Diare akut pada pasien c Kontak
Enterik patogen
inkontinensia Klostridium diffisil Kontak
Diare pada orang dewasa dengan
riwayat penggunaan antibiotic Neisseria meningitis Percikan
Meningitis
Ruam/eksantem, umum, penyebab
belum diktahui Neisseria meningitis Percikan
Petekia/ekimosis dengan demam Varisela Udara/kontak
Vesikular Rubeola Udara
Makulopapula dengan
koriza/demam Mikrobakteri TB Udara
Infeksi pernapasan
Batuk/demam/ISPA dengan HIV Mikrobakteri TB Udara
atau pada pasien risiko rendah
HIV Bordetella pertusis Percikan
Batuk/demam/ISPA dengan HIV
atau pada pasien risiko tinggi HIV Sinsitial pernapasan atau virus Kontak
Batuk paoksimal atau batuk parainfluenza
persisten selama periode pertusis
aktif
Infeksi pernapasan, termasuk
bronchitis dan croup pada bayi d Kontak
Bakteri resisten
dan anak
Risiko pada mikroorganisme
resisten pada beberapa obat d Kontak
Bakteri resisten
Riwayat infeki atau kolonisasi
dengan organism yang resisten
d
pada beberapa obat.
Infeksi kulit, luka, dan infeks
saluran pada pasien setelah masuk Kontak
Stafilokokus aureus
rumah sakit atau fasilitas Streptokokus grup A
perawatan di mana organism
resisten pada beberapa obat.
Infeksi kulit atau luka
Diadaptasi dari : Garner dan HICPAC 1996
a
pasien st dating dengan sindrom gejala atipik (misalnya pertusis pada bayi dan dewasa mungkin tanpa paroksimal atau
batuk berat). Indeks suspisi harus mengacu pada prevalensi kondisi spesifik di komuniti.
b
organisme dalam kolom “Patogen Potensial” tidak dimaksudkan sebagai diagnosis lengkap, tetapi lebih mungkin
sebagai agen etiologi
C
pathogen itu meliputi Eskerisia koli O157:H7, shigella, hepatitis A dan rotavius
d
bakteri resisten menurut program pencegahan infksi, berdasarkan keadaan sesaat, rekomendasi setempat/nasional,
untuk menjadi bermakna secara klinis atau epidemiologik.

Tabel 21-6. Tingkatan jenis-jenis Kewaspadaan dan Pasien yang Memerlukan


Kewaspadaan

Doc.Inos@Lia YBA
Kewaspadaan percikan
Pakailah kewaspadaan baku pada waktu merawat pasien.
Kewaspadaan udara
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan udara pada pasien tersangka
penyakit yang tertular melalui percikan udara. Sebagai contoh melipui penyakit :
 Campak
 Varisela (termasuk Zoster diseminasi)
 TB
Kewaspadaan percikan
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan percikan pada pasien yang
diketahui mendapat penularan penyakit melalui percikan partikel besar. Sebagai contoh
penyakit yang termasuk :
 Penyakit invasive influenza tipe b, termasuk meningitis, epiglotitis, dan sepsis
 Penyakit invasive Neisseria meningitides termasuk meningitis, pneumonia, dan sepsis
 Beberapa penyakit bakteri pernapasan serius lain melaui percikan, termasuk :
- Difteri
- Pneumoni mikoplasma
- Pertusis
- Plak pneumonia
- Faringiis treptokokus (grup A), pneumonia atau demam scarlet pada bayi dan anak
 Infeksi virus serius yang sebaian dar percikan, termasuk :
- Adenovirus
- Influenza
- Cacar
- Parovirus B19
- Rubella
Kewaspadaan kontak
Di samping kewaspadaan baku, gunakan kewaspadaan kontak untuk pasien terdiagnosis
mengidap penyakit yang tertular melalui kontak langsung atau lingkungan pasien.
Sebagai contoh seperti penyakit-penyakit termasuk :
Penyakit saluran pencernaan, pernapasan, kulit atau infeksi luka dngan bakteri resisten
beberapa obat yang dinilai oleh program pencegahan infeksi, dasar pngobatan,
rekomndasi regional atau nasional, berarti secara epidemiologi atau klinis.
Infeksi eterik dosis rendah atau lama dalam lingkungan, meliputi : Klostridium diffisil.
Untuk popok atau pasien inkontinensia : Enterhemoragik E. koli nol 157:H7, Shigela,
hepatiis A atau rotavirus.
Sinsitia virus saluran pernapasan, parainluenza atau infeksi enteroviral pada bayi atau
anak-anak.
Infeksi kulit, hal yang dapat menular atau mungkin terjadi pada kulit kering, meliputi :
 Difteri
 Herpes simpleks
 Impetigo
 Abses besar (tidak berisi) selulitis atau dekubitus
 Pedikulosis
 Skabies
 Furunkulosis pada bayi dan anak-anak
 Zoster (terdesimentasi atau pejamu imunokompromis)
Viral/perdrahan konjungtiva
Infeksi perdarahan viral (Ebola, Lassa, atau Marburg)*
Diadaptasi dari: Garner dan HICPAC 1996

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara meletakkan cawan Petri berisi

media agar darah, Mac Conkey, agar coklat dan media Lowenstein Jensen dalam

keadaan terbuka selama 15 menit, setelah itu dilakukan penutupan cawan petri.

Doc.Inos@Lia YBA
Kemudian sampel dibawa ke laboratorium dengan menggunakan termos berisi es

kering. Pengambilan sampel dilakukan di dua ruang operasi yaitu ruang operasi

elektif ortopedi dan ruang operasi gawat darurat. Pada kedua ruangan dilakukan

sterilisasi yang sama. Sampel diambil sebanyak tiga kali dalam kurun waktu tiga

minggu pada siang hari.

2. Penanaman dan Pembiakan

Media berisi penelitian dieramkan pada suhu 37oC selama 18–24 jam,

koloni kuman yang tumbuh dihitung jumlahnya lalu dilanjutkan dengan

identifikasi bakteri. Identifikasi dilakukan dengan 3 tahap, yaitu :

d. Identifikasi secara makroskopis struktur, bentuk, sifat, dan morfologi koloni

bakteri.

e. Identifikasi secara mikroskopis terhadap koloni yang tumbuh pada media Mac

Conkey, agar darah, agar coklat dan media Lowenstein Jensen. Identifikasi

dilakukan dengan pengecatan gram untuk media agar darah, agar coklat dan Mac

Conkey. Untuk media Lowenstein Jensen dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen.

Selanjutnya diidentifikasi dengan melihat struktur bakteri dengan menggunakan

mikroskop dengan perbesaran objektif 100X.

f. Identifikasi hasil biakan untuk mengetahui jenis bakteri dengan menggunakan uji

gula-gula dan uji biokimia. Uji gula – gula dengan menggunakan media gula-gula

(glukosa, sakarosa, manitol, laktosa, maltosa) dan uji biokimia menggunakan

media KIA, media MIO, media Sitrat, media SIM.

2.2. BAKTERIOLOGI AIR


Jasad renik pada air berasal dari udara, tanah, kotoran manusia serta sampah – sampah
organik yang lain. Karena itu sewaktu – waktu tiap jenis jasad renik dapat ditemukan di dalam
air. Kebanyakan jasad renik tesebut tidak dapat bertahan lama dan biasanya mati, sedangkan
jasad renik yang dapat bertahan di dalam air merupakan flora normal dari air tersebut.
Air di dalam alam dapat digolongkan dalam empat golongan besar:
a. Air atmosfir, yaitu air hujan, salju dan sebagainya.
b. Air permukaan, yaitu air hujan yang telah jatuh ke tanah dan air sungai.
c. Air yang tersimpan, yaitu air yang terdapat dalam tempat – tempat penyimpanan.
d. Air dalam tanah, yaitu air yang terdapat di dalam tanah.

Air yang tersimpan dalam tempat – tempat penyimpanan akan berkurang jumlah jasad
reniknya karena pengaruh pengendapan, sinar ultraviolet, suhu, persediaan makana, aktivitas
protozoa dan tekanan osmotik.

Doc.Inos@Lia YBA
Air dalam tanah pada umumnya bebas kuman karena sifat menyaring dari tanah yang telah
dilalui air tersebut. Bahan pemeriksaan air diambil dengan menggunakan botol steril dengan
penutup sekrup dan berisi sekurang – kurangnya 100 ml. Bila memeriksa air yang mungkin
mengandung khlor, tambahkanlah di dalam air zat natrium tiosulfat, untuk maksud dekhlorinasi,
dalam konsentrasi 100 mg per 1 liter air. Bahan pemeriksaan air ledeng baru diambil setelah
keran dibuka sekurang – kurangnya 5 menit lamanya, untuk menghilangkan jasad – jasad renik
yang mencemarkan disekitar keran tersebut.
Bahan pemeriksaan air harus segera diperiksa setelah diambil karena kalau lama
tersimpan dalam botol maka jumlah dan jenis jasad renik dapat mengalami perubahan –
perubahan. Bila belum dapat dilakukan pemeriksaan segera, simpanlah bahan pemeriksaan
tersebut di dalam lemari es pada suhu 4oC.
Untuk menghitung jumlah jasad renik di dalam air, kocoklah botol berisi air yang akan
diperiksa sekurang – kurangnya 25 kali supaya jasad renik di dalam air tersebut terbagi merata.
Ambillah dan buatlah beberapa pengenceran air, misalnya 1:100, 1:1000 dan 1:10.000 dan
taruhlah masing – masing 1 ml di dalam lempeng – lempeng Petri steril. Tuangilah agar cair, 
45oC, ke dalam lempeng – lempeng Petri tersebut dan campurkanlah agar dan air tersebut
sehingga merata dan biarkanlah mengeras.
Eramkanlah pada 37oC selama 24 jam, dan hitunglah jumlah koloni yang tumbuh.
Nyatakanlah jumlah jasad renik dalam air menurut jumlah koloni per mililiter. Bila terdapat lebih
dari 300 jasad renik per mililiter, maka biasanya tidak semuanya dapat tumbuh dalam lempeng
agar tersebut.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi jumlah jasad renik yang dapat tumbuh pada
lempeng agar antara lain ialah :
a. Jenis perbenihan yang digunakan.
b. Suhu pengeraman
c. Ada tidaknya oksigen (erob/anerob).

Tanpa memperhatikan faktor – faktor ini, koloni yang tumbuh dapat berbeda – beda
jumlahnya. Bagi ahli kebersihan air minum, tidak semua jasad renik didalam air adalah penting.
Yang penting hanyalah satu kelompok kuman tergolong dalam golongan kuman koliform, yaitu
kuman – kuman yang tumbuh cepat dan terdapat dalam kotoran manusia. Cara perhitungan
jumlah koloni kuman dapat digunakan untuk memeriksa apakah air yang telah diberi
desinfektan atau air yang telah dibersihkan masih mengandung jasad renik atau tidak.
Penyakit – penyakit utama yang ditularkan melalui air ialah disentri, kholera dan tifoid.
Penyakit – penyakit ini ialah penyakit usus sehingga kuman – kuman penyebabnya terdapat
dalam tinja manusia. Jadi adanya tinja dalam air dapat pula menyebabkan kemungkinan adanya
kuman – kuman penyebab penyakit – penyakit tersebut di dalam air, sehingga dapat
membahayakan orang – orang yang menggunakan air tersebut. Karena jumlah kuman – kuman
patogen penyebab penyakit – penyakit tersebut tidak besar di dalam air maka usaha untuk
isolasi langsung kuman – kuman tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik.
Sebaliknya Escherichia coli dan kuman – kuman sejenisnya (digolongkan ke dalam kuman –
kuman koliform) terdapat pada hampir tiap tinja manusia, sehingga apabila didalam air terdapat
tinja manusia maka hal ini dapat diketahui dengan membiak kuman koliform dari air tersebut.
Untuk menentukan apakah air dapat diminum atau tidak, haruslah dipenuhi syarat – syarat
fisik, kimia dan bakteriologik. Syarat – syarat bakteriologik ialah bahwa air tersebut tidak
mengandung kuman koliform.
Untuk pemeriksaan air minum ada tiga tingkatan pemeriksaan bakteriologik :
a. Tes tersangka (Presumptive test)
b. Tes pasti (Confirmed test)
c. Tes lengkap (Complete test)

Pada tes tersangka, dilakukan pemeriksaan air sebagai berikut.


Lima tabung berisi gula laktosa dan masing – masing 10 ml air yang diperiksa, satu tabung berisi
gula laktosa dan 1 ml air yang diperiksa dan satu tabung berisi gula laktosa dan 0.1 ml air yang
diperiksa, dieram pada 37oC selama 24 jam dan 48 jam. Bila setelah pengeraman 24 jam atau 48
jam terdapat pertumbuhan kuman dengan pembentukan gas maka tes ini dianggap positif atau
dengan kata lain, air tersangka mengandung kuman koliform. Bila setelah 24 jam tidak
terbentuk gas, hasilnya dianggap negatif dan tidak perlu dilakukan pembiakan lanjutan dan air
dianggap baik untuk diminum berdasarkan syarat bakteriologik. Bila jumlah kuman bukan
koliform jauh melebihi kuman koliform, maka didalam tabung gula laktosa sering hanya terlihat
pertumbuhan tetapi tidak ada pembentukan gas. Kadang – kadang dapat pula ditemukan hasil
tes tersangka yang positif palsu. Hal demikian dapat terjadi bila terdapat kuman bukan koliform
tetapi peragi laktosa. Dapat pula hasil positif palsu karena adanya sinergisma kuman – kuman,
yaitu dua jenis kuman yang sehari – hari masing – masing tidak meragi laktosa dan membentuk

Doc.Inos@Lia YBA
gas tetapi bersama – sama dapat melakukan hal itu. Untuk menghindarkan sinergisma, yang
biasanya dilakukan oleh kuman Gram positif dengan Gram negatif, maka pada tabung laktosa
ditambahkan zat warna trifenilmetan yang dapat menghambat pertumbuhan kuman Gram
positif.
Semua tabung laktosa yang menunjukkan pertumbuhan dan pembentukan gas diperiksa
lebih lanjut untuk mendapatkan tes pasti. Bahan dari tabung laktosa ditanamkan pada
perbenihan lempeng EMB atau Endo atau perbenihan cair kaldu empedu laktosa hijau brilian
(briliant green lactose bile broth). Masing – masing satu sengkelit penuh bahan dari tabung
laktosa dibiak pada lempeng agar EMB atau Endo atau perbenihan cair kaldu empedu laktosa
hijau brilian. Eramkanlah pada 37oC selama 48 jam. Pada lempeng agar EMB atau Endo dapat
tumbuh :
a. Koloni kuman khas koliform.
b. Koloni kuman tidak khas koliform, keruh dan merah muda.
c. Koloni – koloni kuman lain, bukan koliform.
Bila koloni – koloni khas terlihat tumbuh, maka tes berhasil positif, atau dengan kata lain,
pasti ada kuman koliform. Bila koloni – koloni yang tidak khas terlihat tumbuh, maka tes tidak
dapat dikatakan negatif dan tidak pula positif, tetapi harus diteruskan dengan tes lengkap. Bila
koloni – koloni kuman lain yang tumbuh maka tes pasti dapat dianggap negatif dan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan tes pasti dengan perbenihan cair kaldu
empedu laktosa hijau brilian, dilihat ada tidaknya pembentukan gas setelah pengeraman 48 jam.
Bila ada gas terbentuk maka tes adalah positif.
Tes lengkap dilakukan dengan membiak lebih lanjut koloni – koloni khas koliform atau koloni
– koloni tidak khas koliform yang ditemukan pada tes pasti dan juga membiak lebih lanjut
kuman yang tumbuh dan membentuk gas pada perbenihan cair empedu laktosa hijau brilian
pada perbenihan lempeng Endo atau EMB. Pilihlah satu koloni khas koliform atau dua koloni
tidak khas koliform dan biaklah pada tabung gula laktosa dan tabung agar miring. Eramkanlah
pada 37oC selama 48 jam. Buatlah sediaan mikroskopik dan pewarnaan Gram dari tabung agar
miring. Bila pada tabung gula laktosa tumbuh kuman pembentuk gas dan pada sediaan
mikroskopik terlihat kuman Gram negatif, batang tak berspora, maka tes lengkap ialah positif
untuk kuman koliform. Bila pada sediaan ada batang Gram negatif tetapi tidak terdapat
pembentukan gas dalam tabung gula laktosa maka hasil tes lengkap untuk kuman koliform ialah
negatif.

Cara membersihkan air untuk diminum


Jasad renik, terutama kuman yang patogen, tidak dapat hidup lama di dalam air. Faktor –
faktor yang mempengaruhi ialah antara lain suhu, jumlah makanan dalam air yang sedikit, dan
protozoa yang memakan kuman – kuman.
Supaya air dapat diminum, perlu dilakukan beberapa tindakan untuk memenuhi syarat –
syarat air minum :
- Pengendapan. Air disimpan dalam tempat penyimpanan yang besar dan semua benda –
benda atau zat – zat yang terdapat di dalamnya dibiarkan mengendap. Untuk
mempercepat proses pengendapan dapat digunakan zat – zat aluminium sulfat yang
akan bereaksi dengan garam – garam lindi sehingga terbentuk aluminium hidroksida
yang tidak larut dan menyerupai gelatin, zat terakhir ini akan segera mengendap dan
membawa serta kuman – kuman dan lain – lain zat yang masih terdapat dalam air.
- Penyaringan. Pada tahap berikutnya air disaring melalui saringan – saringan pasir.
- Desinfeksi. Air yang telah melalui saringan pasir belum bebas kuman sama sekali. Karena
itu dapat diberikan suatu desinfektan. Khlor merupakan desinfektan yang baik. Biasanya
perbandingan khlor dan air ialah 1 bagian per 1 juta bagian.

PEMERIKSAAN AIR MINUM SECARA BAKTERIOLOGI

macam –macam standar dan tes yang diunakan untuk pemeriksaan air tergantung pada
penggunaan air untuk minum, renang, produksi/pengolahan ikan, industri. Flora bacteri di
dalam air minum sangat bermacam-macam dan ridak sama pada setiap contoh ait. Karena itu
sebaiknya perlu diadakan pemeriksaan yang teratur terhadap air minum. Bila dari pemeriksaan
suatu laboratorium dinyatakan baik, belumtenu air tersebut baik sebgai air minum.

A. Standar Air Minum


Standard yang dpakai WHO. Semua sampel tidak boleh mengandung ecoli dan sebaiknya
juga bebas dari bakteri coliform.
Standard dari WHO tersebut adalah :

Doc.Inos@Lia YBA
1. Dalam setiap tahun 95% dari sampel-sampel tidak boleh mengandung coliform dalam 100 ml
2. Tidak ada sampel yang mengandung Ecoli dalam 100 ml
3. Tidak ada sampel yng mengandung coliform lebih dari 10 dalam 100 ml
4. Tidak boleh ada coliform dalam 100 ml dari dua sampel yang berurutan.

B. Frekuensi samping
Yang baik adalah sering mngambil sampel dan periksa dengan cara yang sederhana,
daripada jarang mengambil sampel walaupun cara pemeriksaan lebih lengkap. Pengambilan
sampel perlu ditingkatkan bila/pada keadaan :
1. Hujan deras terus-menerus
2. Sangat panas
3. Kecepatan aliran berkurang
4. Angin kencang
5. Angin berdebu

C. Metode sampling dan pengirimannya


Pada waktu sampling harus selalu dijaga agar tidak terjadi kontaminasi. Untuk itu
digunakan botol steril yang tertutup yang dibalut dengan celophan sebelum diotoklav. Bila yang
akan diambil air yang telah diklorinasi, boyol diberi sedikit larutan Na2S2O3, misalnya 0,1 ml dari
3% NaS2O3 tiap 100 ml air sebelum disterilkan.
Petunjuk untuk sampling adalah sebagai berikut :
1. Botol steril tidak boleh dibuka sebelum akan digunakan untuk mengambil sampel dan tidak
boleh dicuci duli diii sampel.
2. Perekat pada tutup dibuka
3. Tutup dibuka, dijaga agar jari-jari tidak menyntuh mulut bootol atau permukaan tutup botol
bagian dalam
4. Botol segera diisi dengan air dan ditutp kembali seperti semula. Harus diberi ruang udara
dalam bptol agar populasi bakeri dalam udara di situ juga ikut campur dengan air
5. Sampel dari kran :
Buka penutup kran bersihkan bagian luar dan dalam dari kran. Alirkan air selama 2-3 menit
sebelum mengisi botol penampung
6. Sampel dari sungai, mata air, danau, bak persediaan atau sumur :
Harus dilakukan agar mendapatkan sampel yang refresentatif dari air ang digunakan
konsumen. Oleh karena itu tidak tepat bila pengambilan sampe sangat dekat dengan
sumber/tempat persediaan air atau tempat keluarnya. Aliran/arus pada aaerah stagnasi
harus dihindari dan pula kerusakan tempat persediaan air.
Bila mengambil air dalam volume yang besar digunakan sampling stick. Botol diikat pada
ujung tongkat yang panjangnya 4-8 kaki dan tutupnya dibuka. Bootol dimasukkan secara
cepat ke dalam satu kaki dari permukan dengan menghadap ke bawah, botol segera diangkat
dari air dan segera ditutp. Jika tidak digunakan “sampling stick”, masukkan botol dekat dasar
dengan tangan. Tenggelamkan botol dalam air sedalam 3 cm dan gerakan botol dalam air
menentang arus.
7. Sampel dari pompa tangan
Pompa digerakkan 5 menit sebelum diambil sampelnya. Permukaan pompa dibakar dulu.
Sampel ditapung langsung dari pompa ke botol.

Besar sampel
Volume minimum yang diperlukan untuk analisa dari semua jenis air adalah 100 ml. jika
akan diperiksa adanya pathogen misalny Salmonela, vlume sampelnya 500 ml.

Pengiriman sampel
Sampel segera dimasukkan kedalam portable ice box pada central cannister. Di sekitar
canister diletakkan es yang dipotong-potong atau dry ice. Bila lama pemgiriman kurang dari 4
jam, tidak perlu temperature seperti refrigator. Tapi cukup dijaga dalam keadaan dingin selama
perjalanan. Labolatorium harus menerima kabar waktu pengirimn dan harus disertai form yag
lengkap pada sampel.

D. Pengujian bakteriologik dari air minum


Pengujian bakteriologik ini terutama berhubungan dengan kesehatan lingkungan dalam
usaha membasmi bakteri pathogen dalam air minum. Karena kuman patogn biasanya ada dalam
jumlah kecil, maka tidak sesuai bila digunakan sebagai standar untuk pengujian, sehingga bakteri
yang berasal dari feses dipakai ebagai indicator adanya bakteri pathogen yanag berasal dari
perut.

Doc.Inos@Lia YBA
Kuman pathogen dapat berasal dari manusia, binatang, dan burung, walaupun demikian
tidak dapat diasumsikan bahwa air dari persediaan yang tertutup untuk pabrik dan distok akan
bebas dari kuman perut, walaupun biasanya derajat kontaminasinya jauh berkurang. Yang biasa
digunakan sebagai indicator dari popuasi feses adalah .coli, juga sterptococus faecalis
clostridium perfingers dan virus perut.
Ada beberapa cara pemeriksaan air minum, diantaranya adalah :
1. Metode most probable number
Definisi :
Yang dimaksud golongan coliform termasuk bakteri batang gram negative tidak membentuk
spora dan fakultatif anaerob, yang tumbuh dengan adanya garam empedu dan
memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan 37°C, indol positif, tidak dapat
menggunakan citrate. Menghasilkan asam dari manitol pada 37°C, MR positif, P negatuf.
Media yang dipergunakan :
a. LB (lactose, broth, gibco) b. BGL (brilliant Green Lactose)
Beef extract 3,5 g pepton
Pepton 5,0 g lactose
Lactose 5,0 g ox gall
Distilled water 1000ml brilliant green
Distilled water 1000 ml
Catatan :
Untuk memudahkan pembacaan, tabung II yang sudah diberi 1 tetes cairan dari tabung
1 yang menghasilkan gas diletakkan tepat di belakang tabung tahap 1 tersebut, serta
seluruh tabung tahap 1 ikut dieramkan lagi bersama tabung tahap II. Hal ini sangat peru
unutk menentukan jumlah coliform.
Jumlah coliform dapat dilihat dengan tabel dari buku :
Standard method for the examination od water ad waste water. Edition 1971, Michael
J.taras:
MPN INDEX AND 95% comfernce limits for arious combination of positive and negative result
when there 100 ml portions. Three 1 ml portions and three 0,1 ml portions are used.

2. Filtrasi membran
Sebagian besar laboratorium mwnggunakan metode ini jika kekeruhan air memerlukan
filtrasi. Sejulah volume air yang cocok difiltrasi melaui membrane steril. Volume aliquot untuk
air kwalitas tinggi adalah 50100 ml. sedang untuk kwalitas rendah dan air tekontaminasi yang
telah diencerkan adalah 1 ml. jumlah koloni pada membrane yang baik untuk dihitung adalah
10-80 koloni. Keuntungan dari metode membran adalah dapat dikerjakan dengan cepat sebab
lebih baik memeriksa dengan frejuensi yang lebih banyak dengan metodesederhana dari pada
dengan metode yang lebih umit seperti Metode mpn.
A. Prosedur umum
simpan air dalam almari pendingin sampai siap diperiksa. Digunakan membran asetat (0,45)
pada filter steinles stel. Cuci dengan aquades steril setiap ganti air yang difiltrasi dan harus
diganti sesudah dipakai 6 sampel.
1) Saring sejumlah volume tertentu yang sesuai melalui membran steril
2) Gunakan pompa vacuum. Dengan tang steril, ambil membran dan letakkan pada media
dengan menempelkan bagian yang mengandung bakteri pada agar, hati-hati agar tidak
terjadi gelembung udara antara membran dan agar.
3) Inkubasikan dan hitung koloni. Hitung jumlah koloni per 100 ml sampel, dengan
anggapan bahwa 1 koloni berasal dari membran.
B. Konfirmasi koloni & perhitungan kuman
Sebagian besar koloni adalah khas, 5-100% adalah tetap tergantung pada jumlah seluruh
koloni. Bila ada koloni yang jelas brbeda morfologinya, tiap grup dihitung dan ditetapkan
terpisah. Bila koloni dianggap campuran, gunakan metoda seperti pada The Bacteriological
Examination of water supply sample.
1) Menghitung golongan coliform
Untuk air yang tidak diobati diambil 50 dan/ atau 10 ml disaring. Filter diletakkan
pada agar M-ENDO-LES atau agar tepol. Inkubasikan pada 30°C, 119 jam. Semua koloni yang
berwarna metalik pada M-ENDO-LES, atau kuning pada agar tepol termasuk golongan coliform.
Yang mengkilap dapat terdapat dibagian tepi koloni. Untuk air yang tidak diobati, diambil 100 ml
dan difiltrasi. Filter diletakkan pada agar tapol dan diinkubasikan seperti di atas. Hitung koloni
yang kuning, juga yang orange atau kuning muda.
Untuk menegaskan, dilakukan subkultur pada Briliant Green Lactose Bile Broth dan
diinkubasikan pada 36°C, catat adanya gas pada 24±2 jam dan pada 48±2 jam.
2) Menghitung E.coli

Doc.Inos@Lia YBA
Untuk air yang tidak diobati; ambil 50 dan/ atau 10 ml difiltrasi dan membrane
diletakkan pada agar M-ENDO-LES atau agar tepol, diinkubasikan pada 30C 1,5-2 jam, kemudian
pada 44,4°C, 18+32 jam. Hitung koloni yang mengkilat pada endo dan kuning pada tepol. Koloni
E.coli ada yang tidak spesifik baik ukuran maupun warnanya.
Untuk air yang diobati; biasanya yang difiltrasi adalah 100 ml. filter letakkan pada
gar tepol, inkubasikan pada 36°C, 18-20 jam. Hitung koloni yang datar-cembung atau cembung
berwarna kuning. Untuk menegaskan inkubasikan pada media fennels, pada 44,4°C selama 24
jam. Catat tabung-tabung yang mengeluarkan gas dan indol.
3) Menghitung faecal streptococci
Faecal streptocci terdapat pada usus binatang dan manusiadan termasuk spesies
streptococcus faecalis dan S. faecium. Adanya organism tersebut dalam air yang bebas E.coli
tapi dengan jumlah coliform yang tunggal, menandakan adanya pencemaran faeces. Faecal
streptococci lebih resisten chlorine dan oleh krena itu penggunaan indeks dari pngobatan yang
efisien adalah dapat mencapai nol setelah chlorinasi. Tekhik yang digunakan tergantung paad
penggunaan sodium azide sebagai inhibitor yang selektif dan tumbuh pada 44°C. volume air
yang sesuai difiltrasi . kemudian membrane diletakkan pada media datar kuning dari sinetz dan
bartley’s glucose azide. Untuk air yang diobati, diinkubasikan pada 36°c 4 jam kemudian pada
44,4° selama 44 jam.

3. Metode plate count


Perhitungan bakteri scara umum dala air, menggunakan petunjuk untuk mengelola
pengadaan air. Dapat dilihat bahwa kontaminasi pada air yang telah diklorinasi jumlanya sedkit.
Di USA jumlahnya kurang dari 300 per ml. bakteri yang dapat tumbuh di air, dapat tumbuh lebih
baik pada suhu 22°C, daripada temperature yang lebih tinggi. Bakteri yang tumbuh paling baik
pada suhu 37°C, biasanya dalam air tidak dapat tumbuh dengan baik dan lebih banyak karena
pencemaran dari sumber ezternal. Jika dua grup dari bakteri berbeda secara nyata, diperlukan
perhitungan yang berbeda.

Tes untuk sampel dan penggeseran yang sesuai :


a. Tambahkan 1 ml pada 2 petri
b. Campur air sampl dengan 15 Nutrient agar yang cair dan biarkan beku
c. Inkubasikan pada 20-22°C, 3 hari dan yang lain pada 37°C, 1 hari
d. Hasil dinyatakan sebagai jumlah koloni yang tumbuh per ml dari sampe asli.

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI AIR

Bermacam-macam standar dan tes yang dapat digunakan untuk pemeriksaan air
tergantung pada penggunaan air untuk minuman, renang, produksi/pengolahan ikan,
industri dan lain-lain.
Flora bakterial dalam air minum sangat bermacam-macam dan bervariasi pada
masing-masing contoh air. Ssehinga diperlukan pemeriksaan yang teratur terhadap air
minum. Bila dari pemeriksaan suatu laboratorium dinyatakan baik (pemeriksaan tunggal),
belum tentu air tersebut baik sebagai air minum.
Standar iar minum yang dipakai menurut WHO , yaitu semua sampel tidak boleh
mengandung E. coli dan juga bebas dari bakteri coliform. Standar tersebut meliputi:
1. Dalam tiap tahun , 95% dari sampel-sampel tidak boleh mengandung coliform dalam
100 ml.
2. Tidak ada sampel yang mengandung E. coli dalam 100 ml.
3. Tidak ada sampel yang mengandung coliform lebih dari 10 dalam 100 ml
4. Tidak boleh ada coliform dalam 100 ml dalam 2 sampel berurutan.

Frekuensi Sampling

Doc.Inos@Lia YBA
Sampling yang baik adalah dengan sering mengambil sampel dan diperiksa
dengan cara sederhana, dari pada jarang mengambil sampel walaupun pemeriksaannya
lengkap. Pengambilan sampel perlu ditingkatkan bila/pada keadaan :
1. Hujan deras terus menurus
2. Sangat panas
3. Kecepatan aliran berkurang
4. Angin kencang
5. Angin berdebu

Metode Sampling
Pada waktu sampling harus dijaga agar tidak terjadi kontaminasi. untuk itu
digunakan botol steril yang tertutup (screw cup) yang dibalut dengan celophan sebelum
diotoklav. Bila yang akan diambil air yang telah diklornasi, botol diberi sedikit larutan
Na2S2O3, misalnya 0,1 ml dari 3% Na2S2O3 tiap 100 ml air sebelum disterilkan.

Besar Sampel
Volume air yang diperlukan untuk analisa dari semua jenis air adalah 100 ml. Jika akan
diperiksa adanya patogen, misalnya Salmonella, volume sambel yang diperlukan adalah
500 ml.

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI AIR METODE TABUNG GANDA


Pemeriksaan bakteriologi air metode tabung ganda berdasarkan bahwa, bakteri
golongan coli dapat meragikan gula laktose, membentuk asam dan gas. Keadaan asam ini dapat
dibuktikan dengan menurunnya pH larutan perbenihan (laktose bulyon). Terbentuknya gas
dapat dilihat adanya udara dalam tabung durham.

METODE
Untuk ini digunakan metode sebagai berikut :
1. Test perkiraan (presumtif test), yaitu melihat berapa banyaknya tabung perbenihan
yang diragikan (keruh) + gas.
2. Test Penegasan (confirmatory test), yaitu melihat berapa banyaknya tabung
perbenihan BGLB (Brillant Green Lactose Bile) yang diragikan + gas.
3. Test Lengkap (Completed test), yaitu pemeriksaan untuk menentukan E.coli.

Hasil pemeriksaan cara ini dinyatakan dengan jumlah perkiraan terdekat kuman
golongan coli yang terdapat dalam 100 ml. Contoh air atau Most Probable Number = M.P.N.
Secara teori dan berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan ulangan dalam jumlah besar
bahwa perkiraan ini cenderung akan lebih besar dari angka sebenarnya dan perbedaan ini
akan lebih dapat diperkecil apabila jumlah tabung pengenceran diperbanyak. Jadi singkatnya
bahwa ketelitian dari setiap pemeriksaan sangat tergantung dari jumlah tabung yang dipakai.

MENENTUKAN KWALITAS AIR MINUM


Tujuan dari pemeriksaan rutin air minum, terutama yang sudah mendapat pengolahan
proses desinfeksi, ialah mencari atau menentukan adanya bakteri golongan coli atau E.coli
dalam contoh air.
Dengan demikian selainnya kita mengetahui adanya kontaminasi juga kita mengetahui
apakah proses desinfeksi itu sudah sempurna atau belum.
Baik tidaknya kwalitas air minum dapat dinilai dari :

1. Keadaan sanitasi dari sumbernya.


2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Diharapkan hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan nilai BAIK didapatkan lebih dari
95% dari sejumlah sample yang diperiksa dalam waktu yang berbeda.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukannya hanya satu kali saja, tidaklah
berarti apa-apa. Kecuali hasil ini didapatkan dari pemeriksaan yang berulang-ulang disuatu
tempat.

Doc.Inos@Lia YBA
Untuk contoh air yang bukan air minum, biasanya pemeriksaan rutin laboratorium,
hanya bertujuan untuk mengetahui derajat kontaminasi dari bakteri atau untuk menentukan
sumber polusi.

TEHNIK PEMERIKSAAN
Media yang dipakai adalah :
1. Laktose broth.
2. BGLB Brillant Green Laktose Bile.

- Disediakan 7 tabung laktose broth yang terdiri dari :


 5 buah tabung laktose broth Double Strenght (DS)
 2 buah tabung laktose broth Singgle Strenght (SS)
- Dengan sebuah pipet steril ukuran 1 ml. Pindahkan 1ml. Contoh air kedalam salah satu
tabung SS.
- Dan kedalam tabung SS lainnya dipindahkan 1ml. Contoh air.
- Dengan menggunakan pipet steril ukuran 10 ml.pindahkan contoh air kedalam 5 buah
tabung DS masing-masing sebanyak 10 ml.
- Sesudah dikocok sebentar, semua tabung dimasukkan kedlm inkubator 37o C
selama 2 x 24 jam.
- Kemudian diteliti dan dihitung banyaknya tabung yang menunjukkan kekeruhan + gas. Ini
dikatakan pemeriksaan Perkiraan (presumtip).
- Untuk menetukan pemeriksaan penegasan (Confirmatory), maka semua tabung
menunjukkan kekeruhan + gas dipindahkan kedalam medium BGLB masing-masing
sebanyak 1 ose.
- Semua tabung BGLB yang sudah ditanam tadi dimasukkan kedalam inkubator 37o C
selama 1 x 24 jam.
- Kemudian diteliti lagi adanya tabung yang menunjukkan kekeruhan gas (positif).
- Tentukan nilai MPN dengan cara menghitung berapa jumlah tabung positif yang berasal
dari pengenceran contoh air 10ml, 1 ml, dan 0,1 ml.
- Hasilnya dilihat pada tabel MPN coli.

Misalnya :
Dari tabung pengenceran 10 ml, positif sebanyak 2 tabung.
Dari pengenceran 1 ml, positif sebanyak 1 tabung.
Dari pengenceran 0,1 negatif.

Maka, MPN coli adalah 2.1.0, dalam tabel = 7,6. Ini berarti bahwa dalam 100 ml. Contoh air
tersebut diperkirakan terdapat 7,6 bakteri golongan coli. Hasil pemeriksaan dikatakan BAIK
apabila nilai MPN Coli = 0.

PERHITUNGAN ANGKA KUMAN (TOTAL PLATE COUNT)


Perhitungan angka kuman memberikan suatu pemeriksaan standart akan kuman
aerob dan fakultatif anaerob yang heterotropik dalam air yang diperiksa. Perhitungan ini
adalah perhitungan empiris karena sebenarnya bakter-bakteri dapat hidup sendiri-sendiri
berpasangan, dalam bentuk rantai, berkelompok dll. Tidak ada sebuah media atau suatu
keadaan fisik atau keadaan kimia yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dari bakteri-
bakteri yang berasal dari air. Akibatnya ialah jumlah bakteri yang dihitung akan lebih rendah
dari jumlah bakteri hidup yang sebenarnya berada dalam air yang diperiksa.
Untuk menunjang pengambilan sampel air yang dapat diterima guna menilai mutu
pemeriksaan air, terutama guna keperluan komperatif dan legalitas, maka diperlukan suatu
metode perhitungan jumlah kuman yang distandarisasikan.

SAMPEL
Pengambilan sampel air harus memenuhi persyaratan bakteriologis. Sampel diperiksa
sesegera mungkin untuk mencegah perubahan populasi atau berkurangnya bakteri yang
berada dalam sampel. Waktu maksimal yang diperbolehkan antara pengambilan hingga
pemeriksaan sekitar 8 jam, (transport 6 jam dan pemeriksaan 2 jam). Apabila sampel tidak
dapat dilakukan dalam 8 jam, diusahakan agar temperatur sampel harus dibawah 10oC dan
waktu maksimal adalah 30 jam.

TEHNIK PEMERIKSAAN
Persiapan :
1. Pipet ukuran 10 ml dan 1 ml steril
2. Cawan Petri steril

Doc.Inos@Lia YBA
3. Tabung berisi aquadest steril masing-masing 9 ml.
4. Nutrient agar.
 Sediakan 4 buah tabung aquadest steril (sesuai dengan pengenceran)
 Sediakan 5 buah cawan petri steril
 Pipet contoh air secara aseptis kemudian masukkan kedalam cawan petri sebanyak 1 ml
dan kedalam sebuah tabung aquadest sebanyak 1 ml.
 Campur air dalam tabung tadi hingga rata, kemudian dengan mencampurkan sebuah pipet
lain pindahkan cairan dari tabung I ini dalam tabung II sebanyak 1 ml dan kedalam cawan
petri II sebanyak 1 ml.
 Seterusnya dari tabung II cairan dipindahkan 1 ml kedalam tabung III dan kedalam cawan
petri 1 ml.
 Lakukan seterusnya hingga senua tabung dan cawan petri terisi cairan, dengan demikian
kita mendapatkan penipisan cairan sbb; 10X, 100Xdan 1000X.
Tes lengkap atau completed test dilakukaan dengan tujuan untuk mencari adanya
Escherichia coli, yaitu dengan cara menanam 1 ose cairan dari BGLB yang positif pada endo
agar. Koloni berwarna merah metalic ditanam pada TSI agar. SIM medium dan citrat agar
untuk memastikan adanya E.coli.

PENENTUAN GOLONGAN COLI TINJA


Untuk menentukan golongan coli, apakah itu berasal dari tinja (faeces) atau dari
sumber lainnya maka dipakai cara dengan menaikkan temperatur pengeraman menjadi 44oC
sampai 46oC.
Penentuan coli tinja (faecal coliform) ini biasanya dilakukan untuk memeriksa air
polusi, sumber air biasa, sistem penjernihan air selokan, air kolam renang dll.
Media biakan yang dipakai untuk penentuan golongan coli tinja ini adalah BGLB 2%
yang dieramkan pada temperatur 44oC - 46o C.
Penentuan selanjutnya sama seperti yang dilakukan untuk test lengkap.

PERHITUNGAN ANGKA KUMAN (TOTAL PLATE COUNT)


Perhitungan angka kuman memberikan suatu pemeriksaan standart akan kuman
aerob dan fakultatif anaerob yang heterotropik dalam air yang diperiksa. Perhitunmgan ini
adalah perhitungan empiris karena sebenarnya bakteri-bakteri dapat sendiri-sendiri
berpasangan, dalam bentuk rantai, berkelompok dll.
Dan tak ada sebuah media atau suatu keadaan fisik atau keadaan kimia yang dapat memenuhi
kebutuhan fisiologis dari bakteri-bakteri yang berasal dari air. Akibatnya ialah jumlah bakteri
yang dihitung akan lebih rendah dari jumlah bakteri hidup yang sebenarnya berada dalam air
yang diperiksa.
Untuk menunjang pengambilan sampel air yang dapat diterima guna menilai mutu
pemeriksaan air, terutama guna keperluan komperatif dan legalitas, maka diperlukan suatu
metode perhitungan jumlah kuman yang distandarisasikan.

SAMPEL
Pengambilan sampel air harus memenuhi persyaratan bakteriologis. Sampel diperiksa
sesegera mungkin untuk mencegah perubahan populasi atau berkurangnya bakteri yang
berada dalam sampel. Waktu maksimal yang diperbolehkan antara pengambilan hingga
pemeriksaan sekitar 8 jam, (transport 6 jam dan pemeriksaan 2 jam). Apabila sampel tidak
dapat dilakukan dalam 8 jam, diusahakan agar temperatur sampel harus dibawah 10oC dan
waktu maksimal adalah 30 jam.

TEHNIK PEMERIKSAAN
Persiapan :
1. Pipet ukuran 10 ml dan 1 ml steril
2. Cawan Petri steril
3. Tabung berisi aquadest steril masing-masing 9 ml.
4. Nutrient agar.

 Sediakan 4 buah tabung aquadest steril (sesuai dengan pengenceran)


 Sediakan 5 buah cawan petri steril
 Pipet contoh air secara aseptis kemudian masukkan kedalam cawan petri sebanyak 1 ml
dan kedalam sebuah tabung aquadest sebanyak 1 ml.
 Campur air dalam tabung tadi hingga rata, kemudian dengan mencampurkan sebuah pipet
lain pindahkan cairan dari tabung I ini dalam tabung II sebanyak 1 ml dan kedalam cawan
petri II sebanyak 1 ml.

Doc.Inos@Lia YBA
 Seterusnya dari tabung II cairan dipindahkan 1 ml kedalam tabung III dan kedalam cawan
petri 1 ml.
 Lakukan seterusnya hingga senua tabung dan cawan petri terisi cairan, dengan demikian
kita mendapatkan penipisan cairan sbb; 10X, 100Xdan 1000X.
 Tuanglah medium agar yang masih mencair (suhu kira-kira 56o C ) kedalam sebuah cawan
petri sebanyak 20-25 ml. Pada masing-masing cawan termasuk cawan control.
 Goyangkan cawan perlahan-lahan hingga cairan merata, biarkan sebentar sampai agar
membeku kemudian semua cawan dimasukkan inkubator dalam posisi terbalik, selama 2 x
24 jam.
 Kemudian hitung koloni-koloni kuman yang tumbuh pada tiap-tiap cawan.
 Jumlah kuman didapat dari jumlah koloni dikalikan pengenceran adalah jumlah kuman
yang terdapat dalam 1 ml contoh air.

Contoh perhitungan
Control : 1 koloni
Pengenceran 10 x : 276 koloni
Pengenceran 100x : 105 koloni
Pengenceran 1000x : 32 koloni

Jumlah Kuman :
( 276 –1) X 10 + (105-1) X 100 + (32-1) X 1000
3

2750 + 10.4000 + 31.000 44.150 147 / ml contoh.


3 3

atau :
Pilih salah sebuah cawan yang diperkirakan jumlah koloninya teerletak antara 30 –
300. Sesudah dikurangkan koloni pada cawan control kemudian dikalikan pengenceran adalah
jumlah koloni/ml contoh.

2.3. BAKTERIOLOGI PANGAN

Jasad renik pada makanan umumnya berasal dari air, udara dan tanah serta kotoran manusia
atau binatang – binatang. Makanan yang dibicarakan disini ialah susu, daging, ikan dan telur.

Jasad renik pada susu


Susu umumnya mempunyai pH antara 6.3 dan 7.2 Di dalam susu terdapat kuman –
kuman yang dapat mengubah gula laktosa menjadi asam laktat. Kuman – kuman tersebut ialah :
a. Spesies Lactobacillus
b. Streptococcus lactis dan spesies sejenisnya
Spesies Lactobacillus berbentuk batang, kadang – kadang panjang dan halus. Tidak dapat
bergerak dan Gram positif. Beberapa spesies dapat hidup pada suhu tinggi, 50o sampai 65oC.
Umumnya bersifat mikroerofil atau anerob. Spesies yang ditemukan pada susu antara lain ialah
L.casei, L.acidophilus, L.bulgaricus, L.helveticus dan L.plantarum.
Spesies Streptococcus yang ditemukan di dalam susu ialah Streptococcus lactis dan
Streptococcus cremoris. Streptococcus lactis biasanya adalah penyebab utama sehingga susu
menjadi asam. Streptococcus lactis dianggap berasal dari rumput kering dan padi-padian dan
merupakan kuman yang biasa mengotori susu. S.lactis kemungkinan besar dapat mengotori susu
melalui rabuk hewan tersebut. Streptococcus cremoris mempunyai sifat sifat yang hampir sama
dengan S.lactis, perbedaannya ialah bahwa S.cremoris tidak dapat tumbuh pada suhu 40oC, di
dalam kaldu NaCI 4% dan pada perbenihan dengan pH 9.2. S.cremoris juga berasal dari tanaman.
Untuk memeriksa jumlah jasad renik dalam susu dapat digunakan empat macam cara, yaitu
:
a. Cara perhitungan dengan lempeng agar tuangan (sama dengan cara menghitung kuman
dalam air).

b. Cara mikroskopik langsung.

Doc.Inos@Lia YBA
Sebarkanlah sejumlah 0.01 ml susu di atas gelas alas dalam suatu kotak berukuran 1 cm
persegi. Biarkanlah susu tersebut mengering, buanglah lemak yang ada dan rekatkanlah
sediaan tersebut dan warnailah dengan zat biru metilen dan periksalah sediaan tersebut
dengan obyektif 100 x. Bila jumlah kuman di dalam susu tidak banyak maka cara ini
kurang teliti.

c. Cara reduksi biru metilen


Cara ini menentukan waktu yang diperlukan untuk mereduksi sejumlah tertentu biru
metilen (kehilangan warna birunya) di dalam susu bila dieram pada 37oC. Makin cepat
timbul perubahan warna, makin banyak kuman terdapat dalam susu tersebut.
Berdasarkan cara reduksi biru metilen ini maka susu dapat dibagi dalam golongan atau
kelas tertentu sebagai berikut :
Kelas 1. Susu baik sekali, tidak ada reduksi dalam 8 jam.
Kelas 2. Susu baik, reduksi dalam 8 jam, tetapi tidak ada reduksi dalam
6 jam
Kelas 3. Susu lumayan, reduksi dalam 6 jam, tetapi tidak ada reduksi
dalam 2 jam
Kelas 4. Susu jelek, reduksi dalam 2 jam.
d. Cara resazurin
Resazurin (diazoresorcinol) ialah suatu indikator oksidasa reduksi dengan pH antara 3.8
dan 6.5. Pada pH 3.8 atau lebih rendah, warna indikator adalah merah muda. Pada pH
6.5 atau lebih tinggi, warna indikator adalah ungu. Makin banyak kuman terdapat dalam
susu, makin cepat terjadi perubahan warna resazurin. Resazurin juga peka terhadap
daya reduksi sel darah putih sehingga dapat digunakan untuk memeriksa ada tidaknya
mastitis pada hewan penghasil susu tersebut. Kocoklah susu yang akan diperiksa
sehingga tercampur merata. Ambillah 10 ml dan masukkanlah ke dalam suatu tabung.
Tambahkanlah 1 ml dari larutan 1:20.000 resazurin ke dalam susu tersebut.
Campurkanlah sehingga merata dan masukkanlah ke dalam penangas air, pada suhu
37oC dan periksalah tiap jam selama tiga jam berturut – turut. Bandingkanlah warna
susu dengan standar warna yang telah disiapkan sebelumnya. Bila warna susu tetap biru
atau ungu selama 1 jam, maka ini berarti bahwa jumlah kuman di dalam susu adalah
normal. Bila warna susu berubah menjadi biru-hijau atau hijau setelah 1 jam maka ini
berarti bahwa jumlah kuman di dalam susu sangat banyak. Bila terjadi reduksi lengkap
dalam waktu 1 jam atau kurang dari itu, maka ini berarti bahwa susu tersebut
mengandung banyak sekali kuman ditambah dengan sel – sel darah putih dan hewan
penghasil susu tersebut menderita mastitis.
Di Amerika Serikat, susu dan hasil lainnya yang berasal dari susu, dinilai berdasarkan jumlah
kuman yang terdapat di dalamnya. Bahan pemeriksaan diambil sekurang – kurangnya 10 ml dan
dimasukkan ke dalam botol steril. Bahan pemerisaan harus disimpan pada suhu 4oC bila belum
dikerjakan. Berdasarkan jumlah kuman yang didapat dari susu maka dikenal penggolongan
berikut untuk susu di Amerika serikat.
- Susu mentah yang dijamin baik (Certified raw milk). Umumnya ialah susu dengan jumlah
kuman kurang dari 10.000 per ml.
- Susu mentah kelas A (Grade A raw milk). Susu ini harus dipasteurisasi. Jumlah kuman
didalam susu tidak melebihi 200.000 per ml. Semua susu sapi untuk pasteurisasi harus
berasal dari hewan yang bertempat tinggal di daerah yang telah dinyatakan bebas
tuberkulosa. Sekurang – kurangnya suatu daerah diperiksa tiap 6 tahun sekali apakah ada
hewan yang menderita tuberkulosa.
- Susu mentah kelas B (Grade B raw milk). Susu ini harus dipasteurisasi. Jumlah kuman di
dalam susu tidak melebihi 1 juta per ml.
- Susu mentah kelas C (Grade C raw milk). Susu yang tidak memenuhi syarat untuk susu
mentah kelas B.
- Susu yang dijamin baik dan telah dipasteurisasi dan didinginkan serta dimasukkan ke
dalam botol.
- Susu kelas A yang telah dipasteurisasi. Susu mentah kelas A yang telah dipasteurisasi
dengan baik dan telah dimasukkan botol. Untuk membuktikan bahwa pasteurisasi telah
dilakukan dengan baik, hasil tes fosfatasa harus negatif dan jumlah kuman setelah
pasteurisasi tidak melebihi 30.000 per ml, atau jumlah kuman koliform tidak boleh
melebihi 10 per ml.
- Susu kelas B yag telah dipasteurisasi. Susu ini hanya berbeda dari susu kelas A dalam
jumlah kuman, yaitu tidak melebihi 50.000 per ml setelah pasteurisasi. Selebihnya harus
memenuhi syarat – syarat susu kelas A yang telah di pasteurisasi. Susu ini sekurang –
kurangnya dari susu mentah kelas B yang belum dipasteurisasi.

Doc.Inos@Lia YBA
Tes fosfatasa berdasarkan sifat – sifat fosfatasa, yang terdapat didalam susu mentah, yang
dapat melepaskan fenol dari ester fenilfosfor. Fenol tersebut dapat diukur dengan
menambahkan zat BQC (2.6-dibromoquinonechloroimide) sehingga terbentuk zat biru
indofenol. Ensim fosfatasa akan dirusak seluruhnya bila susu dipanaskan pada 63oC selama 30
menit. Jadi bila tes fosfatasa positif, tanda masih ada fosfatasa di dalam susu, maka hal ini
berarti bahwa pasteurisasi susu tidak baik atau sesudah pasteurisasi pada penambahan susu
mentah. Jasad renik patogen dimatikan pada suhu yang lebih rendah daripada suhu yang
dibutuhkan untuk merusak fosfatasa.
Penyakit – penyakit yang dapat menular melalui susu hewan kepada manusia ialah
tuberkulosa, brucellosa (Malta fever, undulant fever), Q-fever oleh sejenis rickettsia Coxiella
burnetii, salmonellosis, infeksi stafilokokus dan streptokokus, dan penyakit virus yang
ditanamkan penyakit kuku dan mulut. Selain penyakit – penyakit tersebut di atas, melalui susu
dapat pula menular penyakit – penyakit yang berasal dari pemarah susu atau orang – orang lain
yang mengerjakan susu tersebut sebelum sampai kepada konsumen. Penyakit demikian ialah
misalnya tifoid, difteri dan penyakit jengkering.

Jasad renik pada daging


Adanya jasad renik pada jaringan dan darah binatang hidup dan sehat masih belum dapat
dipastikan. Ada penyelidik yang berpendapat bahwa ada jasad renik pada jaringan hidup, tetapi
ada pula yang tidak dapat menemukan jasad renik pada jaringan binatang sehat dan hidup.
Semua orang sependapat bahwa setelah binatang mati, jaringan badannya akan kemasukan
jasad renik. Jasad renik yang dapat diisolasi dari daging segar yang disimpan pada suhu 4oC ialah
dari Genus Achromobacter, Pseudomonas dan Lactobacillus.
Untuk menentukan apakah daging baik untuk dimakan atau tidak, tidak perlu dilakukan
perhitungan jumlah kuman pada daging tersebut, karena yang penting ialah jenis kuman yang
terdapat pada daging, bukan jumlahnya.
Daging dapat dirusak oleh pelbagai jasad renik erob dan anerob. Biasanya jasad renik erob
dahulu yang bekerja kemudian baru jasad renik anerob setelah keadaan sudah baik untuk
pertumbuhan jasad renik anerob. Jasad renik yang dapat merusak daging dapat digolongkan
dalam golongan berikut :
a. Batang berspora, erob, Gram positif, misalnya dari Genus Bacillus.
b. Batang tak berspora, erob, Gram negatif, misalnya E.coli dan Proteus.
c. Kokus, misalnya Micrococcus dan Staphylococcus.
d. Jasad renik anerob, misalnya Clostridium.
e. Jamur, misalnya Monilia, Aspergillus dan sebagainya.

Jasad renik pada ikan


Ikan biasanya menjadi busuk karena kuman – kuman. Umumnya daging ikan sehat bebas
dari kuman. Kuman – kuman terdapat pada bagian luar dan pada saluran pencernaan ikan. Pada
ikan dapat ditemukan genus kuman berikut : Achromobacter, Corynebbacterium,
Flavobacterium, Micrococcus, Mycoplasma, Pseudomonas, Vibrio, Bacillus, Clostridium, Proteus
dan Sarcina.
Di antara kuman – kuman ini terdapat juga jenis – jenis yang patogen pada manusia.
Misalnya Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio alginolyticus.

Jasad renik pada telur


Kulit telur sebagian besar terdiri atas kalsium karbonat dan bersifat berlubang – lubang
(“porous”). Melalui lubang – lubang ini kuman dari lingkugan telur dapat masuk ke dalam telur
tersebut. Telur yang kotor karena kotoran – kotoran kandang biasanya dicuci dahulu sebelum
dijual. Pada waktu mencuci itulah kuman – kuman terutama dapat masuk ke dalam telur. Karena
itu maka cairan yang digunakan untuk mencuci telur biasanya mengandung zat – zat yang dapat
mematikan kuman, misalnya formalin, alkohol, asam belerang, natrium hidroksida, sabun dan
sebagainya.
Di dalam telur dapat ditemukan kuman – kuman seperti Salmonella gallinarum,
S.schottmuelleri, S.thompson, dan S.typhimurium.
Pada putih telur terdapat zat lisosom yang bersifat bakterisida, juga membrana kulit telur
mengandung zat bakterisida sehingga dapat menahan masuknya beberapa jenis kuman seperti
misalnya Pseudomonas aeruginosa.

Jasad Renik Pada Makanan

Doc.Inos@Lia YBA
Jasad renik berasal dari: air, udara, tanah, kotoran manusia & binatang

Pada Susu
pH 6,3-7,2  dalam susu terdapat kuman yang mengubah gula laktosa  asam laktat.
MO : - Lactobacillus sp (L. casei, L. acidophilus, L. bulgaricus, L. helveticus,
L. plantarum)
Lactobacillus (batang, Gram +, panjang, halus, tidak bergerak,
mikroaerofilik/anaerob. beberapa hidup pada suhu 50-65 C.

- Streptococcus lactis (asal rerumputan) penyebab utama menjadikan susu


asam,
- Strep. cremoris (asaldari tanaman)

Untuk membedakan Strep. cremoris dan Streptococcus lactis  Strep. cremoristidak dapat
tumbuh pada suhu 40 C, dalam kldu NaCl 4% & pada perbenihan pH 9,2.

Cara Memeriksa Jasad renik Susu:


1. Perhitungan dengan lempeng agar tuang (= menghitung kuman dalam air)
2. Mikroskopis langsung  0,01 ml susu di atas gelas alas dalam kotak berukuran 1 cm
persegi  biarkan mengering + metilen blue  mikroskopis minyak emersi
(kurang teliti bila jumlah kuman banyak)
3. Reduksi Biru metilen  menentukan waktu yang diperlukan untuk mereduksi biru
metilen (warna biru hilang) dalam susu pada pengeraman 37 C
Kelas 1  Susu bail sekali  tidak ada reduksi dalam 8 jam
Kelas 2  susu baik, reduksi dalam 8 jam, tetapi tidak ada reduksi dalam 6 jam
Kelas 3  susu lumayan, reduksi dalam 6 jam, tetapi tidak ada reduksi dalam 2 jam
Kelas 4  susu jelek, reduksi dalam 2 jam

4. Tes Resazurin
 Resazurin (diazoresorcinol) ialah suatu indikator oksidase reduksi dengan pH antara
3,8 dan 6,5.
 Pada pH 3,8 atau lebih rendah  warna indikator adalah ungu (makin banyak
kuman dalam susu, makin cepat terjadi perubahan warna Resazurin)
 Resazurin juga peka terhadap daya reduksi sel darah putih sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya mastitis pada hewan penghasil susu
tersebut.
 10 ml susu dalam tabung + Resazurin (1: 20.000)  campur rata  panaskan (37 C)
 periksa tiap jam selama 3 jam berturut-turut  bandingkan warna susu tsb
dengan standar
 Bila warna tetap biru selama 1 jam  jumlah normal, bila warna hijau-biru/ hijau 
jmlah sangat banyak
 Bila terjadi reduksi lengkap dalam 1 jam  kuman sangat banyak  hewan
mastitis).

PEMERIKSAAN MIKROORGANISME KONTAMINAN UDARA

Media Agar Darah


Mac Concey Dibuka selama 15 Menit
Media Agar Coklat

Di tutup dan dibungkus


aluminium foil

Di inkubasi pada suhu


37°C
selama 18-24 jam

Doc.Inos@Lia YBA
Identifikasi makroskopis

Mikroskopis Uji gula-gula

Jenis bakteri

3. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI AIR


PEMERIKSAAN AIR MINUM SECARA BAKTERIOLOGI

macam –macam standar dan tes yang diunakan untuk pemeriksaan air tergantung
pada penggunaan air untuk minum, renang, produksi/pengolahan ikan, industry.

Flora bacterial di dalam air minum sangat bermacam-macam dan ridak sama pada
setiap contoh ait. Karena itu sebaiknya perlu diadakan pemeriksaan yang teratur terhadap
air minum. Bila dari pemeriksaan suatu laboratorium dinyatakan baik, belumtenu air
tersebut baik sebgai air minum.

E. Standar Air Minum


Standard yang dpakai WHO. Semua sampel tidak boleh mengandung ecoli dan
sebaiknya juga bebas dari bakteri coliform.
Standard dari WHO tersebut adalah :
5. Dalam setiap tahun 95% dari sampel-sampel tidak boleh mengandung coliform dalam 100 ml
6. Tidak ada sampel yang mengandung Ecoli dalam 100 ml
7. Tidak ada sampel yng mengandung coliform lebih dari 10 dalam 100 ml
8. Tidak boleh ada coliform dalam 100 ml dari dua sampel yang berurutan.

F. Frekuensi samping
Yang baik adalah sering mngambil sampel dan periksa dengan cara yang
sederhana, daripada jarang mengambil sampel walaupun cara pemeriksaan lebih lengkap.

Pengambilan sampel perlu ditingkatkan bila/pada keadaan :


6. Hujan deras terus-menerus
7. Sangat panas
8. Kecepatan aliran berkurang
9. Angin kencang
10.Angin berdebu

G. Metode sampling dan pengirimannya


Pada waktu sampling harus selalu dijaga agar tidak terjadi kontaminasi. Untuk itu
digunakan botol steril yang tertutup yang dibalut dengan celophan sebelum diotoklav.
Bila yang akan diambil air yang telah diklorinasi, boyol diberi sedikit larutan Na2S2O3,
misalnya 0,1 ml dari 3% NaS2O3 tiap 100 ml air sebelum disterilkan.

Petunjuk untuk sampling adalah sebagai berikut :


8. Botol steril tidak boleh dibuka sebelum akan digunakan untuk mengambil sampel dan tidak
boleh dicuci duli diii sampel.
9. Perekat pada tutup dibuka
10.Tutup dibuka, dijaga agar jari-jari tidak menyntuh mulut bootol atau permukaan tutup botol
bagian dalam
11.Botol segera diisi dengan air dan ditutp kembali seperti semula. Harus diberi ruang udara
dalam bptol agar populasi bakeri dalam udara di situ juga ikut campur dengan air

Doc.Inos@Lia YBA
12.Sampel dari kran :
Buka penutup kran bersihkan bagian luar dan dalam dari kran. Alirkan air selama 2-3
menit sebelum mengisi botol penampung
13.Sampel dari sungai, mata air, danau, bak persediaan atau sumur :
Harus dilakukan agar mendapatkan sampel yang refresentatif dari air ang digunakan
konsumen. Oleh karena itu tidak tepat bila pengambilan sampe sangat dekat dengan
sumber/tempat persediaan air atau tempat keluarnya. Aliran/arus pada aaerah stagnasi
harus dihindari dan pula kerusakan tempat persediaan air.
Bila mengambil air dalam volume yang besar digunakan sampling stick. Botol diikat
pada ujung tongkat yang panjangnya 4-8 kaki dan tutupnya dibuka. Bootol
dimasukkan secara cepat ke dalam satu kaki dari permukan dengan menghadap ke
bawah, botol segera diangkat dari air dan segera ditutp. Jika tidak digunakan
“sampling stick”, masukkan botol dekat dasar dengan tangan. Tenggelamkan botol
dalam air sedalam 3 cm dan gerakan botol dalam air menentang arus.
14.Sampel dari pompa tangan
Pompa digerakkan 5 menit sebelum diambil sampelnya. Permukaan pompa dibakar
dulu. Sampel ditapung langsung dari pompa ke botol.

Besar sampel
Volume minimum yang diperlukan untuk analisa dari semua jenis air adalah 100
ml. jika akan diperiksa adanya pathogen misalny Salmonela, vlume sampelnya 500 ml.

Pengiriman sampel
Sampel segera dimasukkan kedalam portable ice box pada central cannister. Di
sekitar canister diletakkan es yang dipotong-potong atau dry ice. Bila lama pemgiriman
kurang dari 4 jam, tidak perlu temperature seperti refrigator. Tapi cukup dijaga dalam
keadaan dingin selama perjalanan. Labolatorium harus menerima kabar waktu pengirimn
dan harus disertai form yag lengkap pada sampel.

H. Pengujian bakteriologik dari air minum


Pengujian bakteriologik ini terutama berhubungan dengan kesehatan lingkungan
dalam usaha membasmi bakteri pathogen dalam air minum. Karena kuman patogn
biasanya ada dalam jumlah kecil, maka tidak sesuai bila digunakan sebagai standar untuk
pengujian, sehingga bakteri yang berasal dari feses dipakai ebagai indicator adanya
bakteri pathogen yanag berasal dari perut.
Kuman pathogen dapat berasal dari manusia, binatang, dan burung, walaupun
demikian tidak dapat diasumsikan bahwa air dari persediaan yang tertutup untuk pabrik
dan distok akan bebas dari kuman perut, walaupun biasanya derajat kontaminasinya jauh
berkurang. Yang biasa digunakan sebagai indicator dari popuasi feses adalah .coli, juga
sterptococus faecalis clostridium perfingers dan virus perut.
Ada beberapa cara pemeriksaan air minum, diantaranya adalah :
4. Metode most probable number
Definisi :
Yang dimaksud golongan coliform termasuk bakteri batang gram negative tidak
membentuk spora dan fakultatif anaerob, yang tumbuh dengan adanya garam empedu
dan memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan 37°C, indol positif, tidak
dapat menggunakan citrate. Menghasilkan asam dari manitol pada 37°C, MR positif, P
negatuf.
Media yang dipergunakan :
b. LB (lactose, broth, gibco) b. BGL (brilliant Green
Lactose)
Beef extract 3,5 g pepton
Pepton 5,0 g lactose
Lactose 5,0 g ox gall
Distilled water 1000ml brilliant
green
Distilled water
1000 ml
Catatan :
Untuk memudahkan pembacaan, tabung II yang sudah diberi 1 tetes cairan dari
tabung 1 yang menghasilkan gas diletakkan tepat di belakang tabung tahap 1

Doc.Inos@Lia YBA
tersebut, serta seluruh tabung tahap 1 ikut dieramkan lagi bersama tabung tahap II.
Hal ini sangat peru unutk menentukan jumlah coliform.
Jumlah coliform dapat dilihat dengan tabel dari buku :
Standard method for the examination od water ad waste water. Edition 1971,
Michael J.taras
MPN INDEX AND 95% comfernce limits for arious combination of positive and
negative result when there 100 ml portions. Three 1 ml portions and three 0,1 ml
portions are used.

5. Filtrasi membran
Sebagian besar laboratorium mwnggunakan metode ini jika kekeruhan air memerlukan
filtrasi. Sejulah volume air yang cocok difiltrasi melaui membrane steril. Volume aliquot
untuk air kwalitas tinggi adalah 50100 ml. sedang untuk kwalitas rendah dan air
tekontaminasi yang telah diencerkan adalah 1 ml. jumlah koloni pada membrane yang
baik untuk dihitung adalah 10-80 koloni. Keuntungan dari metode membran adalah dapat
dikerjakan dengan cepat sebab lebih baik memeriksa dengan frejuensi yang lebih banyak
dengan metodesederhana dari pada dengan metode yang lebih umit seperti Metode mpn.
C. Prosedur umum
simpan air dalam almari pendingin sampai siap diperiksa. Digunakan membran asetat (0,45)
pada filter steinles stel. Cuci dengan aquades steril setiap ganti air yang difiltrasi dan harus
diganti sesudah dipakai 6 sampel.
4) Saring sejumlah volume tertentu yang sesuai melalui membran steril
5) Gunakan pompa vacuum. Dengan tang steril, ambil membran dan letakkan pada media
dengan menempelkan bagian yang mengandung bakteri pada agar, hati-hati agar tidak
terjadi gelembung udara antara membran dan agar.
6) Inkubasikan dan hitung koloni. Hitung jumlah koloni per 100 ml sampel, dengan
anggapan bahwa 1 koloni berasal dari membran.
D. Konfirmasi koloni & perhitungan kuman
Sebagian besar koloni adalah khas, 5-100% adalah tetap tergantung pada jumlah
seluruh koloni. Bila ada koloni yang jelas brbeda morfologinya, tiap grup dihitung dan
ditetapkan terpisah. Bila koloni dianggap campuran, gunakan metoda seperti pada The
Bacteriological Examination of water supply sample.
4) Menghitung golongan coliform
Untuk air yang tidak diobati diambil 50 dan/ atau 10 ml disaring. Filter
diletakkan pada agar M-ENDO-LES atau agar tepol. Inkubasikan pada 30°C, 119 jam.
Semua koloni yang berwarna metalik pada M-ENDO-LES, atau kuning pada agar tepol
termasuk golongan coliform. Yang mengkilap dapat terdapat dibagian tepi koloni.
Untuk air yang tidak diobati, diambil 100 ml dan difiltrasi. Filter diletakkan
pada agar tapol dan diinkubasikan seperti di atas. Hitung koloni yang kuning, juga yang
orange atau kuning muda.
Untuk menegaskan, dilakukan subkultur pada Briliant Green Lactose Bile
Broth dan diinkubasikan pada 36°C, catat adanya gas pada 24±2 jam dan pada 48±2 jam.
5) Menghitung E.coli
Untuk air yang tidak diobati; ambil 50 dan/ atau 10 ml difiltrasi dan
membrane diletakkan pada agar M-ENDO-LES atau agar tepol, diinkubasikan pada 30C
1,5-2 jam, kemudian pada 44,4°C, 18+32 jam. Hitung koloni yang mengkilat pada endo
dan kuning pada tepol. Koloni E.coli ada yang tidak spesifik baik ukuran maupun
warnanya.
Untuk air yang diobati; biasanya yang difiltrasi adalah 100 ml. filter letakkan
pada gar tepol, inkubasikan pada 36°C, 18-20 jam. Hitung koloni yang datar-cembung
atau cembung berwarna kuning.
Untuk menegaskan inkubasikan pada media fennels, pada 44,4°C selama 24
jam. Catat tabung-tabung yang mengeluarkan gas dan indol.
6) Menghitung faecal streptococci
Faecal streptocci terdapat pada usus binatang dan manusiadan termasuk
spesies streptococcus faecalis dan S. faecium. Adanya organism tersebut dalam air yang
bebas E.coli tapi dengan jumlah coliform yang tunggal, menandakan adanya pencemaran
faeces. Faecal streptococci lebih resisten chlorine dan oleh krena itu penggunaan indeks
dari pngobatan yang efisien adalah dapat mencapai nol setelah chlorinasi. Tekhik yang
digunakan tergantung paad penggunaan sodium azide sebagai inhibitor yang selektif dan
tumbuh pada 44°C. volume air yang sesuai difiltrasi . kemudian membrane diletakkan
pada media datar kuning dari sinetz dan bartley’s glucose azide. Untuk air yang diobati,
diinkubasikan pada 36°c 4 jam kemudian pada 44,4° selama 44 jam.
Doc.Inos@Lia YBA
6. Metode plate count
Perhitungan bakteri scara umum dala air, menggunakan petunjuk untuk mengelola
pengadaan air. Dapat dilihat bahwa kontaminasi pada air yang telah diklorinasi jumlanya
sedkit. Di USA jumlahnya kurang dari 300 per ml. bakteri yang dapat tumbuh di air,
dapat tumbuh lebih baik pada suhu 22°C, daripada temperature yang lebih tinggi. Bakteri
yang tumbuh paling baik pada suhu 37°C, biasanya dalam air tidak dapat tumbuh dengan
baik dan lebih banyak karena pencemaran dari sumber ezternal. Jika dua grup dari bakteri
berbeda secara nyata, diperlukan perhitungan yang berbeda.

Tes untuk sampel dan penggeseran yang sesuai :


e. Tambahkan 1 ml pada 2 petri
f. Campur air sampl dengan 15 Nutrient agar yang cair dan biarkan beku
g. Inkubasikan pada 20-22°C, 3 hari dan yang lain pada 37°C, 1 hari
h. Hasil dinyatakan sebagai jumlah koloni yang tumbuh per ml dari sampe asli

LAMPIRAN
3.3.Contoh – contoh Kasus Infeksi Nosokomial
Dengan memerhatikan faktor predsiposisi dan faktor risiko, maka tiap ruangan/bangsal
perawatan seperti ruangan/bangsal perawatan bedah, kebidanan/kandungan, penyakit dalam, dan
seterusnya, perlu memiliki daftar penderita yang berpotensi terjangkiti oleh infeksi Nosokomial.
h. Infeksi luka operasi
Untuk menentukan adanya infeksi Nosokomial pada luka operasi, diperlukan adanya
keterangan/catatan tentang keadaan prabedah dan keadaan selama operasi berjalan
(perioperstif).
Keadaan prabedah adalah gambaran tingkat kondisi jaringan sebelum proses pembedahan
(bersih, terkontaminasi, kotor). Sedangkan keadaan perioparatif adalah gambaran tentang
tingkat kondisi jaringan (steril, kotor) saat pembedahan serta gambaran perlakuan terhadap
jaringan selama berlangsungnya tindakan pembedahan (manipulatif, eksploratif).
Tindakan pembedahan (operasi) dalam Ilmu Bedah, berdasarkan pada tingkat
kontaminasi/risiko infeksi, dibagi menjadi empat klasifikasi secara bertingkat, yaitu:
5. Operasi bersih
Operasi pada keadaan prabedah tanpa adanya luka atau operasi yang melibatkan luka
steril dan dilakukan dengan memerhatikan prosedur aseptik dan antiseptik. Sebagai
catatan, saluran percernaan atau saluran pernapasan, ataupun saluran perkemihan tidak
dibuka.
Contoh: hernia, tumor payudara, tumor kulit, tulang.
Kemungkinan terjadinya infeksi: 2-4%.
6. Operasi bersih terkontaminasi:
Operasi seperti pada keadaan di atas dengan daerah – daerah yang terlibat pembedahann
seperti saluran napas, saluran kemih, atau pemasangan drain.
Contoh: prostatektomi, apendiktomi tanpa radang berat, kolesistektomi elektif.
Kemungkinan terjadinya infeksi; 5-15%
7. Operasi terkontaminasi
Operasi yang dikerjakan dengan catatan:
 daerah dengan luka yang telah terjadi 6-10 jam dengan atau tanpa benda asing;
 tidak adan tanda – tanda namun kontaminasi jelas karena saluran napas, cerna, atau
kemih dibuka;
 tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik-antiseptik.
Contoh: operasi usus besar, operasi kulit (luka kulit akibat rudapaksa).
Kemungkinan terjadinya infeksi: 16-25%.
8. Operasi kotor
Operasi yang melibatkan:
 daerah dengan luka terbuka yang telah terjadi lebih dari 10 jam;
 luka dengan tanda – tanda klinis infeksi;

Doc.Inos@Lia YBA
 luka perforasi organ visera.
Contoh: luka rudapaksa yang lama, perforasi usus.
Kemungkinan terjadinya infeksi: 40-70%.
Perlu diketahui, operasi terkontaminasi dan operasi kotor adalah operasi – operasi yang
dikerjakan karena tindakan darurat.
Setelah tindakan pembedahan selesai, dilanjutkan dengan penilaian (observasi dan
evaluasi) terhadap luka pascabedah (luka operasi) dengan dua kemungkinan:
 tidak terjadi infeksi, yang artinya sembuh perpriman;
 terjadi infeksi, dengan tanda – tanda lokal berupa keluarnya cairan serosanguinolen,
yang kemudian diikuti dengan keluarnya eksudat (pus), disertai rasa nyeri dan edema
(infeksi luka operasi).
Infeksi luka operasi ada dua macam.
 Infeksi luka operasi superficial
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi kulit, subkutan, dan jaringan
lain di atas fasia.
 Infeksi luka operasi profunda
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi yang meliputi jaringan di bawah fasia
(termasuk organ dalam rongga).
Luka operasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya dehisensi (luka yang dijahit
terbuka kembali) dan hal ini akan menimbulkan masalah tersendiri.
Kontaminasi luka pascabedah jarang terjadi. Kebanyakan kontaminasi operasi terjadi saat
proses pembedahan berlangsung. Dalam hal ini ada sejumlah faktor pendukung antara
lain:
7. faktor tingkat kontaminasi yang terkait dengan jenis operasi;
8. faktor waktu, makin lama proses pembedahan berlangsung, peluang terjadinya
infeksi makin besar;
9. faktor penderita, yaitu adanya faktor predisposisi yang dimiliki penderita;
10. faktor persiapan dan kesiapan pelaksanaan operasi;
11. faktor teknis operasi yang dilakukan oleh tim operasi;
12. faktor lokasi luka operasi:
 adanya suplai darah yang buruk ke daerah operasi;
 pencukuran rambut daerah operasi (cara dan waktu pencukuran);
 lokasi luka operasi yang mudah tercemar (dekat perineum);
 devitalisasi jaringan;
 benda asing.
Sebagai catatan, infeksi luka operasi dapat terjadi untuk semua proses pembedahan
seperti bedah umum, bedah ortopedi, bedah obstetri ginekologi, dan lain – lain.
i. Infeksi Saluran kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi Nosokomial yang sering terjadi. Dari beberapa
penelitian, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh infeksi Nosokomial dan
dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah insrumentasi, terutama oleh
kateterisasi. Tindakan invasif lainnya seperti sistoskopi atau tindakan operatif pada vagina,
oleh karena itu pencegahan infeksi saluran kemih (nosokomial) merupakan suatu keharusan.
Bakteri masuk ke dalam kandung kemih atau saluran kemih melalui:
a. batang kateter melalui meatus uretra eksternus;
b. lumen kateter;
c. persambungan kateter dengan pipa penyalur urine;
d. refluks urine dari kantong penampungan urine.
Sebagai penyebab adalah bakteri garam negatif terutama pseudomonas sp. dan kelompok
Enterobacter dengan manifestasi klinisnya adalah nyeri suprasimfiser, nyeri pinggang,
disuria, serta urine yang keruh (piuria).
Pada penderita yang sudah terinfeksi saluran kemih pada waktu masuk rumah sakit, maka
baru dianggap infeksi Nosokomial bila ditemukan bakteri penyebab yag berbeda dengan
bakteri penyebab yang ditemukan pada waktu penderita masuk rumah sakit.
Memerhatikan besarnya kemungkinan terjadinya infeksi Nosokomial setelah tindakan
kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan adanya infeksi dengan memerhatikan
hal - hal seperti di bawah ini.
7. Pemasangan kateter dengan memerhatikan syarat dasar aseptik.
8. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya digunakan atas dasar indikasi
yang tegas.
9. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun.
10. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian kateter setiap 2-3 hari.
11. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan (identifikasi) terlebih
dahulu.
12. Berikan antibiotik sebelum kateter dicabut untuk kasus asimptomatik yang disertai
bakteri dalam urine yang menunjukkan kolonisasi.

j. Febris Puerperalis

Doc.Inos@Lia YBA
Febris puerperalis atau demam nifas merupakan infeksi yang muncul pascapersalinan
pervaginam. Tidak semua persalinan pervaginam berjalan spontan. Diperkirakan 7-8% akan
mengalami kesulitan atau distosia (patologis) yang terjadi karena tidak proporsionalnya
perpaduan antara tenaga dorong/his dari uterus (power), janin yang harus terdorong keluar
(passenger), serta jalan lahir (passage) saat persalian berjalan.
Untuk menyelesaikan persalinan distosia ini diperlukan adanya tindakan invasif yang
sering kali membutuhkan instrumen medis. Risiko adanya tindakan invasif ini adalah
terjadinya trauma jalan lahir serta trauma pada janin. Trauma jalan lahir yang terjadi berupa
laserasi, robekan, serta perdarahan yang dapat menimbulkan infeksi. Tindakan medis obstetri
tersebut antara lain ekstraksi vakum; ekstraksi forsep, versi, dan ekstraksi; serta embriotomi
(lihat kembali Bab 16). Terjadinya infkesi karena mikroba patogen terutama berasal dari flora
normal vagina dan kulit di sekitar perineum, serta instrumen.medis dan operator.
Beberapa penelitian menyebutkan bakteri penyebab infeksi yaitu Staphylococcus
haemolyticus, Streptococcus aureus, Escherichia coli. Proses invasi mikroba patogen ini
dibantu secara aktif oleh adanya tindakan medis obstetrik, yang dilakukan secara manipulatif
atau eksploratif dan berlangsung cukup lama, serta dalam kondisi membuka introitus vulva
lebar – lebar. Sebagai catatan bila invasi mikroba patogen benar – benar terjadi di rumah
sakit, maka penderita sebelum masuk rumah sakit belum menjalani tindakan medis invasif
obstetris diagnostik.
Infeksi yang terjadi pada jaringan yang terluka tidak terlokalisasi, sehingga menyebar ke
jaringan – jaringan di sekitarnya. Terjadilah infeksi seperti parametritis, endometritis,
adneksitis, bahkan dapat melebar lebih luas dan terjadi pelveoperitonitis.
Manifestasi klinis muncul pada hari ke-2 sampai ke-10 setelah tindakan ditandai dengan
demam tinggi paling sedikit dua hari, serta nyeri pada palpasi bimanual dan kemungkinan
keluarnya lochea berbau.
Karena besarnya risiko yang terjadi terhadap si ibu, maka perlu adanya antenatal care yang
baik.

k. Infeksi Saluran Cerna


Seorang penderita dapat digolongkan terjangkit infeksi saluran cerna apabila ditemukan
gejala – gejala:
1. adanya nyeri perut secara mendadak, kadang – kadang disertai nyeri kepala;
2. nausea dan muntah – muntah diikuti dengan diare;
3. dapat disertai/tanpa demam.
Manifestasi klinis ini dapat muncul setelah beberapa saat penderita mengkonsumsi makanan/
minuman yang disajikan. Sebagai sindrom gastroenteritis, penyebabnya dapat berupa virus,
protozoa, bakteri, jamur, atau parasit. Namun sebagai penyebab tersering adalah bakteri atau
toksinya seperti Salmonella, Vibrio cholerae, Escherichia coli, sedangkan toksin berrasal dari
Staphylococcus aureus, Clostridium perfringgens, Clostridium botulinum.
Perjalanan sindrome ini bersifat akut (hanya dalam hitungan jam) dan hal ini dengan
mudah dan cepat dikenal sehingga perlu segera adanya tindakan penanggulangan. Ada pula
yang berjalan secara lambat (sub-akut) dengan manifestasi yang muncul beberapa hari
kemudian.
Pada umumnya diagnosis infeksi saluran pencernaan sudah dapat ditegakkan dengan
memerhatikan gejala klinis, hitungan waktu saat mengkonsumsi makanan/minuman sampai
dengan munculnya gejala klinik, serta pemeriksaan mikroskopis atas feses penderita seperti
adanya darah, lender, serta konsistensi feses lembek.
Sebagai pedoman waktu untuk memperkirakan kemungkinan penyebabnya adalah
sebagai berikut:
1. bila < 1 jam, maka sebagai penyebabnya adalah bahan kimia;
2. bila antara 3-4 jam, maka kontaminasi oleh Staphylococcus aureus;
3. bila > 8 jam, maka kontaminasi oleh bakteri enterik.
Gejala dan tanda yang sudah diketahui di atas dapat diperkuat dengan pemeriksaan lanjutan,
yaitu pemeriksaan mikroskopis feses serta biakan mikroba patogen. Perhatian lebih besar
tentunya bila sindrom gastroenteritis ini meyerang neonatus atau balita. Karena faktor
kerentanannya, gejala dan tanda dari infeksi saluran cerna tampak lebih berat. Seperti
diketahui makanan atau minuman adalah media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
patogen sekaligus sebagai media perantara (food-borne) masukknya mikroba patogen ke
penderita.
Dengan demikian sindrom gastroenteritis nosokomial mudah didiagnosis. Penting untuk
dicatat adalah tidak termasuk sebagai sindrom gastroenteristis nosokomial apabila manifestasi
klinis yang muncul sebagai akibat keracunan oleh bahan kimia.

l. Hepatitis Virus akut

Doc.Inos@Lia YBA
Hepatitis virus akut muncul terutama disebabkan oleh hepatitis virus A (HVA), hepatitis virus
B (HVB) atau hepatitis virus non-A non-B (HVNANB). Virus lain antara lain adalah
Cytomegalovirus, virus Epstein-barr.
Manifestasi klinis dari hepatitis virus dapat ikterik atau non-ikterik. Pada fase praikterik
(fase prodromal) terdapat sedikit demam, anoreksia, mual, muntah – muntah, dan nyeri perut,
berlangsung dari beberapa hari sampai dua minggu. Fase ikterik biasanya muncul sesudah
gejala demam dan gejala gastrointestinal mereda, sklera menjadi ikterik dapat dikuti dengan
urine berwarna gelap, pembesaran hati disertai rasa nyeri dan splenomegali.
Perjalanan penyakit hepatitis virus A biasanya akut, sedangkan pada hepatitits virus B
atau non-A non-B biasanya samar – samar, namun cenderung menjadi lebih berat.
Dalam perjalan nnya penyakit – penyakit virus ini disertai adanya gambaran laboratorik
yang spesiifik, baik pada pemeriksaan kimia darah untuk faal hati maupun pemeriksaan
serologisnya.
Pada pemeriksaan kimia darah faal hati akan didapatkan kenaikan kadar SGOT, SGPT,
serta bilirubin sedangkan pada pemeriksaan serologis akan memberikan gambaran positif dari
HbsAg, IgM, anti—HIV, dan IgM anti-HBc,
Demikian gambaran umum tentang penyakit hepatitis virus akut. Bagaimana
permasalahan tentang hepatitis virus kaut Nosokomial? Untuk menetapkan diagnosis hepatitis
virus akut Nosokomial, digunakan batasan klinik, laboratorium, dan waktu:
4. manifestasi klinis;
5. gambaran laboratorik yang spesifik;
6. apabila manifestasi klinis muncul 2 (dua) minggu rawat inap, yang merupakan masa
inkubasi terpendek dari salah satu hepatitis virus.
Panularan virus hepatitis kepada penderita yang sedang menjalani proses asuhan keperawatan
melalui cara – cara berikkut.
1. Cara peroral : melalui makan/minuman, untuk virus hepatitis A.
2. Cara parenteral : melalui kulit, untuk virus hepatitis B sedangkan virus hepatitis NANB
melalui suntikan, biopsi, infus/transfusi, hemodialisis, tindakan pembedahan.
Adanya batas waktu untuk hepatitis virus akut nosokomial sangat berarti, karena pada dua
minggu pertama penderita dalam asuhan keperawatan, paling tidak telah menjalani berbagai
prosedur dan tindakan medis invasif.
Bila ada manifestasi klinis dan tunjangan oleh hasil pemeriksaan laboratorik yang
spesifik yang muncul pada dua minggu pertama dalam masa asuhan keperawatan, berarti
masuknya virus hepatitis terjadi sebelum penderita masuk rumah sakit. Sebaliknya sesuai
dengan batasan waktu, maka diagnosis hepatitis virus akut Nosokomial dapat ditegakkan
apabila manifestasi klinis serta hasil pemeriksaan laboratorik yang spesifik muncul setelah
dua minggu penderita menjalani asuhan keperawatan, bahkan mungkin sampai penderita
diizinkan pulang karena penyakit dasarnya telah dinyatakan membaik/sembuh.
Dalam perjalanan penyakit selanjutnya, hepatitis virus B dan hepatitis virus NANB
prognosisnya kurang baik, dapat menjadi kronis, bahkan berkembang menjadi sirosis atau
kanker hati. Oleh karena itu perlu kewaspadaan pencegahan setiap saat ada prosedur dan
tindakan medis.

m. Infeksi Saluran Napas Bawah


Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak jarang jaringan lunak pada
saluran napas ini harus bersentuhan dengan peralatan medis untuk berbagai indikasi, baik
seabagi uapaya menegakkan diagnosis, atau bagian dari terapi, maupun sebagai upaya
penunjang untuk kasus – kasus di luar kepentingan saluran napas itu sendiri. Sebagai contoh
prosedur dan tindakan medis yang harus bersentuhan dengan jaringan lunak saluran napas
adalah:
1. tindakan anestesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa orofaringeal,
atau pipa nasofaringeal;
2. tindakan laringoskopi atau bronkoskopi;
3. indakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi;
4. pemasangan ventilator.
Kasus – kasus bedah yang harus diselesaikan dengan bantuan anestesi umum, tindakan
resusitasi jantung paru, pengambalian korpus alienum pada saluran napas atas, atau untuk
berbagai kasus penyakit dengan komplikasi terjadinya gangguan ventilasi udara merupakan
contoh – contoh yang faktual.
Semua tindakan medis invasif pada contoh kasus – kasus di atas, tentunya bukan tanpa
risiko bagi penderita. Risiko yang paling besar adalah menyebarnya mikroba patogen ke
organ yang terdekat, yaitu paru yang dapat menimbulkan peradangan parenkim paru.
Pada ronga mulut dan orofaring (saluran napas atas), dapat ditemukan adanya mikroba
sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada daerah ini, terdapat
sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai pengendali mikroba patogen. Selanjutnya
untuk trakea, bronkus, dan paru merupakan organ – organ yang terjaga sterilisasinya karena
adanya mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel polimorfonukleus dan
makrofag, serta adanya lisozim dan IgA.

Doc.Inos@Lia YBA
Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat yang tergambar
seperti di atas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada mukosa saluran pernapasan.
Terjadilah edema dan laserasi jaringan setempat yang disertai infeksi oportunistik sehingga
terjadi peristiwa peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga paru
dapat mengalami pneumonia bakterial. Tercatat sebagai penyebab pneumonia bakterial antara
lain Pseudomonas aeroginusa, bakteri Coliform, Streptococcus, beta-hemolyticus, Klebsiella
pneumonia, Neisseria, catarrhalis, dan Staphylococcus aureus.
Masa inkubasi pneumonia bakteri ini sangat singkat, yaitu satu hingga tiga hari kemudian
akan muncul manifestasi klinis pasca-tindakan intrumentasi dalam bentuk demam tinggi
disertai batuk – batuk purulen. Selanjutnya penderita tampak sesak napas, gelisah, dan
sianosis. Diagnosis pneumonia bakterial ini lebih dipertegas lagi dengan pemeriksaan
laboratorik dan Rontgen.

n. Bakteremia dan Septikemia


Bakteremia dan septikemia adalah sitemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau
produknya dari suatu fokus infeksi ke dalam peredaran darah. Septikemia merupakan
keadaan gawat, oleh karena itu harus ditangani secara cepat dan tepat untuk menghindari
terjadinya akibat yang fatal. Bila terlambat, ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok
(syok septik), dengan angka kematian yang tinggi (50-90%).
Sebagai pemicu timbulnya bakteremia dan septikemia karena adanya tindakan medis
invasif misalnya pemasangan kateter intravaskular untuk berbagai keperluan seperti
pemberian obat, nutrisi parenteral, hemodialisis, dan sebagainya. Pada contoh – contoh
tindakan medis invasif tersebut, 5%-nya akan mengarah ke bakteremia dan septikemia.
Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu demam yang tinggi, serta
nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal
24 jam dengan/tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak latergi, tidak
mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena terpasang, kulit tampak
merah, edema disertai nyeri, dan kadang - kadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:
a. pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus diulang misalnya karena
vena yang kecil dan dalam.
b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan untuk beberapa hari
Kedua hal di atas memperbesar peluang masuknya mikroba patogen ke darah secara
langsung.

Doc.Inos@Lia YBA

Anda mungkin juga menyukai