Makalah 1
Makalah 1
KEFARMASIAN
( Daftar Jenis Obat Berdasarkan Golongannya )
Disusun Oleh :
Ahmad Rosyadi
Ajian Noor
Aulia Heriyani
Budi Ansyori
Deti Fitriani
Mila Hidayati Sofyan
Mustika Muthaharah
Nur Mahdi
Olfa Olfia
Rossa Lalita Hasibuan
Syifa Anggraini
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah serta inayah- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul ‘’ Penggolongan Obat Dalam Kefarmasian ( Daftar Jenis Obat
Berdasarkan Golongannya)’’, yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen
Pemasaran Farmasi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
penulisan maupun penyampaiannya. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan
makalah ini kami terima dengan senang hati disertai ucapan terimakasih.
Akhir kata kami mengucapkan banyak terimakasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Tim penyusun
DAFTAR ISI
BAB II ISI…………………………………………………………………………….. 3
A. SEJARAH PENGGUNAAN OBAT…………………………………………. 3
B. PENGGOLONGAN OBAT………………………………………………….. 5
C. PERMASALAHAN DALAM PENGGOLONGAN OBAT………………..... 13
D. SOLUSI………………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... 16
LAMPIRAN…………………………………………………………………………….. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang kefarmasian kini memiliki cakupan yang luas dalam aspek kesehatan. Segala hal
mengenai obat-obatan baik dari segi produksi, distribusi hingga pemasarannya secara
keseluruhan ditangani oleh para ahli kefarmasian.
Seiring dengan perkembangan zaman, produksi obat-obatan pun turut berkembang pesat
dari tahun ke tahun. Produk obat-obatan tersebut memiliki khasiat , indikasi serta efek
samping yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang dan keras. Untuk itu diperlukan
penggolongan terhadap jenis obat tersebut. Penggolongan obat itu dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi.
Obat sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Produksi dan distribusi obat di Indonesia sudah sangat berkembang. Di kota-kota besar obat
dengan mudah dapat ditemukan tidak hanya di apotek atau toko obat saja, bahkan di toko
kelontong atau kios rokok sekalipun kita bisa memperoleh obat.
Obat pada hakekatnya adalah racun. Bila obat digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis
yang dianjurkan maka tubuh kita akan mendapatkan khasiat seperti yang diinginkan.
Demikian juga sebaliknya. Akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan kasus penyalahgunaan
obat-obatan golongan tertentu di lingkungan masyarakat. Obat-obatan yang berkhasiat keras
dan memiliki efek samping yang kuat seringkali disalahgunakan keberadaanya untuk
pembuatan obat terlarang. Dengan demikian agar kita terhindar dari efek yang tidak
diinginkan sebaiknya kita memahami penggolongan jenis-jenis obat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat kami simpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
C . Tujuan
D . Batasan Masalah
E . Metodologi Penelitan
Penulisan makalah ini menggunakan metode library research / kepustakaan . Yaitu dengan
membaca buku – buku yang berkaitan dengan materi yang kami bahas dan juga melalui
browsing internet . dalam pembuatan makalah ini kami juga mengadakan survey langsung ke
Apotik untuk mendapatkan gambar sampel obat-obatan.
BAB II
ISI
Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya
berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa
untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat
obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.
Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja
obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode
pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti
pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara
yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838- 1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu
lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan
struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut juga diperkuat oleh T.
Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-
1915) di Jerman. Sumber obat Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau
anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif
dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya
terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita.
Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka
tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada
saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan
obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman
tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin
dll. yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang
sama Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada
tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk
menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783- 1841) pada th 1804 mempelopori isolasi
zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu
berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.
Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber
yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan
(heparin untuk mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik
pertama), urin manusia (choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan
human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur
obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru
yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular. Setelah diperoleh bahan calon obat,
maka selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu
yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan
pemberi izin. Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai
diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang harus ditempuh oleh
calon obat adalah uji praklinik dan uji klinik.
B. Penggolongan Obat
1. OBAT BEBAS
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC
= Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.
Di Indonesia, obat golongan ini ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan
garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk golongan obat ini yaitu obat analgetik/pain killer
(parasetamol), vitamin dan mineral. Ada juga obat-obat herbal tidak masuk dalam golongan
ini, namun dikelompokkan sendiri dalam obat tradisional (TR).
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W). yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu
masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi
hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza). Pada kemasan obat seperti ini
biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih
bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih
dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan
adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat.
Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter.
Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat - obat
yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter. Apabila menggunakan
obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang
dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini
bahwa obat tersebut telah memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak,
Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti keterangan atau
informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur / selebaran yang menyertai
obat yang berisi tentang Indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan),
kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan), efek samping
(yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian
obat), cara penyimpanan obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang
digunakan dan dengan makanan yang dimakan.
2. OBAT KERAS
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras
yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter.
Obat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan ketagihan
dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.
Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan
ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan
apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.
3.1.PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan
syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para
pemakainya.
3.2. NARKOTIKA
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang
menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi
atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.
Macam-macam narkotika:
a. Opiod (Opiat)
Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan :
• Morfin
• Heroin (putaw)
• Codein
• Demerol (pethidina)
• Methadone
b. Kokain
c. Cannabis (ganja)
Hal –hal seperti inilah yang sering terjadi dalam penyaluran obat-obatan. Transaksi
jual beli yang tidak terkontrol akan sangat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan obat
tertentu dengan khasiat keras yang dapat membahayakan pemakainya. Karena itulah perlu
dibuat aturan khusus yang diharapkan dapat menanggulangi permasalahan tersebut. Dan
akhirnya dibuat suatu pengelompokan terhadap jenis-jenis obat berdasarkan khasiat, efek
samping, kontra indikasi serta variabel lain yang dianggap berpengaruh.
Namun pada kenyataannya saat ini meskipun sudah dibuat suatu penggolongan
terhadap obat-obatan, penyalahgunaan obat golongan tertentu masih saja marak terjadi. Yang
sering disalah gunakan adalah obat-obatan golongan narkotik dan psikotropik. Obat dari
golongan tersebut dapat menimbulkan efek yang menjadikan pemakainya hilang kesadaran
dan mempengaruhi pikiran. Obat dari golongan inilah yang kemudian diracik ulang dan kita
kenal dengan sebutan narkoba.
Sebenarnya seluruh tata cara pendistribusian obat golongan narkotik dan psikotripik
ini sudah dimuat dalam Undang-undang RI No.22 dan No.5 Tahun 1997. Jika pada
pelaksanaannya mengikuti tata cara yang sesuai dengan Undang-undang tersebut dapat
dipastikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika di Indonesia
akan hilang. Tapi jika sampai saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan obat-obatan masih
tinggi, berarti ada suatu kesalahan pada sistem yang kita gunakan saat ini.
D. Solusi
Lalu mengapa penyimpangan itu tetap ada ? Tentu saja bukan salah Undang-
undangnya, akan tetapi dalam sistem pelaksanaannya apakah sudah benar-bener sesuai
dengan aturan yang ada. Masalah ini kecil kemungkinan terjadi jika tanpa ada campur tangan
orang dalam, maksud orang dalam disini adalah si penegak hokum itu sendiri. Jadi pada
intinya para penegak hukum harus benar-benar menyadari apa yang menjadi tanggung jawab
mereka. Sadar betul tentang tugas mereka sebagai penegak hukum yang dituntut untuk selalu
bertindak sesuai dengan atruran yang berlaku.
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Dalam penggolongan obat ini hendaknya segala peraturan tentang tata cara produksi,
pendistribusian hingga pemasaran benar-benar mengikuti peraturan yang berlaku agar
tidak terjadi penyimpangan yang pada akhirnya anati akan merugikan banyak pihak.
2. Para aparat penegak hukum juga harus bersikap tegas sesuai dengan apa yang
menjadi tanggung jawab mereka terhadap peraturan Negara yang berlaku sesuai
dengan Undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
www. Wikipedia.com
LAMPIRAN