Anda di halaman 1dari 18

BEBERAPA IMUNISASI YANG DIANJURKAN PADA ANAK

Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam
upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Beberapa imunisasi pada anak dapat
dianjurkan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerine)


Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC uang
berat sebab terjadinya TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan
imunisasi BCG, seperti TBC pada selaput otak, TBC Miller (pada seluruh lapangan paru)
atau TBC tulang.
a. Cara Pemberian :

1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan


dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml)
2. Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali
3. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml)
4. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
5. Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8ºC,
tidak boleh beku.
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan
karena keberhasilannya diragukan.

b. Efek Samping :
1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan
dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan
ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri
tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan .
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
 Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan
yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan
abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
 Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi tehadap difteri, pertusis dan
tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis atau batuk rejan adalah infeksi pada
saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang
melengking, yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Pertusis berlangsung
beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat
bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal,
disebabkan oleh eksotosin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Infeksi bakteri
yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang DPT sering menyebakan efek
samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama
beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam
vaksin. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta
kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang
dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada
otot lengan atau paha.

a. Pemberian Vaksin
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3
bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT,
bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td
pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan
perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin
difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

b. Efek Samping
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
 demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
 kejang
 kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
 syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa
ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik
atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan
terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau
ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau
lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
3. Vaksin TT (Tetanus Toksoid)
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan
(imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan.
Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 Ml

a. Cara Pemberian
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen
2. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan
secara intramuskular, atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan
interval 4 minggu.
3. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan
kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5
dosis. Dosis ke 4 dan ke 5 diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah
pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman
selama masa kehamilan bahkan periode trimester pertama
4. Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama
4 minggu, dengan ketentuan :
a) Vaksin belum kadaluarsa
b) Vaksin disimpan dalam suhu + 2ºC 8ºC
c) Tidak pernah terendam air 4. Sterilitasnya terjaga
d) VVM masih dalam kondisi A atau B - Sedangkan di Posyandu vaksin yang sudah
terbuka tidak bisa digunakan untuk hari berikutnya (Depkes RI, 2005).

c. Efek Samping
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa
nyeri.
4.Vaksin DT (Difteri dan Tetanus)
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh
kuman penyebab difteri dan tetanus Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya
pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.

a. Cara Pemberian
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen
2. Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5
ml. Dianjurkan untuk anak usia dibawah 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih
dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td
3. Di unit pelayanan statis, vaksin DT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama
4 minggu dengan kriteria :
1. Vaksin belum kadaluarsa
2. Vaksin disimpan dalam suhu 2ºC - 8ºC
3. Tidak pernah terendam air
4. Strilitasnya terjaga
5. VVM masih dalam kondisi A atau B Sedangkan di Posyandu vaksin yang
sudah dibuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya
b. Kontraindikasi
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam
tinggi.
c. Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

2. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine =OPV)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis


yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan (Hidayat, 2005).
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot
untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
1) IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
2) OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan
dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif
melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada
saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1
mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi
sampai pada tingkat yang tertingi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian
IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya
diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV,
leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada
orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita
penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-
benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.
a. Cara Pemberian
1. Diberikan secara oral (melalui mulut, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis)
pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu
2. Setiap membuka Vial baru harus menggunakan penetes (dopper) yang baru
3. Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 2 minggu dengan ketentuan :
a) Vaksin belum kadaluarsa
b) Vaksin disimpan dalam suhu + 2º C 8ºC
c) Tidak pernah terendam air
d) Sterilitasnya terjaga
e) VVM masih dalam kondisi A atau B.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi
sampai pada tingkat yang tertingiu.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian
IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya
diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV,
leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada
orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit
ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.
b. Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
1. Diare berat
2. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
3. Kehamilan.
c. Efek samping
yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

f) Vaksin Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).


Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
a. Cara Pemberian
1. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut
steril yang tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut
2. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia
9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up
campaign, campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.

b. Kontra indikasi pemberian vaksin campak:


1. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
2. gangguan sistem kekebalan
3. pemakaian obat imunosupresan
4. alergi terhadap protein telur
5. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
6. wanita hamil.

c. Efek Samping
1. Terjadi ruam timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4
hari pada tempat suntikan dan panas
2. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°C
3. Gangguan sistem kekebalan
4. Alergi terhadap protein telur
5. Pemakaian obat imunosupresan
6. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin

g) Vaksin MMR (Measles, Mumps dan Rubela)

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak


Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk,
hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.
Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan
bahkan kematian.
Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu
maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang
gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan
kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau
gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran
atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa
vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR.
a. Pemberian Vaksin
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan
dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada
keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang
berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan.
Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena
itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau
pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih
atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1
kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum
tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah
menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya,
suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak
Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat
yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.

b. Efek Samping
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
1. Komponen campak. 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul
ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR.
Demam 39,5 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak
yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2
minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari.
Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
2. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah
rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah
menerima suntikan MMR.
3. Komponen campak Jerman. Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit
yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima
suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR.
(Nurlaila dan Lubis, P, 2010).
4. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3
minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-
anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang
menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama
beberapa bulan (hilang-timbul).
5. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi
pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang
menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa.
6. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur
dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini
biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya
berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang
ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa
menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda
sampai anak pulih.

c. Indikasi
Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
1. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin.
2. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin.
3. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma
maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
4. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

h) Vaksin Hepatitis B

Merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-
infectious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorphl)
menggunakan teknologi DNA rekombinan.Imunisasi ini digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit hepatitis.
a. Cara Pemberian :
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadai
homogeny.
2. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID, pemberian suntikkan
secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
3. Pemberian sebanyak 3 kali - Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis
berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan) (Depkes RI, 2005).

b. Efek Samping
Umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang
menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari

i) Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.


Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat.
Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi (PRP : purified capsular polysaccharide) kuman
H. Influenzae tipe b, antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein
lain seperti toksoid tetanus (PRP-T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan
kuman menongokokus (PRP-OMPC).
a. Cara Pemberian
Dilakukan dengan 2 suntikan dengan interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan
pada usia 18 bulan

j) Imunisasi Varisella

Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai
dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan
membentuk keropeng yang akan mengelupas.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi
bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang
sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya
meninggal.

Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang
yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya
biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya
menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih
cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20
tahun, mungkin juga seumur hidup.

a. Cara Pemberian
1. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan
suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin.
2. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah
mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya
diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.

b. Efek Samping

Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa:

1. Demam
2. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
3. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.

Efek samping yang lebih berat adalah:

1. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan
2. pneumonia
3. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini
bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan
dilakukan dan sangat jarang terjadi.
4. Ensefalitis
5. penurunan koordinasi otot

Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :

1. Wanita hamil atau wanita menyusui


2. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang
memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
3. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin
karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
4. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan
sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
5. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
6. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
7. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan
immunoglobulin.

c. Kontra Indikasi

Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx


imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.

11. Imunisasi HBV

Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu


infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.

a. Pemberian Vaksin
1. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg
negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan
sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II,
serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III.
2. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan
imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan
pada otot lengan atau paha.
3. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada
lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan,
dalam waktu 12 jam setelah lahir.
4. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada
saat anak berumur 6 bulan.

Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan
HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil
untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi
berumur lebih dari 1 minggu).

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak
benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

b. Efek Samping

Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan
sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan
hilang dalam beberapa hari.

Imunisasi

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan tubuh manusia
terhadap penyakit tertentu. Proses imunisasi adalah memasukkan faksin atau serum ke dalam
tubuh manusia, melalui oral atau suntikan. Tubuh dirangsang untuk membentuk anti bodi
yang dapat memproduksi anti toksin. Kehadiran antitoksin dapat menetralisir toksin yang
dikeluarkan oleh kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Sebenarnya secara fisiologis proses imunisasi ke dalam tubuh manusia. Tubuh dapat
membentuk antibodi yang dapat memproduksi anti toksin bila terjadi infeksi, akan tetapi
kemampuan terbatas, maka dilakukan imunisasi buatan (arti fisial). Di Indonesia beberapa
penyakit yang dicegah melalui imunisasi.
1. Penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Saat ini ada tujuh penyakit di Indonesia yang termasuk program imunisasi, penyakit
tersebut adalah difteri, pertusis, tetanus, poliumyelitis, tuberculosis, campak dan hepatitis
B. Sedangkan cacar tidak lagi. Dunia bebas dari cacar sejak tahun 1980. Indonesia bebas
cacar sejak tahun 1974.
a. Difteri
Penyebabnya adalah Corynebacterium tipe grafis, mitis, dan intermedius. Difteri
menular melalu partikel yang tercemar. Data obyektif adalah terbentuknya membrane
pada hidung larynx dan saluran nafas bagian atas. Pembengkakan kelanjar terjadi
pada penduduk ekonomi lemah. Difteri pada kulit terutama di temukan pada anak –
anak. Imunisasi yang dilakukan adalah pemberian DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
pada bayi dan DT (Defteri Tetanus) diberikan pada anak SD kelas 1. angka rata – rata
kematian pada penyakit ini 5 – 15%.

b. Pertusis
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Bordetelia Pertusis. Gejala awal berupa pilek
dan batuk. Kemudian berlangsung batuk panjang. Penderita kadang – kadang batuk
sampai muntah. Penyakit ini dapat menyebakan kematian akibat komplikasi
pneumonia dan encophalopathy. Kematian sering terjadi pada anak umur 1 tahun.
Penularan biasanya melalui kontak erat. Angka kematian kasus ini (case fatality rate)
On 5%, tanpa program imunisasi maka “Attacrate” mencapai 80 per 1000 kelahiran
hidup. Insidens pertusis pada bayi dibawah umur 6 bulan cukup tinggi. Imunisasi
dilakukan dengan pemberian DPT atau DT.
c. Tetanus
Kuman penyebab penyakit ini adalah elostridium tetani. Infeksi terjadi melalui luka.
Spora tetanus masuk ke dalam luka. Berkembang biak dalam suasana anaerobic dan
membentuk toksin. Tetanus neonatorolim terjadi akibat infeksi pada luka bekas
potongan tali pusat. Gejala khas adalah kejang-kejang, wajah menyeringai, mulut
terkancing. Tanpa program imunisasi “Attack rate” sebesar 20 per 1000 kelahiran
hidup. Case fatality rate berfareasi menurut umur masa inkubasi dan pengobatan
antara 30% sampai 90%. Kekebalan pada tetanus hanya diperoleh melalui faksinasi
lengkap.
d. Poliomylitis
Penyebab penyakit ini adalah virus polio tipe 1,2, dan 3. Gejala awal tidak spesifik
yaitu batuk dan demam ringan. Kelumpuhan terjadinya biasanya tidak simetris pada
anggota gerak badan tanpa menggangu sensibilitas kelumpuhan otot pernafasan dan
otot menelan. Sekitar 15% penderita dapat sembuh dalam waktu 6 minggu dan
sisanya menetap meninggalkan atrphy otot. Penularan virus polio secara fecal oral
atau droplet sangat cepat terutama didaerah pemukiman padat dan sanitasi kurang.
Attack rate bila tanpa program imunisasi 37,24 per 100.000 anak umur 0 – 4 tahun.
Case fatality rate sekitar 6% antibody maternal dari ibu hanya melindungi anak yang
dilahirkan dalam menggunakan yang pertama. Pencegahan dengan vaksin polio
triwulan adalah cara efektif dan efisien.
e. Tuberkulosis
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa. Penyakit ini sering
ditemukan pada masyrakat golongan ekonomi rendah. Beberapa organ tubuh sering
terkena penyakit ini seperti paru – paru, kulit, tulang, sendi, selaput otak, usus serta
ginjal. Cara penularan melalui droplet terutama di daerah padat penduduk. Resiko
menderita penyakit ini tinggi pada usia dibawah 3 tahun. Vaksin pencegahan penyakit
ini adalah BCG (Bacille Calmette Geurin).
f. Campak
Penyebab penyakit ini adalah selama disertai konjungtifitis. Tanda khas adalah berupa
bercak merah pada kulit dimulai dari dahi dan belakang telinga, kemudian kemuka,
badan dan anggota badan. Setelah 3 – 4 hari rash (bercak merah kulit) menghilang
meninggalkan bercak hiperpigmentasi sampai 1 – 2 minggu diakhiri dengan kulit
mengelupas.
Gejala diatas perlu diperhatikan betul karena ada penyakit yang mirip dengan campak
disebut “measles like syndrome”. Untuk penyakit ini perlu diberi imunisasi. Tingkat
penularan campak tinggi, tanpa program imunisasi attack rate 93,5 per 1000 kelahiran
hidup. Kekebalan maternal yang dibawa anak berangsur berkurang dan menghilang
sampai berumur 9 bulan walaupun demikian ditemukan kasus morbilli pada bayi
umur 4,5 bulan.
Komplikasi terjadi 30% menderita botitis media, konjungtiva berat, enteritis dan
penumonia. Penderita mobile sering mengalami kurang gizi. Cose fatality rate 3,5%
dan dapat mencapai 40% pada penderita gizi buruk. Pemberian vaksin campak satu
kali dapat memberi kekebalan lebih dari 14 tahun.
g. Hepatitis B
Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis B gejalanya tidak khas seperti anorekia,
nause, kadang-kadang timbul ikterus. Indonesia termasuk wilayah edemic tinggi
sampai sedang, carier rate, HB sag bervariasi antara 5-20%.
Kelompok resiko tinggi adalah anak dan ibu mengidap hepatitis B (70-90%)
pencandu narkotik, tenaga medis dan para medis, pasien hemodialisa, pekerja
laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupuntus. Penularan dari ibu dapat langsung
pada janin.
Cose fatality rate hepatitis B lebih kecil 1% pencegahan yang aplinh efektif adalah
imunisasi hepatitis B (HB) terutama pada neonatus.

Anda mungkin juga menyukai