Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa
dengan guru. Proses belajar mengajar dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu
materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam
struktur kognitif siswa. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada
tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara
bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan
psikis dari setiap individu siswa harus
sesuai dengan materi yang dipelajarinya.Dalam pembelajaran di sekolah guruhendaklah me
milih danmenggunakan strategi pendekatan, metode dan tekni yang banyak melibatkan siswa
aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial.
Pembelajaran yang baik adalah suatu proses belajar mengajar dimana kegiatan tersebut
berpusat pada siswa (student center). Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, akan tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan
dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program
tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-
kah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.
Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah,
penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran harus bertumpu
pada dua hal yaitu optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran, dan optimalisasi
keterlibatan seluruh indra siswa. Sesuai fungsi pendidikan nasional bahwasannya tanggung jawab
guru untuk mampu mewujudkannya melalui pelaksanaan proses pembelajaran yang mampu
bermutu dan berkualitas. Dalam makalah mata kuliah proses belajar mengajar ( MKPBM ) penulis
membahas tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
1.2 Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diambil meliputi :
1.2.1 Bagaimanakah pengertian model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
1.2.2 Bagaimanakah tujuan dan karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
1.2.3 Bagaimanakah asas asas pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
1.2.4 Bagaimanakah penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
1.2.5 Bagaimanakah langkah langkah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ?
1.2.6 Bagaimanakah peran guru dan siswa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
1.2.7 Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?

1.3 Tujuan Masalah


Tujuan masalah yang diambil dari rumusan masalah yaitu :
1.3.1 Mengetahui dan memahami pengertian model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)
1.3.2 Mengetahui dan memahami tujuan dan karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
1.3.3 Mengetahui dan memahami asas asas pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
1.3.4 Mengetahui dan memahami penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
1.3.5 Mengetahui dan memahami langkah langkah pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)
1.3.6 Mengetahui dan memahami peran guru dan siswa dalam pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
1.3.7 Mengetahu dan memahami kelebihan dan kekurangan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Nuhardi (2003), pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-
CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan jugamendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
danketeramplan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru ketika ia belajar.
Menurut Jhonson (2002), CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, social dan budaya mereka.
Sehingga, Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih
memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam
benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan
menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima
akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan
selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Jika ditelaah CTL cocok diterapkan di Indinesia. Konsep CTL hampir mirip dengan CBSA
bahwa siswa dituntut peranannya dalam proses pembelajaran, keaktifan siswa sangat penting
dalam kegiatan belajar mengajar. Perbedaannya, CTL lebih kompleks baik guru maupun siswa
harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga mampu menghasilkan out put yang
berkualitas. Dalam pembelajaran kotekstual terdapat adanya keterkaitan materi dengan dunia luar
atau keadaan yang sebenarnya dan terkini sehingga diharapkan adanya pengalaman visual terlebih
dahulu yang dapat dibangun oleh siswa.
2.2 Tujuan dan Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
2.2.1 Tujuan pembelajaran CTL

1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang
secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal
tetapi perlu dengan adanya pemahaman
3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan
terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
5. Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
6. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas
yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat
menemukan dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan
informasi itu miliknya sendiri.

2.2.2 Karakteristik Pembelajaran CTL


Karakteristik model pembelajarn CTL meliputi :
1) Kerjasama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan
4) Tidak membosankan
5) Belajar dengan bergairah
6) Pembelajaran terintegrasi
7) Menggunakan berbagai sumber
8) Siswa aktif
9) Sharing dengan teman
10) Siswa kritis, guru kreatif
11) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel,
humor dll
12) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,
karangan siswa dll.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa
yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format
antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program
pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (je-las dan
operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada
skenario pembelajarannya.
Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut David Johnson
(2000: 65), tidak semua pembelajaran cooperative dapat terlaksana dengan maksimal. Oleh karena
itu terdapat komponen komponen penunjang, yang dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan pengajaran
kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan
alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna
memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang
membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing significant works)
Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran
dengan kehidupan siswa,

3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)


Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri,
melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-
cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada
siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.
4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)


Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap
tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara
teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan, memberi
keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan
mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-
kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi,
sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru dalam pembelajaran
kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan
siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)


Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai
keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh gurunya
dalam menemukan potensi dan kekuatannya.

8. Menggunakan Penilaian yang otentik (using authentic assessment)


Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan
akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis
dari ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

2.3 Asas Asas Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan
CTL memiliki tujuh komponen utama. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL
jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Tujuh komponen tersebut
adalah:
a) Konstruktivisme
Pengertian konstruktivisme menurut Wina Sanjaya (2006:12) adalah “Proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman”. Menurut
pengembang filsafal konstruktivisme Mark Baldwin dan diperdalam oleh Jean Piaget dalam Wina
Sanjaya (2006:13) menyatakan bahwa “Pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata,
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang
diamatinya.

Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip– prinsip konstruktivisme yang diambil
adalah :

· Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara social.
· Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa sendiri untuk
bernalar.
· Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju
konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah.
· Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan
mulus.
Dalam pandangan ini strategi yang diperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak

siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Karena itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses

tersebut dengan cara:

Ø Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

Ø Memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.

Ø Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b) Inkuiri
Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara optimal
lewat penerapan strategi pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL menekankan
keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus
dipahaminya.

Metode inquiry dalam mengajar termasuk strategi modern, yang sangat didambakan untuk

dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan kultur bisu, tidak

akan terjadi apabila strategi ini digunakan. Metode inquiry dapat dilaksanakan apabila dipenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

a. Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas dan sesuai

dengan daya nalar siswa

b. Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang

menyenangkan,

c. Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup,

d. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya, dan berdiskusi, Partisipasi setiap siswa

dalam setiap kegiatan belajar


Ada beberapa langkah dalam kegiatan menemukan dalam kegiatan menemukan ( inkuiry )
yang dapat dipraktekkan di kelas :

a. Merumuskan Masalah
b. Mengamati dan melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan karya lainnya.
d. Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau
audien yang lain. Suparno (1997:50)

c) Bertanya (Questioning)
Menurut Suparno (1997:50) bertanya dapat dipandang sebagai “Refleksi dari
keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri”.

Cara guru memacing siswa untuk bertanya akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena
itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan–pertanyaan guru dapat membimbing
dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang di pelajarinya.

d) Masyarakat Belajar (Learning Community)


Leo Semenovich Vygotsky seorang psikolog Rusia dalam Suparno (1997:51), menyatakan
bahwa : “Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang bannyak oleh komunikasi dengan orang
lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat di pecahkan sendiri, tetapi mebutuhkan bantuan
orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu
persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran deperoleh melalui kerjasama dengan orang lain”.

e) Pemodelan (Modeling)
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga
memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana
cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan
termometer, dan lain sebagainya.
Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa
yang dinggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca
puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman–temannya, dengan
demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting
dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

f) Refleksi (Reflection)
Menurut Suparno (1997:53) “Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari
atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu”. Refleksi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman yang batu di terima. Misalnya, ketika
pelajaran berakhir, siswa “merenung” kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah,
mestinya dengan cara yang baru saya pelajari, sehingga file dalam komputer saya lebih
tertata.seperti membuat catatan kecil atau konsep pelajaran , dengan begitu siswa merasa
memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

g) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)


Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

Prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian autentik adalah sebagai
berikut:

· Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk.


· Dilaksanakan selama dan sesudah proses belajaran berlangsung.
· Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber.
· Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.
· Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagianbagian kehidupan siswa
yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka
lakuakan setiap hari.
· Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa.
Suparno (1997:53) menyatakan bahwa “Proses pembelajaran konvensional yang sering
dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat evaluasi
yang digunakan terbatas pada penggunaan tes”. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa
telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hannya ditentukan
oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh
sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hannya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan
tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.

Secara ringkas tujuh pilar CTL dan pendekatan pembelajaran tradisional dapat disusun dalam

tabel berikut (Suparno, 1997:54)

Pilar/Solusi,
No. Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional
Indikator Masalah
Belajar berpusat pada Belajar yang berpusat pada
siswa untuk guru, formal, serius
1 Konstruktivisme
mengkonstruksi bukan
menerima
Pengetahuan diperoleh Pengetahuan diperoleh siswa
dengan menemukan, dengan duduk manis,
2 Inquiri menyatukan rasa, karsa mengingat seperangkat
dan karya fakta, memisahkan kegiatan
fisik dengan intelektual
Belajar merupakan Belajar adalah kegiatan
kegiatan produktif, konsumtif, menyerap
menggali informasi, informasi menghasilkan
3 Bertanya
menghasilkan kebingungan dan kebosanan
pengetahuan dan
keputusan
Kerjasama dan maju Individualistis dan
Masyarakat
4 bersama, saling persaingan yang melelahkan
Belajar
membantu
Pembelajaran yang Multi Pembelajaran yang One way,
5 Pemodelan ways, mencoba hal – hal seragam takut mencoba,
baru, kreatif takut salah
Pembelajaran yang Pembelajaran yang terkotak
komprehensif, evaluasi – kotak, mengandalkan
6 Refleksi
diri sendiri/internal dan respon eksternal/guru
eksternal
Penilaian proses dan Penilaian hasil, paper and
hasil, pengalaman belajar, pencil test, kognitif
7 Penilaian Otentik
tes dan non tes multi
aspects

2.4 Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda – beda. Perbedaan yang dimiliki siswa
tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter ada tiga tipe gaya
belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara
melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya,
dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak. Ketiga gaya belajar tersebut akan dapat
diaplikasikan dengan baik oleh pendidik dengan menggunakan CTL.

Pembelajaran secara kontekstual ini dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang
studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini :

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok – kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara yang betul – betul menunjukan
kemampuan siswa

Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran,
diantaranya:

1. Strategi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada


aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. Strategi pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi
proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Artinya CRL bukan hannya mengharapkan
siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran
itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan
tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. Artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
4. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang lain.
Artinya CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, jadi siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan
nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi
yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah
dilupakan.

2.5 Langkah Langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL guru melakukan langkah-
langkah pembelajaran seperti di bawah ini.

1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan
pentingnya materi palajaran yang akan dipelajari.
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL,
c. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;
d. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi; misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan
observasi ke perpustakaan, dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke laboratorium computer
e. Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai bangun datar sederhana hal yang
ditemukan di ruangan tersebut tersebut.
f. Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

2. Inti
Ø Di lapangan
a. Siswa melakukan observasi ke ruangan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
b. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di ruangan sesuai dengan alat observasi yang telah
mereka tentukan sebelumnya.

Ø Di dalam kelas
a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Siswa melaporkan hasil diskusi.
c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

3. Penutup
· Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah misalnya pada
bangun datar sederhana sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

 Guru menugaskan siswa untuk membuat gambar tentang pengamatan mereka dengan tema
“bangun datar sederhana”. Atau membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka.

Contoh Pengaplikasian Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran Biologi


SMA.

Mata Pelajaran : Biologi

Standar Kompetensi : Memahami Proses metabolism pada organisme

Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan fungsi enzim dalam proses metabolisme

Mendeskripsikan proses katabolisme dan anabolisme


Alokasi Waktu : 1×45 menit

Materi Pembelajaran : Pengertian metabolisme, enzim, katabolisme dan


anabolisme

Tujuan Pembelajaran :

 Peserta didik mampu menjelaskan pengertian metabolisme, enzim, katabolisme dan


anabolisme.
 Peserta didik mampu membedakan factor factor yang mempengaruhi metabolisme,
katabolisme dan anabolisme.
 Peserta didik mampu membedakan respirasi sel, tahapan dan enzim enzim yang berperan.

Langkah-Langkah:

Ø Apersepsi guru menanyakan tentang fotosintesis, bagaimana hubungannya dengan reaksi


metabolisme pada organisme. Baik dengan gambar atau konsep.
Ø Menyampaikan tujuan pembelajaran.
Ø Guru menjelaskan sedikit mengenai metabolisme, enzim, katabolisme dan anabolisme.
Ø Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk mencari pengertian metabolisme, enzim,
katabolisme dan anabolisme dari berbagai sumber secara berkelompok kemudian tiap kelompok
mempresentasikan temuannya.
Ø Guru memperlihatkan contoh metabolisme, enzim, katabolisme dan anabolisme
Ø Tanya jawab tentang metabolisme, enzim, katabolisme dan anabolisme.
Ø Guru melakukan penilaian baik secara kelompok ataupun dengan cara memberi tugas kepada siswa
untuk membuat skema proses metabolism fotosintesis dan menjelaskannya pada selembar kertas
atau buku tugas siswa.
Ø Guru bersama-sama dengan peserta didik melakukan refleksi materi yang telah dibahas.
Ø Menarik kesimpulan materi.
2.6 Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa
tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dalam bukunya Wina Sanjaya dinamakan sebagai unsur
modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan
kinestetis.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam
dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam
proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak
ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai system
penindasan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap
guru manakala menggunakan pendekatan CTL, yaitu :

1. Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.


Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,
melainkan organisme yang sementara berada pada tahap – tahap perkembangan.
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tikat perkembangan dan pengalaman
mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar hal – hal yang baru dan penuh tantangan.
Kegemaran anak adalah mencoba hal – hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena
itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang.
Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan – bahan belajar yang dianggap
penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Balajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal – hal
yang baru dengan hal – hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian, peranan guru adalah
membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru
dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada ( asimilasi ) atau
proses pembentukan skema ratu atau ( akomodasi ), dengan demikian tugas guru adalah
memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses
akomodasi.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran Kontekstual adalah:
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan
belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental
4. Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru
6. Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang bermakna

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung
2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif
3. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa”
yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–
strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan apa yang diterapkan semula.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan dalam isi makalah diatas dapat di simpulkan bahwa:

1. Pembelajaran yang selama lebih menekankan pada keaktifan guru dalam menyampaikan
pelajaran tanpa memperhitungkan keaktifan siswa sudah waktunya diganti strategi yang
memudahkan anak dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan guru dengan
menerapkan model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL).
2. Dalam mengajar guru bisa merubah gaya mengajar yaitu lebih mengutamakan keaktifan
siswa dalam memahami pelajaran melalui pengalaman langsung.
3. Menciptakan likungan belajar yang yang membuat siswa tidak takut salah.
4. Memberikan jaminan belajar yang positif secara emosional.
5. Pembelajaran kontekstual dapat menimbulkan siswa belajar melaui mengalami bukan
menghapal, siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, siswa
terbiasa memecahkan masala, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut
dengan ide-ide, siswa menjadi aktif, kritis dan kreatif, Kelas menjadi produktif,
menyenagkan dan tidak membosankan, dinding kelas dan lorong-lorong sekolah penuh
dengan hasil karya siswa, peta, gambar, artikel, puisia, komentar, foto tokoh, diagram-
diagram, Siswa selalu dikepung berbagai informasi, kelas CTL adalah siswa yang selalu
ramai dan gembira dalam belajar.

CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Di dalam CTL terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan ketika seorang
pendidik akan memberikan makna dalam pembelajarannya, yaitu : Kerjasama, Saling menunjang,
Menyenangkan, Tidak membosankan, Belajar dengan bergairah, Pembelajaran
terintegrasi, Menggunakan berbagai sumber, Siswa aktif, Sharing dengan teman, Siswa harus
kritis, dan guru harus kreatif.

CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Dengan demikian CTL merupakan suatu model pembelajaran yang
dapat dengan mudah diaplikasikan oleh setiap pendidik. Untuk mewujudkan pembelajaran yang
sesuai dengan konsep CTL, tentunya setiap pendidik juga harus melihat dan memperhatikan asas
– asas berbasis konstruktivisme, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection,
dan authentic assessment. yang terdapat dalamnya, hal ini diperlukan agar pembelajaran tersebut
benar – benar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

3.2 Saran

Dari makalah yang telah di buat, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memperhatikan metode, strategi, dan
model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa mudah memahami pelajaran/materi
yang disampaikan.
2. Tidak hanya guru yang aktif dalam pembelajaran, namun siswa juga harus aktif dalam
mencari pengetahuan melalui pengalaman siswa itu sendiri serta penerapan pada
keterampilan.
3. Kritik dan saran pembaca kami harapkan untuk memperbaiki tugas selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alchaedar, Alwasilah. 2007., Contextual Teaching and Learning.Bandung : Mizan Learning
Center
Komara, Endang. 2009. Peran Pembelajaran CTL dalam Mengimplementasikan Pembelajaran
Interaktif. Diambil dari http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-
dalam.html ( Diakses pada hari Sabtu 27 April 2013, Pukul 23.11 Wib )
Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jogjakarta : Ar- Ruzz
Media Group.
Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana .2009.Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung, Refika
Aditama.
Johnson, Elaine B..2007. Contextual teaching and learning, Penerjemah: Ibnu Setiawan, Bandung,
Mizan Learning Center.
Nurhadi, Dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapanya Dalam KBK. Malang : UM
Press.

Anda mungkin juga menyukai