Anda di halaman 1dari 3

ASSALAMUALAIKUM WR…WB

ALHAMDULILLAHILLAZI ARSALA WARASULAHUBILHUDA WAHDINILHAK


ASYADUALLAILLAHAILLALLAH
WAASYADUANNAMUHAMMADERRASULULLAH…AMMABAKDU

Puji berserta syukur kita panjatkan kehazirat allah swt. yg mana oleh karunianya kita dapat
berkumpul di ruangan yg sederhana ini.shalawat beriringan salam taklupa pulak kita sanjung
sajikan kepangkuan alam nabi besar Muhammad saw yang mana 0leh beliau yg telah membawa
agama islam dari alam kegelapan himgga kealam yg terang menderang …..

baiklah mukadimah tidak saya perpanjangkan saya akan memasuki dalam sebuah kultum singkat
yang berjudul : MEMODERNISASI KADER MUHAMMADIYAH YANG PROFETIK

Dalam pengertian yang lebih luas, ikatan mahasiswa muhammadiyah ingin membentuk manusia
yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas ke-khalifahan-nya dan terus memperkaya diri
dengan khazanah ilmu pengetahuan tanpa batas serta menyadari pula betapa urgentnya ketaatan
kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Mengetahui dan Maha Segalanya. Dalam Surat Al-
Baqarah disebutkan pada ayat: 269 yang artinya: ”Tidaklah berdzikir kecuali ulul albab”. Disini,
ada proposional antara dzikir dan fikr dalam sebuah cita-cita organisasi . Artinya, hakikat cita-
cita organisasi adalah melahirkan manusia-manusia beriman dan berilmu pengetahuan, yang
satu sama lainnya saling menunjang.

Pada dasarnya tujuan umum ikatan mahasiswa muhammadiyah mengusahakan terbentunya


akdemisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai cita cita muhammadiyah. Ada lima
sub bagian di lihat dari pendekatan profetisme , yaitu; Pertama. Untuk membantu pembentukan
akhlak yang mulia. Bahwa kaderisasi akhlak adalah jiwa Kaderisasi yang bercorak Islam, dan
untuk mencapai akhlak sempurna adalah tujuan kaderisasi yang sebenarnya. Kedua, persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan diakhirat. Kaderisasi profetik menaruh penuh untuk
perhatian kehidupan tersebut, sebab memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir
manusia . Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam
memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu
pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak dan
pada segi-segi kemanfaatan. Keempat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada kader
dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (co-riosity) dan memungkinkan untuk
mengkaji ilmu sekedar ilmu. Kelima, menyiapkan kader dari segi professional.

Kaderisasi yang berwawasan kemanusiaan mengandung pengertian bahwa kaderisasi harus


memandang manusia sebagai subjek kader. Oleh karena itu, starting point dari proses kaderisasi
berawal dari pemahaman teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia
diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. kaderisasi yang
berwawasan kemanusiaan tidak berpretensi menjadikan manusia sebagai sumber ikatan-ikatan
nilai secara mutlak (antroposentris), karena di Eropa pada abad pertengahan menjadikan ilmu
murni dan teknologi teistik justru membawa malapetaka di abad modern ini, dimana kepribadian
manusia menjadi terpisah-pisah di dalam jeratan dogma materialisme yang mengaburkan nilai
kemanusiaan. Padahal kaderisasi itu sarat akan nilai dan harus berarsitektur atau landasan moral-
transendensi.

Jika kegagalan kaderisasi dalam rangka memaksimalkan peran profetiknya karena tidak dapat
menempatkan manusia sebagai subjek kader dalam setting teologis-filosofis. Jadi bukan sebagai
objek kader, yang menurut Paulo Freire dikatakan sebagai konsep bank. Oleh karena itu,
kaderisasi harus kembali pada missi profetik, yaitu memanusiakan manusia (Humanisasi),
berijtihad / pembebasan (liberasi), dan keimanan manusia .
KESIMPULAN

Kenyataan bahwa proses kaderisasi yang ada cenderung berjalan monoton, indoktrinatif, teacher-
centered, top-down, mekanis, verbalis, kognitif dan misi kaderisasi telah misleading. Tidak heran
jika ada kesan bahwa praktek dan proses kaderisasi steril dari konteks realitas, sehingga tidak
mampu memberikan kontribusi yang jelas terhadap berbagai problem yang muncul. kaderisasi
(khususnya agama) dianggap tidak cukup efektif memberikan memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah. Karena itu, banyak gagasan muncul tentang perlunya melakukan
interpretasi dan reorientasi, termasuk melakukan perubahan paradigma dari praktek kaderisasi
yang selama ini berjalan.

Anda mungkin juga menyukai