Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“ PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP


ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT ”

Di susun oleh :

Syahbanu Safira Zahra ( 2013140078 )

Ahmad Miftahul Farid ( 2013140079 )

Nurul Afandi ( 2013140105 )

Muzzaman Rumaday ( 2013140074 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘Kemuhammadiyahan’ dengan pokok
bahasan ‘Pandangan Muhammadiyah Terhadap Isme-isme Dan Aliran Sesat’ .

Makalah ini saya buat dengan sederhana dan ringkas agar dapat dipahami oleh semua
pembaca, semoga makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat untuk saya dan
semua pembaca.

Dan pada kesempatan ini, saya menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah membantu. Khususnya kedapa Bapak Ma’mun Murod Al-
Barbasi, berkatnya kami bisa menyusun makalah yang sedemikian ini, dan olehnya kita juga
mengetahui proses perkembangan Isme-isme dan aliran sesat di dunia khususnya diindonesia
ini. Tidak lupa juga kami haturkan kepada kedua orangtua kami yang atas doanya dan
dukungannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu, dan . Semoga amal baik
semua pihak yang telah membantu mendapatkan balasan yang sepadan dari Allah SWT.
Amin.

Jakarta, 30 oktober 2013


HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

Rumusan masalah .......................................................................................................... 1

Tujuan Penulisan. ........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

Pandangan Muhammadiyah Terhadap Isme-Isme Dan Aliran Sesat …………..

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 8

Kesimpulan… ................................................................................................... 8

Saran… .............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah sering dijuluki sebagai organisasi islam pembaharu, atau gerakan
tajdid. Julukan ini tentu tidak datang dari dalam Muhammadiyah, melainkan dari para
pengamat dan pemerhati Muhammadiyah. Diantara indikator organisasi pembaharu, menurut
mereka, adalah karena organisasi ini berusaha untuk merujuk secara langsung kepada Al-
Qur’an dan Al-Sunnah dan memahaminya secara utuh dan komprehensif. Namun, akhir-akhir
ini, ciri dan indikator itu sering dipermasalahkan. Karena itu, predikat mujaddid yang
diberikan kepada Muhammadiyah merupakan sesuatu yang harus dikritisi.
Ketika Muhammadiyah didirikan tahun 1912 atau sejak Majlis tarjih dibentuk pada
tahun 1928, persoalan yang dihadapinya relatif sangat sederhana dan kelihatannya tidak
beranjak dari pemurnian aqidah dan ibadah atau dalam masalah-masalah khilafiyah. Itulah
sebabnya, majlis ini diberi nama Majlis Tarjih. Tetapi dalam perkembangannya sampai saat
ini, persoalan-persoalan baru muncul kepermukaan dan menuntut direspon oleh
Muhammadiyah. Tentu, seiring dengan beragam persoalan kontemporer, nama Majlis ini pun
mengalami perubahan atau penambahan.

B. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis
rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa sumber ajaran Islam itu?
2. Apa pemahaman ajaran Islam itu?
3. Apa bidang Akhlak itu?
4. Apa bidang Mu’amalah Dunyawiyah itu?
5. Apa Isme-isme Modern itu?
6. Apa Aliran-aliran sesat itu?
C . Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui sumber ajaran Islam, untuk mengetahui pemahaman ajaran Islam, untuk
mengetahui bidang Mu’amalah Dunyawiyah, untuk mengetahui Isme-isme Modern dan
untuk mengetahui Aliran-aliran sesat

BAB II
PANDANGAN MUHMMADIYAH TERHADAP
ISME-ISME DAN ALIRAN SESAT

Sumber ajaran islam


Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio kultural, dalam
dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan
dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam yang bersumber dari dua sumber primer ajaran
ini. Yakni Alquran dan Assunnah Almaqbulah. Hal ini bisa kita lihat di dalam Anggaran
Dasar Muhammadiyah BAB II Pasal 4 ayat 1. Hanya saja istilah Assunnah Almaqbulah baru
digunakan setelah diresmikan istilahnya pada Keputusan Musyawarah Nasional Majlis Tarjih
XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam di Jakarta tahun 2000, dan
sebelumnya digunakan istilah Assunnah Ashshahihah.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, maka Muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid
yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. Dalam pengembangan bidang
keagamaan dan dakwah ditangani oleh dua majlis yaitu Majlis Tarjih dan Tajdid (MTT) dan
Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus (MT-DK).
Pemahaman Ajaran Islam
Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah secara garis besar
dan pokok-pokoknya ialah sebagai berikut:
1) Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang
diturunkan Allah dalam Alquran dan yang disebut dalam Sunnah maqbulah, berupa perintah-
perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan
akhirat (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang al-Din).
2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi
Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa,
dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-
bidang:
a. ‘Aqidah: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut
ajaran Islam;
b. Akhlaq: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-
nilai ciptaan manusia;
c. Ibadah: Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
SAW. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia;
4) Mu’amalah dunyawiyat; Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah
dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran
Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah
S.W.T.
5) Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata karena Allah, agama semua Nabi,
agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi manusia,
agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, dan
agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam satu-satunya agama yang diridhai
Allah dan agama yang sempurna.
6) Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah.
Bahwa di mana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan
untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah mahdhah
padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam Alquran dan Sunnah
maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan istinbath dari nash yang ada
melalui persamaan ‘illat, sebagaimana telah dilakukan oleh ‘ulama salaf dan Khalaf (Kitab
Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang Qiyas).
7) Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni pemurnian
(purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi).
Hal yang penting yang perlu menjadikan pamahamaman bersama bahwa paham islam
dalam muhammadiyah bersifat komprensif dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agam
dalam pandangan atau paham muhammadiyah tidak lah sepotong-potong, serpihan-serpihan
dan hanya hukum atau fikih belaka. Paham agama yanh id tanamkan bukan ajaran nya yang
terbatas, tetapi luas dan multiaspek karen amuhammadiyah merupakan gerakan islam, mak
paham tentang islam merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang yang
intinya pada memperdalam sekaligus memperluas paham islam bagi seluruh warga
muhammadiyah. Kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam
kehidupan umat serta masyarakat sehingga islam yang didakwahkan muhammadiyah
membawa/mwnjadi rahmatan lil-‘alamin.
Isme-isme modern
a. Faham Sekulerisme
Menurut Ensiklopedi Britania misalnya, menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah
sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan
semata-mata berorientasi kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad
pertengahan, orang sengat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia.
Sekularisme tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang
pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi
kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi mereka terhadap dunia.
Sedangkan menurut Kamus Dunia Baru oleh Wipster merinci makna Sekularisme adalah
Semangat Keduniaan atau orientasi “duniawi” dan sejenisnya. Secara khusus adalah undang-
undang dari sekumpulan prinsip dan praktek (practices) yang menolak setiap bentuk
keimanan dan ibadah. Keyakinan bahwa agama dan urusan-urusan gereja tidak ada
hubungannya sama sekali dengan soal-soal pemerintahan, terutama soal pendidikan umum.
Jadi dari berbagai macam pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Sekularisme ialah
memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut
berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. Dengan kata lain
sekularisme ialah memisahkan Allah Ta’ala dari hukum dan undang-undang mahluk-Nya.
Allah tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mereka adalah diri mereka
sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.
b. Faham Pluralisme Agama
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran,
agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada
sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim keberanan’ yang dianggap menjadi pemicu
munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta
penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan
mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap
agamanya yang paling benar.
Di Barat, pluralisme memiliki akar yang dapat dilacak jauh ke belakang, tapi yang
paling dominan adalah akar nihilisme dan relativisme Barat postmodern. Sejak awal,
postmodernisme ini menjadikan fundamentalisme sebagai musuh utamanya
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan
dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang
berlain-lainan pula:
 Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-
satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun
dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
 Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki
klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan
aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
 Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk
mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar
agama-agama atau berbagai denominasi dalam satu agama.
 Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi
harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
Dari sisi definisi saja dapat diketahui bahwa pluralisme itu sendiri sudah mengandung
pandangan relativitas dalam kebenaran, atau setidaknya, curiga terhadap kebenaran.
Pluralisme ini tidak berpegang pada suatu dasar apa pun. Tidak boleh ada kebenaran tunggal.
Bahkan dalam satu pengertian, pluralisme mengajarkan bahwa sebenarnya kebenaran itu
tidak ada.
Pluralisme Menurut Islam
Allah SWT berfirman:

ِ ‫ْت ْعْا ن أ ْك ْ م‬
ْ ‫عن ْد‬ ِ ‫م شعوب ْا ل ل‬ ‫من ذ ْك ْرْ جعْل‬ِ ‫م‬ ‫ي ْاأ ْي ْهْا الن ْاس ن‬
‫ه‬
ِ ‫الل‬ ْ ‫ْرفوا إ ِْ ْرمك‬ ِْ ‫وْقْب ْائ‬ ‫ْن‬ ْ
ْ‫وْأ ن ْثى و‬
‫ْ ْاك‬
‫إ ِْن ْا خل‬
ْ ‫ْاك‬ ْ

‫م‬ٌ ‫ْي‬ ‫أ ْت ْ ق‬
ِ ‫ْاك ْم إ ن الله عْل‬
‫خب ِْي ٌر‬ ِْ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan
Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa
di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan
bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak
mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:

ِ ‫ما مين‬
‫من نصير‬ ‫ما م ي ْن ْ ْز سل ْط ْا ما س ب ِ ِه عل م و‬ ‫ن‬ِ ‫من دو‬ِ ‫وْي ْعْب ْدون‬
ْ ‫ل ِْلظ‬ ْ ‫ل ل ب ْه ِْ ن ْا وْ ل ْي ل ْ م‬ ِْ ‫الله‬
ِ
ِْ ‫ْال‬ ْ‫ْ ه‬ ْ
Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah. Mereka tidak
memiliki ilmu dan tidaklah orang-orang zalim itu mempunyai pembela (QS al-Hajj:67-71).
Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah
kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide
pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya dan
menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:
‫عن ْد ْ الله ِْ ا ْل ِْ سل‬
ِ ‫إ ِْن الد ْين‬
ْ
‫م‬
ْ

Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam (QS Ali Imran [3]: 19).
Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran
[3]: 85); menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani,
ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah [9]: 30, 31); serta memandang mereka sebagai
orang-orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72).
Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada
sejumlah faktor. Dua di antaranya adalah:
Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep
ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan.
Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut
kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan,
perpecahan bahkan konflik antarpemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan
gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi
memicu konflik.
Kedua, faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan
dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta
perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan
Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.
Faham ini sangat berbahaya khususnya bagi umat islam bahaya pertama adalah
penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya
mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara syar’i bermakna perang
melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya
bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum
dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari campur tangan agama.” Lebih
jauh, penegakan syariah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus dicegah karena
dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya
sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

c. Liberalisme dan Jaringan Islam Liberal ( JIL)


Liberalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan
individu dalam segala bidang. Menurut paham ini titik pusat dalam hidup
ini adalah individu. Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun
dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat
atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasankemerdekaan
individu.Setiap individu harus memiliki kebebasankemerdekaan, seperti dalam bidang
politik, ekonomi, dan agama misalnya dalam bidang Agama Liberalisme menganggap
masalah agama merupakan masalahpribadi, masalah individu. Tiap-tiap individu harus
memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara/pemerintah.
Dengan demikian, dalam bidang agama, golongan liberal menghendaki kebebasan memilih
agama yang disukainya dan bebas menjalankan ibadah menurut agama yang dianutnya.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.

 Jaringan Islam Liberal


Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan
sebagai berikut:
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman
adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca.
Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas
Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal
percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi
sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam
berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam
semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan
melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan
hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran
keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi
yang terkumpul oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung
kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam
satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang
yang terus berubah-ubah.
d. Meyakini kebebasan beragama.
Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak
perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan
penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
Aliran-aliran sesat
Supaya lebih faham terhadap kedudukan Muhammadiyah dalam hubungannya dengan
berbagai aliran dan faham agama yang terdapat dalam dunia Islam, maka kiranya patut dalam bab ini
dibicarakan secara singkat tentang berbagai aliran faham agama yang muncul di tengah-tengah
masyarakat Islam.
Di kalangan umat Islam, ada dua golongan yang timbul akibat pemahaman yang berbeda
bidang pembahasannya yaitu:
1. Faham yang timbul dari sumber pemahaman yang berhubungan dengan masalah aqidah.
Perbedaan faham yang ditimbulkan dari sumber yang berhubungan dengan aqidah Islamiyah terkenal
dengan istilah FIRQOH. Seperti: Syiah, Khawarij, Oodariyah, Jabariyah, Mu'tazilah, Ahlus-Sunnah
wal Jama'ah.
2. Faham yang timbul dari sumber pemahaman yang berhubungan dengan masalah furu'iyah atau
'ubudiyah. Perbedaan faham yaiig ditimbulkan dari sumber yang berhubungan dengan masalah
fu.ru'iyah terkenal dengan istilah: MADZHAB. Seperti: Madzhab Hanafi, Madzhab Hambali,
Madzhab Maiiki, Madzhab Syafe'i, Madzhab Dlahiri dan lainsebagainya.

Aliran yang berhubungan dengan masalah aqidah (Firqah)


1. Firqah Syi'ah.
Sesudah Rasulullah wafat, timbul perselisihan pendapat di kalangan masyarakat Islam kota
Madinah dan sekitarnya mengenai: KHILAFAH, yaitu mengenai kekhalifahan (kepala
pemerintahan) yang pernah dipegangRasulullah.
Sementara kerabat Nabi dalam keadaan berkabung, muncul scorang Yahudi yang secara
lahirnya telah mengaku beragama Islam yaitu Abdullah bin Saba', dengan segala kelicikan dan
kelihaiannya menghembus-hembuskan issue bahwa sesungguhnya hak kekhalifahan berada di tangan
Ali bin Abi Tholib, putera paman Rasulullah sekaligus menantunya. Suara tersebut pertama kali
tidak ditanggapi secara serius; akan tetapi karena tidak henti-hentinya diulang maka lama kelamaan
orang-orang awam menerimanya juga sebagai kebenaran.
Abdullah bin Saba' selalu menampakkan kecintaannya yang teramat mendalam kepada
shahabat Ali bin Thalib, serta mengajarkan berbagai hal yang sangat berlebih-lebihan tentang
diri pribadi shahabat Ali.
Setelah dilihat situasi masyarakat sudah cukup matang, maka Abdullah bin Saba' mulai
melancarkan fitnah ke tengah-tengah masyarakat. Bahwa Abu Bakar, Umar bin Khatab serta
Usman bin Affan telah berbuat dosa besar, karen ketiga tokoh tersebui telah merebut hak
orang Jain, yaitu merebut kekhalifahan milik sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Para pengikut faham dan ajaran Abdullah bin Saba' ini akhirnya mengelompok dalam
satu aliran yang terkenal dengan sebutan kaum Syi'ah.
2. Firqah Khawarij.
Ketika Ali bin Abi Thalib memegang kekhalifahan yang keempat sebagai pengganti
khalifah Usman bin Affan maka beberapa kerabat dekat Usman bin Affan menuduh Ali bin
Abi Thalib, bahwa kematian Usman bin Affan didalangi dan dilaksanakan oleh Ali dan para
pengikutnya, dengan maksud jabatan khalifah segera dapat diambil olehnya. Oleh karena itu
beberapa pengnasa daerah yang dahuiu diangkat oleh khalifah Usman dan kebetulan masih
kera-batnya mengadakan aksi pembangkangan terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Di
antara mereka adalah Muawiyah Gubernur Basrah (Siria) dan Amru bin 'Ash Gubernur Mesir,
Sudah barang teniu aksi mereka tidak dibenarkan oleh. Ali. Berlarut-larutnya ketegangan
antara penguasa daerah dengan penguasa pusat menimbulkan peperangan. Di satu pihak
khalifah Ali beserta pengikut-pengikutnya di lain fihak Muawiyah dengan pengikut-
pengikutnya yang dibantu oleh Gubernur Amru bin 'Ash.
Peperangan tersebut pada akhirnya menunjukkan tanda-tanda kemenangan di fihak Ali.
Maka dengan penuh tipu daya Muawiyah mengajukan ajakan perdamaian yang diterima juga
oleh Ali. Terkenallah perdamaian itu dengan nama "Tahkim". Ternyata keputusan Tahkim
memperlihatkan kemenaringan di fihak Muawiyah, atas jasa Amru bin 'Ash yang ditunjuk
selaku wakil Muawiyah. Kiranya keputusan tersebut membuat sementara golongan ekstrim
pendukung Ali merasa tidak puas dan tidak mau menerimanya, sehingga mereka memisahkan
diri dari kelompok Ali, dan kelak mereka itu dikenal sebagi golongan Khawarij. Golongan
Khawarij ini mempunyai pendirian bahwa golongan Ali serta pendukungnya yang menyetujui
Tahkim, golongan Muawi-yah dan Amru bin 'Ash serta kawan-kawannya telah keluar dari
batas-batas Islam. Dengan Tahkim berarti mereka telah menyerahkan hukum tidak kepada
Allah, sedang mereka berpendirian “tidak ada hukum kecuali hukum Allah sendiri".
Karena kenyataan seperti itu akhirnya mereka merencanakan pembunuhan kepada
semua orang yang terlibat dalam peristiwa Tahkim.
3. Mu’tazilah
Pada permulaan abad kedua Hijrah timbul perselisihan pendapat di perguruan Basroh
antara Hasan Basri dengan muridnya, Wasil bin 'Atha (80 -131 H) tentang masalah:
"Bagaimanakah hukumnya seseorang muslim yang telah berbuat dosa besar, apakah ia tetap
mukmin ataukah ia telah kafir?" Menurut Wasil bin Atha’ orang tersebut hukumnya tidak
mukmin dan tidak pula kafir, akan tetapi ia fasik yaitu antara mukmin dan kafir. Baginya
bertempat tidak di surga dan tidak pula di neraka. Pendapat tersebut menyimpang dari hukum
yang diyakini sebagian besar umat Islam, di mana orang yang berbuat demiklan dinyatakan
hukumnya tetap Islam. Dan gara-gara pendapatnya seperti itu mengakibatkan Wasil bin 'Atha
diasingkan dari kalangan Basroh. Dari benih yang ditanamkan Wasil ini, maka lahirlah firqoh
baru yang terkenal dengan sebutan Mu’tazilah. Di samping itu Mu'tazilah berpendirian bahwa
manusia dengan akalnya, bebas atas segala perbuatan dan tindakannya; ia dapat me-nentukan
tentahg baik dan buruk sekalipun tanpa tuntunan agama. Pendapat yang seperti ini akhirnya
memberikan ctri yang khas dari Mu'tazilah di mana mereka sangat menonjolkan peranan
akal, dan justru karena itu mereka terkenal pula dengan julukan: Golongan Rasionalisme
dalam Islam.
4. Firqoh Qodariyah
Sekelompok umat Islam berpendapat bahwa qadar atau taqdir itu tidak ada. Manusia
diberi kebebasan untuk menentukan pilihan dan melakukan perbuatannya. Allah telah
menyerahkan sepenuhnya nasib manusia di dalam tangannya sendiri Pendapat seperti ini
sesungguhnya timbul dari itikad yang baik juga, sebab mereka bermaksud nntuk mensucikan
Allah agar jangan sampai ada seseorang yang beranggapan bahwa perbuatannya yang buruk
dan yang jahat itu dinyatakan sebagai ketentuan Allah, dan baginya tidak ada kemampuan
menolaknya. Golongan yaag sangat mengagungkan kekuasan dan ikhtiar pada diri manusia
sendiri dikenal sebagai Firqoh Qadariyah.
5. Firqoh Jabariyah
Sebaliknya dari Qadariyah, ada golongan yang berusaha juga mensucikan Allah dengan
cara yang berbeda titik tolaknya. Mereka berpendapat bahwa Allah berkuasa atas segala-
galanya; kehendak dan kekuasan Allah tidak terbatas seperti yang dikatakan oleh sementara
orang. Oleh karena itu taqdir Allah sangai menentukan aias diri Manusia semisal bulu yang
diterbangkan angin, kemana angin bertiup ke sana pula ia ikut terbang. Golongan ini di
kalangan umat islam dikenal sebagai: Firqoh Jabariyah.
6. Ahmadiyah:
Sekalipun Ahmadiyah bukan mata rantai yang bertalian dengan firqah-firqah di atas,
dan munculnya baru pada abad ke 19 M, namun karena sering terbaur dengan nama
Muhammadiyah hingga orang awam di luar Muhammadiyah suiit membedakan
Muhammadiyah dengan Ahmadiyah, maka dipandang perlu di sini dijelaskan secara singkat
mengenai Ahmadiyah Apalagi gerakan ini sebagian mempunyai pengertian tersendiri dalam
memahami keyakinan-keyakinan pokok syariat Islam. Sejarah kelahirannya kira-kira mulai
tahun 1888 M didusun Qadian daerah Punjab India. Karena pendiri gerakan ini adalah Mirza
Ghulam Ahmad maka ada yang mengatakan gerakan ini dinisbatkan kepada pendirinya, yakni
AHMADIYAH. Sementara itu ada suatu pendapat bahwa nama yang dipakai bukan
dinisbatkan pada pendirinya, melainkan dinisbatkan pada diri Rasulullah yang salah satu
namanya, adalah Ahmad (surat As-Shaf ayat: 6).
Aliran-aliran dalam Ahmadiyah:
Setelah gerakan Ahmadiyah berdiri beberapa waktu lamanya, dan pendiriannya
meninggal dunia, maka timbul pcrselisihan di antara para murid dan pendukung-
pendukungnya. Puncak perselisihan mereka berakhir dengan timbulnya dua golongan
dalam Ahmadiyah, yaitu:
a. Jama’at Ahmadiyah
Kelompok ini terkenal dengan sebutan Ahmadiyah Qadian. Golongan ini berkeyakinan
bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah AI Masih yang dijanjikan (mau'ud) yaitu "Masih" kedua
yang dijanjikan. "Masih" kedua ini berkedudukan sebagai nabi. Berarti Mirza Ghulam
Ahmad adalah nabi, sekalipun tidak membawa syari'at baru.
la menggambarkan dirinya dengan nabi Muhammad saw. serupa nabi Harun dengan
nabi Musa, dan semua orang Islam yaag tidak bai'at kepadanya adalah kafir. Pengikut aliran
ini berpegang teguh atas ucapan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut: "Pintu Nubuwwah
(Kenabian) masih tetap terbuka, dan nabi Muhammad bukahlah nabi terakhir". "Aku (Mirza)
bukan nabi baru, ralusan nabi-nabi telah datang se-belumku". Ahmad. "Aku adalah nabi juga,
dan umati juga". Ahir cath Ahbar'aam. "Aku adalah Al Masih yang dijanjikan dan aku adalah
dia itu, oleh Rasulullah dinamakan nabi Allah". Nuzul Al Masih. "Sesuai dengan perintah
Tuhan5 aku adalah nabi, kalau ku ingkari aku berdosa". Akhircath.
Aliran Ahmadiyah di atas karena jelas menyimpang dari aqidah Islamiyah yang murni
maka telah disepakati oleh sebagian besar umat Islam sebagai suatu gerakan di luar Islam,
bahkan Ahmadiyah Lahore pun menuduhnya sebagai gerakan yang sesat.
b. Gerakan Ahmadiyah: terkenal dengah sebutan Ahmadiyah Lahore.
Gerakan ini muncul dan memisahkan diri dari Ahmadiyah Qadian pada tahun 1914 dan
merigambil kota Lahore sebagai pusat kegiatannya, dengan pemimpinnya Maulana
Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin. Menurut aliran ini, Mirza Ghulam Ahmad bukan
nabi tetapi hanya Mujaddid atau pembaharu atau Muhaddats, yaitu seorang yang diajak
berbicara doleh Tuhan. Sebab dengan pengakuan akan kenabian berarti merendahkan derajat
kenabian Muhammad yang sempurna itu. Pengikut aliran ini berpegang pada ucapan Mirza
Ghulam Ahmad: "saya menganggap kepada barang siapa yang da'wah kenabian, bahwa orang
itu pendusta yang kafir". Istihar. "Saya mempunyai iman yang teguh, bahwa nabi kita saw,
nabi yang terakhir dan sesudah beliau tidak akan lahir nabi baru maupun nabi lama ….
melainkan Muhaddats lah yang akan datang itu". Hammamatul Busyra. "Ini adatah
kebohongan sejati yang dikenakan kepada kami, ialah kami mengaku menjadi nabi". Anjam
Atham. “Tidaklah ada pengakuan menjadi nabi, tetapi kami ftiengaku menjadi Muhaddats ini
atas perintah Allah". Izalati Auham. "Mereka itu menuduh kami tidak dengan kenyataan,
ialah bahwa kami mengaku menjadi nabi". Kitabul Bariyyah. Aliran ini dalam sebagian besar
keyakinannya hampir sama dengan aliran Islam lainnya. Kecuali yang memberikan ciri
tertentu dan membuatnya berbeda adalah adanya keyakinan bahwa pendiri Ahmadiyah adalah
seorang Muhaddats, serta da'wahnya sebagai Muhaddats tersebut atas perintah Tuhan. Apa
yang sering terdengar dari ucapan Mirza bahwa difinya adalah nabi, maka ucapan tersebut
bukannya mengandung pengertian nabi yang sesungguhnya melainkan nabi dalam arti majazi
(kiasan).
Ciri-ciri aliran Ahmadiyah.
Di samping sifai-sifat ajarannya yang menonjol di antara Jama'at Ahmadiyah dengan Gerakan
Ahmadiyah, Ahmadiyah Qadian dengan Ahmadiyah Lahore mempunyai i'tikad yang berbeda, namun
ada titik-titik persamaannya, antara lain:
1. Penolakan terhadap afaiah jihad, Sedang menurut keyakinan umat Islam pada umumnya masalah
jihad adalah diibaratkan semisal "taring". Islam tanpa jihad seperti harimau tanpa taring.
2. Kedua aliran Ahmadiyah tersebut juga tidak mau semena-mena atau saling kawin dengan umat Islam
lainnya. Tidak bersedia melakukan shalat berjarama'ah bersama dengan umat Islam lainnya, baik
mereka jadi imam ataupun menjadi makmum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah
mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah
baru pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan
ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam pada saat itu.
Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian pada pase kedua sudah mulai
terlihat pentingnya menyelesaikan masalah yang sama sekali baru yang dihadapi umat Islam.
Pada pase ini mulai dibahas bahkan dirumuskan tajdid dalam arti modernisasi dan
dinamisasi. Rumusan dan konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan
masyarakat yang berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ini tidak lagi berkutat
pada pemurnian aqidah dan masalah-masalah khilafiyah dalam fikih, tetapi lebih diarahkan
pada ijtihad insya’i. Sedangkan pada pase terakhir, tema tajdid dalam Muhammadiyah tidak
terbatas pada masalah purifikasi dan dinamisasi, tetapi menuju rekonstruksi dan bahkan
dalam batas tertentu melakukan dekonstruksi terhadap ajaran normatif, menuju ajaran islam
yang bersifat historis.
DAFTAR PUSTAKA

- Drs. Mahsyar Idris, M,Ag. 2007. Studi Tentang Muhammadiyah, Parepare : Lembaga
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Parepare.
- Adabi Darban, H, Drs, SU, Mustafa Kamal Pasha, H, Drs, B.Ed,. 2003. Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam, Dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Yogyakarta: LPPI UMY
- Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang.

Anda mungkin juga menyukai