Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

KLASIFIKASI FRAKTUR TULANG PANJANG DAN FRAKTUR


GREENSTICK

DISUSUN OLEH :
Atika Rahmah G99172051
Satria Ardi G99181060
Nathasya Vania G991903044
Noor Iqmaliya R G991905048
Sakarias Christofer G991902051

Substase Periode : 22 Juli– 28 Juli 2019

PEMBIMBING :
dr. Udi Herunefi H, Sp.B, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
KLASIFIKASI FRAKTUR TULANG PANJANG

A. Anatomi Tulang Panjang


Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki kemampuan untuk merubah
strukturnya sebagai hasil dari stres yang diarahkan kepadanya. Sebagaimana jaringan
ikat, tulang terdiri dari sel, serat, dan matriks. Tulang memiliki struktur yang keras
karena adanya kalsifikasi dari matriks ekstraseluler dan memiliki tingkat elastisitas
karena adanya serat organik.4
Tulang memiliki fungsi protektif: tulang tengkorak dan collumna vertebrae,
sebagai contohnya, untuk melindungi otak dan korda spinalis dari cedera. Selain itu,
tulang juga berfungsi sebagai alat gerak, sebagaimana yang dapat terlihat pada tulang
panjang, dan sebagai tempat penyimpanan deposit garam kalsium. Tulang juga menjadi
tempat untuk sumsum tulang.4
Tulang tersusun dari dua, kompakta dan spongiosa. Tulang kompakta sebagai
massa padat; spongiosa terdiri atas trabekula atau balok tulang langsing, tidak teratur,
bercabang, dan saling berhubungan membentuk anyaman. Celah di antara anyaman
ditempati oleh sumsum tulang. Trabekula tersususun sedemikian rupa untuk menahan
tegangan dan tekanan yang mengenainya.4
Tulang panjang terdiri dari epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang. Diafisis merupakan bagian tulang panjang yang
di bentuk dari pusat osifikasi primer. Tulang ini mempunyai corpus berbentuk tubular.
Selama masa pertumbuhan, diaphysis dipisahkan dari epiphysis oleh cartilago
epiphysis. Metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang,
yang berdekatan dengan diskus epifisialis.3,4
Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi medulla
ossium (sumsum fulang). Bagian luar corpus terdiri dari tulang kompakta yang diliputi
oleh selubung jaringan ikat, periosteum. Ujung-ujung tulang panjang terdiri dari tulang
spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Facies articularis ujung-
ujung tulang diliputi oleh cartilago hyalin.4

Gambar 1. Struktur tulang panjang


B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Mungkin saja tidak
lebih dari sebuah celah atau retakan dari korteks tulang; tetapi yang lebih sering terjadi
adalah fraktur inkomplet dan fragmen tulang yang berpindah tempat. Apabila kulit di
permukaan daerah fraktur tetap intak, tergolong ke dalam fraktur tertutup atau
sederhana. Namun, apabila kulit di permukaannya rusak, tergolong ke dalam fraktur
terbuka yang cenderung terkena infeksi dan kontaminasi. Fraktur tulang di dekat sendi
atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang
disebut fraktur dislokasi.2
Fraktur atau patah tulang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan fraktur tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.2

C. Etiologi Fraktur2,3
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang
demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang
karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian
dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi
pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan
tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang
lengan bawah.
2. Repetitive stress
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang-
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih
berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban secara
tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.
3. Peristiwa Patologis
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang
yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

D. Klasifikasi Fraktur
Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit
diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka
disebut fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah tulang.4

Tabel 1. Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson (1976).2


Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <2 cm Sederhana, dislokasi fragmen
minimal
II Laserasi >2 cm, kontusi otot disekitarnya Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya Kominutif, segmental,
jaringan di sekitarnya fragmen tulang ada yang
hilang

Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):2
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping
atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringan lunak.

Gambar 2. Fraktur terbuka dan fraktur tertutup


Menurut garis frakturnya, fraktur dibagi menjadi fraktur komplet atau
inkomplet (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi,
simpel, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi.3
a) Komplet yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser
b) Inkomplet yaitu meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang
c) Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
d) Spiral adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
e) Oblik adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
f) Segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari
suplai darah.
g) Kominuta adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
h) Greenstick adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur
jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
i) Fraktur Impaksi adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya.
j) Fraktur Fissura adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
Gambar 3. Mekanisme Fraktur. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi);
(c) Triangular butterfly fragment/kupu-kupu (membengkok);
(d) Transversal/lintang (tension)3

Gambar 4. Jenis Fraktur. Fraktur komplet : (a) Transversal; (b) Segmental; (c) Spiral.
Fraktur inkomplete : (d) Buckle/torus/melengkung; (e,f) greenstick.3
Gambar 5. Jenis Fraktur: Kominuta, Greenstick, Impaksi, Fissura

Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement.


Displacement ini dibagi menjadi 4, yaitu : 2,3
1. Aposisi
Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami
perubahan letak sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang
proksimal dan distal. Pada pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan dalam
persentase kontak antara fragmen proksimal dan distal. Jadi, misalnya dari hasil
pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada kontak sama sekali antara
permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan aposisi 0%, disebut
juga aposisi komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi parsial, misalnya
aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal masih kontak dengan
fragmen distal.
2. Alignment
Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang
sehingga arah aksis longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal
fragmen proksimal dan distal membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada
pemeriksaan radiologi, angulasi ini dinyatakan dalam derajat.
3. Rotasi
Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya,
misalnya fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal.
4. Length (panjang)
Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya
tulang) yang menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang
menyebabkan tulang memanjang.

Gambar 6. Macam-macam Displacement

Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai
cakram pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat
perhatian khusus karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram
epifisis ini dibagi menjadi lima tipe. 8
Tabel 3. Klasifikasi Salter Harris pada patah tulang epifisis
Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi periosteumnya
masih utuh
Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas
sama sekali dari metafisis
Tipe 3 Fraktur cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus cakram
epifisis
Tipe 5 Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan
kematian dari sebagian cakram tersebut

Gambar 7. Klasifikasi Salter Harris pada patah tulang epifisis

E. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :1,2,3
1. Fase Hematoma
 Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh
darah yang robek
 Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
 Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Fase Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :


 Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
 Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
 Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
 Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
 Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


 Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
 Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
 Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
 Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


 Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah
menyatu
 Secara bertahap menjadi tulang mature
 Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Fase remodelling
 Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
 Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
 Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.
Gambar 8. Fase Penyembuhan Tulang

F. Diagnosis Fraktur
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.2,3
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat
cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang
dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.2,3
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi/look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel (nyeri
tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.
Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian
diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit,
pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan/move dinilai apakah adanya
keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.3,5
Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis.
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.2,3
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi
darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran,
anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur,
memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan.2,3,5

G. Komplikasi Penyembuhan Fraktur


Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi
dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
 Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang
sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan
sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
degenerasi.
 Pada Jaringan lunak
1. Lepuh
Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan
melakukan pemasangan elastik.
2. Dekubitus
Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
 Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
atau thrombus.
 Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan
tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan
spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi
trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat
terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis
 Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus.1

b. Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
 Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.
Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada
ujung-ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi.
Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
 Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tabel 4. Tipe non union


Tipe Klasifikasi
Tipe I Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
(hypertrophic diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang
non union) masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat


non union) jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga
sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan
dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)
 Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
 Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot.
 Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan
intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa
memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif
pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan
pada penderita dengan kekakuan sendi menetap.

H. Penanganan Fraktur2,3,5
Penanganan Fraktur Tertutup
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar
penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada
jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah
akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula
(reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat
berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil
reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada
ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi kembali.

Ada dua metode reduksi: terbuka dan tertutup.


1. Reduksi tertutup (closed reduction)
Dilakukan dengan anestesi yang cukup dan pelemas otot (muscle relaxant), fraktur
direduksi dengan 3 langkah: (1) bagian distal ditarik sesuai garis panjang tulang;
(2) pada saat fragmen tulang terlepas, mereka akan terreposisi, dan (3) alignment
diatur pada setiap bidang. Hal ini efektif bila periosteum dan otot pada salah satu
sisi fraktur masih intak. Beberapa fraktur sulit direduksi karena tarikan otot yang
kuat dan memerlukan pemsangan traksi dalam waktu yang lama. Skeletal traksi
atau skin traksi selama beberapa hari menugkinkan tekanan jaringn lunak
berkurang dan memungkinkan alignment yang lebih baik. Secara umum reduksi
tertutup digunakan pada fraktur dengan minimal displace, fraktur pada anak, dan
fraktur yang menjadi stabil setelah reduksi dan dapat ditahan dengan cast.
2. Reduksi terbuka (open reduction)
Reduksi operatif merupakan indikasi: (1) jika reduksi tertutup gagal, baik karena
sulitnya mengontrol fragmen atau karena adanya jaringan lunak diantara fragmen
tulang; (2) jika ada fragmen artikular yang besar yang memerlukan posisi yang
akurat; atau (3) pada fraktur avulsi.
Beberapa metode dapat digunakan untuk menahan traksi:
 Traksi kontinu
Traksi dipasang pada bagian distal dari lokasi fraktur, kemudian ditarik sesuai
axis panjang tulang. Tindakan ini berguna pada fraktur pada shaft dengan
konfigurasi oblique atau spiral yang mudah berubah posisinya akibat kontraksi
otot. Traksi dapat berupa:
– Traksi dengan gravitasi - Digunakan pada cedera ekstremitas atas,
misalnya pada U-slab atau velcro
– Skin traksi - Skin traksi tidakdapat menahan beban lebih dari 4 atau 5
kg.
– Skeletal traksi - Kawat atau pin dimasukan ke dalam tulang dan sebuah
tali diikatkan untuk membuat traksi.
Berdasarkan cara tarikannya, traksi dapat dibedakan menjadi:
– Fixed traction: tarikan diikatkan pada titik yang tetap
– Balanced traction: tarikan pada traksi dengan menggunakan beban
– Combined traction
Komplikasi traksi antara lain (1) gangguan sirkulasi, terutama pada anak, (2)
cedera saraf, (3) pin site infection.
 Cast splintage
Yang paling sering digunakan adalah plaster of paris. Kelemahan cara ini
adalah sendi tidak dapat bergerak dan menjadi kaku. Beberapa bentuk cast baru
meimilki kelebihan dari pada plaster of paris, yaitu tahan air dan lebih ringan,
namun prinsip kerjanya sama. Kaku sendi dapat diminimalkan dengan cara: (1)
menunda splintage, (2) awalnya dimulai dengan menggunakan cast
konvensional kemudian dilanjutkan dengan fungsional brace yang
memungkinkan terjadi gerakan. Komplikasi pada penggunaan cast adalah
pemasangan cast yang terlalu kencang, nyeri arena penekanan dan abrasi atau
laserasi pada kulit
 Fungsional brace
Fungsional brace memungkinkan untuk memegang fraktur dan dapat mencegah
kaku sendi. Fungsional brace digunakan pada fraktur jika fraktur sudah mulai
union, 3-6 minggu setelah pemasangan traksi atau cast.
 Internal fiksasi
Fiksasi tulang dengan menggunakan plate dan screw, intramedular nail,
circumferential band atau kombinasi. Penggunaan internal fiksasi
memungkinkan terjadi gerakan dini. Bahaya yang paling besar dari penggunaan
internal fiksasi adalah infeksi. Infeksi dapat terjadi bergantung pada : (1) pasien
(2) ahli bedah, (3) fasilitas Indikasi pemasanagan interna fiksasi:
– Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
– Fraktur yang tidak stabil dan dapat bergeser lagi setelah reduksi
– Fraktur yang sembuh dalam waktu lama, misalnya colum femur
– Fraktur patologis
– Fraktur multiple
– Fraktur pada pasien yang sulit dalam perawatan (paraplegi, cedera
multiple dan pada pasien usia tua)

 Eksternal fiksasi Eksternal fiksasi bermanfaat pada:


– Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak parah atau dengan
kontaminasi
– Fraktur pada sendi yang sebenarnya cocok untuk internal fiksasi tetapi
jaringan lunak di seiktarnya terlalu bengkak
– Pasien dengan multiel injury yang parah dan berhubungan dengan
cedera kepala
– Fraktur yang gagal menyatu (ununited)
– Fraktur yang terinfeksi
Prinsip dari eksternal fiksasi sangat sederhana: tulang difiksasi di atas
dan bawah fraktur dengan screw atau kawat dan dihubungkan satu sama lain
menggunakan batang yang keras. Komplikasi yang sering terjadi adalah
(kerusakan pada struktur jaringan lunak (2) overdistraksi (3) pin track infection.

Penanganan Fraktur Terbuka


Pasien dengan fraktur terbuka sering terjadi pada cedera multiple, segera atasi
kondisi yang dapat mengancam nyawa sesuai dengan ATLS. Setelah kita siap
menangani fraktur, lihat luka dengan hati-hati, bersihkan luka dari kontaminasi, ambil
foto dengan kamera untuk data kemudian cuci dengan menggunakan salin dan ditutup.
Kondisi ini dibiarkan hingga pasien siap dioperasi. Pasien diberi antibiotic, antitetanus
profilaksis dan dipasang splint. Periksa sirkulasi dan status neurologis, awasi tanda
kompatemen sindrom. Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, dan
sangat penting untuk mencegah infeksi. Ada 4 hal yang esensial: (1) Antibiotik
profilaksis (2) debridement fraktur dan luka secara urgent (3) stabilisasi fraktur (4)
penutupan luka definitif sesegera mungkin.
FRAKTUR GREENSTICK

A. Definisi Fraktur Greenstick

Fraktur greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi patah dan sisi lainnya
melengkung. Disebut fraktur greenstick karena bentuk patahannya sama dengan
patahan dahan hijau (pohon muda segar), dimana jika dahan hijau patah maka hanya
satu sisi saja yang patah sedangkan sisi yang lainnya melengkung tetapi masih intak.
Fraktur greenstick terjadi apabila ada robekan periosteum dan kortex pada daerah
konveks dari deformitas.Pada fraktur greenstick, ada bagian korteks yang masih intak.
Jadi pada fraktur greenstick, fraktur terjadi pada korteks yang terdapat pada sisi yang
berlawanan dari arah energi sedangkan korteks yang langsung mendapat energi masih
intak. Fraktur greenstick merupakan fraktur yang stabil karena sebagian dari tulang
tetap utuh dan tak terputus.

Gambar : Greenstick Fracture


(sumber: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/greenstick-
fractures/basics/definition/con-20027302)
B. Patofisiologi
Bentuk fraktur yang unik pada anak-anak adalah hasil dari perbedaan biologis
antara anak-anak dengan dewasa. Secara spesifik, keberadaan lempeng pertumbuhan
(growth plate), periosteum yang tebal, serta kemampuan tulang anak-anak yang elastis
seperti plastik, dan kemampuan mengalami remodelling adalah dasar dari gambaran
fraktur yang khas pada anak-anak.Tulang pada anak-anak lebih lembut dan lebih elastis
daripada tulang dewasa, sehingga lebih tahan terhadap tekanan. Kepadatan tulang pada
anak-anak lebih rendah daripada tulang dewasa, tetapi periosteumnya lebih tebal.
Karena tulang pada anak-anak mempunyai elastisitas yang tinggi dan periosteum yang
tebal maka jarang didapatkan fraktur komplit pada anak-anak. 1,6,9,14
Fraktur greenstick merupakan fraktur inkomplit pada anak-anak. Fraktur
greenstick terjadi karena adanya kompresi longitudinal dan torsional. Ada dua jenis
fraktur greenstick yaitu angulasi ke volar (sering ditemukan) dan angulasi ke dorsal
(jarang ditemukan). 4,15
Pola fraktur greenstick terjadi sebagai akibat dari elastisitas tulang. Fraktur
pada anak-anak paling sering disebabkan jatuh karena bermain atau sedang
berolahraga. Faktor resiko terjadinya fraktur greenstick adalah aktivitas dengan resiko
jatuh atau dapat juga karena adanya pukulan (kompresi) pada lengan bawah. 13
C. Gambaran klinis

1 Anamnesa

Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena
jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, fraktur
tidak disadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan keseleo, terutama
patah yang disertai dislokasi fragmen yang minimal. 12

Riwayat trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya
trauma tersebut. Pada pasien dengan riwayat trauma yang perlu ditanyakan adalah
waktu terjadinya, cara terjadinya, posisi penderita dan lokasi trauma. Pada fraktur
greenstick dapat terjadi karena jatuh (kompresi longitudinal) atau adanya pukulan pada
lengan bawah. 4,12,13

Dapat juga didapatkan keluhan nyeri meskipun fraktur yang fragmen


patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Pada anak-anak yang
lebih kecil akan menghindari gerakan pada lengannya sehingga terjadi
”pseudoparalisis”. Pada fraktur greenstick juga terdapat nyeri di daerah fraktur. 2,12,13

Perlu diperhatikan lokasi keluhannya. Anak-anak dengan fraktur pada lengan


bawah akan terjadi nyeri, bengkak dan krepitasi yang merupakan diagnosa pasti.
Fraktur greenstick dapat menunjukkan deformitas lebih jelas yang menjelaskan bahwa
terjadi kerusakan yang lebih berat. 2,12

2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya fraktur terdiri atas tiga langkah yaitu
lihat (inspeksi/look), raba (palpasi/feel), dan gerakan (move). 12

a. Inspeksi / look

Terlihat adanya asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan
warna local. Pasien merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang
patah, terdapat pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar,
pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Pasien diinstruksikan untuk
menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang sehat.

b. Palpasi / feel

Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapatkan juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri
tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang
patah searah dengan sumbunya.

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di
bawah cedera, status vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat
diperoleh dengan memeriksa warna kulit dan suhu di distal fraktur. Neurovaskularisasi
yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), dan sensibilitas. 7,12

c. Gerakan / move

Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur.
Adanya keterbatasan gerakan disertai nyeri dan deformitas menunjukkan adanya
fraktur. 12,15

3 Pemeriksaan penunjang

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan Radiologi. Untuk


melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen
minimal harus dua proyeksi yaitu anteroposterior(AP) dan lateral. Foto rontgen X-ray
dapat menunjukkan fraktur greenstick. Tetapi dalam beberapa kasus, pada foto rontgen
X-ray susah dilihat adanya fraktur greenstick, hal ini disebabkan karena tulang pada
anak-anak masih lunak sehingga gambaran pada foto rontgen X-ray kurang jelas.
Dalam kasus ini, ultrasound atau computerized tomography (CT) scan dapat
menunjukkan gambaran yang lebih baik. 7,16
Gambar 6 foto rontgen X-ray fraktur greenstick

Gambar 7 CTscan fraktur greenstick

4 Diagnosa

Diagnosa ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang yaitu radiologis. 4
Pada anamnesa didapatkan adanya riwayat trauma (jatuh/kompresi longitudinal
atau terpukul pada lengan bawah), nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk pada
lengan bawah. 7,12

Pada pemeriksaan fisik pada lengan bawah didapatkan deformitas (angulasi dan
rotasi), bengkak atau kebiruan, fungsio laesa, nyeri tekan, krepitasi serta nyeri bila
digerakkan, baik gerak aktif maupun pasif. 7,12

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksan radiologi.


Untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Foto rontgen
minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral. Ultrasound atau computerized
tomography (CT) scan dapat juga digunakan untuk menunjukkan gambaran yang lebih
baik. 7,12,16

5. Penatalaksanaan

Pedoman terapi fraktur berdasarkan umur dari anak, lokasi fraktur dan derajat
displacement dan angulasi. Terapi yang digunakan adalah dengan reposisi tertutup dan
immobilisasi dengan gips. Reposisi fraktur dapat menggunakan semua teknik anestesi
secara umum, termasuk intramuscular, sedasi intravena, blok axilla atau anestesi
umum. Fraktur pada anak-anak jarang dibutuhkan tindakan bedah dibandingkan fraktur
pada dewasa. Fraktur sepertiga distal sampai sepertiga tengah dari lengan bawah dapat
diterapi dengan short-arm cast, long-arm cast dapat juga digunakan untuk mencegah
terjadinya late displacement atau angulasi. Displacement yang signifikan pada fraktur
lengan bawah dapat digunakan long-arm cast untuk mengontrol rotasi dan angulasi.
Karena pada fraktur greenstick terdapat rotasi dan angulasi maka sebaiknya
menggunakan long-arm cast dengan siku difleksikan 90 derajat. Angulasi pada fraktur
greenstick dapat direposisi dengan traksi dan kontertraksi. Pada fraktur greenstick
sering dilakukan pematahan pada korteks yang berlawanan untuk mencegah angulasi
berulang selama di dalam gips. 2,10,13

Derajat angulasi yang dapat diterima pada fraktur sepertiga tengah radius dan
ulna yaitu hingga 30 derajat pada bayi, sedangkan pada anak-anak hingga 15 derajat
tergantung umur. Pada anak-anak, jika angulasi kurang dari 10 derajat dengan umur
kurang dari 10 tahun maka tidak memerlukan koreksi angulasi. Sedangkan angulasi
yang dapat diterima pada fraktur sepertiga distal radius dan ulna yaitu hingga 30 derajat
pada bayi dan 15 derajat pada anak-anak. 17

Pemasangan gips untuk immobilisasi bervariasi tergantung umur : 17

0 – 2 tahun 2 – 3 minggu

2 – 5 tahun 3 – 4 minggu

6 – 10 tahun 5 – 6 minggu

> 10 tahun 6 – 8 minggu

Fraktur greenstick bisa memerlukan waktu lama untuk menyembuhkan karena


mereka cenderung terjadi di tengah, bagian tulang tumbuh lebih lambat. 16

Reposisi pada fraktur greenstick dengan angulasi ke volar adalah dengan


memposisikan lengan bawah dalam posisi pronasi, sedangkan jika angulasi ke dorsal
maka lengan bawah dalam posisi supinasi. Selama reposisi perlu untuk menjaga
tekanan pada sendi periosteal tetap utuh. Long-arm cast dapat digunakan setelah lengan
bawah diposisikan supinasi atau pronasi. 17

Evaluasi terapi dilakukan setiap minggu selama 3 minggu untuk mengetahui


adanya re-angulasi pada fraktur setelah swelling menghilang. Jika re-angulasi terjadi
kurang dari 2 minggu maka dapat dilakukan koreksi manual, tetapi jika sudah lebih
dari 2 minggu angulasi dapat menjadi permanen karena proses penyembuhan berjalan
cepat. Selama dan sesudah pemasangan gips, pada umumnya pasien tidak memerlukan
latihan fisioterapi secara khusus. 10,13

D. Komplikasi

Dapat terjadi penjeratan neurovascular pada daerah lengan bawah. Selain itu dapat
terjadi deformitas berulang, re-angulasi lebih banyak terjadi pada fraktur greenstick
dengan angulasi ke ventral daripada dorsal. Dan banyak juga terjadi pada fraktur
greenstick pada radius sedangkan ulna masih intak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard, Buckley. (2012). General Principles of Fracture Care. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview
2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Apley, A.Graham. (2010). Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ed
9. UK : Hodder Arnold.
4. Snell, Richard S. (2006) Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem ed. 6. EGC :
Jakarta.
5. Rasjad, Chairuddin. (2007) Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT.

Yarsif Watampone.

Anda mungkin juga menyukai