Anda di halaman 1dari 29

VERTIGO PERIVER

(Laporan Kasus)

Disusun oleh :
Dr. Sri Puspita Dewi

PESERTA PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)


ANGKATAN III PERIODE SEPTEMBER 2018 - SEPTEMBER 2019
RSUD PREMBUN KABUPATEN KEBUMEN JAWATENGAH
Maret 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Vertigo Perifer

Disusun Oleh :
dr. Sri Puspita Dewi

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia


RSUD Prembun Kebumen

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan :


Hari : Kamis
Tanggal : 3 Januari 2019

Pendamping

dr. Diah Ayu Putriyanti


KATA PENGENTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan case report yang berjudul vertigo perifer . Case Report ini disusun
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Program
Internsip Dokter Indonesia di RSUD Prembun .

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Diah Ayu Putriyanti dan
dr. Yulinda Dwi Agarini yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
dalam menyelesaikan case report ini. Penulis menyadari kekurangan dalam
penulisan case report ini, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala
kekurangan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga case report ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamualaikum wr.wb.

Kebumen, maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar isi ........................................................................................................... iv
I. LAPORAN KASUS ................................................................................... 5
II. ANALISA KASUS .................................................................................... 12
III. KESIMPULAN .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tuan. Manijo
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : buruh kayu
Status : Menikah
Alamat : mirit 01/03
No. Rekam Medik : Tanggal Masuk RS : 24 januari 2019

ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh secara autoanamnesis pada:
 Tanggal : 24 januari 2019
 Tempat : IGD Prembun
A. Keluhan Utama
Pusing berputar yang bertambah parah sejak 2 hari SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD prembun dengan keluhan pusing
berputar yang bertambah parah sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan pasien muncul pertama kali sekitar 2 minggu yang lalu
yaitu, pusing berputar yang muncul secara tiba-tiba, terutama pada pagi
dan malam hari saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien,
keluhan dirasakan hilang timbul, setiap serangan hilang dengan sendiri
setelah kurang lebih 10 sampai 15 detik dan yang berputar adalah
ruangan sekitar pasien. Keluhan dirasakan lebih parah dengan
perubahan posisi terutama saat bangun dari tidur, tidur menyamping,
dan saat membungkuk pada waktu shalat. Berkurang saat memejamkan
mata dan istirahat. Pasien tidak mengalami nyeri kepala ataupun
pingsan.

Menurut pasien, keluhan yang dirasakan tidak mengganggu


aktivitas. Akan tetapi, keluhan tersebut dirasakan bertambah parah sejak 2 hari
yang lalu, dimana pasien merasakan mual dan muntah,. Pasien muntah
sebanyak 4 kali, sekitar 1/2 gelas aqua setiap kali muntah dan berisi makanan.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa berdengung pada telinga kiri pasien.
Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti kapan keluhan ini muncul, tetapi
menurutnya sudah sangat lama sekitar 1 tahun yang lalu. Rasa berdengung
pada telinga dirasakan hilang timbul dan muncul secara tiba-tiba. Pasien tidak
dapat mengingat faktor yang membuat dengung pada telinga muncul. Menurut
pasien, keluhan telinga berdengung tersebut juga tidak muncul beberapa
waktu belakangan. Pasien juga tidak memiliki gangguan pendengaran dan
masih dapat mendengar dengan baik. Selain itu, pasien juga tidak memiliki
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau gangguan penglihatan
lainnya. Nafsu makan pasien menurun, tidak batuk ataupun pilek. Pasien tidak
jatuh dan kepala pasien tidak terbentur sebelum keluhan muncul.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat penyakit
Pasien memiliki riwayat maag sejak masih muda dan Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi dan kencing manis. Pasien juga belum
pernah mengalami penyakit telinga ataupun keluhan serupa
sebelumnya.
2. Riwayat perawatan
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
3. Riwayat pembedahan
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
4. Riwayat pengobatan
Pasien tidak pernah minum obat rutin apapun dirumah.
5. Riwayat alergi
Menurut pasien, pasien tidak memiliki riwayat alergi.

D. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
serupa, darah tinggi ataupun kencing manis.

E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mempunyai kebiasaan merokok, tetapi pasien tidak konsumsi alkohol
ataupun NAPZA lainnya.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal Pemeriksaan : 24 januari 2019
Tempat Pemeriksaan : IGD Prembun
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
Status Gizi : Baik
Tanda Vital
- Suhu Tubuh : 37.0oC (per axilla)
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, regular
- Laju Nafas : 22 x/menit, reguler
B. Status Internus
- Kepala/leher : Normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
: Pembesaran KGB -/-
: Pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Reflek cahaya +/+
: Konjungtiva anemis -/-
: Sklera ikterik -/-
: Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : Deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
: Septum nasi ditengah
- Mulut/faring : Mukosa tidak pucat, hiperemis (-)
: Tonsil T1/T1
: Uvula ditengah
- Thorax
 Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal dan simetris
: Gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : Tactile fremitus simetris, sama kuat
: Ekspansi normal
Perkusi : Bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
 Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop
- Abdomen
 Inspeksi : Cembung, bekas luka (-)
 Auskultasi : Bising usus normal, bruits (-)
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (+)
: Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Punggung : Nyeri punggung bawah (-)
- Ekstremitas : Akral hangat
: Deformitas (-), edema (-)
: CRT <2 detik
C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
Nervus kranialis
- N. I : Normal
- N. II : Visus 1/60
: Lapang pandang tidak dilakukan
- N.III, IV, VI : Ptosis -/-
: Pupil 3mm/3mm, bulat, isokor
: Reflex cahaya langsung +/+
: Reflex cahaya tidak langsung +/+
: Gerak bola mata bebas ke segala arah
- N. V : motorik : m. maseter normal
: Gerakan membuka mulut normal
: Gerakan rahang normal
: sensorik : V1 sensibilitas normal
: V2 sensibilitas normal
: V3 sensibilitas normal
: Refleks kornea normal
- N. VII : Sikap mulut saat istirahat normal, deviasi (-)
: Mengangkat alis simetris
: Mengerutkan dahi simetris
: Menyeringai simetris
: Kembung pipi simetris
: Pengecapan 2/3 anterior tidak dilakukan
- N. VIII
n. koklearis : Gesekan jari normal
: Tes rinne tidak dilakukan
: Tes webber tidak dilakukan
: Tes swabach tidak dilakukan
n. vestibularis : Nistagmus -/-
- N. IX, X : Arkus faring simetris
: Uvula ditengah
: Disfonia (-)
: Disfagia (-)
- N. XI : Angkat bahu normal
: Memalingkan kepala normal
- N. XII : Deviasi lidah (-)
: Atrofi (-)
: Kekuatan lidah normal
Motorik
- Trofi eutrofi eutrofi
eutrofi eutrofi

- Tonus

normotonus normotonus
normotonus normotonus

-Kekuatan 5555 5555


5555 5555

- Refleks fisiologis : Bisep +/+


: Patella +/+
: Trisep +/+
: Achiles +/+
- Reflex patologis : Babinski -/-
: Chaddock -/-
: Gordon -/-
: Oppenheim -/-
: Schaffer -/-
: Hoffman Trommer -/-
Sensorik
- Ekstremitas atas : Raba +/+
: Nyeri +/+
: Suhu +/+
: Propioseptif +
- Ekstremitas bawah : Raba +/+
: Nyeri +/+
: Suhu +/+
: Propioseptif +

Saraf otonom
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal
- Sekresi keringat : Normal

Koordinasi dan Keseimbangan


- Tes tunjuk hidung : Normal
- Tes tumit-lutut : Normal
- Disdiadokokinesis : Normal

Fungsi Luhur : Normal

Tanda rangsang meningeal


- Kaku kuduk : (-)
- Lassegue : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes lab ( )

Hemoglobin 13,5 12-16 g/dl

Hematokrit 39 37-54%

Leukosit 13,1 5-10 ribu/ul

Trombosit 185 150-400 ribu/ul

Gula Darah Sewaktu 117 <200 mg/dl

IV. RESUME
Tuan. W, 39 tahun, datang dengan keluhan pusing berputar yang bertambah
parah sejak 2 hari SMRS. Gejala muncul pertama kali 2 minggu yang lalu,
muncul secara tiba-tiba, terutama pada pagi dan malam hari saat bangun dari
tempat tidur, serangan hilang sendiri setelah 10-15 detik, bertambah parah
dengan perubahan posisi terutama saat bangun dari tidur, tidur menyamping,
dan saat membungkuk pada waktu shalat. Mual (+), muntah (+) 4 kali, Nyeri
kepala (-), diplopia (-),Pasien tidak memiliki Gangguan pendengaran lain (-
).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:


- Kesadaran : Compos mentis
- GCS : E4M6V5
- N. VIII : nistagmus -/-
- Sensorik : propiosepsi nomal
- Koordinasi : tes tunjuk hidung normal
: tes tumit-lutut normal
: disdiadokokinesis normal

V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Vertigo Perifer
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Vertigo perifer
Keluhan pusing berputar yang muncul secara tiba-tiba, dipengaruhi oleh
posisi, terdapat mual muntah yang cukup hebat, terdapat tinitus, pasien
masih dapat jalan dan beraktivitas. Lingkungan berputar. Serangan 10-
15 detik, saat bangun tidur. Gejala sentral (-).

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Penyakit meniere
Pusing berputar (+), tinitus (+). Namun tidak ditemukan gangguan
pendengaran.Keluhan pusing berputar menghilang setelah beberapa
menit. Akan tetapi, diagnosis penyakit meniere belum dapat
disingkirkan karena belum dilakukan tes pendengaran lebih lanjut
seperti audiometri.
2. Vestibular neuritis
Pusing berputar (+), mual muntah (+), demam (+), leukositosis. Akan
tetapi, pusing berputar muncul lebih dahulu daripada demam. Dan
infeksi yang mendahului seharusnya infeksi saluran napas atas. Pada
pasien batuk (-), pilek (-). Telinga berdengung (+). Keluhan pusing
berputar hilang setelah beberapa menit.
VIII. TATALAKSANA
Informed consent
Terapi Medikamentosa:
 IVFD Asering 20 gtt/menit
 Nifedipin 10 mg SL 1 kali pemberian
 O2 3L/menit via nasal kanul
 Ranitidin 50 mg / 12 jam (iv)
 Ondansentron 1 amp/ 8 jam (i.v)
 Betahistin 3x500mg
 Flunarizin (0-0-10mg)
 Amlodipine 1x10 mg tablet
 Parasetamol 3x500mg

Nonmedikamentosa

 Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan.


 Memberitahu pasien tentang latihan Brandt-Daroff untuk latihan di rumah
agar pasien terbiasa dengan beberapa posisi sehingga tidak muncul
keluhan pusing berputar saat berpindah posisi.
 OS dihimbau untuk minum obat secara teratur
 Mengurangi konsumsi garam (maksimal 1 sendok teh perhari)
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok serta minuman beralkohol
 Kontrol ulang jika obat habis

IX. FOLLOW UP
1. Tanggal : 24 Januari 2019
a. Subjektif : pusing berputar (+), mual (+), muntah (-)
b. Objektif : Keadaan umum lemah
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 130/80, Nadi 79x/menit, Laju
napas 24x/menit, Suhu 36oC)
c. Assessment : Vertigo Perifer
d. Planning : lanjutkan terapi
2. Tanggal : 25 Januari 2019
a. Subjektif : pusing berputar (+) berkurang, mual (+), muntah (-
)
b. Objektif : Keadaan umum cukup
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 130/80, Nadi 79x/menit, Laju
napas 24x/menit, Suhu 36oC)
c. Assessment : Vertigo Perifer
d. Planning : lanjutkan terapi
3. Tanggal : 26 januari 2019
a. Subjektif : pusing berputar (-), mual (-), muntah (-)
b. Objektif : Keadaan umum baik
: Kesadaran compos mentis
: GCS E4M6V5
: Tanda vital (TD 120/80, Nadi 80x/menit, Laju
napas 20x/menit, Suhu 36oC)
c. Assessment : Vertigo Perifer
d. Planning : Boleh Pulang
: rawat jalan (pasien dipulangkan dengan terapi
betahistin tab 3x1, flinarizin tab 1x1, dan Neurodex
tab 2x1)
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar,
merujuk pada sensasi berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau rasa pusing (dizziness) sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi
yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang
dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa
(berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang
bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.1
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang
datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk
vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan
menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.2,3

II. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) disebut sebagai
gangguan vestibular yang umum dikenal; dalam suatu kelompok pasien, onset
umur rata-ratanya adalah 54 tahun, dengan range 11 sampai 84 tahun.
Froehling et al. mengestimasikan bahwa insidennya sebanyak 107 kasus per
100.000 populasi per tahun. Sebuah penelitian di Jepang pada pasien dengan
BPPV saja jika mereka memiliki nistagmus pada tes Dix-Hallpike ditemukan
insidensnya sebanyak 10,7 kasus per 100000 per tahun. Pada pengalaman
sebelumnya, didapatkan adanya hubungan antara BPPV dengan vestibular
neuritis pada 10% pasien dan trauma kepala pada 20% pasien. Sama halnya,
Baloh et al. melaporkan bahwa 15% kasus-kasus BPPV diikuti oleh
neurolabirintitis dan 18% oleh trauma kepala. Namun, pada kebanyakan
pasien BPPV, tidak temukan adanya hubungan tersebut.4

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN


Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin
secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan
sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin
membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya
hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin
tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin
membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa.
Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam
perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3
kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior
(superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula
utrikulus dan sakulus. 5,6,7

Gambar 1. Anatomi labirin


(Dikutip dari kepustakaan 8)

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di


sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu. 5
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum
labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di
dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari
tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista
ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula. 5,6,7

Gambar 2. Gambaran skematis dari epitel vestibular menggambarkan 2 tipe sel


dan hubungan nervus pada sel tersebut. Terlihat pula kupula dari kanalis
semisirkularis dan sel rambut.
(Dikutip dari kepustakaan 9)
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan
menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah,
sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya
proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi. 5,7
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan
sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang sedang berlangsung.5
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,
sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan
muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.5

IV. ETIOLOGI
BPPV merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang sering
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut.
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi
sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin
meningkatnya usia. 2,10
Penyebab lain yang jarang ditemukan adalah labirintitis virus, neuritis
vestibularis, pasca stapedektomi, fistula perlimfa, dan penyakit meniere.
BPPV merupakan penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah
dilaporkan. 2,10
V. PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula
utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan
keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada
saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan
oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior
berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal,
dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dannistagmus. 3,11
• Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith
bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang
paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke
atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula,
muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model
gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena
gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan
menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih
dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient,
karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi
manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan
konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.3,11

VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik
di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke
atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual. 10
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,
dan pada evaluasi neurologis normal. 6 Pemeriksaan fisis standar untuk
BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :2,4
- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk
bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah
berlawanan.
- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi
kiri 45o dan seterusnya

Gambar. perasat Dix-Hallpike


A. Perasat Dix-Hallpike kanan,
B. perasat Dix-Hallpike kiri (dikutip dari kepustakaan 2)

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan


provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis
nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo
berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.2

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada
hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan
pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri
atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari.
Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala
dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan
dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat
berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan
pendengaran.10
 Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan
patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau
supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur
didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak
bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh
organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri
akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir,
labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan
patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.12
 Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya
belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa.
Patofisiologinya adalah pembengkakan endolimfe akibat
penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.
Manifestasi klinisnya adalah vertigo disertai muntah yang
berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur
membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang
menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali,
dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun
frekuansinya bertambah. 13

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi
debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah
manuver seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver
mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone
vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan
untuk menghilangkan debris. 14
Gambar. Maneuver Epley
(dikutip dari kepustakaan 14 )

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk


dengan kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu. (1) pasien
diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus
mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga
yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di
bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi
telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah
menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali
pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah 1. 14
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.
Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak
terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi.
Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler
posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama
nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan
dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa
medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.2

IX. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun
beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi
sekitar 10-25%. 2
BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

 Diagnosis vertigo dibuat atas dasar keluhan pasien merupakan keluhan


pusing berputar. Pasien tidak merasakan adanya nyeri kepala ataupun
pingsan. Vertigo yang dirasakan pasien merupakan vertigo perifer karena
keluhan muncul secara tiba-tiba, dipengaruhi oleh posisi, terdapat mual
muntah yang cukup hebat, terdapat tinitus, pasien masih dapat jalan dan
beraktivitas, pasien merasakan lingkungan sekitar pasien yang berputar.
Tidak ditemukan adanya gejala-gejala sentral seperti gangguan
penglihatan, penglihatan ganda, ataupun kesulitan berbicara. Sehingga
dapat dikatakan bahwa keluhan vertigo pasien adalah vertigo perifer.
 Kecenderungan terhadap BPPV didapatkan karena sifat dari vertigo pasien
yang dipengaruhi posisi, yaitu saat bangun dari tempat tidur dan
menghilang sendiri setelah 10-15 detik. Pasien juga memiliki keluhan
tinitus sekitar 1 tahun yang lalu. Menurut pasien keluhan ini tidak muncul
lagi. Penyakit Meniere juga dapat dicurigai, yaitu triase dari vertigo,
tinitus, dan gangguan pendengaran. Pasien tidak memiliki gangguan
pendengaran namun, diagnosis penyakit meniere belum dapat disingkirkan
karena belum dilakukan pemeriksaan terhadap pendengaran pasien secara
lebih lanjut. Selain itu, gangguan pendengaran pada penyakit meniere
biasanya bersifat progresif sehingga tidak terlalu terlihat pada fase-fase
awal dan biasanya mengenai gelombang suara dengan frekuensi lebih
rendah. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menyingkirkan diagnosis penyakit meniere.
 Mual muntah yang dirasakan pasien dapat disebabkan oleh gangguan
motion sickness karena pusing berputar yang dirasakan pasien. Akan
tetapi, hal ini dapat juga menimbulkan kecurigaan terhadap neuritis
vestibularis, yaitu keluhan vertigo yang disertai dengan mual muntah yang
biasanya didahului oleh suatu infeksi virus pada sistem pernapasan atas.
Infeksi pada neuritis vestibuler biasanya merupakan infeksi saluran napas
atas. Pada pasien tidak terdapat gejala batuk atau pilek. Pasien juga
memiliki gejala telinga berdengung, sedangkan vestibular neuritis tidak
terdapat gangguan pendengaran. Pasien juga masih dapat berjalan dengan
baik, pada neuritis vestibuler pasien cenderung tidak dapat berjalan dengan
baik.
 Terapi yang diberikan pada pasien berupa ondansentron, ranitidine,
mertigo (betahistin mesilat) dan frego (flunarizin). Betahistine merupakan
golongan antihistaminik yang digunakan sebagai obat anti-vertigo, dosis
yang biasa digunakan adalah 3 x 6-12 mg per hari. Frego mengandung
flunarizine yang merupakan derivat cinnarizine. Flunarizine memiliki efek
antihistamin dan penghambat ion kalsium yang bekerja secara selektif.
Frego diabsorpsi baik di usus, dan mencapai kadar puncak plasma dalam
waktu 2-4 jam setelah pemberian oral. Ondansetron adalah obat yang
digunakan untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah. Mual dan
muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang bernama
serotonin.Serotonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang berada di
usus kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron akan
menghambat serotonin bereaksi pada receptor 5HT3 sehingga membuat
kita tidak mual dan berhenti muntah. Ranitidine pada pasien diberikan
untuk proteksi lambung sehingga tidak terjadi iritasi lambung. Dosis yang
biasa digunakan adalah 3-4 x 50 mg per hari dengan injeksi. infuse
kabiven adalah nutrisi parenteral untuk dewasa dan anak dengan usia >2
tahun dimana pemberian peroral tidak mungkin dilakukan, tidak
mencukupi, atau merupakan kontraindikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E,
Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9
3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009
[cited 2009 May 20th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
4. Furman JM, Cass SP. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. NEJM
[online] 2009 [cited 2009 May 30th]. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf
5. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam :
Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101
6. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,
Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta
: EGC. 1997. h 39-45
7. Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189s

Anda mungkin juga menyukai