Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN ABORTUS

Abotus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum

mampu hidup di luar rahim (belum viable), dengan kriteria usia kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat badan janin kurang 500 gram.

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi

belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones,

2002).

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar (FK

UNPAD, Obstetri Patologi, Bandung: bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD).

Abortus dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

1. Abortus spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran); merupakan kurang lebih 20% dari

semua abortus.

2. Abortus provokatus (disengaja, digugurkan); 80% dari semua abortus.

a) Abortus provokatus artificialis atau abortus terapeutikus

Abortus provokatus artificialis adalah pengguran kehamilan, biasanya dengan alat-alat

dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misalnya

karena ibu berpenyakit berat.

Abortus provokatus pada hamil muda dibawah 12 minggu dapat dilakukan dengan

pemberian prostaglandin atau kuretase dengan penyedotan (vacum) atau dengan

sendok kuret. Pada hamil yang tua diatas 12 minggu dilakukan histerektomi, juga

dapat disuntikkan garam hipertonis (20%) atau prostaglandin intra-amnial. Indikasi

untuk abortus terapeutikus misalnya: penyakit jantung (jantung rheumatic), hipertensi

esentialis, karsinoma serviks.

b) Abortus provokatus kriminalis.


Abortus provokatus kriminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis

yang syah dan dilarang oleh hukum.

Secara klinis masih ada istilah-istilah sebagai berikut:

1) Abortus imminens (keguguran mengancam). Abortus baru mengancam dan masih ada

harapan untuk mempertahankannya.

2) Abortus incipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sudah berlangsung dan tidak

dapat dicegah lagi.

3) Abortus inkompletikus (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan telah

dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta masih tertinggal didalam rahim.

4) Abortus kompletikus (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan

dengan lengkap.

5) Missed abortion (keguguran tertunda). Missed abortion adalah keadaan dimana janin

telah mati sebelum minggu ke-22, tetapi tertahan didalam rahim selama 2 bulan atau

lebih setelah janin mati.

6) Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang). Ialah abortus yang telah berulang dan

berturut-turut terjadi; sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut.

B. Etiologi

Walaupun terjadinya abortus habitualis berturut-turut mungkin kebetulan, namun

wajar untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini.

Sebab dasar ini dalam kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi dalam

tiga golongan:

1. Kelainan pada zigote

Agar bisa menjadi kehamilan, dan kehamilan itu dapat berlangsung terus dengan

selamat, perlu adanya penyatuan antara spermatozoon yang normal dengan ovum yang

normal pula. Kelainan genetik pada suami atau istri dapat menjadi sebab kelainan pada

zigote dengan akibat terjadinya abortus. Dapat dikatakan bahwa kelainan kromosomal
yang dapat memegang peranan dalam abortus berturut-turut, jarang terdapat. Dalam

hubungan ini dianjurkan untuk menetapkan kariotipe pasangan suami istri apabila

terjadi sedikit-sedikitnya abortus berturut-turut tiga kali, atau janin yang dilahirkan

menderita cacat.

2. Gangguan fungsi endometrium yang menyebabkan gangguan implantasi ovum yang

dibuahi dan gangguan dalam pertumbuhan mudigah. Malfungsi endometrium yang

mengganggu implantasi dan mengganggu mudigah dalam pertumbuhannya. Di bawah

pengaruh estrogen, endometrium yang sebagian besar hilang pada waktu haid, timbul

lagi sesudah itu, dan dipersiapkan untuk menerima dengan baik ovum yang dibuahi.

Sesudah ovulasi glikogen yang terhimpun dalam sel-sel basal endometrium memasuki

sel-sel dan lumen kelenjar-kelenjar dalam endometrium, untuk kelak dibawah pengaruh

alkalin fosfatase diubah menjadi glukose. Di samping zat hidrat arang tersebut

dibutuhkan pula protein, lemak, mineral, dan vitamin untuk pertumbuhan mudigah.

Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan endometrium

adalah :

a) Kelainan hormonal

Pada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi glandula

tiroidea kurang sempurna. Oleh sebab itu pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita-

wanita dengan abortus berulang perlu dilakukan; pemerikasaan ini hendaknya

dilakukan diluar kehamilan. Selain itu gangguan fase luteal dapat menjadi sebab

infertilitas dan abortus muda yang berulang. Gangguan fase luteal dapat

menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transfor ovum terlalu cepat, motilitas

uterus yang berlebihan dan kesukaran dalam nidasi karena endometrium tidak

dipersiapkan dengan baik.

b) Gangguan nutrisi
Penyakit-penyakit yang mengganggu persediaan zat-zat makanan untuk janin yang

sedang tumbuh dapat menyebabkan abortus. Anemia yang berat, penyakit menahun

dan lain-lain akan mempengaruhi gizi penderita.

c) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi menahun yang dapat menjadi sebab kegagalan kehamilan ialah

luwes. Disebut pula mikoplasma hominis yang ditemukan di serviks uteri, vagina dan

uretra. Penyakit infeksi akut dapat menyebabkan abortus yang berturut-turut.

d) Kelainan imunologik

Inkomtabilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen-antibodi dapat

menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan

vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. Inkomtabilitas karena Rh faktor dapat

menyebabkan abortus berulang, tetapi hal itu biasanya menyebabkan gangguan pada

kehamilan diatas 28 minggu.

e) Faktor psikologis

Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus berulang dan keadaan mental, akan

tetapi sebelum terang sebab musababnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus

ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat mengkhawatirkan

risiko kehamilan; begitu pula wanita yang sehari-hari bergaul dalam dunia pria dan

menganggap kehamilan sebagai suatu beban yang berat. Dalam hal-hal tersebut

diatas, peranan dokter untuk menyelamatkan kehamilan sangat penting. Usaha-usaha

dokter untuk mendapatkan kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu

kepadanya, sangat membantu.

3. Kelainan anatomik pada uterus yang dapat menghalangi berkembangnya janin

didalamnya dengan sempurna.

Kelainan bawaan dapat menjadi sebab abortus habitualis, antara lain hipoplasia uterus,

subseptus uterus bikornis dan sebagainya. Akan tetapi pada kelainan bawaan seperti

uterus bikornis, sebagian besar kehamilan dapat berlangsung terus dengan baik.
Walaupun pada abortus habitualis perlu diselidiki dengan histerosalpingografi, apakah

ada kelainan bawaan, perlu diperiksa pula apakah tidak ada sebab lain dari abortus

habitualis, sebelum menganggap kelainan bawaan uterus tersebut sebaga sebabnya.

Diantara kelainan-kelainan yang timbul pada wanita dewasa terdapat laserasi serviks

uteri yang luas, tumor uterus khususnya mioma, dan serviks uteri yang inkompeten.

Pada laserasi yang cukup luas, bagian bawah uterus tidak dapat memberi perlindungan

pada janin dan dapat menjadi abortus, biasanya pada inkompeten; pada kehamilan 14

minggu atau lebih ostium uteri internum perlahan-lahan membuka tanpa menimbulkan

rasa nyeri dan ketuban mulai menonjol. Jika keadaan dibiarkan, ketuban pecah dan

terjadi abortus. Mioma uteri, khususnya berjenis sub mukus, dapat mengganggu

implantasi ovum yang dibuahi atau pertumbuhannya didalam cavum uteri.

C. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan

plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O 2 .bagian

yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan

kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih

tertinggal yang menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, keguguran memberikan

gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran

seluruh atau sebagian hasil konsepsi.

Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya:

1. sedikit-sedikit dan berlangsung lama

2. sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan

3. akibat perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun; dapat menimbulkan syok, nadi

meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.

Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi:


1. umur kehamilan dibawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna,

dikeluarkan seluruh atau sebagian hasil konsepsi.

2. diatas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta sempurna dpat didahului dengan ketuban

pecah diikuti pengeluaran hasil konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluran plasenta

berdasarkan proses persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus.

3. hasil kosepsi tiak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam

bentuk gangguan pembekuan darah.

Berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan dapat terjadi:

1. mola karnosa: hasil konsepsi menyerap darah, terjadi gumpalan seperti daging.

2. mola tuberosa: amnion berbenjol-benjol, karena terjadi hematoma antara amnion dan

karion

3. fetus kompresus: janin mengalami mumifikasi, terjadi penyerapan kalsium, dan tertekan

sampai gepeng.

4. fetus papiraseus: kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan, laksna kertas.

5. blighted ovum: hasil konsepsi yang dikeluarkan tidak mengandung janin, hanya benda

kecil yang tidakberbentuk.

6. missed abortion: hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu.
B. Penatalaksanaan Kuretase

1. Pengertian Kuretase

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat

kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus

melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks

dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan

misalnya perforasi (Sofian, 2011).

Pendekatan transserviks pada abortus bedah mensyaratkan bahwa

serviks mula-mula harus dibuka (dilatasi) dan kemudian kehamilan dievakuasi

dengan mengerok keluar secara mekanis isi (kuretase tajam), dengan

menghisap keluar isi (kuretase hisap), atau keduanya. Aspirasi vakum, bentuk
tersering kuret hisap, memerlukan kanula kaku yang dihubungkan ke sumber

vakum bertenaga listrik (Masclsaac dan Darney, 2000; Masc dan Roman 2005

dalam Cummingham, et al (2012).

2. Tujuan Kuretase

Damayanti (2008, dalam Reni, 2014) mengatakan bahwa tujuan kuretase

terbagi atas :

a. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim

Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat

diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya

perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan

akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan

kesuburan/fertilitas.

6
7

b. Kuret sebagai terapi

Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada

keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah

gagal berkembang, menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari

dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone

dengan cara mengeluarkan lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam

rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam

rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim.

3. Prosedur Kuretase

Menurut fajar (2007) dalam Reni (2014) persiapan pasien sebelum kuretase

adalah:

a. Puasa

Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan

dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut

dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.

b. Persiapan psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret.Ada

yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk

mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa aja. Seperti halnya

persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis

sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan

bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat

mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila

ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak

mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih dahulu.
8

Sebaliknya, bila disaat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa

mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik untuk itu

sebaiknya sebelum menjalani kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan

psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk mengatasi masalah

yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat

seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.

c. Minta Penjelasan Dokter

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada

dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret,

persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko yang mungkin

timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelakan segala

sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat

membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan

kuret.

d. Teknik Kuretase

a) Tentukan letak rahim

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai

ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung. Karena itu alat-alat

tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim. Tujuannya supaya

jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.

b) Penduga rahim (sondage)

Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan

panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung

penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan


9

diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu

baca berapa cm dalamnya rahim.

c) Kuretase

Seperti yang telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar.

Jangan memaukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan

biasanya dimulai di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam

(ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu

melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur

kelapa). Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan

(Sofian, 2011).

d) Dilatasi dengan dua tahap

Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang

memerlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya

untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua

tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan diameter 2-5 mm

dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam

kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan

tampon kasa kedalam vagina. Ganggang laminaria memiliki kemampuan

untuk mengabsorpsi air, sehingga diameternya bertambah dan

mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis.

Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan

dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeksi

dan perdarahan mendadak.

f) Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage)

Dalam tahun-tahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh karena

perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil.

Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus

ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang


10
dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui

panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthoal

sodium, atau anastesia percervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin

disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada

perbatasanya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada

serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya

didasarkan pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan 11 mm). Alat

tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan

kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator).

Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret

digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada

kehamilan kurang dari 10 minggu abortus diselesaikan dalam 3-4 menit.

Pada kehamilan yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu dengan

kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada yang

tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo, 2007).

8. Komplikasi dilakukannya Kuretase

a. Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada

kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke

rongga peritoneum, ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke


kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan

terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada

dilatasi serviks jangan digunakan tekanan yang berlebihan. Pada

kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan

kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar

Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila

terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus

diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum nadi,

tekanan darah, kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan

perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda

bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi percobaan dengan

segera.

b. Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka

dapat timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila

terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera

timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon

pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah

kemungkinan timnulnya incompetent cervik.

c. Perlekatan dalam kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman.

Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan sampai

terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan

6
dinding kavum uteri do beberapa tempat. Sebaiknya kerokan

dihentikan pada suatu tempat apabila tempat tersebut dirasakan

bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

d. Perdarahan

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa

ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya

diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai

dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina

(Prawirohardjo, 2007).

1. Persiapan Sebelum Tindakan

a. Pasien

1) cairan dan selang infus sudah terpasang, perut bawah dan lipat paha

sudah dibersihkan dengan air dan sabun.

2) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.

3) Siapkan kain alas bokong dan penutup perut bawah.

4) Medikamentosa

Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCI 0,5 mg/kg BB,

tramadol 1-2 mg/kg BB)

Sedatifa (diazepan 10 mg)

Atropin sulfat 0,25-0,50 mg/kg

5) Larutan antiseptik (povidon iodin 10%).

6) Oksigen dengan regulator.

7
7) Instrumen :

Cunam tampon: 1

Klem ovum (foersters/fenster clemp) lurus : 2

Sendok kuret pasca persalinan : 1

Spekulum sim’s atau L dan kateter karet : 2 dan 1

Tabung ml dan jarum suntik no 23 (sekali pakai) : 2

b. Penolong (operator dan asisten)

1) Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung : 3 set

2) Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang

3) Alas kaki (sepatu atau boot karet) : 3 pasang

4) Instrumen :

Lampu sorot : 1

Mangkok logam : 2

Penampung udara dan jaringan : 1

2. Tindakan

a) Instruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetik.

b) Bila penderita tidak berkemih, lakukan kateterisasi (lihat prosedur

kateteresasi).

c) Setelah kandung kemih dikosongkan, lakukan pemeriksaan bimanual.

Tentukan besar uterus dan bukaan serviks.

8
d) Bersihkan dan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin

0,5%.

e) Pakai sarung tangan DTT/steril yang baru.

f) Pasang spekulum sim’s atau L, masukkan bilahnya secara vertikal

kemudian putar ke bawah.

g) Pasang spekulum sim’s berikutnya dengan jalan memasukkan bilahnya

secara vertikal kemudian putar dan tarik ke atas sehingga porsio tampak

dengan jelas.

h) Minta asisten untuk memegang spekulum atas dan bawah, pertahankan

pada posisinya semula.

i) Dengan cunam tampon, ambil kapas yang telah dibasahi dengan larutan

antiseptik, kemudian bersihkan lumen vagina dan poriso. Buang kapas

tersebut dalam tempat sampah yang tersedia, kembalikan cunam ke tempat

semula.

j) Ambil klem ovum yang lurus, jepit bagian atas porsio (perbatasan antara

kuadran atas kiri dan kanan atau pada jam 12)

k) Setelah porsio terpegang baik, lepaskan spekulum atas.

l) Pegang gagang cunam dengan tangan kiri, ambil sendok kuret pasca

persalinan dengan tangan kanan, pegang diantara ibu jari dan telunjuk

(gagang sendok berada pada telapak tangan), kemudian masukkan hingga

menyentuh fundus.

9
m) Minta asisten untuk memegang klem ovum, letakkan telapak tangan pada

bagian atas fundus uteri (sehingga penolong dapat merasakan tersentuhnya

fundus oleh ujung sendok kuret).

n) Memasukkan lengkung sendok kuret sesuai engan lengkung cavum uteri

kemudian laukan pengerokan dinding uterus bagian depan searah dengan

jarum jam, secara sistematis.

o) Masukkan ujung sendok sesuai dengan cavum lengkung uteri setelah

sampai fundus, kemudian putar 180 derajat, lalau bersihkan dinding

belakang uterus. Kemudian keluarkan jaringan yang ada.

p) Kembalikan sendok kuret ke tempat semula, gagang klem ovum dipegang

kembali oleh operator.

q) Ambil kapas (dibasahi larutan antiseptik) dengan cunam tampon,

bersihkan darah dan jaringan pada lumen vagina.

r) Lepaskan jepitan klem ovum pada porsio.

s) Lepaskan spekulum bawah.

t) Lepaskan kain penutup perut bawah, alas bokong dan sarung kaki

masukkan ke dalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%.

u) Bersihkan cemaran darah dan cairan tubuh dengan larutan antiseptik.

3. Dekontaminasi

4. Cuci Tangan Sebelum Pasca tindakan

5. Perawatan Pasca tindakan

D. MANIFESTASI KLINIS

10
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran

menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau

cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat


3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil

konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang

akibat kontraksi uterus


5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil

konsepsi, tercium bau busuk dari vulva Inspekulo : perdarahan dari

cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak

jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan

berbau busuk dari ostium.


b. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau

tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil

dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri

pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak

nyeri

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Test HCG Urine Indikator kehamilan Positif. Positif bila janin masih

hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus


2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin

masih hidup
3. Kadar Hemoglobin Status Hemodinamika Penurunan (< 10 mg%) dan

Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.


4. Kadar Sdp Resiko Infeksi Meningka t(>10.000 U/dl)
5. Kultur Kuman spesifik ditemukan kuman.

11
F. KOMPLIKASI
a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi denga pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlInfeksiu pemberian transpusi darah, Kematian

karena perdarahan dapatb terjadi apabila pertolongan tidak diberikan

pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini pendrita perlu diamati

dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan

laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi.

c. Infeksi

Keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau

toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritonium.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan (syok Hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

G. FAKTOR RISIKO / PREDISPOSISI YANG (DIDUGA)

BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ABORTUS.


1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas
4. Adanya kelainan / penyakit yang menyertai kehamilan (misalnya

diabetes, penyakitgh Imunologi sistemik dsb).

12
5. berbagai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat2an, alkohol,

radiasi, dsb).
7. trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. kelainan kromosom (trisomi / monosomi)Dari aspek biologi molekular,

kelainan kromosom ternyata paling sering dan paling jelas

berhubungan dengan terjadinya abortus.

H. PENGKAJIAN

Menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan

perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ;

nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, perkawinan ke- lamanya perkawinan dan alamat

b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya

perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang

c. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi

ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan

pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari

usia kehamilan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

d. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami

oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan

tersebut berlangsung.

13
e. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang

pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah

ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya

f. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan

dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan

dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

g. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus

menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya

dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan

yang menyertainya

h. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan

anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana

keadaan kesehatan anaknya.

i. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis

kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.

j. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-

obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.

k. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,

eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan,

baik sebelum dan saat sakit.

I. PEMERIKSAAN FISIK

14
1. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya

terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan

penghidung.
2. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna,

perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan

terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan

postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan

seterusnya
3. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan

jari.
4. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat

kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi

uterus.
5. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,

memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati

turgor.
6. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon

nyeri yang abnormal


7. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada

permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ

atau jaringan yang ada dibawahnya.


8. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang

menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.


9. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya

refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah

ada kontraksi dinding perut atau tidak


10. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan

stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi

15
yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk

tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising

usus atau denyut jantung janin.

(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

11. Pemeriksaan laboratorium :

a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,

biopsi, pap smear. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan

klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan

kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan

sirkulasi
3. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan

intrauteri
4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi vulva

lembab
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

K. RENCANA TINDAKAN
1. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan Perdarahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Tidak terjadi devisit volume

cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikkan dengan

haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal 3 – 5 ml/ jam

b. Tanda vital stabil

c. Turgor kulit kembali normal dapat balik kembali dalam dan delik

16
Intervensi :

1) Kaji kondisi status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus

memiliki karekteristik bervariasi

2) Ukur pengeluaran harian

Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian

ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal

3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian

Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan

massif

4) Evaluasi status hemodinamika

Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui

pemeriksaan fisik

2. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan

sirkulasi

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien dapat melakukan

aktivitas tanpa adanya komplikasi

Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas

Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti,

tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi

klien lebih buruk

17
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan

Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan

pulsasi organ reproduksi

3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari

Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal

4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

kemampuan/kondisi klien

Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens,

istirahat mutlak sangat diperlukan

5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas

Rasional : Menilai kondisi umum klien

3. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan Kerusakan

jaringan intrauteri

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien dapat beradaptasi

dengan nyeri yang dialami

Intervensi :

1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan

skala maupun dsekripsi.

2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance

mengatasi nyeri

18
3) Kolaborasi pemberian analgetika

Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan

dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam

spectrum luas/spesifik

4. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi

vulva lembab

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Tidak terjadi infeksi selama

perawatan perdarahan

Intervensi :

1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat

dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak

enak mungkin merupakan tanda infeksi

2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa

perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital

yang lebih luar

3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart

Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart

4) Lakukan perawatan vulva

Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat

menyebabkan infeksi.

19
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi

Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda

nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin

merupakan gejala infeksi

6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama

se;ama masa perdarahan

Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk

kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat

memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus

meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tidak terjadi kecemasan,

pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat.

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap

penyakit

Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa

cemas

2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien

Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan

penialaian objektif klien tentang penyakit

3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan

20
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan

merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan

meningkatkan kesadaran diri klien

4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama

Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi

menurunkan kecemasan

5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan

keluarga

Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk

meningkatkan pengetahuan dan membangun support system

keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Didik Tjindarbumi, Dkk. 2001. Pencegahan, Diagnosis Dini, Dan Pengobatan

Penyakit Kanker. Yayasan Kanker Indonesia : Jakarta.


Doengoes, M. Rencana Perawatan Maternitas / Bayi, Egc : Jakarta. 2001.
Suzanne C. Smeltzer. Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner &amp; Suddarth. Edisi 8. Jakarta : Egc.


http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/09/asuhan-keperawatan-abortus.html

Diakses tanggal 30 September 2013 Pada Jam 18.30 WIB

21
http://www.academia.edu/16306716/Laporan Pendahuluan Abortus Inkomplit

diakses pada 7 Juli 2019 pada jam 07.00 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai