“TUMOR MATA”
Oleh:
Sriworo Noermalia Dewi
Pembimbing:
dr. Kartini Hidayati, Sp.M
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat laporan kasus ini yang berjudul “Tumor Mata” guna
melengkapi tugas kepaniteraan klinik Mata di RS Muhammadiyah Lamongan.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kapada para dokter spesialis
Mata terutama dr. Kartini Hidayati, Sp.M, yang telah membimbing dan
mengajarkan kami dalam ilmu–ilmu kesehatan mata guna memahami mata
beserta kelainan -kelainannya. Penulis menyadari bahwa ada kekurangan baik dari
segi isi maupun susunan dari referat ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf
sebesar-besarnya dan membuka bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki referat ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga dari referat mata ini dapat
bermanfaat bagi rekan-rekan serta pembaca sehingga dapat memberikan inspirasi
dan pengetahuan terhadap pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak
mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang
ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya
(Rahmadani dan Ovy, 2012)
Gejala dan tanda dari tumor orbita meliputi: nyeri orbital, proptosis
(penonjolan bola mata), pembengkakan kelopak mata, palpasi teraba massa, gerak
mata terbatas, ketajaman penglihatan terganggu. Untuk menegakkan diagnosis
tumor mata diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan
tambahan.
Tumor orbita bisa juga berasal dari tempat lain sehingga disebut sebagai
tumor sekunder. Kebanyakan tumor orbita sekunder berasal dari hidung dan sinus
paranasal. Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita tumor
orbita mencapai 80%, artinya masih ada harapan hidup yang cukup baik. Angka
kematian sangat dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Tentu saja pada
stadium lanjut angka kelangsungan hidup lebih buruk.
BAB II
LAPORAN KASUS
2. 1 Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 47 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/suku : Islam/Jawa
Alamat : Lamongan
Tanggal periksa : 5 April 2019
2.2 Keluhan Utama
Ada benjolan hitam pada kelopak mata bawah kanan
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSML dengan keluhan kelopak mata kanan
bawah ada benjolan berwarna hitam. Keluhan muncul sejak kecil dan pernah
dioprasi 20 tahun lalu dan kembali tumbuh hingga sekarang. Ukuran benjolan
kurang lebih 1 cm,ukuran semakin membesar tetapi sangat lambat. Jumlah hanya
satu, tidak nyeri, gatal jika berkeringat.
Tonometri
schiotz
3.1 Definisi
Tumor mata disebut juga sebagai tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak
mata, seperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor Orbita jarang
ditemukan dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya
(Rahmadani dan Ovy, 2012)
Tabel 3.1 Pembagian Tumor Orbita Berdasarkan Asal Jaringan (Rahmadani dan
Ovy, 2012)
Karsinoma
3 Retina Retinoblastoma
Melanoma
4 Tulang Osteoma
Kista dermoid
Kista epidermoid
Neurofibroma
Ca mammae
Ca bronchial
Anak-anak:
Neuroblastoma
Sarkoma Ewing
Leukemia
Tumor testikuler
a) Kongenital
Nevus melanositik kongenital
Bercak biru Mongolian
b) Didapat
Nevus pada perbatasan (junctional
naevus/gabungan/intradermal)
Sutton’s halo naevus
Nevus displastik
Nevus spitz
Nevus biru
Definisi
Etiologi
Etiologi dari nevus melanositik masih belum diketahui. Tidak ada data
akurat tentang pengaruh genetik atau lingkungan yang dapat mengkontribusi
terhadap perkembangan nevus kongenital. Faktor genetik spesifik yang
mengkontribusi terhadap perkembangan nevus melanositik didapat juga masih
belum diketahui. Walau bagaimanapun, data menunjukkan kecederungan
pemkembangan nevus dalam jumlah banyak, seperti nevus displastik multipel
mungkin dapat diturunkan secara autosomal dominan.
Insiden nevus melanositik pada masa anak – anak secara inversi
berhubungan dengan tingkat pigmentasi kulit dan tinggi pada anak – anak dengan
toleransi sinar matahari yang jelek. Mekanisme terjadinya induksi ini masih belum
diketahui, namun induksi tersebut dapat dijelaskan seperti gambaran promosi
tumor oleh sinar ultra violet (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Epidemiologi
Nevus adalah lesi jinak ketiga terbanyak pada regio periokular setelah
papilloma dan kista inklusi epidermal. Nevus melanositik kongenital dapat terjadi
sewaktu baru lahir atau setelahnya dan nevus melanositik didapat terjadi bukan
sewaktu lahir dan insidennya meningkat pada tiga dekade pertama kehidupan.
Insiden puncak nevus melanositik adalah pada dekade 4 dan dekade 5 kehidupan,
dan insidennya berkurang dengan berkurangnya setiap dekade, dengan insiden
terendah pada orang lansia. Insiden nevus didapat meningkat sewaktu masa anak–
anak sehingga dewasa muda, dan secara perlahan mengalami involusi, dan
akhirnya menjadi sangat jarang pada usia lanjut.
Patofisiologi
Nevus berasal dari sel nevus yang merupakan diferensiasi inkomplit dari
melanosit di epidermis, dermis dan perbatasan antara epidermis dengan dermis.
Nevus sering ditemukan pada margin palpebrae, sering tumbuh menempel pada
permukaan okular. Nevus jinak yang asimptomatik tidak memerlukan terapi,
tetapi nevi compound dan nevi junctional bisa berubah menjadi ganas. Nevus
melanositik adalah proliferasi melanosit yang berkontak antara satu sama lain,
membentuk suatu kelompok sel yang dikenal sebagai nests. Nevus melanositik ini
biasanya terbentuk sewaktu masa anak – anak dan onsetnya dipercaya sebagai
respon terhadap matahari atau paparan sinar UV.
Manifestasi klinis
a) Junction nevi
Secara umum tidak berambut, makulanya terang, sampai coklat
kehitaman, ukurannya bervariasi dari 1 mm sampai 1 cm (diameter),
permukaan halus dan rata. Lesi bisa berbentuk bulat, elips, ada yang
berbentuk kecil, irregular. Lokasi sering di telapak tangan, telapak kaki
dan genitalia. Jarang setelah lahir, biasanya berkembang setelah usia 2
tahun. Pembentukan aktif sel nevusnya hanya pada pertemuan
epidermis dan dermis.
b) Compound nevi
Hampir sama dengan junctional nevi, tetapi sedikit menonjol dan ada
yang berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna kulit sampai
warna coklat. Permukaannya halus, lokasi banyak di wajah dan
biasanya ditumbuhi rambut. Sel nevusnya berada pada epidermis dan
dermis.
c) Intradermal nevi
Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm sampai 1
cm atau lebih (diameter). Lokasinya di mana – mana tapi paling
banyak di kepala, leher, dan biasanya ditumbuhi rambut kasar,
berwarna coklat kehitaman. Sel nevusnya berada pada dermis.
Diagnosis
a. Anamnesis
- Lesi menjadi simptomatik seperti gatal, nyeri, iritasi atau perdarahan,
dapat menjadi indikator jika berpotensi menjadi maligna.
- Bukan semua perubahan nevi adalah maligna, terutama jika perubahan
disadari pada pasien usia kurang dari 40 tahun. Namun, perubahan lesi
yang disadari terjadi dalam waktu singkat juga merupakan indikator
berpotensi menjadi maligna dan memerlukan tindakan biopsi untuk
diagnosis pasti
- Nevus melanositik yang didapat biasanya kurang dari 1 cm (diameter)
dan biasanya berwarna.
- Nevus melanositik biasanya berwarna gelap dan kecoklatan, tapi
warnanya biasa bervariasi dari seperti warna kulit (tidak berpigmen)
sampai agak kehitaman.
- Nevus melanositik displastik disebut juga sebagai Clark nevi. Displastik
merujuk karena dipercaya lesi awalnya secara biologic tidak stabil dan
kemungkinan precursor melanoma. Nevus displastik mempunyai
tampilan rata, makula berpigmen dengan papul tipis dengan bagian
tengah papul di zona makula mempunyai pigmentasi yang lebih dalam.
- Spitz nevi atau dikenal sebagai "juvenile melanomas", tapi sekarang
telah dikenal secara mikroskopik adalah lesi jinak. Lesi kelihatan
seperti papul merah muda, namun dapat berwarna lebih gelap yang
dikenal sebagai "Reed nevi" atau "pigmented spindle cell nevi". Spitz
nevi dapat mempunyai tampilan seperti hemangioma.
- Blue nevi mempunyai distribusi dermal seluler dan spindled
cytomorphology di abwah mikroskop. Lesi hiperpigmentasi, dan tidak
semuanya berwarna biru, ada yang berwarna keabu – abuan, coklat dan
hitam, tergantung tingkat pigmentasi secara klinis. Namun lesi dapat
bersifat amelanotik. Blue nevi biasanya kecil dan simetris, namun dapat
juga menjadi besar dan bernodul.
b. Pemeriksaan Fisik
- Pada pemeriksaan fisik, inspeksi yang teliti terhadap lesi harus
dilakukan dengan baik. Dokumentasikan dimensi dan warna dari semua
lesi dan lokasinya. Ukuran nevus melanositik kongenital bervariasi dan
biasanya diklasifikasikan sebagai kecil (< 1 cm), intermediat (1-3 cm),
atau besar/giant (>3 cm).
- Nevus melanositik kongenital biasanya berpigmen, gelap dan coklat,
terutama pada lesi yang tipis. Sel dapat meluas dari tingkat epidermis ke
lemak subkutan. Lesi ini dapat memiliki banyak warna, dan kadang –
kadang sukar dibedakan dengan melanoma berdasarkan pemeriksaan
fisik sahaja
- Nevus melanositik kongenital seperti hamartoma, ia mengandung
predominan dari melanosit, dan dapat mempunyai penambahan folikel
rambut, adanya folikel dan pertambahan ukuran.
- Nevus melanositik didapat biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan
berpigmen merata. Namun beberapa tipe nevus melanositik seperti
Clark nevi mempunyai diameter lebih dari 1 cm.
- Junctional nevi berbentuk makula atau papular tipis, warnanya coklat
sampai dengan coklat kehitaman.
- Compound nevi dan intradermal nevi mempunyai tampilan dengan lesi
sedikit elevasi. Compound nevi biasanya lebih terang dari junctional
nevi dan bervariasi dari gelap sampai coklat terang. Beberapa
compound nevi mempunyai area pigmentasi gelap, lebih sering pada
lesi bekas
c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk evaluasi
nevus melanositik kongenital ataupun yang didapat. Teknik pencitraan
juga tidak dilakukan untuk evaluasi kebanyakan pasien dengan nevus
melanositik, namun dapat dipertimbangkan pada pasien nevus melanositik
kongenital multipel dengan kemungkinan melanosis neurokutaneus yang
melibatkan kulit di atas tulang belaang atau posterior dari kulit kepala
karena dapat dicurigakan risiko melanosis leptomeningeal.
Penatalaksanaan
Prognosis
B. Hemangioma Palpebra
Definisi
Klasifikasi
1. Hemangioma kapiler
hemangioma kapiler pada anak (nevus vaskulosus, strawberry nevus)
a. granuloma piogenik
b. cherry spot (ruby spot), angioma senilis
2. Hemangioma kavernosum
a. hemangioma kavernosum (matang)
b. hemangioma keratotik
c. hemartoma vaskuler
3. Teleangiektasis
a. nevus flameus
b. angiokeratoma
c. spider angioma
Dari segi praktisnya, para ahli memakai sistem pembagian sebagai berikut:
(Hamzah, 2005)
1) Hemangioma kapiler
2) Hemangioma kavernosum
3) Hemangioma campuran
Epidemiologi
Prevalensi hemangioma infantil ± 1-3% pada neonatus dan ± 10% pada bayi
sampai dengan umur 1 tahun. Lokasi tersering yaitu pada kepala dan leher (60%).
Faktor risiko yang telah teridentifikasi, terutama neonatus dengan berat badan
lahir di bawah 1.500 gram. Rasio kejadian perempuan dibanding laki-laki 3:1.
Hemangioma infantil lebih sering terjadi di ras Kaukasia daripada ras di Afrika
maupun Amerika.
Lesi hemangioma infantil tidak ada pada saat kelahiran. Seiring dengan
bertambahnya usia, risiko hemangioma infantil pada usia 5 bulan meningkat 50%,
pada usia 7 bulan meningkatkan 70%, dan 90% pada usia 9 bulan. Mereka
bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang
cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju bentuk lesi yang sempurna.
Vaskularisasi kulit mulai terbentuk pada hari ke-35 gestasi, yang berlanjut sampai
beberapa bulan setelah lahir. Maturasi sistem vaskuler terjadi pada bulan ke-4
setelah lahir. Faktor angiogenik kemungkinan mempunyai peranan penting pada
fase proliferasi dan involusi hemangioma. Pertumbuhan endotel yang cepat pada
hemangioma mempunyai kemiripan dengan proliferasi kapiler pada tumor.
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Penunjang
Jika diagnosis hemangioma belum jelas secara klinis, MRI sangat berguna
untuk membedakan hemangioma dari neurofibroma pleksiformis, malformasi
limfatik, dan rhabdomiosarkoma di mana masing-masing berhubungan dengan
pertumbuhan dan proliferasi cepat atau proptosis yang progresif. MRI atau USG
Doppler dapat menggambarkan perluasan tumor ke posterior jika tidak dapat
dipastikan secara klinis (Skuta, 2011).
1. Terapi konservatif
Pada perjalanan alamiah lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam
bulan-bulan pertama kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu terjadi
regresi spontan sekitar umur 12 bulan. Lesi terus mengadakan regresi sampai
umur 5 tahun. Hemangioma strawberry sering tidak diterapi. Jika hemangioma ini
dibiarkan hilang sendiri, hasilnya kulit terlihat normal (Mulliken, 1997).
2. Terapi aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif antara lain adalah hemangioma
yang tumbuh pada organ vital (mata, telinga, tenggorokan), mengalami ulserasi,
perdarahan, infeksi, pertumbuhan cepat, dan deformitas jaringan (Hamzah, 2005).
a. Terapi kompresi
Terdapat 2 macam terapi kompresi yaitu continous compression
dengan menggunakan bebat elastik dan intermittent pneumatic compression
dengan menggunakan pompa Wright Linear. Diduga dengan penekanan yang
diberikan, akan terjadi pengosongan pembuluh darah yang menyebabkan
rusaknya sel-sel endotelial sehingga terjadi involusi dini dari hemangioma
(Hampton, 2008).
b. Terapi kortikosteroid
Steroid digunakan selama fase proliferatif tumor untuk menghentikan
pertumbuhan dan mempercepat involusi lesi. Steroid dapat digunakan secara
topikal, intralesi, atau sistemik. Krim clobetasol propionate 0,05% topikal
dapat digunakan pada lesi superfisial yang kecil. Injeksi intralesi kombinasi
antara steroid kerja panjang dan kerja singkat sering digunakan pada
hemangioma periorbita terlokalisir. Jika hemangioma difus atau meluas ke
posterior orbita, digunakan steroid sistemik dengan dosis anjuran prednison
atau prednisolon 2-5 mg/kg BB/hari. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis
besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh cepat
(Skuta, 2011).
c. Terapi pembedahan
Indikasi dilakukannya terapi pembedahan pada hemangioma adalah:
d. Terapi radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak
ditinggalkan karena:
f. Terapi pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair. Dianggap cukup efektif
diberikan pada hemangioma tipe superfisial tetapi ini jarang dilakukan karena
dilaporkan menyebakan sikatrik paska terapi.
g. Terapi embolisasi
Embolisasi merupakan teknik memposisikan bahan yang bersifat
trombus ke dalam lumen pembuluh darah melalui kateter arteri dengan
panduan fluoroskopi. Embolisasi dilakukan jika modalitas terapi yang lain
tidak dapat dilakukan atau sebagai persiapan pembedahan. Pembuntuan
pembuluh darah ini dapat bersifat permanen, semi permanen atau sementara,
tergantung jenis bahan yang digunakan. Banyak bahan embolisasi yang
digunakan, antara lain methacrylate spheres, cyanoacrylate, balon kateter,
silikon, wol, katun, spon gelatin, dan spon polyvinyl alcohol (Oski,1999).
h. Terapi laser
Penyinaran hemangioma dengan laser dapat dilakukan dengan
menggunakan pulsed dye laser (PDL) di mana jenis laser ini dianggap efektif
terutama untuk jenis Port-Wine stain. Pulsed-dye laser dapat digunakan untuk
mengobati hemangioma superfisial dengan beberapa komplikasi tetapi berefek
kecil terhadap komponen tumor yang lebih dalam. Jenis laser ini memiliki
keuntungan jika dibandingkan dengan jenis laser lain karena efek keloid yang
ditimbulkan minimal (Mulliken,1997).
i. Kemoterapi
Vinkristin merupakan terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan
pada anak-anak yang tidak berhasil diterapi dengan kortikosteroid dan efektif
pada anak-anak yang menderita sindrom Kassabach Merritt. Vinkristin
diberikan secara intravena dengan angka keberhasilan lebih dari 80%. Efek
samping dari terapi ini adalah neuropati perifer, konstipasi, dan rambut rontok.
Siklofosfamid jarang digunakan pada tumor vaskuler jinak karena mempunyai
efek toksisitas yang sangat besar (Mulliken, 1997).
Komplikasi
C. Xanthelasma
Definisi
Epidemiologi
Secara global xanthelasma juga merupakan kasus jarang di populasi
umum. Pada studi kasus pasien dengan xanthomatosis, xanthelasma lebih sering
dijumpai pada wanita dengan 32% dan 17,4% pada laki-laki. Onset timbulnya
xanthelasma berkisar antara 15-73 tahun dengan puncak pada dekade 4-5.
Xanthelasma jarang ditemukan pada anak-anak dan remaja (Roy, 2008).
Manifestasi Klinis
Patofisiologi
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Histologi
Tatalaksana
Eksisi bedah
1. Pada lesi liniar yang kecil, eksisi lebih disarankan karena skar akan
berbaur dengan jaringan sekitar.
2. Pada eksisi lebih tebal, kelopak mata bawah cenderung mudah terjadi
skar karena jaringan yang diambil juga lebih tebal. Eksisi sederhana
pada lesi yang lebih luas berisiko menyebabkan retraksi kelopak mata
dan ektropion sehingga butuh cara rekonstruksi lain. Pengangkatan
xanthelasma sudah menjadi bagian dari bedah kosmetik.
3. Pengangkatan dengan laser karbondioksida dan argon
4. Menambah hemostasis, memberikan visualisasi lebih baik, tanpa
penjahitan, dan lebih cepat. Namun, skar dan perubahan pigmen dapat
terjadi(Hampton Roy, 2012).
Kauterisasi kimia.
Prognosis
Definisi
Karsinoma Sel Basal (KSB) kelopak mata adalah kanker yang paling
sering terjadi pada kelopak mata (hampir 90%). Kejadian KSB paling sering
terdapat pada kelopak mata bawah (hampir 70%), tetapi masi bisa muncul pada
bagian tepi kelopak, sudut mata, kulit alis dan bagian-bagian lain yang berdekatan
pada wajah. Kanker jenis ini hampir tidak pernah menyebar ke organ tubuh lain,
namun dapat menyebabkan kerusakan jaringan sampai kecacatan akibat
pertumbuhan tumor ke jaringan sekitarnya.
Etiologi
Paparan radiasi ultraviolet dari sinar matahari (sinar UVB)
Paparan arsen melalui saluran perncernaan, terutama pada pengobatan
pasien asma dan psoriasis.
Pasien yang sistem kekebalan tubuhnya menurun (imunosupressi), seperti
pada pasien penerima transplantasi organ dan pasien AIDS
Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit genetik yang menyebabkan
ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki kerusakan genetik akibat sinar
UV
Riwayat mengalami penyakit yang sama sebelumnya bisa meningkatkan
resiko terjadinya karsinoma sel basal ini (RSCM, 2012)
Manifestasi Klinis
- Tumor ini tumbh lambat, jarang mengenai jaringan yang lebih dalam
karena terdapat fasia yang bertindak sebagai barier. Pada keadaan yang
sangat lanjut dapat berkembang sampai ke orbita, sinus paranasalis, rongga
hidung dan rongga tengkorak.
- Tidak nyeri
- Epifora , dapat terjadi pada karsinoma sel basal yang terletak di kantus
internus dimana tumor menginfiltrasi pungtum dan duktus nasolakrimalis.
- Penurunan visus sampai terjadi kebutaaan, pada pertumbhan yang lanjut
tumor akan merusak kelopak mata bawah dan atas serta masuk ke rongga
orbita. Dalam hal ini akan terjadi keratitis eksposur karena kelopak mata
atas tidak berfungsi lagi, berlanjut menjadi ulkus kornea samapi
endoftalmitis (Djuanda, 2007).
Gambar 3.6 Karsinoma Sel Basal pada palpebral
inferior orbita sinistra (RSCM Kirana, 2012)
Diagnosis
- Inspeksi
Tidak terdapat gambaran yang khas pada karsinoma sel basal ini, tetapi
pada umumnya tampak sebagai tumor dengan pembesaran palpebr
mendatar dengan tepi yang agak meninggi serta berlilin. Di tengahnya
sering berbentuk ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden.
- Histopatologi
Pemeriksaan jaringan palpeb tumor merupakan pemeriksaan penentu
palpebra pasti (PDT, 2006).
Diagnosa Banding
Terdapatnya gambaran klinis karsinoma sel basal yang bervariasi, maka sukar
dibedakan dengan tumor ganas kelopak mata yang lain misalnya karsinoma
epidermoid, melanoma maligna dan adenokarsinoma kelenjar kelopak mata tanpa
pemeriksaan histopatologi jaringan tumor, oleh karena itu, untuk membedakan
secara pasti haruslah berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan tumor
(PDT,2006)
Terapi
Terapi pembedahan merupakan terapi pilihan. Tumor yang terbatas dikelopak
mata, dilakukan eksisi luar diikuti dengan tindakan rekonstruksi. Eksisi dibuat 4-
5mm dari tepi tumor secara makroskopik. Tumor yang sudah mengadakan invasi
ke jaringan orbita dilakukan eksenterasi orbita.
Terapi radiasi diberikan pada tumor yang luas. Karena luasnya ini maka
tindakan rekonstruksi setelah eksisi sukar dikerjakan dan akan menyebabkan
gangguan dari fungsi kelopak mata. Kegunaan radiasi dalam hal ini ialah untuk
mengecilkan tumor sehingga memudahkan tindakan rekonstruksi dan tidak
menyebabkan gangguan fungsi kelopak mata (PDT, 2006)
Definisi
Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) adalah suatu tumor ganas kulit non
melanotic yang berasal dari pertumbuhan Palpebral sel skuamosa epidermis .
Karsinoma sel skuamosa dibedakan dari neoplasia insitu, dimana pada karsinoma
sudah terjadi invasi melewati lapisan palpebra basal (AAO, 2008).
Epidemiologi
Insidensi KSS bervariasi berdasarkan geografis, ras, usia dan kaitannya
dengan HIV/AIDS. Secara internasional insidennya bervariasi secara geografis,
palpeb 0,03-3,5/100.000 penduduk/thn. Individu yang tinggal dekat garis ekuator
cenderung mengalami KSS pada usia yang lebih muda daripada yang tinggal jauh
dari garis ekuator. Karsinoma sel skuamosa lebih dominan mengenai ras kaukasia.
Karsinoma sel skuamosa konjungtiva lebih sering terjadi pada laki laki (75%)
dibandingkan wanita (25%) dan cenderung mengenai umur yang lebih tua, namun
dapat terjadi pada usia lebih muda pada pasien dengan xeroderma pigmentosum
dan pada daerah tropis. Pasien dengan AIDS mempunyai resiko l3x untuk
berkembangnya keganasan epitel ini (AAO, 2008).
Diagnosis
Pasien dengan karsinoma sel skuamosa (KSS) sering adanya massa di
mata, yang bertambah ukurannya dengan cepat. Sering pula ditemui keluhan
kemerahan atau iritasi. Tumor ini sering terdapat di daerah interpalpebral dekat
nasal atau temporal limbus, namun dapat juga mengenai konjungtiva atau kornea.
Penatalaksanaan
Terapi pilihan dari karsinoma sel skuamous konjungtiva adalah eksisi luas.
Dianjurkan untuk batas eksisi 2-3 mm dari tumor yang terlihat. Frozen section
dapat menilai batas lateral eksisi namun tidak dapat membantu menentukan batas
dalam. Setelah eksisi dapat dilakukan krioterapi pada batas konjungtiva yang
tinggal dan dasar lesi untuk menurunkan angka rekurensi. Krioterapi dapat
menghancurkan sel tumor melalui penghancuran oleh dingin sama seperti yang
diakibatkan oleh iskemia lokal.
Radiasi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant, pada lesi yang luas
dengan batas yang tidak jelas dan sebagai terapi paliatif pada kasus yang tidak
dapat ditoleransi dengan operasi. Enukleasi diindikasikan jika terdapat perluasan
ke intraokuler dan untuk kasus lanjut dengan keterlibatan orbit4 eksenterasi
adalah prosedur pilihan
Pencegahan
Komplikasi
Prognosis
3.6.1 Melanositoma
Melanositoma merupakan tumor yang jarang, memiliki karakteristik yang
luas, bentukan polyhedral, nucleus yang kecil; dan sitoplasmanya terisi granula-
granula melanin. Sel-sel dalam melanoma iris yang dapat berada di bilik mata
depan dapat menyebabkan glaucoma. Melanositoma dari korpus siliar biasanya
tidak dapat terlihat secara klinis karena lokasinya yang berada di perifer. Dalam
beberapa kasus, ekstensi dari tumor ke ekstra skleral menuju ke kanal
pembuangan dapat muncul sebagai pigmentasi gelap, dan dapat berupa massa
terfiksasi pada subkonjungtiva. Melanositoma pada koroid muncul sebagai
elevasi, tumor yang terpigmentasi, dan nevus atau melanoma (AAO, 2008).
Gambar 3.9 Nevus Iris, manifestasi klinis. Lesi ini hanya mengenai sedikit
permukaan iris dan lesi berwarna coklat homogeny (AAO, 2008)
Secara umum, nevus iris timbul sebagai lesi pigmentasi pada stroma iris
dengan distorsi susunan anatomi iris yang minimal. Insidensi nevi iris kadang
kurang menyakinkan karena banyak produksi lesi yang tidak menunjukkan tanda
dan gejala yang secara rutin dikenali melalui pemeriksaan oftalmologi. Bentuk
Nevi iris:
- Nevus koroid
- Melanoma maligna
- Skar disciformis atipikal berhubungan dengan Age-related macular
degeneration (AMD)
- Hemorragik suprakoroid
- Hiperplasia Retinal Pigmen Epitelium
- Congenital Hypertrophy of the Retinal Pigment Epithelium (CHRPE)
- Hemangioma koroidal dengan hiperpigmentasi RPE
- Melanositoma
- Karsinoma metastatic dengan hiperpigmentasi RPE
- Osteoma koroidal (AAO, 2008).
Sebenarnya, semua tumor melanositik koroid yang lebih tebal dari 3 mm
disebut melanoma, dan semua lesi melanositik yang tebalnya kurang dari 1 mm
disebut nevi. Banyak lesi yang tebalnya 1-2 mm (diameter apical) kemungkinan
jinak walaupun berisiko menjadi ganas. Sulit untuk mengklasifikasikan secara
tepat tumor dengan diameter 1-2 mm termasuk jinak atau ganas. Lesi datar
dengan diameter basal 10 mm atau kurang hampir selalu jinak. Resiko keganasan
meningkat untuk lesi yang memiliki diameter basal lebih dari 10 mm. Faktor
risiko klinik terhadap penyebaran lesi melanositik koroid telah di karakteristikan
dengan baik dan termasuk:
3.7.1 Retinoblastoma
Definisi
Retinoblastoma dalah keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi
dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan
neuroblastoma dan medulloblastoma (AAO,2009).
Epidemiologi
Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan
anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Kasus
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan
dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 1–3
tahun. Onset diatas 5 tahun jarang terjadi (AAO,2009).
Epidemiologi retinoblastoma
Patofisiologi
1. Pola pertumbuhan
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk
ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana
tumor tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi
trabekular messwork, memberi jalan masuk ke limfatik konjungtiva. Kemudian
timbul kelenjar limfe preauricular dan servical yang dapat teraba (AAO, 2009).
Manifestasi klinis
- Katarak
- Persistent hyperplastic primary vitreus
- Retinophaty of prematurity
- Ablasi retina
- Panoftalmitis (AAO, 2009).
Terapi
1. Enukleasi
Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan
mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya (AAO, 2009)..
3. Kemoterapi
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk
terapi retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal
kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah
tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk
terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai
hipertermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur
tumor sampai 45-60 oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat
bertambah dengan kemoterapi dan radioterapi. (AAO, 2009).
5. Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm
dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung
dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih
untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak
lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik
tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi. (AAO,
2009).
Prognosis
Definisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah satu jenis tumor ganas intra
epithelial yang bermanifestasi pada mata di daerah limbus dan margo palpebral,
yaitu daerah peralihan epitel (Sandra, 1992)..
Epidemiologi
Patogenesis
Lesi karsinoma sel skuamosa dimulai dengan timbulnya massa berukuran
kecil, 1-2 mm berwarna putih seperti gelatin, kemerahan disekitarnya akibat
bertambahnya vaskularisasi. Lesi akan tumbuh menjadi besar, kemudian timbul
erosi sampai akhirnya menjadi ulkus. Permukaan lesi tidak rata dan batasnya tidak
jelas. Lesi di limbus biasanya berada di daerah nasal atau temporal. Dalam
pertumbuhannya, lesi berkembang sangat lambat dan menimbulkan rasa sakit,
sehingga sering baru dikeluhkan oleh penderita setelah beberapa bulan (Sandra,
1992).
Gambaran Klinis
Selain dari adanya lesi pada permukaan okuler, terdapat gejala lain seperti
mata merah dan terdapatnya iritasi. Secara klinis agak sukar untuk membedakan
antara dysplasia epitel konjungtiva, karsinoma in situ dan karsinoma sel
skuamosa. Lesi-lesi ini sering muncul diantara fissure interpalpebral, sering pada
limbus walaupun ia juga bisa ditemukan pada bagian lain dari konjungtiva dan
kornea.
KSS bisa terlihat seperti agar-agar (gelatinous) dengan pembuluh darah superficial
atau dengan bentuk seperti papil atau leukoplakia dengan plak keratin yang
menutupinya (Sandra, 1992).
Gambar 3.14 karsinoma sel skuamosa pada konjungtiva (Sumber: Finger, 2010)
Gambaran Histopatologi
Evaluasi secara histopatologi dari lesi yang dieksisi atau insisi yang bisa
membedakan antara lesi-lesi di dalam spekturm KSS. Lesi displastik
memperlihatkan atipia seluler yang ringan, sedang, atau berat yang bisa
melibatkan berbagai ketebalan epithelium bermula dari lapisan basal menuju
keluar. Biasanya lapisan yang paling superfisial yang tidak terkena. Perubahan
displastik yang berat adalah sama dengan karsinoma in situ. Karsinoma in situ
bisa memperlihatkan semua ciri bagi karsinoma sel skuamosa, tetapi masih tetap
terbatas pada epithelium. Invasi yang dalam dari kornea ataupun sklera dan
penyebaran intraocular merupakan komplikasi yang jarang. Gambaran
histopatologi menunjukkan infiltrasi yang masuk kedalam dasar membrane
epithelial yang menyebar pada stroma konjungtiva. Sel tumor dapat dibedakan
dengan baik atau well differentiated dan dapat dikenali dengan mudah sebagai
skuamosa, moderately differentiated ataupun poorly differentiated dan dapat sulit
dibedakan dari keganasan lain seperti karsinoma sebasea (Kloek, 2004).
T (Tumor Primer)
T2 Tumor dengan ukuran > 5mm dengan dimensi yang lebih besar tanpa invasi ke
T4 Tumor menginvasi orbita dengan atau tanpa perluasan yang lebih jauh
Metastasis Jauh
M1 Metastasis Jauh
Diagnosis Banding
a. Pterigium
Terapi
2. Krioterapi
3. Kemoterapi topical
Prognosis
3.9.1 Meningioma
Definisi
Glioma adalah tumor yang berasal dari sel-sel glia saraf. Sel glia merupakan sel
yang berkaitan erat dengan neuron, yang berfungsi sebagai pendukung struktur
dan fungsi neuron, namun tidak terlibat dalam fungsi penjalaran impuls. Dalam
otak manusia, jumlah sel glia jauh lebih besar daripada jumlah neuron.
Perbandingan antara jumlah sel glia dan neuron ialah 10:1 (Yuniarti, 2005).
Epidemiologi
Glioma merupakan tumor saraf optik yang paling sering ditemukan terutama pada
anak-anak (usia < 20 tahun). Tumor neuroglia ini dapat tumbuh di dalam orbita,
intrakanalikular, atau bagian saraf intrakranium, seringkali melibatkan khiasma
optikum.
Manifestasi klinis
Gambaran radiologi
CT scan orbita
.
Gambar 3.16 CT scan menunjukkan massa solid fusiformis pada distribusi
persarafan, dengan low attenuation dan kalsifikasi pada area sentral.
Gambar 3.17 Optic nerve glioma appears as diffuse enlargement of the left optic
nerve (arrows) in an 8-year-old girl. Glioma saraf optik tampak sebagai
pembesaran difus pada nervup otik kiri (tanda panah).
Penatalaksanaan
PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli mata RSML dengan keluhan benjolan hitam pada kelopak
mata bawah kanan. Keluhan muncul sejak kecil dan pernah dioprasi 20 tahun lalu
karena alasan kosmetik dan kembali tumbuh hingga sekarang. Ukuran benjolan
kurang lebih 1 cm, ukuran semakin membesar tetapi sangat lambat. Jumlah hanya
satu, tidak nyeri, gatal jika berkeringat. Dengan riwayat memakai kacamata (-),
riwayat operasi pengangkatan nevus ditempat yang sama 20 tahun yang lalu,
riwayat trauma disangkal, riwayat hipertensi (+), terkontrol, riwayat DM
disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang
sama seperti pasien. Pasien bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Dari hasil
pemeriksaan oftalmologi Benjolan (+), warna hitam, diameter ±1 cm,udem (-),
Hiperemis(-),Nyeritekan(-). Problem list benjolan hitam di palpebrainferior dextra
tanpa ada penurunan penglihatan. Initial diagnosis Nevi melanositik Palpebra OD
Planning Therapy Konsulkan pada Sp.M, Planning monitoring keluhan pasien
dan keluhan lain, Pemeriksaan oftalmologi (visus, lapang pandang, segmen
anterior dan posterior, TIO OD OS)
BAB V
KESIMPULAN
Tumor mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita, sebagian merusak
jaringan lunak mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Tumor mata jarang ditemukan
dan dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus paranasalis, dan sekelilingnya.
Gejala dan tanda dari tumor orbita meliputi: nyeri orbital, proptosis
(penonjolan bola mata), pembengkakan kelopak mata, palpasi teraba massa, gerak
mata terbatas, ketajaman penglihatan terganggu. Untuk menegakkan diagnosis tumor
mata diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan tambahan.
Tumor orbita bisa juga berasal dari tempat lain sehingga disebut sebagai
tumor sekunder. Kebanyakan tumor orbita sekunder berasal dari hidung dan sinus
paranasal. Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita tumor
orbita mencapai 80%, artinya masih ada harapan hidup yang cukup baik. Angka
kematian sangat dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Tentu saja pada stadium
lanjut angka kelangsungan hidup lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Feri M dan Sagiran. 2000. Hemangioma Karya Ilmiah. Bagian Bedah FK UMY.
Yogyakarta.
Ilyas, S. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Buku
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas S. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
James B, Chris C, Anthony B,. 2005. Lectures Note Oftalmologi Ed. 9. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Hlm. 126-127.
Jay justin older. 2003. Eyelid Tumors clinical diagnosis & surgical treatment. Second
edition. hal : 38 – 40.
Kloek C. Digital journal of oftalmology. Massachusetts Eye and Ear Infirmary. 2004.
Available from : http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients.
Mulliken J.B. Vascular Anomalies. In: Aston S, Beasley R, Thorne C, Editors. Grabb
and Smith's Plastic Surgery. 5th ed. Philadelphia : Lippincot-Raven Publ;
1997. p. 191-200
RSCM Kirana - Dept. Mata FKUI-RSCM. 2012. Tumor Kelopak, Karsinoma Sel
Basal.http://mata-fkui-rscm.org/v2/tumor-kelopak-karsinomaselbasal/?
doing_wp_cron=1358765081.9458808898925781250000
Sandra R, Moeloek NF, Usman TA. Virus sebagai etiologi karsinoma sel skuamosa
adneksa mata. Bagian ilmu penyakit mata fakultas kedokteran Indonesia.
Jakarta.1992. p 664-5 [gambarretinoblastoma]
http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159/F15.large.jpg
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Dermal Neoplasms. In: Skuta GL, Cantor LB, Weiss
JS. Basic and Clinical Science Course: Ophthalmic Pathology and Intraocular
Tumors 2011-2012. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2011.
p. 219-20
Vaughan & Asbury. 2010. Oftamologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.