Lapkas STEMI Cardiologi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 36

ST-Elevation Myocardial Infarction

(STEMI)

Oleh :
FINDA REDHIZA (120100022)
ADELINE (120100226)
FEBRYANTY JUSTICYA (120100234)
Pembimbing : dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp. JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp. JP, yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 24Juni 2016

Penulis
ii

DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................................. 13
BAB 4 FOLLOWUP........................................................................................................ 20
BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................................ 23
BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, dan
diperkirakan akan tetap demikian jika tidak di antisipasi dengan baik. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit hipertensi yaitu
sebanyak 31,7% dan penyakit jantung sebanyak 7,2%. Angka kematian pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat penyakit jantung iskemik
adalah 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain 7,1% sedangkan di pedesaan angka
kematiannya bagi penyakit jantung iskemik adalah 8,8% dan hipertensi adalah 9,2%.
Sementara, angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan
akibat penyakit jantung iskemik adalah 5,8% dan di pedesaan angka kematiannya
adalah sebanyak 5,7%.1
Infark miokard akut merupakan penyebab kematian nomor 2 di negara
berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas sebesar 2,47 juta (9,4%). Di
Indonesia penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama pada
tahun 2002, dengan angka mortalitas sebesar 220.000 (14%).2Direktorat Jendral
Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit
jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah
239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar
110,183 kasus.Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut
(13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung
lainnya (13,37%).3Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard
akut merupakan penyebab kematian utama di dunia.2 Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana.4
Sindrome koroner akut (SKA) adalah penyakit jantung yang terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau
spasme atau kombinasi keduanya.Sindrome koroner akut ini merupakan sekumpulan
manifestasi atau gejala akibat gangguan dari arteri koronaria.5 Sindrome koroner akut
2

terdiri dari angina pektoris tidak stabil(UAP), infark miokard tanpa ST-
elevasi(NSTEMI) dan infark miokard dengan ST-elevasi(STEMI). Ketiga gangguan
ini memiliki gejala awal yang sama serta tatalaksana awal yang serupa.6
Secara umum, faktor risiko dari sindrome koroner akut dibagi menjadi
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes melitus, obesitas dan sindrom metabolik, stress dan inaktivitas fisik.
Sementara usia, jenis kelamin, etnis dan riwayat penyakit keluarga merupakan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi.5
Karakteristik utama infark miokarad dengan ST-elevasi adalah angina
tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk
STEMI.Penalatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama. Pencegahan
keterlambatan sangat penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling
berharga dalam infark miokard akut adalah di fase sangat awal, di mana pasien
mengalami nyeri hebat dan kemungkinan mengalami henti jantung.6

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) serta melakukan
penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan
prognosis yang baik.
1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI)
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi SKA
Sindrom koroner akut adalah sindrom klinik yang mempunyai dasar
patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya plak atheroma
sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.7
Sindrom Koroner Akut (SKA) menggambarkan suatu penyakit yang berat,
dengan mortalitas tinggi serta merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri dada yang
disertai dengan gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.8

2.2 Epidemiologi SKA


Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit
jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%. Angka
kejadiannya juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
kelompok umur 65-74 tahun yaitu 3,6%.9

2.3 Patofisiologi SKA


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma pembuluh
darah koroner yang robek atau pecah.Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi
plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white trombus).Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner.Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).6
4

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh


darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.6

Gambar 2.1. Mekanisme Terbentuknya Trombus pada Koroner10


5

2.4 Klasifikasi SKA


Klasifikasi sindrom koroner akut terdiri dari:
1. Infark miokard dengan segmen ST (STEMI)
Ditandai dengan keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmenST
yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.6
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI)
Ditandai dengankeluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST
yang persisten di duasadapan yang bersebelahan serta ditemukan depresi segmen
ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombangT pseudo
normalization, atau bahkan tanpa perubahan.6
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP)
Ditandai dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, dimana
serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru
timbul (kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah
serangan infark juga digolongkan dalam angina tidak stabil.7

Gambar 2.2. Klasifikasi SKA10


6

2.5 Definisi STEMI


STEMI adalah salah satu spectrum klinis dari Sindroma Akut Koronary di
mana terjadi gangguan aliran darah coroner secara total ke miokard akibat daripada
rupturan plak athrematous. Seseorang pasien dengan EKG diagnostic untuk STEMI
harus segera mendapatkan terapi reperfusi untuk memperlambatkan terjadinya
nekrosis miokardium.10

2.6 Diagnosa Banding STEMI


Diagnosa banding STEMI adalah :10
1. Diseksi aorta
2. Perikarditis
3. Emboli Paru
4. Pneumonia

2.7 Diagnosa
Diagnosa SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik : pria, diketahui mempunyai penyakit arterosklerosis non
koroner, diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard/
bedah pintas koroner/IKP, mempunyai faktor resiko (umur, hipertensi, merokok,
dislipidemia, DM, riwayat PJK dini dalam keluarga.6

Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemi dapat berupa nyeri dada yang tipikal seperti
rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,
area interskapular, bahu, atau epigastrium.Keluhan ini dapat berlangsung intermiten
atau persisten (lebih dari 20 menit). Keluhan sering disertai diaphoresis, mual atau
muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop.6
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
7

1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,bedah
pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetesmellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko
tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol
Education Program).6

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
- Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tekanan darah normal atau
meningkat.
- Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ
- Jantung :takikardia, S1 lemah, timbulnya S4, terdapatnya S3, murmur
sistolik.
- Paru : rales atau mengi bila terdapat gagal jantung
- Ekstremitas : normal atau terdapat tanda penyakit vascular perifer.11

Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat penting untuk pengenalan STEMI,
LBBB baru pada kondisi klinis yang sama dapat dianggap setara. Elevasi ST
menunjukan beberapa berapa millimeter lebih besar voltase pada segmen ST
dibandingkan segmen PR.12
8

Gambar 2.3.Perubahan EKG pada STEMI.10

Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi > 1 mm pada sadapan ekstremitas dan
>2 mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang menghadap ke
daerah anatomi jantung yang sama.12
Tabel 2.1. Lokasi Infark Miokard berdasarkan EKG12
Lokasi Infark Lokasi Elevasi Arteri Kororner
Miokard Akut Segmen ST
Anterior V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal
Anteroseptal V1,V2,V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal, cabang LAD-septal
Anterior I,aVL,V2-V6 Arteri koroner kiri – proksimal LAD
ekstensif
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V Arteri koroner kiri cabang LAD-
6 diagonal dan/cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF Arteri koroner kanan (paling sering)
cabang desenden posterior dan/ cabang
arteri koroner kiri sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal dan/cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 Arteri koroner kiri cabang LAD-septal
Posterior V7,V8,V9 Arteri koroner kanan/sirkumfleks
Ventrikel Kanan V3R-V4R Arteri koroner kanan bagian proksimal
9

Biomarka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atautroponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi markauntuk diagnosis infark miokard.Dalam
keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan
kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya
diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan
dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan
pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan
kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh
yang singkat (48 jam).Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.6

Gambar 2.4. Biomarka Jantung6

2.8 Penatalaksanaan
Tindakan Umum dan Langkah Awal
Terapi awal pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA atau
SKA atas keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan atau marka jantung adalah :
1. Tirah baring
2. Suplemen O2 harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
< 95% atau mengalami distres respirasi. Suplemen O2 dapat diberikan pada semua
pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 aspirin.
10

3. Nitrogliserin tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung, jika nyeri dada tidak hilang bisa diulang sampai 3 kali.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada pasien tanpa komplikasi.
5. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan maintanance
75 mg per hari.
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.6

Gambar 2.5. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA6

Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikanuntuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan
elevasisegmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang
(terduga)baru.Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan
apabilaterdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang
11

berlangsung,bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika
nyeri danperubahan EKG tampak tersendat.6
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan
adarumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsungpilih
terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian(baik
rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang ataulebih dari (2
jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihanadalah
fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkanpasien dapat
dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.6

Gambar 2.6. Langkah-langkah reperfusi pada pasien STEMI6


12

2.9. Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis:13
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik
Tabel 2.2. Klasifikasi Killip13
Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
pasien (%)

I Tidak ada tanda gagal 40-50% 6


jantungkongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal 30-40% 17
paru
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
2) TIMI risk score
Merupakan sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi fibrinolitik
Tabel 2.3. TIMI Risk Score untuk STEMI13
Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari
(%)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
13

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2016
No. RM : 67.86.29 Tanggal : 19/06/2016 Hari : Minggu
Nama Pasien : Crescenda Umur : 29 tahun11 bulan Jenis Kelamin :
Tendri Laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta Alamat: Jl. SM.Raja, Medan Agama : Kristen

Tlp : - Hp : -

ANAMNESIS

√ Autoanamnesis Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
Hal ini dialami os ± 13 jam yang lalu saat os bangun tidur. Nyeri dirasakan di dada
kiri menjalar hingga ke punggung disertai keringat dingin.Nyeri dirasakan seperti
tertimpa beban berat. Mual dijumpai namun tidak sampai muntah.Nyeri dada
berlangsung lebih dari 30 menit.Nyeri dada dirasakan bertambah berat ketika pasien
berjalan jauh dan berkurang jika pasien istirahat.Riwayat nyeri dada sebelumnya
disangkal. Keluhan sesak nafas tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak tidak
dijumpai. Os sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit luar dan diberi obat
ketorolac dan ranitidine. Os telah merokok selama 12 tahun dengan jumlah 1
bungkus per hari. Riwayat darah tinggi, kolesterol dan sakit gula disangkal. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak dijumpai.
Faktor Risiko PJK : Laki-laki, merokok
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas
Riwayat Pemakaian Obat : Ketorolac, ranitidine
14

Status Presens:
KU : Baik Kesadaran : CM TD : 110/80 mmHg
HR : 82 x/i, reguler RR : 18 x/i Suhu : 36, 50C
Sianosis : (-) Ortopnu : (-) Dispnu: (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Dinding toraks Batas Jantung
 Inspeksi : Simetris fusiformis Atas : ICS II LMCS
 Palpasi : SF kanan = kiri Bawah : Diafragma
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Kanan : LPSD
Kiri : 1 cm medial LMCS

Auskultasi
Jantung : S1 (+) N S2 (+) N S3 (-) S4 (-) regular,
Murmur (-)
Punctum maximum :- Radiasi : -

Paru: Suara Pernafasan : vesikuler


Suara tambahan :(-/-)
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien :tidak teraba, kesan: normal
Asites (-)
Ekstremitas : Superior : sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat
15

Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (18/06/2016)

Interpretasi Rekaman EKG


irama : sinus rhythm ; rate : 75x/i; axis: normo axis ; gelombang P bentuk normal,
dan durasi 0,08 s; interval PR normal ; kompleks QRS normal, durasi : 0,08s,
segmen ST isoelektris di semua lead, T wave : T tall di lead V2, V3, V4 ; LVH (-),
VES (-)
Kesan EKG :
Sinus Rhythm + miokard injury fase hiperakut di anteroseptal
16

Foto Toraks

Gambar 3.2. FotoToraks

Interpretasi Foto Toraks

CTR: 48%; Segmen Aorta: Normal; Segmen Pulmonal: Normal; Pinggang Jantung:
(+) normal; Apeks: downward; Kongestif: -; Infiltrat : -; dll: -

Kesan:Normal
17

Hasil Laboratorium (19 - 06 - 2016)


Darah Lengkap
Hb : 15.4 g/dL (13-18)
Eritrosit : 5,1 juta /μL (4,50-6,50)
Leukosit : 10.310 /μL (4000-11000)
Hematokrit : 46% (39-54)
Trombosit : 240 x 103/μL (150 000-450 000)

Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu : 107 mg/dL (<200)

Elektrolit
Natrium : 138 mEq/L (135-155)
Kalium : 3,9mEq/L (3,6-5,5)
Clor : 106 mEq/L (96-106)

Ginjal
BUN : 11 mg/dL (9-21)
Ureum : 24 mg/dL (19-44)
Kreatinin : 1,02 mg/dL (0,7-1,3)

Enzim Jantung
CK-MB : 220 U/L (≤24)
Troponin I : 15,50ng/mL (<0,1)

Diagnosa kerja : STEMI anteroseptal onset 13 jam KILLIP I TIMI risk 1/14
1. Fungsional : KILLIP I TIMI risk 1/14
2. Anatomi : Coronary Artery
3. Etiologi : Ruptur Plak
18

Diferensial Diagnosis:
- Diseksi aorta
- Perikarditis
- Emboli Paru

Pengobatan:
Bedrest
O2 2-4 L/i via nasal canule
IVFD NaCl 0,9 %10 gtt/i mikro
ISDN 3x5 mg
Inj. Lovenox 0,6 cc / 12 jam
Clopidogrel 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Simvastatin 1x40 mg
Captopril 3x6,25mg
Bisoprolol 1x1,25 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan :


- Echocardiography
- Angiografi Koroner

Prognosis: Dubia ad bonam


19

BAB 4
FOLLOW UP

Tabel 4.1.Follow Up Pasien Tanggal 26 Mei 2016 Pukul 22.35


TGL S O A P
26/05 Nyeri Sens: CM STEMI - Bed rest
/2016 Dada (+) TD : 95/60 mmHg inferoposte - O22-4 L/i via
HR : 94 x/i rior onset nasal kanul
Pukul RR : 20 x/i 2 hari - IVFD NaCl
22.35 SaO2 : 99% KILLIP I 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Kepala : Mata anemis (-/- TIMI - Clopidogrel 1x75mg
), ikterik (-/-) RISK - Aspilet 1x80 mg
Leher: TVJ R+2 cmH2O 3/14. - Captopril 3x6,25 mg
Thorax : Hipertensi - ISDN 5 mg (k/p)
 Cor : S1 S2 reguler, terkontrol - Simvastatin 1x40mg
murmur (-), gallop (-) - Laxadyn syr 1X CI
 Pulmo: SP: vesikuler, - Inj Furosemide 20mg
ST: ronkhi basah basal (k/p)
(+/+)
Abdomen: Soepel,
BUN(+)
Ekstremitas: Akral
hangat, edema pretibial (-
/-)
20

Tabel 4.2.Follow Up Pasien Tanggal 27 Mei 2016 Pukul 16.30


TGL S O A P
27/05/ Nyeri Sens: CM STEMI - Bed rest
2016 Dada(+) TD : 126/82 mmHg inferoposte - O21-2L/i via
↓ HR : 95 x/i rior onset nasal kanul
Pukul RR : 22 x/i 2 hari - IVFD NaCl
08.45 C° : 35°c KILLIP I 0,9% 10 gtt/I (mikro)
Kepala : Mata anemis (-/- TIMI - Clopidogrel 1x75mg
), ikterik (-/-) RISK - Aspilet 1x80 mg
Leher: TVJ R+2 cmH2O 3/14. - Simvastatin 1x40mg
Thorax : Hipertensi - Captopril 3x6,25 mg
 Cor : S1 S2 reguler, terkontrol - ISDN 5 mg (k/p)
murmur (-), gallop (-) - Inj Arixtra 2,5 g / 24
 Pulmo: SP: vesikuler, jam
ST: ronkhi basah basal - Inj Furosemide 20mg /
(+/+) 12 jam
Abdomen: Soepel, - Laxadyn syr 1X CI
BU(+)N
Ekstremitas: Akral
hangat, edema pretibial (-
/-)

Tabel 4.3.Follow Up Pasien Tanggal 28 Mei 2016 Pukul 08.30


TGL S O A P
28/05/ Nyeri Sens: CM STEMI - Bed rest
2016 Dada (+) TD :120/70 mmHg inferoposterio - O22-4 L/i via
↓ HR : 96 x/i r onset 2 hari nasal kanul
21

Pukul RR : 22 x/i KILLIP I - IVFD NaCl


08.30 SaO2 : 98% TIMI RISK 0,9% 10 gtt/i
EKG : SR 3/14. (mikro)
Kepala : Mataanemis (-/-), Hipertensi - Aspilet 1x80 mg
ikterik (-/-) terkontrol - Clopidogrel
Leher: TVJ R+2 cmH2O 1x75mg
Thorax : - Simvastatin
 Cor : S1 S2 reguler, 1x40mg
murmur (-), gallop (-) - Captopril 3x6,25
 Pulmo: SP: vesikuler, mg
ST: ronkhi basah basal - Inj Arixtra 2,5 g /
(-/-) 24 jam
Abdomen: Soepel , - Inj Furosemide
BU(+)N 20mg / 12 jam
Ekstremitas: Edema - ISDN 5 mg (k/p)
pretibial , akral hangat (-/- - Laxadyn syr 1X CI
)
22

BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Faktor Resiko SKA14 Pada kasus, didapatkan pasien memiliki
Yang tidak dapat dimodifikasi : faktor resiko PJK yaitu :
 Usia  Laki-laki
Resikomeningkat dengan bertambahnya  Merokok
usia,>45 tahun pada pria dan >55 tahun pada  Hiperkolesterolemia
wanita
 Jenis kelamin
Laki-laki > perempuan walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan
akibat penyakit jantung meningkat namun
tidak sebanyak tingkat kematian pada laki-
laki
 Riwayat Keluarga
Anak dengan orangtua dan saudara
kandung memiliki riwayat penyakit jantung
lebih beresiko untuk terkena penyakit
jantung

Yang dapat dimodifikasi :


 Merokok
Peran rokok dalam PJK antara lain dapat
menimbulkan aterosklerosis, peningkatan
trombogenesis dan vasokonstriksi,
peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen
23

jantung, dan penurunan kapasitas


pengangkutan oksigen.
 Alkohol
 Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan
peningkatan afterload secara tidak langsung
dan akan meningkatkan beban kerja jantung.
Kondisi seperti ini akan memicu hipertrofi
ventrikel kiri yang pada akhirnya akan
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung
 Hiperkolesterolemia
Kolesterol berperan penting untuk
terjadinya PJK. Akumulasi kolesterol dalam
pembuluh darah akan membentuk plak dan
akan mengalami aterosklerosis
 Stress

Manifestasi klinis :6
Pada kasus :
 Nyeri dada tipikal
Dijumpai adanya keluhan nyeri dada
Nyeri dada persisten dirasakan >20 menit
dirasakan di dada sebelah kiri, bersifat
di daerah retrosternal. Nyeri seperti tertimpa
menjalar hingga ke punggung disertai
beban berat, ditekan, rasa terbakar, ditusuk
keringat dingin. Nyeri dirasakan seperti
dan nyeri menjalar ke bahu, lengan, leher,
tertimpa beban berat. Mual dijumpai namun
sampai ke epigastrium. Nyeri dicetuskan
tidak muntah. Nyeri dada berlangsung lebih
oleh aktifitas fisik dan stress emosional
dari 30 menit. Nyeri dada dirasakan
 Gejala penyerta
bertambah berat ketika pasien berjalan jauh
Diaphoresis (keringat dingin), mual
dan berkurang jika pasien istirahat.
muntah, sulit bernafas, cemas, dan lemas
24

Diagnosa :15 Pada kasus :


 Anamnesis  Berdasarkan anamnesis dijumpai
Keluhan nyeri dada tipikal, riwayat nyeri adanya nyeri tipikal disertai dengan gejala
sebelumnya, faktor resiko PJK, serta riwayat penyerta berupa keringat dingin dan mual.
keluarga dengan PJK. Perlu juga ditanyakan Pasien mempunyai faktor risiko yaitu : Laki-
apa yang dilakukan oleh pasien sebelum laki, merokok dan hiperkolesterolemia
terjadi serangan  Berdasarkan EKG ditemukan
 Pemeriksaan fisik kelainan berupa T tall di lead V2, V3, V4
Sebagian besar pasien akan cemas dan Kesan EKG: Sinus rhythm + Injury
tidak bisa istirahat. Seringkali disertai miokard fase hiperakut di anteroseptal
keringat dingin. Selain itu dari pemeriksaan  Berdasarkan pemeriksaan enzim
fisik dapat mengidentifikasi komplikasi jantung didapatkan Troponin I : 15,5 µg/L,
iskemia (regurgitasi katup mitral akut, S3, CKMB : 220 U/L
ronki basah atau edema paru) dan juga dapat
menyingkirkan diagnosa banding
 EKG
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan
berdasarkan EKG yaitu adanya ST elevasi 
2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial
yang berdampingan atau  1mm pada 2
sadapan ekstremitas. Pada sadapan V1-V3
nilai ambang untuk diagnostik beragam
bergantung dari usia dan jenis kelamin. Nilai
ambang segmen ST elevasi di V1-V3 pada
pria usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0.2mv
sedangkan pada pria usia < 40 tahun adalah
≥ 0.25Mv. Pemeriksaan EKG 12 sadapan
25

harus dilakukan pada semua pasien dengan


nyeri dada atau keluhan yang dicurigai
STEMI dalam waktu 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat.2
Gambaran EKG : normal, nondiagnostik,
LBBB, elevasi ST segmen yang persisten (
20 menit) maupun tidak persisten, atau
depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T.
Dari gelombang EKG pula kita dapat
menentukan lokasi infark.
 Peningkatan marka jantung6
Marka jantung yang biasanya digunakan
untuk diagnosis infark miokard adalah CK-
MB dan Troponin-T. Peningkatan marka
jantung dua kali diatas nilai batas normal
menunjukkan adanya nekrosis miokard.
CK-MB meningkat setelah 3 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2 hari.
Troponin-T meningkat setelah 2 jam dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
masih dapat terdeteksi sampai 2 minggu
bergantung luas nekrosis.
Penatalaksanaan16 Pada kasus diberikan :
 Tirah Baring Bed rest
 O2 O22-4 L/i via nasal kanul
Oksigen harus segera diberikan dalam 6 IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/I (mikro)
26

jam pertama tanpa mempertimbangkan Inj. Lovenox 0.6 cc / 12 jam


saturasi oksigen atau dengan saturasi ISDN 3x5 mg
oksigen <95% Laxadyn syr 1xCI
 Terapi reperfusi Clopidogrel 1x75 mg
Terapi reperfusi dilakukan dengan terapi Aspilet 1x80 mg
tombolitik maupun dengan PCI. Dalam Simvastatin 1x40 mg
menentukan terapi reperfusi, tahap pertama Captopril 3x6,25mg
adalah menentukan ada tidaknya rumah Bisoprolol 1x1,25 mg
sakit sekitar yang memiliki fasilitas PCI.
Bila membutuhkan waktu lebih dari 2 jam,
reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Dan
fibrinolitik setelah selesai diberikan, pasien
dapat dikirim ke pusat fasilitas PCI. Tidak
disarankan melakukan PCI rutin pada arteri
yang telah tersumbat sepenuhnya lebih dari
24 jam setelah awitan pada pasien stabil
tanpa gejala iskemia. Pemberian trombolitik
harus dilakukan sesegera mungkin karena
semakin cepat diberikan semakin banyak
miokardium yang terselamatkan. Terapi
fibrinolitik direkomendasikan diberikan
dalam 12 jam pertama sejak awitan gejala
pada pasien.
 Nitrat
Nitrat adalah venodilator yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan
volume akhir diastolik sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen miokard.
27

NTG spray/tablet sublingual diberikan


pada pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung, jika dengan satu kali
pemberian nyeri dada tidak hilang maka
dapat diulangi setiap 5 menit sampai
maksimal 3 kali. Jika tidak tersedia NTG,
dapat diganti dengan ISDN.
 Morfin
Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat
diulang setiap 10-30 menit bagi pasien yang
tidak responsive dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual.
 Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada
pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindroma koroner akut.
Aspirin berfungsi untuk menginhibisi
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
dengan reduksi kadar tromboksan A2.
Aspirin diberikan dengan dosis 160-320
mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75-160 mg.
 Clopidrogel
Clopidrogel adalah anti platelet yang
menghambat platelet P2Y12 ADP receptor
sehingga mencegah terjadinya aktivasi dan
agregasi platelet. Clopidrogel dapat
digunakan pada orang yang alergi aspirin,
28

namun studi menunjukkan penggunaan


kombinasi aspirin dan clopidrogel lebih
efektif dalam menurunkan mortalitas dan
komplikasi akibat sindroma koroner.
Clopidrogel diberikan dengan dosis 300
mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mg/hari
 Antikoagulan
Pemberian antikoagulan disarankan untuk
semua pasien yang mendapatkan terapi
antiplatelet. Anti koagulan disarankan untuk
pasien STEMI yang diberikan agen
fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila
dilakukan) atau selama pasien dirawat di
rumah sakit hingga hari ke 8. Pilihan terapi ;
enoxaparin iv diikuti s.c., heparin tidak
terfraksi, berikan fondaparinux bolus iv pada
pasien yang diberikan streptokinase.
Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki
progil keamanan berbanding resiko yang
paling baik. Dosis yang diberikan adalah
2,5mg setiap hari secara subkutan.
 Terapi regulasi lipid/Statin
Statin harus diberikan pada semua
penderita jika tidak terdapat kontraindikasi
tanpa melihat nilai awal LDL,dll. Statin
dapat membantu menstabilkan plak
aterosklerosis karena menurunkan inflamasi
29

vascular dan memperbaiki disfungsi sel


endotel. Terapi statin dimulai sebelum
pasien keluar rumah sakit dengan sasaran
terapi kadar LDL <100 mg/dl.
Prognosis :
Terdapat beberapa sistem dalam Pada kasus, didapatkan
menentukan prognosis paska infark KILLIP I  mortalitas6%
miokardium. Prognosis berdasarkan pada : TIMI 1/14 mortalitas 30 hari 4,4%
 Killip13
 TIMI risk score

Klasifikasi Killip13

Kelas Definisi Proporsi Mortalitas


pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung 40-50% 6
kongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST13

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)


Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2

TDS <100mmHg (3 poin) 4,4


Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
30

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4


Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8
Skor risiko = total poin (0-14) 3/14
31

BAB 6
KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan
Bapak C, berusia 29 tahun, mengalami STEMI anteroseptal onset 13 jam
Killip I TIMI risk 1/14 dan diberi pengobatan:
- Bedrest
- O22-4 l/i via nasal canule
- IVFD NaCl 0,9 %10 gtt/i mikro
- Inj. Lovenox 0,6 cc / 12 jam
- ISDN 3x5 mg
- Laxadyn syr 1xCI
- Clopidogrel 1x75 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Simvastatin 1x40 mg
- Captopril 3x6,25mg
- Bisoprolol 1x1,25 mg
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajeng, E., 2011. Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular di


Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan 2: 23-28.
2. World Health Organization, 2008 The Top Ten Causes of Death Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf [Accessed
29 Mei 2016]
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan. Available
from:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20
ndonesia%202008.pdf [Accessed 29 Mei 2016]
4. Garas, S., 2010 Myocardial Infarction Emedicine Cardiology Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview [Accessed 30 May
2016]
5. Grundy SM, Pasternak R, Greenland P, Smith S, Fuster V. Assessment of
cardiovascular risk by use of multiple-risk-factor assessment equations. 1999.
Circulation; 100: 1481-92. Dalam: Torry, S.R.V., Panda, A.L., dan
Ongkowijaya, J. 2013. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3.
7. Overbaugh, K., J., 2009. Acute Coronary Syndrome. AJN: 109(5) : 42-52.
8. Departemen Kesehatan, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit
Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Jakarta.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
10. Rhee, J., W., Sabatine, M.,S., Lilly, L.,S., 2011. Acute Coronary Syndrome.
Dalam: Lilly, L.,S., 2011. Pathophysiology of Heart Disease Fifth Edition.
China: 161-189
33

11. Liwang, F., Wijaya, I.,P., 2014. Penyakit Jantung Koroner. Dalam :Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Media Aesculapius : 200-215.
12. Dharma, S., 2015. Cara mudah Membaca EKG. Jakarta: EGC.
13. Farissa, I.,P., 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi
(STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
14. Nielsen, K., Faergeman, O., Larsen M.L., Foldspang, A., 2006. "Danish
singles have a two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita, A.,
Bahrun, U., Arif, M., 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi
Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut. JST Kesehatan 2011.
15. Fuster,at al. Hurst, The Heart. 13th, 2011, McGraw Hill Publisher.
16. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J 2012; 33 :2501–2502.

Anda mungkin juga menyukai