Anda di halaman 1dari 3

3 Hal yang Membuat Qatar Pantas Menjadi Juara Piala Asia 2019

Zayed Sport City Stadium menjadi saksi sejarah ketika timnas Qatar mendapat gelar pertama di Piala
Asia usai menang 3-1 atas Jepang pada laga final di, Sabtu (1/2/2019) malam WIB.

Ketiga gol Timnas Qatar dicetak oleh striker andalan mereka Almoez Ali di menit ke-12 , Abdulaziz
Hatem di menit ke-27 dan penalti Akram Afif di menit ke-83 sedangkan satu-satunya gol Jepang
dihasilkan dari tendangan Takumi Minamino di menit ke-69.

Apa yang membuat Qatar berhasil mengandaskan ambisi Jepang, yang notabene adalah peraih gelar
terbanyak di ajang ini? Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang membuat Qatar lebih pantas meraih gelar juara
Piala Asia 2019 dibandingkan Jepang.

Pertama, lini pertahanan Qatar yang tampil lebih tangguh dari Jepang. Sebelum laga final, duel
ketangguhan di lini belakang memang akan menjadi sorotan. Kedua tim memang pantas berada di final
jika ditilik dari faktor ini.

Sepanjang gelaran Piala Asia 2019 ini, sebelum ke final, Qatar meraih rekor enam pertandingan tanpa
kebobolan dengan mencetak 16 gol ke gawang lawan, sedangkan Jepang hanya kemasukan 3 gol dan
mencetak 11 gol ke gawang lawan.

Di dalam keadaan seperti itu, faktor pengalaman di laga besar biasanya akan menjadi faktor yang amat
menentukan. Untuk hal ini, nama-nama seperti Maya Yoshida, Yuto Nagatamo di barisan Jepang di atas
kertas tentu jauh lebih unggul dari Tarek Salman, Boualem Khoukhi di jantung pertahanan Qatar.

Akan tetapi sebaliknya terjadi di laga final. Tarek Salman cs tampil amat termotivasi , tangguh dan
tenang sepanjang pertandingan.

Di dalam formasi 5-3-2, Salman cs berhasil membuat Takumi Minamino, Yuya Osako dan Ritsu Doan di
lini depan Jepang tidak berkutik. Serangan Jepang yang mengandalkan pergeraka pemain sayap seperti
menembus tembok tebal khususnya di babak pertama sehingga supply bola terhadap Osako cs menjadi
terhambat.

Terlihat sekali strategi Jepang yang ampuh dengan kuat bertahan dan membuat lawan menjadi frustrasi
karena tidak mampu menembus pertahanan lalu “membunuhnya” kala menang atas Iran dengan skor 3-
0 di babak semi final di copy paste dengan sempurna oleh Qatar di babak final ini.

Bertahan dengan baik, Qatar tinggal mencari ruang dan menunggu waktu melakukan serangan balik
untuk membobol gawang Jepang.

Kedua, lini depan yang lebih tajam. Gelaran Piala Asia 2019 ini memunculkan nama Almoez Ali yang
tampil amat fenomenal. Striker Qatar yang baru berusia 22 tahun ini, mencetak 9 gol di turnamen kali
ini.
Di final melawan Jepang, di hadapan pemain-pemain belakang Jepang yang berpengalaman seperti
Maya Yoshida, Nagatomo dan Sakai, Almoez Ali semakin menunjukan sinarnya. Ali mencetak gol
pertama dengan sangat berkelas.

Di menit ke-12, Ali yang dikawal Maya Yoshida sambil membelakangi gawan Jepang mengontrol bola
lalu dengan kaki kanan melakukan tendangan tembakan salto akrobatik yang membuat bola bergerak
sulit diprediksi oleh Shuichi Gonda, kiper Jepang.

Bola menyentuh tiang gawang sebelah kiri terlebih dahulu sebelum masuk ke gawang. Gol yang sangat
berkelas dan membuat mental pemain Jepang terlihat menjadi goyah.

Gaya mencetak gol dan penampilan Almoez Ali membuat pemain belakang Jepang terlihat seperti
amatir dalam pertandingan kali ini.

Setiap kali Ali memegang bola dan bekerja sama dengan partnernya di lini depan, Akram Afif maka lini
belakang Jepang yang dikomandoi Yoshida menjadi keteteran.

Gol kedua Qatar juga terbilang karena sumbangsih Ali dan Afif yang mampu membuka ruang kosong
bagi Abdulaziz Hatem untuk mencetak gol yang juga bisa dibilang spektakuler.

Ketiga, pelatih Felix Sanchez yang lebih cerdik dari Hajime Moriyasu. Lagi-lagi di atas kertas, seharusnya
Pelatih Jepang, Moriyasu dapat dikatakan lebih unggul dari pelatih Qatar, Sanchez.

Mengapa demikian? Bersama Moriyasu tampil selalu apik sebelum gelaran Piala Asia 2019. Bahkan di
Piaal Dunia Rusia 2018, hanya tim kuat Belgia yang mampu menghentikan Jepang di babak knock out.

Moriyasu yang ikut merengkuh trofi Piala Asia pertama Samurai Biru sebagai pemain pada 1992,
mampu meracik formasi 4-4-2 yang dipilihnya dan membuat Jepang menjadi sangat seimbang di setiap
lini.

Akan tetapi di laga final kali ini, Moriyasu harus mengakui bahwa dia kalah cerdik dari pelatih Qatar,
Felix Sanchez.

Sanchez yang pernah melatih di Akademi Barcelona, dengan cerdik mendapatkan anti tesis formasi 4-4-2
dengan formasi 5-3-2 yang dibesutnya. Aliran bola Jepang terputus, pergerakan dari sayap dimatikan,
sehingga bola lebih sering bergerak di lini tengah Jepang.

Sanchez yang juga pernah mengarsiteki Timnas Qatar di berbagai level umur mulai dari U-19, U-20, dan
U-23 juga cerdas dalam melakukan pergantian pemain, mungkin karena sudah sangat paham akan
karakter bermain para pemainnya di tim berjuluk The Maroon tersebut.

Saat Jepang menambah daya gedor dengan memasukan striker Yoshinori Muto, tak lama kemudian
Sanchez memasukan tambahan gelandang Karim Boudiaf menggantikan striker, Al Haidos. Pergantian
yang membuat pergerakan pemain Jepang menjadi tetap tidak bebas.
Saat strategi lawan seperti dikunci, Qatar pun tinggal menunggu waktu sampai wasit Ravshan Irmatov
asal Uzbekistan meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Qatar resmi menjadi juara Piala
Asia 2019.

Kekalahan ini membuat Jepang yang telah mencatatkan sebagai negara yang telah empat kali menjuarai
Piala Asia yakni pada tahun 1992, 2000, 2004 dan 2011 gagal merengkuh gelar kelimanya.

Selain itu fakta lain yang mengatakan bahwa Jepang selalu juara apabila lolos ke final juga terpatahkan.
Qatar mencatatkan dirinya sebagai negara kesembilan yang pernah meraih gelar juara sejak turnamen
bergulir pada 1956, menyamai Korea Selatan, Israel, Iran, Kuwait, Arab Saudi, Irak, Australia dan
tentunya Jepang.

Selamat Qatar!

Anda mungkin juga menyukai