Anda di halaman 1dari 6

ANGKUTAN UMUM JALAN RAYA

Untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas
Dosen Pengampu : Imam Setiyohadi, MT

Disusun Oleh :
Hana Yudiana
Npm : 17070037

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN BATAM

i
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di sebagian besar kota-kota di Indonesia, penyelenggaraan angkutan umum


penumpang didominasi oleh moda dengan kualifikasi para transit – jenis kendaraan
station wagon atau sejenisnya (kapasitas 12 - 15 penumpang), dan sering dikenal
dengan istilah mikrolet atau lainnya. Di samping permasalahan kualitas pelayanan,
penyelenggaraan angkutan jenis ini sering kali menimbulkan permasalahan yang
rumit ketika pemerintah akan melakukan peningkatan kualitas pelayanan angkutan
umum, seperti peremajaan ataupun penggantian armada menjadi jenis bus. Hal ini
terjadi karena paradigma penyelenggaraan angkutan umum masih lebih sebagai
fasilitas sosial-ekonomi bagi masyarakat. Ujung dari kondisi yang demikian adalah
masyarakat penggunanya yang harus menanggung berbagai risikonya, termasuk
transport cost yang mahal.

Pada tahun-tahun terakhir ini, pemerintah pusat bersemangat memperbaiki


angkutan umum penumpang dari moda para transit menjadi semi transit atau transit
(busway, kereta komuter, dan sejenisnya). Namun perubahan tersebut dipastikan
tidak dilakukan secara frontal, oleh karena itu untuk beberapa waktu ke depan
penyelenggaraan angkutan umum penumpang - para transit – ini masih merupakan
salah satu simpul masalah transportasi di perkotaan.

Tujuan

Mengetahui bagaimana upaya pengelolaan/ manajemen transportasi/ angkutan


umum jalan raya pada daerah perkotaan.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

Sebagai aspek yang mendasar di dalam pengelolaan penyelenggaraan angkutan


umum penumpang, maka diperlukan konsep-konsep yang relevan, diantaranya:

 Bahwa setiap anggota masyarakat merupakan mahluk individu dan sekaligus


sebagai mahluk sosial, dimana dalam kehidupannya senantiasa saling
memerlukan/berinteraksi (asas simbiosis antar sesama).
 Sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, mobilisassi merupakan
kebutuhan yang harus dilakukan oleh hampir setiap manusia. Pada umumnya,
semakin tinggi peradaban manusia, maka ada kecenderungan meningkat pula
mobilisasinya.
 Masyarakat tingkat ekonomi menengah ke bawah/ low class, untuk melakukan
mobilisasi dengan biaya murah memerlukan sarana transportasi umum yang
bisa dipakai secara bersama.
 Bagi masyarakat yang memiliki modal dan atau ketrampilan mengemudi
kendaraan/mobil, kebutuhan masyarakat untuk mobilisasi merupakan peluang
usaha, untuk meningkatkan derajad ekonomi (peluang kesempatan investasi/
kerja).
 Potensi masyarakat tersebut, merupakan aset pembangunan bagi suatu wilayah/
kota, oleh karena itu potensi tersebut perlu diberdayakan guna meningkatkan
performance kota, dimana pihak yang berkompeten dalam hal tersebut adalah
Pemerintahan Kota.
 Tingkat performance kota, akan tergantung dari sistem transportasinya,
termasuk penyelenggaraan angkutan kota. Ketergantungan tersebut diantaranya
adalah proporsional dan profesionalisme dari pihak yang terkait, termasuk
upaya law inforcement-nya.

2
BAB III
PEMBAHASAN

Mensikapi potensi masyarakat beserta mobilitasnya dan kondisi/ potensi


wilayah beserta pertumbuhan pembangunan, serta potensi permasalahan yang timbul
dalam penyelenggaraan angkutan umum penumpang khususnya dan sistem
transportasi jalan raya pada umumnya, maka perbaikan pada aspek manajemen dan
peraturan/ perundangan yang relevan harus didasarkan pada suatu hasil studi yang
relevan pula dan berkesinambungan. Dengan berorientasi atas fenomena yang
cenderung dan berpotensi berkembang di masyarakat, sementara ini ada beberapa hal
yang perlu segera (urgen) diperbaiki dalam penyelenggaraan angkutan umum
penumpang, antara lain:

1. Pembenahan rute/ jalur dengan mengacu pada konsep supply and demand, untuk
menyeimbangkan antara jumlah permintaan/ kebutuhan sarana angkutan umum
(termasuk pengaturan frekuensinya) dengan jumlah pengguna/ penumpangnya.
Upaya ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara jumlah armada yang tersedia
dengan jumlah penumpangnya, dan selanjutnya manakala jumlah calon
penumpangnya meningkat maka armadanya bisa ditambah. Selain dari itu,
langkah ini juga sebagai upaya menghindari tidak tercapainya target uang
setoran oleh pengemudi, sebagai akibat dari minimnya jumlah penumpang.
2. Pembenahan rute/ jalur yang mengacu pada konsep origin and destination, untuk
menyesuaikan kecenderungan tujuan perjalanan dari kelompok masyarakat
pengguna angkutan, serta menghindari atau memperkecil kemungkinan
terjadinya rute/ jalur yang tumpang tindih (overlap). Langkah ini sekaligus
sebagai upaya menghindari/ mengurangi terjadinya penumpukan angkutan dari
beberapa rute/ jalur, baik pada ruas-ruas jalan tertentu maupun pada simpang.
Lebih dari itu, sekaligus optimalisasi terminal yang sudah ada, tanpa harus
mengembangkan terminal atau APK baru lagi.
3. Pembenahan dan penetapan prasarana yang relevan untuk menunjang operasi
angkutan umum penumpang, misal: tempat berhenti untuk pemuatan -
penurunan penumpang, tempat penyeberangan bagi pejalan kaki, dan lain-
lainnya.
4. Perbaikan tarif angkutan yang didasari dengan studi ekonomi (bukan hanya
sekedar studi finansial) transportasi, yang didalam implementasinya

3
dimungkinkan dilakukan penyesuaian tarif bagi penumpang umum dan tarif
khusus pelajar ataupun mahasiswa (misal: sistem kupon atau sejenisnya). Hal ini
bisa dilakukan sebagai upaya menghapus diskriminasi pengguna/ penumpang
dan merupakan langkah pemenuhan kebutuhan angkutan umum bagi kelompok
pelajar/ mahasiswa.
5. Penetapan dan pemberlakuan peraturan khusus bagi penyelenggaraan angkutan
umum penumpang yang antara lain mencakup:
 ketentuan jumlah penumpang yang dapat ditoleransi dengan tanpa
mengurangi kenyamanan dan keamanan serta aspek kemanusiawian.
 pengendalian atas masa berlakunya ijin trayek.
 penetapan biaya-biaya pasti atas retribusi yang harus dibayar dalam setiap
operasional angkutan umum penumpang.
 perangkat sanksi yang relevan terhadap penyimpangan yang dilakukan baik
oleh pemilik/ pengusaha angkutan maupun oleh pengemudinya.
6. Adanya jaminan keamanan dari lembaga terkait sehubungan dengan operasional
angkutan umum penumpang atas segala tindakan dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab (preman, oknum petugas, dan lain-lainnya).
7. Penyediaan fasilitas pemeliharaan armada yang memadai (kualitas baik - biaya
murah), termasuk ketersediaan suku cadang. Langkah ini juga perlu dilakukan
untuk mengurangi tingkatan/ panjangnya rangkaian distribusi suku cadang dan
sekaligus sebagai upaya memperkecil harganya.
8. Penyediaan fasilitas dengan sistem manajemen yang rasional dan transparan
sehubungan dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
9. Penerapan sanksi secara tegas dari pihak yang berwenang atas setiap terjadinya
pelanggaran/ penyimpangan oleh pemilik/ pengemudi angkutan umum
penumpang, baik terhadap peraturan/ perundangan lokal (PERDA atau SK
Walikota, dan sejenisnya) perundangan lalulintas dan angkutan jalan yang
berlaku secara Nasional. Adapun sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan/
perundangan khusus tersebut hendaknya tidak bersifat materialistik (seperti
denda) secara langsung, sebaiknya dilakukan secara edukatif-preventif, mulai
dari peringatan (disertai bukti pelanggaran), lebih lanjut berupa penangguhan
(skorsing) operasi hingga (paling berat) pencabutan ijin trayek. Sedangkan bagi
pelanggaran terhadap perundangan lalulintas dan angkutan (pada umumnya),
tentunya sanksi tetap sesuai dengan perundangan yang berlaku.

4
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Performance suatu kota sangat tergantung dari kualitas kinerja sistem


transportasinya, termasuk diantaranya kinerja angkutan umum penumpangnya.
Upaya peningkatan kinerja angkutan umum penumpang, selain memperbaiki/
meningkatkan pelayanan kepada penggunanya, juga berpotensi mereduksi
permasalahan lalulintas kota. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kinerja angkutan
umum penumpang yang ‘baik’ maka diperlukan suatu (konsep/ rencana)
pengelolaan/ manajemen yang baik pula (proporsional dan profesional).

Manajemen penyelenggaraan angkutan umum penumpang, sangat tergantung


dari kesadaran dan itikat baik dari semua pihak yang terkait, serta didukung dengan
sarana - prasarana yang relevan dan memadai beserta kelengkapannya, berupa
kebijakan yang berdasar pada hasil studi yang proporsional serta penegakan
peraturan/ perundangan yang tegas.

Anda mungkin juga menyukai