OLEH : KELOMPOK 5
NAMA NIM
HULAN HASAN P.1709125
PRISCILLA M. THENU P.1709133
WA ODE DEFI MILARTI P.1709091
MERLINDA OLIVIA RESEL P.1709080
YANTI SAMAK P.1709094
JOJI HUKUNALA P.1709108
CLARA THENU P.1709082
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Maksud dari kami penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyalahgunaan NAPZA” yang akan sangat berguna
terutama untuk mahasiswa. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak
sekali kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat
dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………....................................................................................i
DAFTAR ISI………………..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………..
A. PENGERTIAN NAPZA
B. JENIS-JENIS NAPZA
C. GOLONGAN NAPZA
D. PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
E. TANDA DAN GEJALA PENGGUNA NAPZA
F. CIRI-CIRI PENGGUNA NAPZA
G. AKIBAT PENYALAHGUNAAN NAPZA
H. GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
I. ALAT YANG DIGUNAKAN
J. KOMPLIKASI DARI PENYALAHGUNAAN NAPZA
BAB III ASKEP PADA PASIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA………………………….
A. KASUS
B. PENGKAJIAN
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
E. EVALUASI
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………………………………..
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan NAPZA ?
2. Apa jenis-jenis NAPZA ?
3. Apa golongan-golongan NAPZA ?
4. Apa penyebab penyalahgunaan NAPZA ?
5. Apa tanda dan gejala penggunaan NAPZA ?
6. Apa ciri-ciri penggunaan NAPZA ?
7. Apa akibat penyalahgunaan NAPZA ?
8. Apa gejala klinis penyalahgunaan NAPZA ?
9. Bagaimana komplikasi dari penyalahgunaan NAPZA ?
.
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari NAPZA
2. Mengetahui jenis-jenis NAPZA
3. Mengetahui golongan-golongan NAPZA
4. Mengetahui penyebab penyalahgunaan NAPZA
5. Mengetahui tanda dan dan gejala penggunaan NAPZA
6. Mengetahui ciri-ciri penggunaan NAPZA
7. Mengetahui akibat penyalahgunaan NAPZA
8. Mengetahui gejala klinis penyalahgunaan NAPZA
9. Mengetahui komplikasi dari penyalahgunaan NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NAPZA
Narkotika adalah suatu zat atau obat yg berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semisintetis yg dpt menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Undang-undang No.33 thn 4556 tentangg Narkotika & Psikotropika adalah
suatu zat atau obat, baik alamiah maupunsintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku zat adiktif lain adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut narkotika dan psikotropika.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi
adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi
yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (DepKes., 2002).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan komplikasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan
(pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke
program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2000).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung
pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia
di rumah sakit. Menurut Hawari (2000) bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1
minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu
maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter
sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun
(Wiguna, 2003).
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi
tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi. Kenyataan menunjukkan
bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi
kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu
terjadi (DepKes, 2001).
Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat: .
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan
lingkungannya
B. JENIS-JENIS NAPZA
C. GOLONGAN NAPZA
Golongan Narkotika
Narkotika adalah : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Menurut UU RI No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Narkotika terdiri dari 3
golongan yaitu :
1. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukkan
untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh
narkotika golongan I : Heroin/putauw, kokain, ganja.
2. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, petidin.
3. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : Kodein.
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah narkotika golongan I :
Opiat : Morfin, heroin (putauw), petidin, candu dll.
Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun kokain.
Golongan Psikotropika
Psikotropika adalah : Zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut UU RI No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika.
Psikotropika terdiri dari beberapa golongan yaitu :
1. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Ekstasi, shabu, LSD
2. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak dapat digunakan dalam terapi, dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amfetamin ,metilfenidat atau ritalin.
3. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Pentobarbital, Flunitrazepam.
4. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh : Diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, rohip, dum, MG.
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenag, obat tidur) : MG, BK, DUM, Pil Koplo dll.
Halusinogenika : Iysergic acid diethylamide (LSD), mushroom.
Zat Adiktif
Zat adiktif adalah : Suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan kecanduan
atau ketergantungan. Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar
yang disebut narkotika dan psikotropika meliputi :
1. Minuman Beralkohol
Mengandung etanol etil alcohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering
menjadi bagian dari kehidupan manusai sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam
tubuh manusia.
2. Inhalansia
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organic, yang
terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin.
Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus cat kuku, Bensin.
3. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Dalam upaya
penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alcohol terutama pada remaja,
harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alcohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
Zat Psikoaktif
Zat psikoaktif adalah : Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada : Perilaku, emosi, kognitif, persepsi, kesadaran seseorang.
Ada 2 jenis pikoaktif :
Bersifat Adiksi
Golongan Opioida : Morfin, heroin (putauw), candu, codein, petidin
Golongan Kanabis : Ganja (Mariyuana), minyak hassish
Golongan Kokain : Serbuk kokain, dan daun koka
Golongan Alkohol : Semua minuman yang mengandung ethyl alcohol :
Brandy, bir, wine, whisky, cognac, brem, tuak, anggur ortu (AO), dsb.
Golongan Sedatif Hipnotik : BK, Rohypnol, Magadon, Dumolid, Nipam,
Madrax
Golongan MDA (Methylene Dioxy Ampethamine) : Ampetamine Benzedrine,
Dexadrine
Golongan MDMA (Methylene dioxy meth Ampetahamine) : Extacy
Golongan Halusinogen : LSD, Meskaloin, Mushrom, Kecubung
Golongan Solven dan inhalansia : Aica aibon (Glue) Saceton Thiner N2O
Nikotine : Tembakau
Kafein : Kopi dan teh
Bersifat Non Adiksi
Berisfat non adiksi merupakan obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa psikotik, obat anti
depresi. Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat
pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.
Golongan ini termasuk Opoida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik
(otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dll.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja.
Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk
golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, ekstasi), Kafein, Kokain.
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan
dan pikiran dan sering kali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan
dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.
A. Kasus
Andra salah satu remaja penderita HIV. Dia tertular HIV melalui penggunaan IDU. Andra
mengaku mulai memakai jarum suntik secara bergiliran pada 2002. “Saat itu saya masih kelas 3
SMP. Saya suka mengkonsumsi putauw. Suatu hari, saya lagi nggak punya duit. Sama teman-
teman diajak pakai jarum secara gentian. Lebih murah, kata mereka,” ujarnya. Pesta narkoba pun
dimulai bersama teman-temannya. Aktivitas menyimpang itu dilakoninya selama setahun. Boleh
dibilang Andra termasuk pecandu berat narkoba, terutama jenis putauw. Padahal , dia mengaku
tidak memiliki uang yang cukup tebal untuk mengonsumsi putauw. “Mau tidak mau, memakai
jarum suntik merupakan alternative saya,” tuturnya. Bagi dia, ngedrugs merupakan medium
untuk melupakan persoalan hidup. Andra lahir di tengah keluarga yang kurang harmonis. Dia
lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya di luar rumah. “Dengan teman-teman
saya merasa bisa melakukan apa saja. Mereka tahun apa yang saya mau,” tukasnya.
Hidup sarat dengan hedonism dia lakoni selama bertahun-tahun. Prestasi sekolah Andra yang
terus merosot memacu dirinya terjun bebas ke narkoba. Apalagi orang tuanya cuek saja dengan
segala tindakan yang dia lakukan. “Aku merasa bebas melakukan apa saja”. Hidup Andra identik
bersenang-senang. Pada 2004 dia diajak teman-temannya melakukan VCT (visite conselling
test). “Saat itu aku tidak tahun untuk apa diajak VCT. Ternyata untuk memeriksakan diri apakah
terkena HIV/AIDS atau tidak,” ujarnya. Ternyata teman-teman Andra itu adalah relawan LSM
yang konsen dengan HIV/AIDS. Mereka prihatin dengan kondisi Andra. Benar saja, dari lima
orang yang memeriksakan diri, tiga orang positif HIV termasuk Andra. “Rasanya saya ingin mati
saja saat itu,” ucap Andra yang waktu itu baru kelas 1 SMA. Sejak divonis itu, Andra merasa
hidupnya tidak berarti lagi. Keterputusasaan yang berat menyelimuti dirinya. “Bahkan timbul
perasaan jahat dan dendam terhadap teman-teman yang belum terkena HIV untuk menularinya,”
ujarnya. Untungnya Andra dapat mengendalikan diri. Dia pun berusaha bangkit untuk bertahan
hidup. “Untungnya teman-teman sangat memotivasi saya untuk berobat,” ujar Andra yang kini
berusia 19 tahun. Satu tahun lamanya Andra menyembunyikan kenyataan itu dari orang tuanya
bila dia positif HIV.
Ibu Andra mendapati hasil tes VCT-nya yang disimpan di laci meja anaknya itu. “Waktu itu
ibu mencari obat-obatnya terlarang itu di kamar saya,” ujarnya. “Saya tidak menyangka reaksi
ibu saat mengetahui saya positif HIV. Ibu menangis sesunggukan dan memeluk saya,”
ungkapnya. Sejak itu, orang tua Andra mulai berubah. Mereka menerima Andra apa adanya.
Mereka berani menerima kenyataan bila anaknya terjangkit penyakit yang stigmakan buruk oleh
masyarakat itu. Namun, apapun perhatian itu, bagi Andra tidak bisa mengembalikan dirinya
seperti dulu lagi. Di dalam tubuhnya telah berkembang virus mematikan yang bila tidak aware
memperhatikan kesehatannya bisa semakin menyerang kekebalan tubuhnya. Kini Andra punya
semangat hidup lagi. Hidup, katanya harus terus berjalan, meskipun dia sempat pesimitis dengan
masa depannya.
B. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format pengkajian di ruang psikiatri atau
sesuai dengan pedoman yang ada di masing-masing ruangan tergantung pada kebijaksanaan
rumah sakit dan format pengkajian yang tersedia. Adapun pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Perilaku
b. Faktor penyebab dan faktor pencetus
c. Mekanisme koping yang digunakan oleh penyalahguna zat meliputi :
Penyangkalan (denial) terhadap masalah
Rasionalisasi
Memproyeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya
Mengurangi jumlah alkohol atau obat yang dipakainya
Sumber-sumber koping (support sistem) yang digunakan klien
C. Diagnosa Keperawatan
Perlu diingat bahwa diagnose keperawatan di ruang detofksifikasi bisa berulang di ruang
rehabilitasi karena timbul masalah yang sama saat dirawat di ruang rehabilitasi. Salah satu
penyebab yang muncul masalah yang sama adalah kurangnya motivasi klien untuk tidak
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hal lain yang juga berpersan timbulnya
masalah pada klien adalah kurangnya dukungan keluarga dalam membantu mengurangi
penyalahgunaan dan penggunaan zat.
Masalah keperawatan yang sering terjadi di ruang detoksifikasi adalah selain masalah
keperawatan yang berkaitan dengan fisik juga masalah keperawatan seperti :
Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga pengguna NAPZA.
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk diagnose 1 :
Risiko terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga terutama anggota keluarga pengguna NAPZA
Tujuan Khusus :
Keluarga mampu mengenal dengan baik anggota keluarga pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang criteria remaja pengguna NAPZA
2. Latih keluarga mengenali remaja pengguna NAPZA
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali remaja pengguna NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi
Keluarga mampu mengambil keputusan terhadap remaja pengguna NAPZA
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang akibat dari remaja pengguna NAPZA
2. Latih keluarga mengenali akibat dari remaja pengguna NAPZA
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali akibat remaja pengguna NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selan
Keluarga mampu merawat keluarga dengan remaja pengguna NAPZA
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah dan merawat remaja pengguna
NAPZA
2. Latih keluarga cara mencegah dan merawat remaja pengguna NAPZA
3. Motivasi keluarga untuk selalu mencegah dan merawat remaja pengguna NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi
Keluarga mampu memodifikasi remaja pengguna NAPZA
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara memodifikasi lingkungan rumah remaja
pengunaan NAPZA
2. Latih keluarga cara memodifikasi dari remaja pengguna NAPZA
3. Motivasi keluarga untuk selalu melakukan modifikasi remaja pengguna NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selan
Keluarga mampu menggunakan sumber daya untuk penanganan remaja pengguna NAPZA
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang penggunaan sumber daya masy untuk remaja
pengguna NAPZA
2. Latih keluarga menggunakan sumber daya untuk remaja pengguna NAPZA
3. Motivasi keluarga untuk selalu menggunakan sumber daya untuk remaja pengguna
NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi
E. Evaluasi
Evaluasi penyalahgunaan dan ketergantungan zat tergantung pada penanganan yang
dilakukan perawat terhadap klien dengan mengacu kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
Sebaliknya perawat dan klien bersama-sama melakukan evaluasi terhadap keberhasilan yang
telah dicapai dan tindak lanjut yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang dilakukan tidak berhasil maka perlu dilakukan evaluasi kembali
terhadap tujuan yang dicapai dan proritas penyelesaian masalah apakah sudah selesai dengan
kebutuhan klien. Klien relaps tidak bisa disamakan dengan klien yang mengalami kegagalan
pada sistem tubuh. Tujuan penanganan pada klien relaps adalah meningkatkan kemampuan
untuk hidup lebih lama bebas dari penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Perlunya evaluasi
yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, akan lebih baik perawat bersama-
sama klien dalam menentukan tujuan kea rah perencanaan pencegahan relaps.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus-menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adikisi umumnya merujak pada perilaku psikososial yang berhubungan
dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus
zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik.
B. SARAN
Diharapkan kepada semua pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar bermanfaat
untuk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan dari makalah ini dapat
memasyarakat dan terimplementasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1995). Buku Saku Daignosa Keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depkes. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif Lainnya (NAPZA). Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Hawari,D. (2000). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotik, Alkohol dan Zat
Adiktif). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.