Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dengan penghasilan kelapa
sawit terbesar didunia serta memberikan kontribusi terbesar dalam
penghasilan di bidang pertanian. Produksi kelapa sawit pada tahun 2017
diperkirakan akan berjumlah 34.47 juta ton dan akan terus meningkat.
Jumlah perkebunan kelapa sawit juga mengalami kenaikan luas lahan
Perkebunan kelapa sawit berkisar antara 2,77 sampai dengan 4,70 persen
per tahun dan pada tahun 2016 perkebunan kelapa sawit mengalami
penurunan sebesar 0,52 persen. Pada tahun 2013 lahan perkebunan
kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 10,47 juta hektar, kemudian lahan
perkebunan meningkat menjadi 11,26 juta hektar pada tahun 2015
tercatat terjadi peningkatan 7,60 persen. Pada tahun 2016 luas areal
perkebunan kelapa sawit menurun sebesar 0,52 persen dari tahun 2015
menjadi 11,20 juta hektar. Selanjutnya, pada tahun 2017 luas areal
perkebunan kelapa sawit kembali mengalami peningkatan 9,80 persen
dari tahun 2016 menjadi 12,30 juta ha.( BPS, 2015)
Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tersebar di
semua wilayah yang ada di 25 provinsi . Pada tahun 2016 sampai tahun
2017, luas areal perkebunan kelapa sawit tersebar diseluruh provinsi di
pulau Sumatera dan Kalimantan, provinsi Jawa barat, Banten, Sulawesi
tengah, Sulawesi selatan, Sulawesi tenggara, Sulawesi barat, Gorontalo,
Maluku, Papua dan Papua barat. Jumlah di provinsi ini akan terus
meningkat per tahun. Produksi minyak sawit terbesar tahun 2016 berasal
dari Provinsi Riau sebesar 7,43 juta ton atau sekitar 23,58 persen dari
total produksi Indonesia. Sementara di provinsi Kalimantan Utara jumlah
produksi kelapa sawit berjumlah 698,696 ribu ton ( BPS, 2015 ).
Sebagian perkebunan di provinsi Kalimantan utara adalah
perkebunan kelapa sawit dengan areal perkebunan yang tercatat di 3

1
kabupaten yaitu Bulungan, Tana tidung, dan Nunukan dengan hasil
produksi pada tahun 2013 di kabupaten Bulungan 178,957 ribu ton, Tana
tidung 13,00 ribu ton, serta Nunukan 519,726 ribu ton. Untuk produksi
terbanyak kelapa sawit terdapat di kabupaten Nunukan. Luas areal
perkebunan kelapa sawit di kabupaten Bulungan adalah 59,823 Ribu ha,
kabupaten Tana tidung 13,925 ribu ha, dan kabupaten Nunukan 95,791
ribu ha. ( BPS, 2015)
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah dengan luas lahan
perkebunan sawit terbesar diantara Kabupaten yang ada di Provinsi
Kalimantan utara. Kelapa sawit menjadi komoditi unggulan di kabupaten
Nunukan. Lahan yang dibuka untuk perkebunan besar hingga
perkebunan rakyat sejak tahun 2011, tercatat 16 kecamatan yang ada
dinunukan 13 diantaranya merupakan perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan kelapa sawit di wilayah kabupaten Nunukan dikarenakan
beberapa faktor diantaranya adalah lembaga yang berpengaruh
terhadap berjalannya subsistem agribisnis hilir..
Peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir sangat penting
mulai dari kegiatan pengolahan komoditas primer dan sampai pada
pemasaran komoditas serta komoditas primer/produk olahan. Kegiatan
tersebut melibatkan lembaga-lembaga terkait yang dapat meningkatkan
kualitas nilai dan ekonomi dengan menggunakan pola pemilahan,
pengemasan, pengolahan, distribusi dan pemasaran. Tetapi peran
lembaga dalam subsistem tersebut khususnya di Kabupaten Nunukan
saat ini tidak berjalan optimal. Lemahnya koordinasi antar lembaga
terkait mengakibatkan permasalahan-permasalahan yang dirasakan oleh
petani kelapa sawit yang ada di wilayah tersebut sangat kompleks mulai
dari harga tandan buah sawit (TBS) , pemahaman petani tentang cara
penanaman dan memupuk sawit yang baik dan benar, sulit mendapatkan
bibit sawit bersertifikat yang diinginkan dari perusahaan, tidak
terlaksananya sistem koperasi sehingga menimbulkan permasalahan
dengan tengkulak yang mencoba memainkan harga. Menjadikan petani

2
kelapa sawit merasa sangat dirugikan mulai dari pemupukan, harga,
pemasaran, hingga koperasi.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan
penelitian dengan judul Model Struktural Peran Lembaga Pada
Subsistem Hilir Agribisnis Kelapa Sawit Di Kabupaten Nunukan.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan uraian


diatas adalah :

1. Lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem hilir


agribisnis komoditi kelapa sawit di kabupaten Nunukan.?
2. Bagaimana model struktural peran lembaga subsistem hilir
agribisnis kelapa sawit di kabupaten Nunukan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berikut tujuan dari penelitian yang diinginkan adalah :
1. untuk mengidentifikasi lembaga apa saja yang berperan
terhadap subsistem hilir agribisnis komoditi kelapa sawit di
kabupaten Nunukan.
2. Agar mengetahui model struktural dalam peran lembaga
subsistem argibisnis hilir kelapa sawit di kabupaten Nunukan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian tentang model struktural peran
lembaga pada subsistem hilir agribisnis kelapa sawit di kabupaten
Nunukan sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswa
a. Menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan
pada kegiatan yang nyata, dengan demikian akan mengetahui
perbandingan antara pengetahuan di bangku kuliah dengan
kenyataan yang ada di lapangan.

3
b. Menguji kemampuan pribadi yang sesuai dengan ilmu
yang dipelajari serta cara mencari informasi dengan
observasi langsung di lapangan.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat yang didapatkan oleh perguruan tinggi
adalah sebagai berikut :
a. Mendapat literatur tambahan dari hasil penelitian yang
berhasil diselesaikan oleh penulis sehingga bermanfaat
untuk menambah literatur penelitian di Universitas.
b. Sebagai bahan acuan penelitian mahasiswa selanjutnya
dalam meningkatkan serta menambah penelitian mengenai
model struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis
hilir.
3. Bagi Pemerintahan
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan
dibidang pertanian khususnya kelapa sawit.
b. menentukan kerangka acuan dalam menentukan struktural
kelembagaan pendukung subsistem hilir agribisnis kelapa
sawit di Kabupaten nunkan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kelapa Sawit

Menurut Sastrosayono (2003), asal tanaman kelapa sawit (Elaeis


guineensis Jack) secara pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan
kuattanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika
(Guenia). Spesies Elaesis melanococca atau Elaesis oleivera diduga
berasal dari AmerikaSelatan dan spesies Elaesis guineensis berasal dari
Afrika. Menurut Fauzi dkk (2007) kelapa sawit pertama kali diperkenalkan
di Indonesia pada tahun 1848yang ditanam di Kebun Raya Bogor.
Budidaya perkebunan kelapa sawit diIndonesia dilakukan oleh Adrien
Hallet yang kemudian diikuti oleh K. Schadtyang menandai lahirnya
perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Iklim yang cocok untuk tanaman kelapa sawit adalah yang


memiliki curah hujan lebih dari 1.500 mm/tahun dan yang optimum adalah
2.000 mm/tahun serta tersebar merata sepanjang tahun. Kelapa sawit
mulai berproduksi pada umur 3,5-4 tahun denganproduksi pertama adalah
10-15 ton tandan/Ha/tahun. Jumlah produksi ini terus bertambah dengan
bertambahnya umur dan puncak produksi dicapai pada umur8-9 tahun
yaitu 20-30 ton tandan/Ha/tahun Widyastuti (2006) dalam Miswandi
(2015). Adapun klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut.

Klasifikasi tanaman kelapa sawit menurur Pahan (2012), sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Viridiplantae

Divisi : Embryophyta

Kelas : Angiospermae

5
Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoidae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

2.2 Pengertian Agribisnis

Soekartawi (1993), Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri
berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha
komersial dalam dunia perdagangan. Agribisnis adalah kesatuan kegiatan
usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk-produk yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.

Agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan


produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan atau
pengusahaan produksi itu sendiri ataupun juga pengusahaan pengelolaan
hasil pertanian. Dengan kata lain agribisnis adalah cara pandang ekonomi
bagi usaha penyediaan pangan. (Sjarkowi,Sufri 2004).

Terdapat 3 pengertian agribisnis menurut Sutawi (2003) yakni :

1. Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi


salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan
pertanian dalam arti luas, yaitu kegiatan usaha yang menunjang
kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh
kegiatan-kegiatan pertanian.

6
2. Agribisnis adalah sebuah sistem kegiatan yang meliputi tiga
komponen, the farm input sector, the farming sector, and the
procut marketing sector.
3. Agribisnis adalah keseluruhan dan kesatuan dari seluruh
organisasi dan kegiatan mulai dari produksi dan distribusi sarana
produksi, kegiatan produksi pertanian di lahan pertanian sampai
dengan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan turun
sampai distribusi hasil akhir dari pengolahan tersebut ke
konsumen.

Agribisnis adalah kegiatan untuk mengolah sumber daya alam dari


bahan mentah, bahan setengah jadi, hingga bahan jadi yang dikelola
dengan terstruktur dan mempunyai kegiatan produksi.

2.3 Pengertian Subsistem Agribisnis

Pengembangan agribisnis merupakan upaya pemerintahan untuk


masuk ke sektor industri tanpa memerlukan tranformasi tenaga kerja yang
crucial dari sektor pertanian ke sektor (agro)industri. Transisi ini semakin
penting karena kegiatan agribisnis dapat menyerap sebagian tenaga kerja
disektor pertanian tanpa memerlukan pelatihan yang sifatnya khusus. Hal
ini dapat terjadi karena tuntutan pekerjaan di sektor awal agroindustri
masih relatif sama dan tidak begitu banyak berbeda dengan tuntutan
pekerjaan disektir budidayapertanian. Dalam hal ini, agroindustri
merupakan pengalihan kesempatan kerja dari sektor budidaya pertanian
dan produksi pangan yang tradisional ke sub-sektor perkbenunan,
peternakan, perikanan, dan kehutanan (agroforestry) yang merupakan
landasan dasar bagi pengembangan agroindustri lebih lanjut.( pahan,
2015).

Agribisnis dapat dijalankan dengan baik apabila


pengembangannya dapat dilakukan secara terpadu dan selaras dengan
seluruh subsistem yang tersusun. Setiap subsistem di dalam sistem

7
agribisnis memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan sehingga
agribisnis akan dapat dijalankan dengan baik apabila mekanisme
hubungan antar setiap subsistem agribisnis bekerja dengan baik pula.
Hubungan yang terjadi di antara masing-masing subsistem, misalnya
dapat ditunjukkan melalui keterkaitan antara subsistem produksi primer
dengan subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Kegiatan
budidaya di lini on-farm dapat berjalan dengan baik, salah satunya jika
ditunjang dengan pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang
memadai. Selanjutnya, proses budidaya atau produksi primer sangat
berperan penting dalam menghasilkan komoditas-komoditas dengan
spesifikasi yang sesuai dengan permintaan subsistem pengolahan, baik
dari segi standar mutu, kuantitas, maupun kontinuitas pasokan bahan
baku produksi. Meskipun produk yang dihasilkan oleh subsistem
pengolahan memiliki kualitas yang prima, tetapi mekanisme sistem
agribisnis tidak akan berjalan sempurna apabila dalam penyampaian
produk tersebut ke tangan konsumen tidak ditunjang dengan proses
pemasaran. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa setiap subsistem
berperanan penting satu sama lain untuk menciptakan sistem agribisnis
yang efektif dan efisien ( Sa’id 2001 ).

Dalam menciptakan subsistem agribisnis yang mampu berperan


satu sama lain perlu dilakukan analisis terlebih dahulu mengenai struktur
peran penting satu sama lain agar menciptakan sistem yang efisian dan
efektif. Adapun sistem agribisnis dan lembaga penunjangnya menurut (
Soehardjo dalam Sa’id dan intan, 2001 ). sebagai berikut :

8
Subsistem I Subsistem II Subsistem 3 Subsistem 4
Pengadaan dan Produksi Primer ( Pengolahan Pemasaran
penyaluran Sarana Budidaya (Agroindustri Hilir
produksi ( Pertanian) )
Agroindustri Hulu )

Lembaga Penunjang Agribisnis

Pertanahan, Keuangan, Penelitian,


dsb, )

Gambar 1.1 : Sisem agribisnis dan lembaga penunjangnya


( Soehardjo dalam Sa’id dan intan, 2001 ).

Subsistem agribisnis adalah sistem yang terbagi dalam


pengolahan produksi. Adapun bagian yang terbagi dalam subsistem
agribisnis sebagai berikut :

2.3.1 subsistem agribisnis hulu

Maulidah (2012), mengemukakan bahwa subsistem agribisnis


hulu merupakan subsistem yang menyediakan sarana produksi pertanian
mulai dari benih, bibit, pakan ternak, pupuk, obat untuk memberantas
organisme pengganggu tanaman, lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat
pertanian, mesin, serta peralatan produksi pertanian.
Subsistem hulu merupakan industri yang menghasilkan barang-
barang yang mendukung kegiatan pertanian, meliputi industri pembibitan
tanaman maupun ternak, industri agrokimia (pupuk, pestisida, dan obat-
obatan), dan industri agro otomotif (mesin dan peralatan pertanian) seta
industri pendukung lainnya. (Departemen Pertanian, 2001)

9
Subsistem hulu merupakan suatu kegiatan penyediaan sarana
produksi atau input produksi yang juga menyangkut kegiatan penyaluran
atau distribusi serta mencakup perencanaan, pengelolaan sarana
produksi, teknologi dan sumberdaya agar kegiatan penyediaan sarana
produksi usahatani memenuhi kriteria yang direncanakan atau
diharapkan. (Departemen Pertanian 2001)

2.3.2 Subsistem agribisnis hilir

Subsistem agribisnis hilir merupakan suatu subsistem yang


didalamnya terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk
usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari
produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke
konsumen di dalam maupun luar negeri. Sebagian lainnya mengalami
proses pengolahan terlebih dahulu kemudian didistribusikan ke
konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah pengumpul produk,
pengolah, pedagang, penyalur ke konsumen, pengalengan.
(Maulidah,2012).

Subsistem agribisnis hilir adalah suatu subsistem agribisnis yang


terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan
pemasaran komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan
komoditas primer adalah memperoduksi produk olahan baik produk
setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen
dengan menggunakan bahan baku komoditas primer. Kegiatan ini juga
sering disebut agroindustri. Contoh kegiatan pengolahan primer yang
menghasilkan produk adalah pabrik tepung terigu, maezena, tapioka, dan
sebagainya. Sedangkan contoh kegiatan komoditas primer yang
menghasilkan barang jadi adalah pabrik makanan dan minuman sari buah
atau sirup. Kegiaan pemasaran mulai berlangsung dari pengumpulan

10
komoditas primer sampai pengeceran kepada konsumen.
(Soekartawi,1993).

Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana


di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari
penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai
tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses
pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan,
pengeringan, dan peningkatan mutu (Hermawan,2012).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa subsistem agribisnis


hilir ialah usaha yang melibatkan produk perusahaan dalam meningkatkan
kualitas nilai ekonomi produk dengan menggunakan pola pemilahan,
pengemasan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai ke
tangan konsumen adapun struktur subsistem agribisnis hilir menurut
(firdaus, 2008) sebagai berikut :

SUBSISTEM HILIR

PENGUMPULAN PENGOLAHAN PENYIMPANAN &


DISTRIBUSI

Tabel 1.1 : Gambar Struktur subsistem agribisnis hilir menurut


Firdaus,(2008).

2.4 Kelembagaan

11
Kelembagaan merupakan peran penting dalam sebuah
pencapaian tujuan visi maupun misi. Lembaga memiliki peran dan fungsi
dalam struktur yang sistematis dengan masing-masing memiliki tujuan
tertentu. Adapun penjelasan mengenai fungsi lembaga, peran lembaga,
pengertian lembaga dan kelembagaan adalah sebagai berikut :

2.4.1 Pengertian Kelembagaan

Menurut Surbakti (2010), kelembagaan dibentuk oleh kalangan


legislatif dan eksekutif karena ada kebutuhan para anggota parlemen
yang ditentukan berdasarkan pengangkatan untuk mengadakan kontak
dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Partai
politik terbentuk dan menjalankan fungsi dan muncul partai politik lain
yang terbentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini
biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar
politik berdasarkan penilaian bahwa partai politik yang dibentuk
pemerintah tidak mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan
mereka. Hal ini tidak hanya dapat ditemui dalam wilayah atau bangsa
yang tengah dijajah yang membentuk partai politik sebagai alat
memobilisasi masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Kelembagaan diartikan sebagai aturan main, norma-norma,


larangan-larangan, kontrak, kebijakan dan peraturan atau perundangan
yang mengatur dan mengendalikan perilaku individu dalam masyarakat
atau organisasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam mengontrol
lingkungannya serta menghambat munculnya perilaku oportunis dan
saling merugikan sehingga perilaku manusia dalam memaksimumkan
kesejahteraan individualnya lebih dapat diprediksi. Definisi tersebut
mengimplikasikan 2 komponen penting dalam kelembagaan, yaitu aturan
main (Irules of the game) dan organisasi (players of the game). Keduanya
sulit dipisahkan karena organisasi dapat berjalan apabila aturan main
mengizinkan atau memungkinkan, sebaliknya aturan main disusun,
dijalankan, dan ditegakkan oleh organisasi. (Nugroho, 2010).

12
2.4.2 Pengertian lembaga

Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga (institution) adalah


organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang
mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam
kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk
mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat ada yang
berasal dari adat kebiasaan mereka turun-temurun tetapi ada pula yang
baru diciptakan baik dari dalam maupun mengadopsi dari luar.
Kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi
dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu,
kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam
membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya.

Bahwa secara sosiologis, istilah lembaga dapat diartikan sebagai


suatu format yang mantap, stabil, terstruktur, dan mapan (estabilished).
Dalam pengertian ini lembaga sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi
peranan yang menjalankan fungsi masyarakat secara terus menerus dan
berulang-ulang. (Anwar,Adang 2013).

2.4.3 Fungsi Lembaga

Menurut Soerjono,Soekanto (2006), lembaga sosial memiliki


fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan bimbingan kepada anggota komunitas, bagaimana


mereka harus bersikap atau bertindak dalam menangani masalah
yang timbul atau berkembang di masyarakat, termasuk yang
berkaitan dengan pemenuhan hubungan.
2. Menjaga integritas masyarakat yang bersangkutan
3. Memberikan bimbingan kepada masyarakat untuk melakukan
sistem kontrol sosial, anggota sistem pengawasan publik.

Menurut Horton,Hunt (1982) fungsi lembaga sosial adalah:

13
1. Fungsi Manifest atau fungsi sebenarnya fungsi dari lembaga
menyadari dan diakui oleh seluruh masyarakat
2. Fungsi laten atau fungsi fungsi rahasia dari lembaga sosial yang
tidak diakui atau bahkan tidak diinginkan atau jika diikuti dianggap
sebagai produk sampingan dan umumnya tidak terduga.

Fungsi kelembagaan dalam masyarakat, antara lain adalah : (1)


memberikan pedoman terhadap anggota-anggota masyarakat tentang
bagaimana mereka harus bertingkah laku dan bersikap, (2) menjaga
keutuhan di masyarakat yang bersangkutan, dan (3) memberikan
pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian
social (social control). Aturan main sebagai komponen kelembagaan untuk
memberikan pedoman tentang tatacara bagi. Pada sisi lain peran
kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya diupayakan untuk : (1)
membangun kerangka umum pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), (2)
mengarahkan dalam mengatur pemanfaatan sumberdaya alam, (3)
mengatur perilaku dan kebijakan, (4) menginternalisasikan biaya
oportunitas ke dalam nilai (harga) SDA, dan (5) menjamin kepentingan
untuk menunjang sistem keamanan pemanfaatan SDApelaksanaan dan
pelanggaran dari semua pedoman dan ketetapan yang telah disepakati
dalam masyarakat. Peran ketiga komponen tersebut berpengaruh besar
terhadap efektivitas pelaksanaannya dalam masyarakat untuk
memberikan layanan, hak dan kewajiban terhadap pemanfaatan dan
penggunaan suatu sumber daya. (Jafar ,2015).

2.4.4 Peran Lembaga

Dalam kamus bahasa Indonesia menyebutkan pengertian peran


adalah :

14
1. Peran adalah pemain yang diandalkan dalam sandiwara maka ia
adalah pemain sandiwara atau pemain utama.
2. Peran adalah bagian yang dimainkan oleh seorang pemain dalam
sandiwara, ia berusaha bermain dengan baik dalam semua peran
yang diberikan.
3. Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)
terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan
suatu peran.

Soerjano, (2002) analisis terhadap perilaku peranan dapat


dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Ketentuan peranan
2. Gambaran peranan
3. Harapan peranan

Batasan yang digunakan dalam analisis kelembagaan yang terkait


dengan pengembangan usaha jamur tiram diadopsi dari pengertian yang
dikemukakan oleh Koentjoroningrat (1994) dalam Rayhana (2014) bahwa
kelembagaan atau pranata sosial merupakan sistem tata kelakuan dan
hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Dari pengertian tersebut,
terdapat tiga komponen kelembagaan, yakni : pengorganisasian, fungsi
dan aturan main. Organisasi dalam sistem kelembagaan berfungsi
sebagai wadah untuk memberlakukan segala perangkat aturan atau
norma untuk mencapai tujuan. Berkaitan dengan hal tersebut, organisasi
dalam suatu sistem kelembagaan mempunyai dua fungsi pokok, yaitu
sebagai operative institution dan sebagai regulative institution. Sebagai
operative institution, suatu sistem kelembagaan menghimpun berbagai
pola, tata cara atau perangkat aturan dalam mengelola aktivitas
masyarakat atau stakeholders yang diperlukan untuk mencapai tujuan

15
lembaga. Sedangkan sebagai regulative institution, suatu sistem
kelembagaan bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan setiap aktivitas
anggota masyarakat atau stakeholders. Sebagai institusi yang melakukan
pengendalian sumberdaya, peran kelembagaan terkait dengan tiga aspek,
yaitu : kepemilikan atau property right, batasan kewenangan dan aspek
keterwakilan atau rule of representative.
Peran lembaga dalam agribisnis merupakan lembaga yang
mengelola baik itu informasi, data, penelitan, wawasan pengetahuan,
keterampilan, pengelola sumber daya yang memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan agribisnis secara langsung maupun tidak. Lembaga yang
berperan pada agribisnis dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembagan agribisnis, pendukung, serta penunjang sistem agribisnis.

2.5 Lembaga Subsistem Agribisnis hilir

Subsistem agribisnis hilir adalah suatu subsistem agribisnis yang


terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pengolahan komoditas primer dan
pemasaran komoditas primer atau produk olahan. Kegiatan pengolahan
komoditas primer adalah memperoduksi produk olahan baik produk
setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikonsumsi konsumen
dengan menggunakan bahan baku komoditas primer. Kegiatan ini juga
sering disebut agroindustri. Contoh kegiatan pengolahan primer yang
menghasilkan produk adalah pabrik tepung terigu, maezena, tapioka, dan
sebagainya. Sedangkan contoh kegiatan komoditas primer yang
menghasilkan barang jadi adalah pabrik makanan dan minuman sari buah
atau sirup. Kegiaan pemasaran mulai berlangsung dari pengumpulan
komoditas primer sampai pengeceran kepada konsumen. (Soekartawi,
1993).

Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana


di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari
penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat

16
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai
tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses
pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan,
pengeringan, dan peningkatan mutu (Hermawan, 2012).

Menurut Abidin (2003) bahwa sub system agribisnis hilir


merupakan usaha mengolah produk industry agribisnis budi daya beserta
kegiatan distribusi dan perdaganganya. Yang termasuk dalam sub system
adalah rumah pemotongan ayam (RPA), industri pengalengan daging dan
telur ayam ras serta aneka industry yang menggunakan daging dan telur
ayam ras sebagai bahan baku industrinya.

2.5.1 Jenis Lembaga (Bergerak disektor Hilir)


Lembaga yang bergerak terhadap susbsistem agribisnis memiliki
banyak jenis diantaranya adalah :

2.5.1.1 Lembaga Industri Pengolahan


Menurut Mubyarto (1994) ada beberapa pengertian industri hilir
adalah :

- Industri yang mengolah hasil pertanian


- Industri yang mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi
- Industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku
- Industri yang didirikan di bagian hilir aliran sungai
- Industri yang mengolah bahan pakan ternak
- Industri yang mencukupi kebutuhan pokok rakyat dan padat karya
sehingga dapat mengurangi pengangguran.
2.5.1.2 Kelembagaan pemerintahan
Kelembagaan pemerintahan yang dimaksud disini adalah dinas
pertanian yang bergerak dibidang pendukung penanganan sistem
agribisnis dari hulu ataupun hilir. Lembaga dinas pertanian ini yang
kemudian terbagi berdasarkan kebutuhan sumberdaya itu sendiri mulai

17
dari bidang penyuluhan, bidang penyedia subsidi, bidang distributor
pupuk, bibit,dan alsintan, bidang pemasaran, hingga bidang konsultasi
mengenai permasalahan pertanian.

2.5.1.3 Koperasi simpan pinjam

Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Koperasi adalah


badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
azas kekeluargaan.

Menurut Fay dalam Hendrojogi (2012) koperasi adalah suatu


perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri dari atas
mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak
memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing
sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat
imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.
Menurut Djojohadikoesoemo dalam Hendrojogi (2012) koperasi adalah
perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri
hendak berkerja sama untuk memajukan ekonominya.

2.5.1.4 Lembaga pemasaran

Lembaga tataniaga atau pemasaran adalah bagian-bagian yang


menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-
barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen
(Hanafiah,1986).

Saluran tataniaga adalah alur barang produksi dari pihak


produsen ke pihak konsumen melalui lembaga tataniaga. Panjang
pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil produksi

18
tergantung dari beberapa faktor yaitu jarak antara produsen ke konsumen,
cepat tidaknya dapat terpengaruh berupa produk rusak, skala produksi
dan posisi keuangan pengusaha .

Menurut Rahardja (2003), lembaga-lembaga dalam proses


distribusi barang dari produsen ke konsumen dapat dikelompokkan
menjadi empat golongan antara lain:

1. Pedagang yaitu pedagang besar dan pedagang kecil

2. Perantara khusus yaitu agen, makelar, dan komisioner.

3. Eksportir dan importir

4. Lembaga-lembaga pembantu dalam proses distribusi yaitu bank,


asuransi, pengepakan (packing), perusahaan pengangkutan,
perusahaan periklanan dan konsultan (Anonim, 2011). Lembaga
dan Saluran Tataniaga :

Saluran pemasaran dapat berbentuk secara sederhana dan rumit.


tergantung lembaga pemasaran dan sistem pasar. Sistem pasar yang
memonopoli mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana,
sedangkan dibandingkan dengan sistem pasar yang lain. komoditi
pertanian yang lebih cepat ke tangan konsumen dan yang tidak mungkin
nilai ekonomi yang tinggi, biasanya mempunyai saluran pemasaran yang
relatif sederhana. hal demikian tergantung dari macam komoditi lembaga
pemasaran dan sistem pasar. Pemasaran atau marketing pada prinsipnya
adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. fungsi saluran
pemasaran ini sangat penting , khususnya dalam melihat tingkah harga di
masing-masing lembaga pemasaran.

19
Lain lagi apabila diutamakan Fungsi yang dilakukan dan skala
usaha. Misalnya pedagang pengumpul membeli barang secara
dikumpulkan baik dari produsen atau pedagang perantara dengan skala
yang relatif besar dibandingkan dengan skala usaha pedagang perantara.
Begitu pula halnya dengan pedagang besar, mempunyai skala usaha
yang lebih besar daripada pedagang pengumpul. Dari hal diatas dapat kita
simpulkan bahwa makin majunya tingkat pengetahuan produsen,lembaga
pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, makin
semakin rata distribusi keuntungan yang diterima (Anonim, 2011).

Industri perkebunan kelapa sawit ditinjau dari aspek finansial


merupakan salah satu usaha di bidang agribisnis yang memberikan
keuntungan. Dalam menjalankan Industri perkebunan kelapa sawit
terdapat 2 jenis pengelolaan, yakni dikelola secara mandiri (perkebunan
masayarakat) dan dikelola dalam bentuk perusahaan (perkebunan besar).
Para perusahaan dalam menjalankan usahanya benar-benar dikelola
sebagai usaha dengan memperoleh pendapatan dengan skala besar. Lain
halnya dengan para petani masyarakat yang dalam menjalankan
usahanya relatif kurang memberikan keuntungan, sehingga sebagian kecil
para petani dalam melakukan usahanya sebagai usaha hanya untuk
menutupi kebutuhan ekonominya.

Saluran tataniaga dipengaruhi juga adanya produk yang


dihasilkan secara periodik dan produsen relatif tersebar. Sebagai
konsekuensinya harga Kelapa sawit sangat dipengaruhi fluktuasi pasokan
dan saluran pemasaran. Secara umum usaha para petani mandiri kelapa
sawit, hasil produksinya dijual kepada para pengepul yang terdapat di
desa-desa kemudian ke perusahaan pengolahan industri yang berada
dalam satu wilayah maupun di luar wilayah kabupaten.
Petani mandiri dalam melakukan penjualan sebagian besar adalah
kepada pedagang pengumpul. Para perkebunan besar dalam upaya

20
memperoleh komoditas pengolahannya memperoleh pasokan dari para
petani dan pengepul. saluran dalam sistem pemasaran kelapa sawit
yaitu:Saluran I : Petani – Perusahaan – Konsumen Saluran II : Petani –
Pengepul - Perusahaan –KonsumenSaluran III : Petani – Pengepul –
Pengepul Besar – Perusahaan – Konsumen

Perkebunan sawit besar menggunakan saluran I, karena perkebunan


sawit besar menjual produksi kelapa sawit semuanya diolah lalu dijual ke
konsumen. Sedang petani mandiri memasarkan produksi melalui kelima
saluran pemasaran.

2.6 Penelitian terdahulu

Adapun penelitian teradahulu yang relevan pada jenis penelitian


ini tentang Model Struktural Peran Lembaga Pada Subsistem Agribisnis
Hilir Kelapa Sawit Di Kabupaten Nunukan mengenai model struktural yang
berpengaruh pada kinerja subsistem agribisnis hilir ditinjau dari faktor-
faktor eksternal ini adalah

2.6.1. Judul & Nama Pengarang : Rayhana Jafar 2016 “Analisis


Sistem Kelembagaan Dalam Perencanaan Dan Strategi Pengembangan
Usaha Jamur Tiram Di Kabupaten Enrekang”.

Tujuan: 1) Untuk mengidentifikasi dan menentukan lembaga-


lembaga yang seharusnya berperan dalam perencanaan dan
pengembangan usaha jamur tiram. 2) Untuk menganalisis dan
menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab lemahnya fungsi
koordinasi antar lembaga dalam perencanaan dan pengembangan usaha
jamur tiram. 3) Untuk menganalisis dan menentukan program yang
strategis dalam perencanaan dan pengembangan usaha jamur tiram.
Metode pengambilan sampel : Populasi dalam penelitian ini
adalah ahli/praktisi yang terlibat langsung dalam peran lembaga dan

21
pengusaha kelapa sawit di Kabupaten Nunukan. Penelitian ini
dilaksanakan melalui pendekatan sistem pakar (expert system approach)
menggunakan metode survey (Eriyatno,1999). Penetapan sampel
dilakukan melalui teknik purposive sampling dengan ketentuan mewakili
personil pada bidang/instansi masing-masing. Penelitian dengan model
analisis ISM tidak membutuhkan jumlah sampel yang besar
(Eriyatno,1999). Jumlah ahli/praktisi sebagai sampel yang dikhsuskan
cukup beberapa orang dengan prioritas yang memiliki tingkat
pemahaman, penguasaan dan/atau terlibat langsung dalam bidang tugas
struktural dan peran lembaga kelapa sawit. Penetapan sampel sebanyak
20 orang terdiri dari para ahli/praktisi dari berbagai lembaga/instansi
terkait.
Analisis Data : Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data model Interpretative Structural Modelling (ISM) untuk
mencapai tujuan penelitian.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode
analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) dan pembahasan studi
empirik dapat disimpulkan bahwa :
1. Lembaga-lembaga yang seharusnya berperan dalam perencanaan dan
pengembangan usaha jamur tiram adalah (1) BP3K, (2) Dinas
Koperasi, UKM dan Perindag, (3) Kantor Ketahanan Pangan (4)
Gapoktan Kelompok Tani, (5) BP4K, (6) Dinas Pertanian dan
Perkebunan, (7) BPMPD, (8) Bappeda, (9) Unit Usaha Koperasi, dan
(10) Dinas Kehutanan. Diantara ke -10 lembaga tersebut ada 4
lembaga yang merupakan lembaga pemeran kunci yaitu: (1) BP3K, (2)
Dinas Koperasi, UKM dan Perindag, (3) Kantor Ketahanan Pangan dan
(4) Gapoktan/Kelompok Tani,
2. Faktor penyebab lemahnya fungsi koordinasi dalam perencanaan dan
pengembangan usaha jamur tiram adalah (1) Lemahnya

22
pembinaan/pelatihan (2) Ketidakterlibatan lembaga-lembaga dari awal,
dan (3) Lemahnya Pengorganisasian.
3. Program yang lebih strategis dalam perencanaan dan pengembangan
usaha jamur tiram adalah (1) Penyediaan/akses sumberdaya modal,
(2) Jaminan Harga Jamur Tiram, (3) Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan petani, dan (4) Pengefektifan penyuluhan dilapangan.
B. Saran
Untuk pengembangan usaha jamur tiram di Kabupaten Enrekang,
guna mendukung program pemerintah daerah yaitu mewujudkan
Kabupaten Enrekang sebagai daerah agropolitan yang lebih maju, unggul
dan sejahtera, diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Disarankan kepada pemerintah daerah dalam pengembangan usaha
jamur tiram untuk lebih mengoptimalkan peran lembaga-lembaga yang
merupakan lembaga pemeran kunci yaitu BP3K, Dinas Koperasi, UKM
dan Perindag, Kantor Ketahanan Pangan, dan Gapoktan/Kelompok
Tani melalui koordinasi antar lembaga-lembaga terkait.
2. Pembinaan/pelatihan sumber daya manusia dalam pengembangan
usaha jamur tiram perlu ditingkatkan dengan melibatkan semua
stakeholders yang terkait dalam berbagai bentuk kegiatan sehingga
diharapkan mampu menghasilkan tenaga-tenaga terampil.
3. Pemerintah Kabupaten Enrekang diharapkan mampu memfasilitasi
pengembangan usaha jamur tiram dengan kemudahan mengakses
modal melalui sistem kerjasama antara lembaga-lembaga pemeran,
diantaranya perbankan dan unit usaha koperasi sehingga kontribusi
lembaga tersebut dapat dirasakan oleh petani.

2.6.2. Judul dan Nama Pengarang : Suharjito Dan Marimin 2008 “Model
Kelembagaan Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit Di Indonesia.:
Tujuan : Kajian ini bertujuan untuk merumuskan model
kelembagaan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang tepat

23
berdasarkan berbagai kriteria dan penilaian dari pendapat pakardengan
menggunakan metode ISM dan AHP.
Tata Laksana : Tata laksana penelititan ini meliputi:
pengumpulan data, pemilihan industri hilir kelapa sawit yang tepat,
penyusunan model kelembagaan pengembangan industri hilir kelapa
sawit dan pemilihan strategi pengembangan industri hilir kelapa sawit.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil diskusi mendalam dan brainstorming dengan
pakar untuk menyusun hierarki pemilihan strategi dengan AHP dengan
tools criterium decision plus dan menentukan elemen dan sub elemen
dalam formulasi model kelembaggaan dengan ISM. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari studi literatur dan browsing internet untuk
mendapatkan informasi tentang perkembangan dan kondisi komoditas
kelapa sawit yang dikaji.
Kesimpulan dan Saran :
Berdasarkan hasil pemilihan industri hilir kelapa sawit dengan
metode MPE, diperoleh alternatif industri hilir dengan nilai tertinggi adalah
industri biodiesel (methyl ester, pelumas, dll). Berdasarkan model
kelembagaan industri hilir kelapa sawit dengan metode ISM, diperoleh
elemen kunci tujuan adalah mewujudkan kelembagaan yang kuat, elemen
tolok ukur kunci adalah meningkatnya produktifitas kebun, elemen kunci
hambatan adalah Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung
dan Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, elemen kunci lembaga
adalah pemerintah daerah dan elemen kunci peran pemerintah adalah
membuat kebijakan yang konsisten.
Berdasarkan hasil analisis strategi dengan metode AHP, diperoleh
alternative strategi pengembangan industri hilir yang paling baik adalah
pemberian insentif usaha industri hilir kelapa sawit, diikuti oleh strategi
pemberian kredit lunak.
Saran

24
Perlu dilakukan kajian lebih mendalam hasil pemilihan industri hilir terpilih
dengan kelayakan financial dan kapasitas industri yang tepat untuk dapat
mengimplementasikan strategi dengan baik. Perlu dibuat grand disain
pengembangan industri hilir kelapa sawit ini dikaitkan dengan ketersedian
infrastruktur dan peraturan investasi yang konsisten.

2.6.3. Judul dan Nama pengarang : Ririn Irnawati1*, Domu Simbolon,


Budy Wiryawan, Bambang Murdiyanto, Tri Wiji Nurani2 2013 Judul :
“Teknik Interpretative Structural Modeling (Ism) Untuk Strategi
Implementasi Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Taman Nasional
Karimunjawa” .
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi
yang tepat dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di
TNKJ dengan menggunakan teknik interpretative structural modelling
(ISM).
Metode Pengambilan Sample : Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2009-Oktober 2010 di TNKJ Kecamatan Karimunjawa
Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Strategi implementasi model
dilakukan melalui wawancara dengan stake- holders kegiatan perikanan
tangkap di TNKJ. Stakeholder meliputi nelayan, pengelola TNKJ, Dinas
Kelautan dan Perikanan, pengelola pelabuhan perikanan, PEMDA, serta
peneliti dan pakar di bidang perikanan.
Analisis Data : Keberhasilan implementasi model
pengelolaan dianalisis dengan teknik ISM. ISM adalah proses pengkajian
kelompok (group learning process) di mana model-model struktural
dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem,
melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis
serta kalimat. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan
memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar
elemen dan tingkat hierarki. Aspek yang terkait dalam implementasi model

25
dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi
sejumlah subelemen (Eriyatno 2003; Marimin 2004; Nurani 2010).

Kesimpulan dan Saran : Terdapat lima elemen sistem yang perlu


diperhatikan dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di
TNKJ, yaitu (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kendala utama;
(3) tolok ukur; 4) aktivitas yang diperlukan; dan (5) lembaga yang terlibat.
Subelemen kunci sebagai faktor yang berperan penting bagi keberhasilan
implementasi model dari masing-masing elemen secara berurut yaitu
nelayan, konflik kepentingan pemanfaatan perairan, keberlanjutan SDI,
berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
nelayan, koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja
pengelolaan zonasi dan SDI, serta DKP provinsi dan DKP kabupaten.
Saran yang perlu dipertimbangkan adalah teknik ISM perlu lebih banyak
diaplikasikan dalam kajian di bidang perikanan tangkap karena bidang
perikanan merupakan suatu sistem yang memiliki kompleksitas tinggi dan
melibatkan banyak stakeholder.

2.6.4. Judul dan Nama pengarang : Makmur Sianipar 2012.


“Penerapan interpretative struktural modelling ( ISM ) dalam penentuan
elemen pelaku dalam pengembangan kelembagaan sistem bagi hasil
petani kopi dan agroindustri kopi di Perumahan Bogor”.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
pelaku-pelaku kunci dalam pengembangan kelembagaan sistem bagi
hasil antara petani kopi dan agroindustri kopi.
Metode Pengambilan Sampel : Penelitian ini menggunakan
metode Interpretative Structural Modeling ( ISM). ISM adalah teknik
pemodelan deskriptif yang merupakan alat strukturisasi untuk suatu
hubungan langsung (Saxena et al. 1992). Dasar pengambilan keputusan
dalam teknik ISM adalah kelompok. Model struktural dihasilkan guna
memotret masalah kompleks dari suatu sistem, melalui pola ynag

26
dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat.
Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditransformasikan
menjadi model sistem yang tampak (visible).

Analisis Data : Bagian petama dari teknik ISM adalah


melaukan penyusunan hirarki. Penentuan tingkat hirarki dapat didekati
dengan lima kriteria (Eriyatno 1998) yaiyu (1) kekuatan pengikat (bond
strength) di dalam dan atau antar kelompok/ tingkat, (2) frekwensi relatif
dari oksilasi; tingkat yang lebih rendah lebih cepat terguncang
dibandingkan tingkat diatasnya, (3) konteks; tingkat yang lebih tinggi
beroperasi pada jangka waktu lebih lambat dalam ruang yang lebih luas,
(4) liputan; tingkat yang lebih tingggi mencakup tingkat dibawahnya, dan
(5) hubungan fungsional; tingkat yang lebih tinggi mempunyai peubah
lambat yang mempengaruhi peubah cepat di tingkat bawahnya.
Bagian kedua dari teknik ISM adalah membagi substansi yang
sedang ditelaah ke dalam elemen-elemen dan sub-sub elemen secara
mendalam sampai dipandang memadai. Penyusunan subelemen ini
menggunakan masukan dari kelompok yang terkait. Selanjutnya
ditetapkan hubungan kontekstual antar subelemen,yang dinyatakan dalam
terminologi sub ordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan.
Berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual, disusun Structural Self
Interaction Matrix (SSIM), kemudian dibuat tabel Reachability Matrix
(RM) dan perhitungan menurut Transivity Rule dengan melakukan koreksi
terhadap SSIM sampai diperoleh matriks yang tertutup. RM yang telah
memenuhi transity rule kemudian diolah untuk menetapkan pilihan
jenjang (level partition). Hasilnya dapat digambarkan dalam bentuk
skema setiap elemen menurut jenjang vertikal dan horisontal.
Berdasarkan RM, sub elemen di dalam satu elemen dapat disusun
menurut Driver Power Dependence (DP-P) menjadi 4 klasifikasi atau
sektor yaitu sektor ketergantungan, sektor linkage, sektor autonomuos I
dan sektor autonomuos II seperti terlihat pada Gambar 1.

27
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap identifikasi sistem,
tahap identifikasi pelaku, dan tahap penentuan struktur elemen pelaku
dalam pengembangan kelembagaan. Penelitian ini akan dilaksanakan di
daerah Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Uatara, mulai bulan Januari
2011 – Desember 2011. Tahapan dan kerangka pemikiran penelitian
disajikan pada Gambar 2.
Kesimpulan dan Saran : Lembaga yang berperan kunci untuk
mendorong keberhasilan sistem manajemen bagi hasil dari hasil ISM
adalah fasilitator dan agroindustri. Pelaku lain yang juga mempunya daya
dorong tinggi untuk mendorong berjalannya sistem bagi hasil berturut-turut
adalah pedagang pengumpul, lembaga keuangan dan bank, eksportir dan
pemerintah daerah. Kelima elemen pelaku ini berada pada sektor
independent sehingga mempunya daya dorong besar terhadap sistem
walaupun tidak tergantung pada sistem. Pelaku yang tergantung pada
sistem adalah petani, pemerintah pusat, kopkelompok tani, perguruan
tinggi dan lembaga litbang. Ke empat pelaku yang berada pada sektor
ketergantungan ini akan terlibat dalam sistem bagi hasil bila pelaku
lainnya telah berpartisipasi dalam mendorong berjalannya sistem bagi
hasil

2.6.5. Judul dan Nama Pengarang : Tenten Tedjaningsih 2018 Peran


Kelembagaan dalam Pengembangan Agribisnis Mendong di Kabupaten
Siliwangi.
Tujuan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1)
Mengidentifikasi kelembagaan agribisnis yang berperan dalam usahatani
mendong, (2)Mengetahuitingkat kinerja kelembagaan agribisnis dalam
usahatani mendong, dan (3) Mengetahui tingkat kepuasan petani
terhadap kinerja kelembagaan agribisnis dalam usahatani mendong.
Metode Pengambilan Sampel : Pelaksanaan penelitian ini
menggunakan metode survei, pengambilan sampel menggunakan
simple random samplingterhadap petani mendong di Kecamatan

28
Manonjaya dengan jumlah sampel sebanyak 25 orang. Data yang
diperoleh dianalisis secaradeskriptifkualitatif dankuantitatif. Untuk
mengetahui tanggapan petani terhadap pelayanan fungsi kelembagaan
agribisnis digunakan Importance Performance Analysis (IPA) atau
Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja/Kepuasan Pelanggan (John
dan James dalam Supranto, 2006), dan digambarkan dalam diagram
Kartesius. Kepuasan petani terhadap kinerjanya digunakanConsumer
Satisfaction Index (Aritonang, 2005).

2.6 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan telaah pustaka yang telah dipaparkan pada bagian


sebelumnya, maka dibangunlah sebuah kerangka pemikiran yang
nantinya akan diuji hubungannya melalui penelitian ini Pada skema
kerangka berpikir seperti pada gambar 2.6 dibawah merupakan alur
pemikiran mulai dari mengumpulkan informasi data kelembagaan apa
saja yang mempunyai peran penting pada subsistem agribisnis hilir
dengan cara atau metode Analisis ISM. Setelah diselidiki maka
selanjutnya adalah kita mengetahui identifikasi lembaga apa saja yang
berperan pada subsistem agribisnis hilir dan mengetahui model struktural
yang mengarah pada peran lembaga sehingga dapat diketahui seperti apa
model strukturalnya. Setelah dilakukan penelitian dan dapat diketahui apa
saja lembaga yang berperan dan seperti apa model struktural peran
lembaga maka kita dapat memberikan rekomendasi yang kemudian
mengarah pada perbaikan subsistem agribisnis hilir kelapa sawit. .
Adapun model yang digambarkan sebagai kerangka pikir dalam penelitian
sebagai berikut.

KERANGKA PEMIKIRAN

SUBSISTEM HILIR AGRIBISNIS


KELAPA SAWIT
29
KELEMBAGAAN/LEMBAGA

IDENTIFIKASI LEMBAGA ANALISIS MODEL STRUKTURAL PERAN


YANG BERPERAN ISM LEMBAGA

REKOMENDASI

Gambar 2.6. Skema Kerangka Pikir Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

30
3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi kalimantan


utara tepatnya di Kabupaten nunukan. Dengan waktu penyusunan
proposal hingga skripsi bukan 3 Maret 2019 sampai dengan 3 November
2019.

3.2 Metode penentuan sampel

Menurut Sugiyono (2016:82) terdapat dua teknik sampling yang


dapat digunakan, yaitu :

1.Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang sama bagi setiap unsur (Anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random
sampling, proportionate stratifed random sampling, disproportionate
stratifies random sampling, sampling area (cluser).
2.Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi,
sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan yaitu non


probability sampling dengan teknik purposive sampling.

Menurut Arikunto (2006), teknik mengambil sampel dengan tidak


berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan berdasarkan atas
adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis memilih teknik Purposive


Sampling yang menetapkan sampel dari adanya pertimbangan yang
berfokus pada tujuan tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel
yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi

31
sampel yaitu lembaga-lembaga yang memliki peran pada subsistem
agribisnis hilir.

3.3 Jenis dan sumber data


Adapun jenis dan sumber data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
3.3.1 Jenis Data
Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan jenis data kualitatif.
Data kualitatif, yaitu data yang disajikan dengan bentuk kata verbal dan
bukan dalam bentuk angka. yang termasuk dalam data kualitatif dalam
penelitian ini yaitu struktur organisasi, keadaan lembaga dan peran
lembaga pada subsistem agribisnis hilir., keadaan atau hubungan
kelembagaan, Dalam hal ini data kualiitatif yang diperlukan adalah : model
struktural peran Lembaga pada subsistem agribisnis hilir.

3.3.2 Sumber Data

Yang dimaksud sumber data pada penelitian ini adalah subyek


dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan dua sumber data yaitu : 1. Sumber data primer, yaitu data
yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber
pertamanya. 2. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung
dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat
juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.
Yang dikelola melaui data Badan Pusat Statistik, Dinas pemerintahan.
Dalam penelitian ini, dokumentasi dan angket merupakan sumber data
sekunder.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah 8 Bulan ditambah


dengan pembuatan proposal selama 3 bulan terhitung sejak Januari 2019

32
– Desember 2019 dalam penelitian ini penulis melibatkan langsung
pimpinan lembaga, pemilik kebun, koperasi dan semua yang terkait
dengan penelitan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten nunukan
Provinsi kalimantan utara. Tahapan-tahapan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut :

3.4.1 Penentuan Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah ahli/praktisi yang terlibat
langsung dalam peran lembaga dan pengusaha kelapa sawit di
Kabupaten Nunukan. Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan
sistem pakar (expert system approach) menggunakan metode survey
(Eriyatno,1999). Penetapan sampel dilakukan melalui teknik purposive
sampling dengan ketentuan mewakili personil pada bidang/instansi
masing-masing.
Penelitian dengan model analisis ISM tidak membutuhkan jumlah
sampel yang besar (Eriyatno,1999). Jumlah ahli/praktisi sebagai sampel
yang dikhsuskan cukup beberapa orang dengan prioritas yang memiliki
tingkat pemahaman, penguasaan dan/atau terlibat langsung dalam bidang
tugas struktural dan peran lembaga kelapa sawit. Penetapan sampel
sebanyak 20 orang terdiri dari para ahli/praktisi dari berbagai
lembaga/instansi terkait.

3.4.2 Penetapan Elemen dan Sub-Elemen


a. Elemen adalah unsur penelitian yang ditetapkan dengan
mengacu pada tujuan penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan
tiga elemen, yaitu (1) lembaga-lembaga yang seharusnya
berperan, (2) model struktural peran lembaga (3) analisis dalam
tingkatan peran dan pengembangan kerja sama antar lembaga
kebun sawit.

33
b. Setiap elemen kemudian dijabarkan atas sejumlah elemen
berdasarkan pertimbangan : (1) tujuan penelitian yang akan
dicapai, (2) model analisis yang digunakan dan (3) hasil
konsultasi ahli/pakar dan/pejabat yang berkaitan dengan model
struktural danperan lembaga pada subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit.
c. Untuk mengidentifikasi lembaga yang berperan dalam subsistem
agribisnis Hilir kelapa sawit dan model struktural peran lembaga
subsistem agribisnis hilir kelapa sawit melalui model Interpretative
Structural Modelling (ISM).
3.4.3 Penyusunan Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi yang
kemudian dikembangkan sehingga diperoleh informasi secara mendalam
sesuai dengan tujuan penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas tiga seri sesuai dengan tujuan penelitian yang
ingin dicapai (Kuesioner seri A, B, dan C Lampiran 1). Kuesioner A, B, dan
C disusun dengan menggunakan semua elemen sebagai kisi-kisi dan
disusun dalam bentuk pertanyaan dengan membandingkan elemen yang
satu terhadap/dengan yang lainnya secara berpasangan. Kuesioner yang
dimaksudkan untuk menjaring data yang akan dianalisis dengan
menggunakan model Interpretative Structural Modelling (ISM),
menggunakan penilaian perbandingan hubungan kontekstual, dengan
menggunakan simbol-simbol V, A, X dan O.

3.4.4 Wawancara
Kualitas data ditentukan dari hubungan yang komunikatif antara
pewawancara (enumerator) dengan responden. Sebelum memulai
wawancara terlebih dahulu diadakan sosialisasi terhadap responden untuk
memberikan pemahaman tentang keterkaitan antar elemen-elemen yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Sosialisasi ini

34
dimaksudkan agar pewawancara dan responden dapat memahami cara
pengisian kuesioner. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan
kunjungan langsung ke alamat responden.

3.5 Analisis Data


Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) memeriksa (editing) kelengkapan, kejelasan, konsistensi dan
kesesuaian jawaban responden apakah ada kesalahpahaman responden
atau kesalahan pencatatan oleh enumerator, (2) Pengkodean (coding)
jawaban responden yaitu penyusunan daftar kode jawaban responden.
Kode jawaban responden tersedia secara baku, (3) Proses (processing)
data, yaitu menghitung sesuai dengan rencana analisis yang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Interpretative
Structural Modelling (ISM) untuk mencapai tujuan penelitian. ISM adalah
alat analisis yang mampu mengelompokkan peubah (elemen) ke dalam
empat sektor menurut tingkat prioritas dan kepentingannya terhadap
program yang dikaji. Selain itu dapat menunjukkan saling keterkaitan
peubah menurut sektor masing-masing.
Interpretative Structural Modelling (ISM) digunakan untuk
menganalisis data/informasi sebagai berikut : (1) mengidentifikasi
lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem agribisnis hilir kelapa
sawit di kabupaten nunukan. (2) Bagaimana model struktural peran
lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten
nunukan. (3) rekomendasi untuk menyelesaikan model struktural peran
lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten
nunukan.

Adapun tahapan-tahapan dalam analisis ISM adalah sebagai


berikut :

35
1. Menyusun Structural Self-Interaction Matrix (SSIM), yaitu masukan
(penilaian) dari responden terhadap sub-sub elemen di atas, sebagai
hasil pertimbangan hubungan kontekstual, dengan menggunakan
simbol-simbol V, A, X dan O yaitu :
V adalah eij = 1 dan eji = 0
A adalah eij = 0 dan eji = 1
X adalah eij = 1 dan eji = 1
O adalah eij = 0 dan eji = 0
Dalam hal mana angka 1 dan 0 menunjukkan :
1 = ada hubungan kontekstual antar elemen
0 = tidak ada hubungan kontekstual antar elemen.

2. Menyusun tabel Reachability Matrix, dengan mengganti simbol-simbol


V, A, X, O dengan angka 1 dan 0.
3. Menyusun model struktural (tingkat level) setiap elemen.
4. Menyusun Matrix Driver Power – Dependent (DP-D) yang terdiri dari
empat sektor seperti pada Gambar 3.2.

Berdasarkan keempat sektor yang dimaksudkan pada Gambar 3.2


dapat ditetapkan kebijakan (sub-elemen) yang perlu diterapkan
berdasarkan bobot Driver Power–Dependent masing-masing yang
diperoleh dalam analisis yang terdiri dari :
Sektor I : Autonomous, peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan
dengan sistem, dan atau hubungannya sangat kecil, meskipun
hubungan bisa saja kuat.
Sektor II : Dependent, umumnya peubah yang ada di sektor ini adalah
peubah tidak bebas, artinya semua peubah yang ada di
dalamnya merupakan akibat dari tindakan terhadap peubah
lainnya.
Sektor III : Linkage, peubah-peubah yang masuk di sektor ini sangat
penting dan harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan

36
dengan peubah lainnya tidak stabil. Setiap tindakan pada
peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap peubah
lainnya, dan umpan balik peubahnya bisa memperbesar dan
atau menimbulkan dampak yang bam. Dengan kata lain,
setiap tindakan pada tujuan-tujuan (peubah) tersebut akan
menghasilkan sukses, sebaliknya lemahnya perhatian
tersebut akan menyebabkan kegagalan program.
Sektor IV : Independent, peubah ini merupakan peubah bebas, artinya
merupakan kekuatan penggerak yang besar (driver power),
tetapi hanya punya sedikit ketergantungan terhadap yang
lain.

Gambar 3.2. Matrix Driver Power – Dependent (Eriyatno,


1999)

Keterangan :
DP = Driver Power D = Dependent
I = Autonomous II = Dependent
III = Linkage IV = Independent

37
3.6 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah penjelasan mengenai variabel-


variabek yang diteliti untuk memudahkan peneliti selanjutnya dalam
mengolah data dan penelitian selanjuta. Adapun definisi operasional
dalam peneletian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Kelembagaan
Kelembagaan, Institusi, pada umumnya lebih diarahkan
kepada organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi
sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga
mencakup juga aturan main, etika, kode etik. Sikap dan tingkah laku
seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem.
2. .Peran Lembaga

Pengaruh/perilaku dari lembaga-lembaga yang berkaitan


dengan subsistem agribisnis kelapa sawit di Kabupaten nunukan.

3. Pengertian Dependen

Lembaga yang memiliki pengaruh yang dapat berubah


sebagai akibat dampak pengaruh tindakan peubah lainnya.

4. Pengertian Independen
Lembaga yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
lembaga lainnya.
5. Pengertian Linkage
Lembag yang memiliki kekuatan/pengaruh yang stabil
sehingga mudah dipengaruhi oleh peubah lainnya.
6. Pengertian Autonomus

38
Lembaga yang memiliki kekuatan yang lemah dan pada
umumnya tidak berpengaruh dan mungkin memiliki hubungan yang
kecil terhadap peubah lainnya.
7. Pengertian Elemen
Elemen yang terkait dalam penelitian ini adalah lembaga yang
memiliki pengaruh terhadap subsistem agribisnis hilir yakni lembaga
yang berperan pada subsistem agribisnis hilir dan model struktural
peran lembaga.
8. Pengertian subelemen
Subelemen yang terikat pada penelitian ini sebagai berikut 1.
mengidentifikasi lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem
agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten nunukan. (2) Bagaimana
model struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit di kabupaten nunukan. (3) rekomendasi untuk
menyelesaikan model struktural peran lembaga pada subsistem
agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten nunukan. Melaui analisis
ISM ( Interpretative Struktural Modelling ).
9. Pengertian Agribisnis
Agribisnis adalah pengelolaan SDA yang mengutamakan
pengolahan, penanaman, pemasaran sampai pada tahap ke
konsumen mulai hulu sampai hilir.
10. Pengertian Subsistem hilir
Subsistem hilir terdapat tiga tahapan pengolahan
pengumpulan dan pemasaran. Dalam hal ini tiga tahapan ini memiliki
pengaruh dari peran lembaga-lembaga yang terikat.
11. Model Struktural
Model struktural adalah gambaran atau alur yang
menghubungkan lembaga satu dan lainnya dalam fungsi dan peran
masing-masing dengan terstruktur.
12. ISM ( Interpretative Struktural Modelling )

39
Interpretative Structural Modelling (ISM) digunakan untuk
menganalisis data/informasi sebagai berikut : (1) mengidentifikasi
lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit di kabupaten nunukan. (2) Bagaimana model struktural
peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit di
kabupaten nunukan. (3) rekomendasi untuk menyelesaikan model
struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit
di kabupaten nunukan.

40

Anda mungkin juga menyukai