PENDAHULUAN
1
kabupaten yaitu Bulungan, Tana tidung, dan Nunukan dengan hasil
produksi pada tahun 2013 di kabupaten Bulungan 178,957 ribu ton, Tana
tidung 13,00 ribu ton, serta Nunukan 519,726 ribu ton. Untuk produksi
terbanyak kelapa sawit terdapat di kabupaten Nunukan. Luas areal
perkebunan kelapa sawit di kabupaten Bulungan adalah 59,823 Ribu ha,
kabupaten Tana tidung 13,925 ribu ha, dan kabupaten Nunukan 95,791
ribu ha. ( BPS, 2015)
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah dengan luas lahan
perkebunan sawit terbesar diantara Kabupaten yang ada di Provinsi
Kalimantan utara. Kelapa sawit menjadi komoditi unggulan di kabupaten
Nunukan. Lahan yang dibuka untuk perkebunan besar hingga
perkebunan rakyat sejak tahun 2011, tercatat 16 kecamatan yang ada
dinunukan 13 diantaranya merupakan perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan kelapa sawit di wilayah kabupaten Nunukan dikarenakan
beberapa faktor diantaranya adalah lembaga yang berpengaruh
terhadap berjalannya subsistem agribisnis hilir..
Peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir sangat penting
mulai dari kegiatan pengolahan komoditas primer dan sampai pada
pemasaran komoditas serta komoditas primer/produk olahan. Kegiatan
tersebut melibatkan lembaga-lembaga terkait yang dapat meningkatkan
kualitas nilai dan ekonomi dengan menggunakan pola pemilahan,
pengemasan, pengolahan, distribusi dan pemasaran. Tetapi peran
lembaga dalam subsistem tersebut khususnya di Kabupaten Nunukan
saat ini tidak berjalan optimal. Lemahnya koordinasi antar lembaga
terkait mengakibatkan permasalahan-permasalahan yang dirasakan oleh
petani kelapa sawit yang ada di wilayah tersebut sangat kompleks mulai
dari harga tandan buah sawit (TBS) , pemahaman petani tentang cara
penanaman dan memupuk sawit yang baik dan benar, sulit mendapatkan
bibit sawit bersertifikat yang diinginkan dari perusahaan, tidak
terlaksananya sistem koperasi sehingga menimbulkan permasalahan
dengan tengkulak yang mencoba memainkan harga. Menjadikan petani
2
kelapa sawit merasa sangat dirugikan mulai dari pemupukan, harga,
pemasaran, hingga koperasi.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan
penelitian dengan judul Model Struktural Peran Lembaga Pada
Subsistem Hilir Agribisnis Kelapa Sawit Di Kabupaten Nunukan.
1.2 Rumusan Masalah
3
b. Menguji kemampuan pribadi yang sesuai dengan ilmu
yang dipelajari serta cara mencari informasi dengan
observasi langsung di lapangan.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat yang didapatkan oleh perguruan tinggi
adalah sebagai berikut :
a. Mendapat literatur tambahan dari hasil penelitian yang
berhasil diselesaikan oleh penulis sehingga bermanfaat
untuk menambah literatur penelitian di Universitas.
b. Sebagai bahan acuan penelitian mahasiswa selanjutnya
dalam meningkatkan serta menambah penelitian mengenai
model struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis
hilir.
3. Bagi Pemerintahan
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan
dibidang pertanian khususnya kelapa sawit.
b. menentukan kerangka acuan dalam menentukan struktural
kelembagaan pendukung subsistem hilir agribisnis kelapa
sawit di Kabupaten nunkan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Embryophyta
Kelas : Angiospermae
5
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae
Subfamili : Cocoidae
Genus : Elaeis
Soekartawi (1993), Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri
berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha
komersial dalam dunia perdagangan. Agribisnis adalah kesatuan kegiatan
usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai
produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk-produk yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
6
2. Agribisnis adalah sebuah sistem kegiatan yang meliputi tiga
komponen, the farm input sector, the farming sector, and the
procut marketing sector.
3. Agribisnis adalah keseluruhan dan kesatuan dari seluruh
organisasi dan kegiatan mulai dari produksi dan distribusi sarana
produksi, kegiatan produksi pertanian di lahan pertanian sampai
dengan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan turun
sampai distribusi hasil akhir dari pengolahan tersebut ke
konsumen.
7
agribisnis memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan sehingga
agribisnis akan dapat dijalankan dengan baik apabila mekanisme
hubungan antar setiap subsistem agribisnis bekerja dengan baik pula.
Hubungan yang terjadi di antara masing-masing subsistem, misalnya
dapat ditunjukkan melalui keterkaitan antara subsistem produksi primer
dengan subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Kegiatan
budidaya di lini on-farm dapat berjalan dengan baik, salah satunya jika
ditunjang dengan pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang
memadai. Selanjutnya, proses budidaya atau produksi primer sangat
berperan penting dalam menghasilkan komoditas-komoditas dengan
spesifikasi yang sesuai dengan permintaan subsistem pengolahan, baik
dari segi standar mutu, kuantitas, maupun kontinuitas pasokan bahan
baku produksi. Meskipun produk yang dihasilkan oleh subsistem
pengolahan memiliki kualitas yang prima, tetapi mekanisme sistem
agribisnis tidak akan berjalan sempurna apabila dalam penyampaian
produk tersebut ke tangan konsumen tidak ditunjang dengan proses
pemasaran. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa setiap subsistem
berperanan penting satu sama lain untuk menciptakan sistem agribisnis
yang efektif dan efisien ( Sa’id 2001 ).
8
Subsistem I Subsistem II Subsistem 3 Subsistem 4
Pengadaan dan Produksi Primer ( Pengolahan Pemasaran
penyaluran Sarana Budidaya (Agroindustri Hilir
produksi ( Pertanian) )
Agroindustri Hulu )
9
Subsistem hulu merupakan suatu kegiatan penyediaan sarana
produksi atau input produksi yang juga menyangkut kegiatan penyaluran
atau distribusi serta mencakup perencanaan, pengelolaan sarana
produksi, teknologi dan sumberdaya agar kegiatan penyediaan sarana
produksi usahatani memenuhi kriteria yang direncanakan atau
diharapkan. (Departemen Pertanian 2001)
10
komoditas primer sampai pengeceran kepada konsumen.
(Soekartawi,1993).
SUBSISTEM HILIR
2.4 Kelembagaan
11
Kelembagaan merupakan peran penting dalam sebuah
pencapaian tujuan visi maupun misi. Lembaga memiliki peran dan fungsi
dalam struktur yang sistematis dengan masing-masing memiliki tujuan
tertentu. Adapun penjelasan mengenai fungsi lembaga, peran lembaga,
pengertian lembaga dan kelembagaan adalah sebagai berikut :
12
2.4.2 Pengertian lembaga
13
1. Fungsi Manifest atau fungsi sebenarnya fungsi dari lembaga
menyadari dan diakui oleh seluruh masyarakat
2. Fungsi laten atau fungsi fungsi rahasia dari lembaga sosial yang
tidak diakui atau bahkan tidak diinginkan atau jika diikuti dianggap
sebagai produk sampingan dan umumnya tidak terduga.
14
1. Peran adalah pemain yang diandalkan dalam sandiwara maka ia
adalah pemain sandiwara atau pemain utama.
2. Peran adalah bagian yang dimainkan oleh seorang pemain dalam
sandiwara, ia berusaha bermain dengan baik dalam semua peran
yang diberikan.
3. Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.
Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)
terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan
suatu peran.
1. Ketentuan peranan
2. Gambaran peranan
3. Harapan peranan
15
lembaga. Sedangkan sebagai regulative institution, suatu sistem
kelembagaan bertujuan untuk mengawasi tata kelakuan setiap aktivitas
anggota masyarakat atau stakeholders. Sebagai institusi yang melakukan
pengendalian sumberdaya, peran kelembagaan terkait dengan tiga aspek,
yaitu : kepemilikan atau property right, batasan kewenangan dan aspek
keterwakilan atau rule of representative.
Peran lembaga dalam agribisnis merupakan lembaga yang
mengelola baik itu informasi, data, penelitan, wawasan pengetahuan,
keterampilan, pengelola sumber daya yang memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan agribisnis secara langsung maupun tidak. Lembaga yang
berperan pada agribisnis dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembagan agribisnis, pendukung, serta penunjang sistem agribisnis.
16
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai
tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses
pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan,
pengeringan, dan peningkatan mutu (Hermawan, 2012).
17
dari bidang penyuluhan, bidang penyedia subsidi, bidang distributor
pupuk, bibit,dan alsintan, bidang pemasaran, hingga bidang konsultasi
mengenai permasalahan pertanian.
18
tergantung dari beberapa faktor yaitu jarak antara produsen ke konsumen,
cepat tidaknya dapat terpengaruh berupa produk rusak, skala produksi
dan posisi keuangan pengusaha .
19
Lain lagi apabila diutamakan Fungsi yang dilakukan dan skala
usaha. Misalnya pedagang pengumpul membeli barang secara
dikumpulkan baik dari produsen atau pedagang perantara dengan skala
yang relatif besar dibandingkan dengan skala usaha pedagang perantara.
Begitu pula halnya dengan pedagang besar, mempunyai skala usaha
yang lebih besar daripada pedagang pengumpul. Dari hal diatas dapat kita
simpulkan bahwa makin majunya tingkat pengetahuan produsen,lembaga
pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, makin
semakin rata distribusi keuntungan yang diterima (Anonim, 2011).
20
memperoleh komoditas pengolahannya memperoleh pasokan dari para
petani dan pengepul. saluran dalam sistem pemasaran kelapa sawit
yaitu:Saluran I : Petani – Perusahaan – Konsumen Saluran II : Petani –
Pengepul - Perusahaan –KonsumenSaluran III : Petani – Pengepul –
Pengepul Besar – Perusahaan – Konsumen
21
pengusaha kelapa sawit di Kabupaten Nunukan. Penelitian ini
dilaksanakan melalui pendekatan sistem pakar (expert system approach)
menggunakan metode survey (Eriyatno,1999). Penetapan sampel
dilakukan melalui teknik purposive sampling dengan ketentuan mewakili
personil pada bidang/instansi masing-masing. Penelitian dengan model
analisis ISM tidak membutuhkan jumlah sampel yang besar
(Eriyatno,1999). Jumlah ahli/praktisi sebagai sampel yang dikhsuskan
cukup beberapa orang dengan prioritas yang memiliki tingkat
pemahaman, penguasaan dan/atau terlibat langsung dalam bidang tugas
struktural dan peran lembaga kelapa sawit. Penetapan sampel sebanyak
20 orang terdiri dari para ahli/praktisi dari berbagai lembaga/instansi
terkait.
Analisis Data : Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data model Interpretative Structural Modelling (ISM) untuk
mencapai tujuan penelitian.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode
analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) dan pembahasan studi
empirik dapat disimpulkan bahwa :
1. Lembaga-lembaga yang seharusnya berperan dalam perencanaan dan
pengembangan usaha jamur tiram adalah (1) BP3K, (2) Dinas
Koperasi, UKM dan Perindag, (3) Kantor Ketahanan Pangan (4)
Gapoktan Kelompok Tani, (5) BP4K, (6) Dinas Pertanian dan
Perkebunan, (7) BPMPD, (8) Bappeda, (9) Unit Usaha Koperasi, dan
(10) Dinas Kehutanan. Diantara ke -10 lembaga tersebut ada 4
lembaga yang merupakan lembaga pemeran kunci yaitu: (1) BP3K, (2)
Dinas Koperasi, UKM dan Perindag, (3) Kantor Ketahanan Pangan dan
(4) Gapoktan/Kelompok Tani,
2. Faktor penyebab lemahnya fungsi koordinasi dalam perencanaan dan
pengembangan usaha jamur tiram adalah (1) Lemahnya
22
pembinaan/pelatihan (2) Ketidakterlibatan lembaga-lembaga dari awal,
dan (3) Lemahnya Pengorganisasian.
3. Program yang lebih strategis dalam perencanaan dan pengembangan
usaha jamur tiram adalah (1) Penyediaan/akses sumberdaya modal,
(2) Jaminan Harga Jamur Tiram, (3) Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan petani, dan (4) Pengefektifan penyuluhan dilapangan.
B. Saran
Untuk pengembangan usaha jamur tiram di Kabupaten Enrekang,
guna mendukung program pemerintah daerah yaitu mewujudkan
Kabupaten Enrekang sebagai daerah agropolitan yang lebih maju, unggul
dan sejahtera, diajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Disarankan kepada pemerintah daerah dalam pengembangan usaha
jamur tiram untuk lebih mengoptimalkan peran lembaga-lembaga yang
merupakan lembaga pemeran kunci yaitu BP3K, Dinas Koperasi, UKM
dan Perindag, Kantor Ketahanan Pangan, dan Gapoktan/Kelompok
Tani melalui koordinasi antar lembaga-lembaga terkait.
2. Pembinaan/pelatihan sumber daya manusia dalam pengembangan
usaha jamur tiram perlu ditingkatkan dengan melibatkan semua
stakeholders yang terkait dalam berbagai bentuk kegiatan sehingga
diharapkan mampu menghasilkan tenaga-tenaga terampil.
3. Pemerintah Kabupaten Enrekang diharapkan mampu memfasilitasi
pengembangan usaha jamur tiram dengan kemudahan mengakses
modal melalui sistem kerjasama antara lembaga-lembaga pemeran,
diantaranya perbankan dan unit usaha koperasi sehingga kontribusi
lembaga tersebut dapat dirasakan oleh petani.
2.6.2. Judul dan Nama Pengarang : Suharjito Dan Marimin 2008 “Model
Kelembagaan Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit Di Indonesia.:
Tujuan : Kajian ini bertujuan untuk merumuskan model
kelembagaan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang tepat
23
berdasarkan berbagai kriteria dan penilaian dari pendapat pakardengan
menggunakan metode ISM dan AHP.
Tata Laksana : Tata laksana penelititan ini meliputi:
pengumpulan data, pemilihan industri hilir kelapa sawit yang tepat,
penyusunan model kelembagaan pengembangan industri hilir kelapa
sawit dan pemilihan strategi pengembangan industri hilir kelapa sawit.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil diskusi mendalam dan brainstorming dengan
pakar untuk menyusun hierarki pemilihan strategi dengan AHP dengan
tools criterium decision plus dan menentukan elemen dan sub elemen
dalam formulasi model kelembaggaan dengan ISM. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari studi literatur dan browsing internet untuk
mendapatkan informasi tentang perkembangan dan kondisi komoditas
kelapa sawit yang dikaji.
Kesimpulan dan Saran :
Berdasarkan hasil pemilihan industri hilir kelapa sawit dengan
metode MPE, diperoleh alternatif industri hilir dengan nilai tertinggi adalah
industri biodiesel (methyl ester, pelumas, dll). Berdasarkan model
kelembagaan industri hilir kelapa sawit dengan metode ISM, diperoleh
elemen kunci tujuan adalah mewujudkan kelembagaan yang kuat, elemen
tolok ukur kunci adalah meningkatnya produktifitas kebun, elemen kunci
hambatan adalah Peraturan investasi daerah yang kurang mendukung
dan Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, elemen kunci lembaga
adalah pemerintah daerah dan elemen kunci peran pemerintah adalah
membuat kebijakan yang konsisten.
Berdasarkan hasil analisis strategi dengan metode AHP, diperoleh
alternative strategi pengembangan industri hilir yang paling baik adalah
pemberian insentif usaha industri hilir kelapa sawit, diikuti oleh strategi
pemberian kredit lunak.
Saran
24
Perlu dilakukan kajian lebih mendalam hasil pemilihan industri hilir terpilih
dengan kelayakan financial dan kapasitas industri yang tepat untuk dapat
mengimplementasikan strategi dengan baik. Perlu dibuat grand disain
pengembangan industri hilir kelapa sawit ini dikaitkan dengan ketersedian
infrastruktur dan peraturan investasi yang konsisten.
25
dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi
sejumlah subelemen (Eriyatno 2003; Marimin 2004; Nurani 2010).
26
dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat.
Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditransformasikan
menjadi model sistem yang tampak (visible).
27
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap identifikasi sistem,
tahap identifikasi pelaku, dan tahap penentuan struktur elemen pelaku
dalam pengembangan kelembagaan. Penelitian ini akan dilaksanakan di
daerah Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Uatara, mulai bulan Januari
2011 – Desember 2011. Tahapan dan kerangka pemikiran penelitian
disajikan pada Gambar 2.
Kesimpulan dan Saran : Lembaga yang berperan kunci untuk
mendorong keberhasilan sistem manajemen bagi hasil dari hasil ISM
adalah fasilitator dan agroindustri. Pelaku lain yang juga mempunya daya
dorong tinggi untuk mendorong berjalannya sistem bagi hasil berturut-turut
adalah pedagang pengumpul, lembaga keuangan dan bank, eksportir dan
pemerintah daerah. Kelima elemen pelaku ini berada pada sektor
independent sehingga mempunya daya dorong besar terhadap sistem
walaupun tidak tergantung pada sistem. Pelaku yang tergantung pada
sistem adalah petani, pemerintah pusat, kopkelompok tani, perguruan
tinggi dan lembaga litbang. Ke empat pelaku yang berada pada sektor
ketergantungan ini akan terlibat dalam sistem bagi hasil bila pelaku
lainnya telah berpartisipasi dalam mendorong berjalannya sistem bagi
hasil
28
Manonjaya dengan jumlah sampel sebanyak 25 orang. Data yang
diperoleh dianalisis secaradeskriptifkualitatif dankuantitatif. Untuk
mengetahui tanggapan petani terhadap pelayanan fungsi kelembagaan
agribisnis digunakan Importance Performance Analysis (IPA) atau
Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja/Kepuasan Pelanggan (John
dan James dalam Supranto, 2006), dan digambarkan dalam diagram
Kartesius. Kepuasan petani terhadap kinerjanya digunakanConsumer
Satisfaction Index (Aritonang, 2005).
KERANGKA PEMIKIRAN
REKOMENDASI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
30
3.1 Lokasi dan Waktu
1.Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang sama bagi setiap unsur (Anggota) populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random
sampling, proportionate stratifed random sampling, disproportionate
stratifies random sampling, sampling area (cluser).
2.Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi,
sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.
31
sampel yaitu lembaga-lembaga yang memliki peran pada subsistem
agribisnis hilir.
32
– Desember 2019 dalam penelitian ini penulis melibatkan langsung
pimpinan lembaga, pemilik kebun, koperasi dan semua yang terkait
dengan penelitan. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten nunukan
Provinsi kalimantan utara. Tahapan-tahapan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut :
33
b. Setiap elemen kemudian dijabarkan atas sejumlah elemen
berdasarkan pertimbangan : (1) tujuan penelitian yang akan
dicapai, (2) model analisis yang digunakan dan (3) hasil
konsultasi ahli/pakar dan/pejabat yang berkaitan dengan model
struktural danperan lembaga pada subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit.
c. Untuk mengidentifikasi lembaga yang berperan dalam subsistem
agribisnis Hilir kelapa sawit dan model struktural peran lembaga
subsistem agribisnis hilir kelapa sawit melalui model Interpretative
Structural Modelling (ISM).
3.4.3 Penyusunan Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi yang
kemudian dikembangkan sehingga diperoleh informasi secara mendalam
sesuai dengan tujuan penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas tiga seri sesuai dengan tujuan penelitian yang
ingin dicapai (Kuesioner seri A, B, dan C Lampiran 1). Kuesioner A, B, dan
C disusun dengan menggunakan semua elemen sebagai kisi-kisi dan
disusun dalam bentuk pertanyaan dengan membandingkan elemen yang
satu terhadap/dengan yang lainnya secara berpasangan. Kuesioner yang
dimaksudkan untuk menjaring data yang akan dianalisis dengan
menggunakan model Interpretative Structural Modelling (ISM),
menggunakan penilaian perbandingan hubungan kontekstual, dengan
menggunakan simbol-simbol V, A, X dan O.
3.4.4 Wawancara
Kualitas data ditentukan dari hubungan yang komunikatif antara
pewawancara (enumerator) dengan responden. Sebelum memulai
wawancara terlebih dahulu diadakan sosialisasi terhadap responden untuk
memberikan pemahaman tentang keterkaitan antar elemen-elemen yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Sosialisasi ini
34
dimaksudkan agar pewawancara dan responden dapat memahami cara
pengisian kuesioner. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan
kunjungan langsung ke alamat responden.
35
1. Menyusun Structural Self-Interaction Matrix (SSIM), yaitu masukan
(penilaian) dari responden terhadap sub-sub elemen di atas, sebagai
hasil pertimbangan hubungan kontekstual, dengan menggunakan
simbol-simbol V, A, X dan O yaitu :
V adalah eij = 1 dan eji = 0
A adalah eij = 0 dan eji = 1
X adalah eij = 1 dan eji = 1
O adalah eij = 0 dan eji = 0
Dalam hal mana angka 1 dan 0 menunjukkan :
1 = ada hubungan kontekstual antar elemen
0 = tidak ada hubungan kontekstual antar elemen.
36
dengan peubah lainnya tidak stabil. Setiap tindakan pada
peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap peubah
lainnya, dan umpan balik peubahnya bisa memperbesar dan
atau menimbulkan dampak yang bam. Dengan kata lain,
setiap tindakan pada tujuan-tujuan (peubah) tersebut akan
menghasilkan sukses, sebaliknya lemahnya perhatian
tersebut akan menyebabkan kegagalan program.
Sektor IV : Independent, peubah ini merupakan peubah bebas, artinya
merupakan kekuatan penggerak yang besar (driver power),
tetapi hanya punya sedikit ketergantungan terhadap yang
lain.
Keterangan :
DP = Driver Power D = Dependent
I = Autonomous II = Dependent
III = Linkage IV = Independent
37
3.6 Definisi Operasional
1. Pengertian Kelembagaan
Kelembagaan, Institusi, pada umumnya lebih diarahkan
kepada organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi
sebagai wadah atau tempat, sedangkan pengertian lembaga
mencakup juga aturan main, etika, kode etik. Sikap dan tingkah laku
seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem.
2. .Peran Lembaga
3. Pengertian Dependen
4. Pengertian Independen
Lembaga yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
lembaga lainnya.
5. Pengertian Linkage
Lembag yang memiliki kekuatan/pengaruh yang stabil
sehingga mudah dipengaruhi oleh peubah lainnya.
6. Pengertian Autonomus
38
Lembaga yang memiliki kekuatan yang lemah dan pada
umumnya tidak berpengaruh dan mungkin memiliki hubungan yang
kecil terhadap peubah lainnya.
7. Pengertian Elemen
Elemen yang terkait dalam penelitian ini adalah lembaga yang
memiliki pengaruh terhadap subsistem agribisnis hilir yakni lembaga
yang berperan pada subsistem agribisnis hilir dan model struktural
peran lembaga.
8. Pengertian subelemen
Subelemen yang terikat pada penelitian ini sebagai berikut 1.
mengidentifikasi lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem
agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten nunukan. (2) Bagaimana
model struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit di kabupaten nunukan. (3) rekomendasi untuk
menyelesaikan model struktural peran lembaga pada subsistem
agribisnis hilir kelapa sawit di kabupaten nunukan. Melaui analisis
ISM ( Interpretative Struktural Modelling ).
9. Pengertian Agribisnis
Agribisnis adalah pengelolaan SDA yang mengutamakan
pengolahan, penanaman, pemasaran sampai pada tahap ke
konsumen mulai hulu sampai hilir.
10. Pengertian Subsistem hilir
Subsistem hilir terdapat tiga tahapan pengolahan
pengumpulan dan pemasaran. Dalam hal ini tiga tahapan ini memiliki
pengaruh dari peran lembaga-lembaga yang terikat.
11. Model Struktural
Model struktural adalah gambaran atau alur yang
menghubungkan lembaga satu dan lainnya dalam fungsi dan peran
masing-masing dengan terstruktur.
12. ISM ( Interpretative Struktural Modelling )
39
Interpretative Structural Modelling (ISM) digunakan untuk
menganalisis data/informasi sebagai berikut : (1) mengidentifikasi
lembaga apa saja yang berperan dalam subsistem agribisnis hilir
kelapa sawit di kabupaten nunukan. (2) Bagaimana model struktural
peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit di
kabupaten nunukan. (3) rekomendasi untuk menyelesaikan model
struktural peran lembaga pada subsistem agribisnis hilir kelapa sawit
di kabupaten nunukan.
40