Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Peroneal palsy ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motorik pada
tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Nama lain dari penyakit
ini adalah peroneal neuropati atau peroneal nerve injury.1

Peroneal palsy dapat terjadi sekunder terhadap trauma langsung, kompresi,


cedera peregangan, iskemia, infeksi, atau penyakit inflamasi. Peroneal nerve palsy
paling sering diakibatkan oleh duduk bersilang kaki, beberapa pekerjaan yang
memerlukan berjongkok atau bersujud, seperti bertani, penambang.

Komplikasi dari penyakit ini yaitu berkurangnya kemapuan berjalan dan


sensasi serta kelemahan atau paralisis pada tungkai bawah dan kaki secara
permanen.3

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Anatomi & Fisiologi

Anatomi5

Topografi innervasi pada extremitas inferior, yaitu saraf-saraf yang


membentuk innervasi pada extremitas inferior berasal dari ramus anterior
nervus spinalis thoracalis XII, plexus lumbalis dan plexus sacralis.

a. Ramus anterior nervus spinalis thoracalis XII


Saraf-saraf pada regio glutea berasal dari ramus anterior nervus spinalis
thoracalis XII. Kulit regio glutea dipersarafi oleh ramus cutaneus nervus
intercostalis XII, ramus cutaneus lateralis nervus iliohypogastrici, nervi
clunium superiores, nervi clunium medii, nervi clunium inferiores
mediales, dan nervi clunium inferiores laterales.
b. Plexus lumbalis
Plexus lumbalis dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L1-L4,
seringkali juga turut dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis
thoracalis XII. Plexus ini berada pada dinding dorsal cavum abdominis,
ditutupi oleh m.psoas major. Dari plexus ini dipercabangkan:
n.iliohypogastricus, n.ilioinguinalis, n.genitofemoralis, n.cutaneus femoris
lateralis, n.obturatorius, dan n.femoralis. Percabangan-percabangan
tersebut tadi mempersarafi dinding cavum abdominis di bagian caudal,
regio femoris bagian anterior, dan regio cruralis di bagian medial.
c. Plexus sacralis
Plexus sacralis dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L4-S3(S4) dan
berada di sebelah ventral m.piriformis, dipisahkan dari vasa iliaca interna
serta ureter oleh suatu lembaran fascia (fascia pelvis parietalis). Biasanya
a.glutea superior berjalan di antara n.spinalis S1-S2 atau S2-S3 (n.spinalis

2
L4 membentuk plexus lumbalis dan juga turut membentuk plexus sacralis).
Plexus sacralis melayani struktur pada pelvis, regio glutea, dan extremitas
inferior.
Dari plexus sacralis dipercabangkan: n.gluteus superior, n.gluteus
inferior, n.cutaneus femoris posterior, nn.clunium inferiores mediales,
n.ischiadicus, dan n.musculares.
Nervus ischiadicus adalah saraf yang terbesar dalam tubuh
manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot-otot bagian
di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis, serta
seluruh persendian pada extremitas inferior. Nervus ischidicus berasal dari
medulla spinalis L4-S3 berjalan melalui foramen infrapiriormis, berada di
sebelah lateral n.cutaneus femoris posterior, berjalan descendens di
sebelah dorsal m.rotator triceps, di sebelah dorsal m.quadratus femoris, di
sebelah ventral m.gluteus maximus, di sebelah dorsal m.adductor magnus,
di sebelah ventral caput longum m.biceps femoris, selanjutnya berada di
antara m.biceps femoris dan m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa
poplitea, lalu saraf ini bercabang dua menjadi n.tibialis dan n.peronaeus
communis.
Rami musculares dipercabangkan untuk mempersarafi m.biceps
femoris caput longum, m.semitendinosus, m.semimembranosus, dan
m.adductor magnus. Rami musculares ini dipercabangkan dari sisi medial
n.ischiadicus sehingga bagian di sebelah medial n.ischiadicus disebut
danger side sedangkan bagian di sebelah lateral disebut safety side.

Otot-otot kaki penggerak telapak kaki dan jari kaki5


Otot-otot kaki, dibagi ke dalam tiga kompartemen yaitu anterior, lateral,
dan posterior. Kompartemen anterior kaki terdiri dari otot-otot dorsifleksi
kaki. Dalam kompartemen anterior, tibialis anterior merupakan otot
panjang, tebal terhadap permukaan lateral tibia. Otot ekstensor hallucis
longus adalah otot tipis antara dan sebagian mendalam untuk tibialis

3
anterior dan otot extensor digitorum longus. Otot fibularis (peroneus)
tertius adalah bagian dari otot ekstensor digitorum longus.
Kompartemen (fibula) lateral kaki berisi dua otot yaitu fibularis
(peroneus) longus dan fibularis (peroneus) brevis. Kompartemen belakang
kaki terdiri dari kelompok otot-otot dangkal dan dalam. Otot-otot
superfisial seperti tendon (Achilles) calcaneal merupakan tendon terkuat
tubuh. Otot ini masuk ke dalam tulang calcaneal dari pergelangan
kaki. Otot gastrocnemius adalah otot paling dangkal dan bentuk yang
paling terlihat pada betis. Otot soleus, yang terletak ke dalam
gastrocnemius, adalah otot yang luas dan datar. Otot plantaris adalah otot
kecil yang mungkin tidak ada; sebaliknya, kadang-kadang ada dua dari
mereka di setiap kaki. Otot ini berjalan miring antara otot gastrocnemius
dan soleus.
Otot-otot yang letaknya dalam pada kompartemen posterior adalah
popliteus, tibialis posterior, fleksor digitorum longus, dan fleksor hallucis
longus. Otot popliteus adalah otot segitiga yang membentuk lantai atau
dasar popliteal fossa. Otot tibialis posterior adalah otot terdalam pada
kompartemen posterior. Otot ini terletak di antara fleksor digitorum longus
dan fleksor hallucis longus. Otot fleksor digitorum longus lebih kecil dari
fleksor hallucis longus.

Otot intrinsik kaki penggerak jari kaki7


Fasia profunda kaki membentuk plantar aponeurosis (fascia) yang
memanjang dari tulang kalkaneus untuk falang jari-jari kaki. Aponeurosis
mendukung lengkungan longitudinal kaki dan membungkus tendon fleksor
di kaki. Otot-otot intrinsik kaki dibagi menjadi dua kelompok yaitu dorsal
dan plantar. Hanya ada satu otot dorsal yaitu ekstensor digitorum brevis.
Otot-otot plantar disusun dalam empat lapisan. Lapisan yang
paling dangkal disebut lapisan pertama. Ada tiga otot pada lapisan
pertama. Otot abductor hallucis, yang terletak di sepanjang perbatasan
medial tapak kaki, sebanding dengan abductor pollicis brevis di

4
tangan. Otot fleksor digitorum brevis, yang terletak di tengah-tengah
telapak kaki. Otot abduktor digiti minimi, yang terletak di sepanjang
perbatasan lateral telapak kaki, adalah sebanding dengan otot yang sama di
tangan, dan mengabduksi jari kelingking kaki.
Lapisan kedua terdiri dari quadratus plantae yaitu otot berbentuk
persegi panjang dan otot lumbrikalis, empat otot kecil yang mirip dengan
otot lumbrikalis di tangan.
Lapisan ketiga terdiri dari tiga otot. Otot fleksor hallucis brevis,
terletak berdekatan dengan permukaan plantar metatarsal dan sebanding
dengan otot yang sama di tangan. Otot adductor hallucis memiliki ujung
miring dan melintang seperti adduktor polisis di tangan. Otot fleksor digiti
minimi brevis terletak dangkal ke metatarsal dari jari kelingking kaki.
Lapisan keempat adalah yang terdalam dan terdiri dari dua
kelompok otot. Dorsal interossei adalah empat otot yang mengabduksi jari
kaki 2-4, memendekkan falang proksimal, dan memperpanjang falang
distal. Ketiga plantar interossei mengabduksi jari kaki 3-5, memendekkan
falang proksimal, dan memperpanjang falang distal. Interosei kaki serupa
dengan yang di tangan.

5
6
Fisiologi

SIKLUS BERJALAN

Satu siklus berjalan/gait dimulai dari tumit salah satu kaki mengenai lantai
(heel strike) hingga heel strike berikutnya pada kaki yang sama, disebut
100% total siklus berjalan. Titik-titik tertentu dari siklus ini dapat diamati.
 0% : heel strike pada permulaan fase berdiri (stance phase)
 15% : kaki bagian depan menyentuh lantai, disebut juga foot
flat
 30% : tumit terangkat dari lantai (heel off)
 45% : lutut dan panggul menekuk untuk mempercepat kaki

7
kedepan dalam antisipasi fase mengayun (swing phase)
disebut knee band
 60% : jari-jari terangkat dari lantai, akhir dari fase berdiri untuk
mengawali fase mengayun, disebut toe off. Pada pertengahan
ayunan diperlukan dorsofleksi kaki untuk mencegah jari-jari
menyentuh lantai.
 100% : tumit kaki yang sama kembali menyentuh lantai.
Selama total siklus berjalan, fase berdiri meliputi 60% total siklus danfase
mengayun 40%.

Fase-fase dari siklus berjalan:

0 – 15% : fase heel strike


15 – 30% : fase mid stance
30-45% : fasepushoff
45 – 60% : fase acceleration of the swing leg
Pada akhir dari fase berdiri dari satu kaki dan permulaan fase berdiri kaki
lainnya terdapat suatu saat dimana tubuh ditopang oleh kedua tungkai.
Fase double support ini berlangsung selama 11% dari siklus.
Panjang langkah (stide length) adalah jarak dari satu hell strike ke
heel strike berikutnya dari kaki yang sama, rata-rata 156 cm. Step length
adalah jarak antara heel strike kaki yang satu dengan kaki lainnya, rata-
rata separuh dari jarak stride length. Lebar langkah (stride width)
ditentukan dari jarak antara kedua garis tengah kedua kaki, rata-rata 8

8
lebih kuran 3,5 cm. Sudut kaki (foot angle) adalah sudut yang terbentuk
pada saat melangkah dimana sumbu kaki memotong garis arah berjalan,
rata-rata 6,7 – 6,8 0.
Lamanya satu siklus jalan adalah lebih dari 1 detik (1,03 lebih
kurang 3,5). Jumlah langkah (step) 117/menit, stride 60/menit. Dari angka-
angka tersebut diatas bisa terdapat berabagai variasi.

Pada proses berjalan diperlukan:


 mekanisme refleks yug sederhana pada tingkat medula spinalis.
Refleks- refleks postural dan berdiri yang mempertahankan tubuh
tetap tegak dengan meningkatkan tonus otot-otot antigrafitasi,
refleks-refleks leher dan labirin untuk mempertahankan tonus yang
diperlukan,
 refleks tegak (righting reflexes) untuk mempertahankan posisi
kepala, anggota gerak dan batang tubuh
 integrasi fungsi-fungsi motorik dari koretks piramidal, •
mekanisme otomatis melalui basal ganglia untuk postur, tonus dan
gerakan yang berhubungan serta sinergisme
 fungsi-fungsi kordinasi serebelum
 unsur-unsur sensorik terutama porprioseptif untuk
menginformasikan posisi individual dari masing-masing bagian
badan dan untuk memberikan orientasi ruang yang memadai.
Orientasi ruang ini juga diperoleh melalui fugsi visual, terutama
bila fungsi sensorik proprioseptif terganggu.
Selama berjalan berat badan ditopang oleh salah satu tungkai sementara
tungkai lain melakukan gerakanmaju. Tungkai penopang mula-mula
ekstensi penuh dengan tumit yang pertama menyentuh lantai (heel strike),
kemudian lutut menekuk membuat sudut 150 saat ini bagian depan kaki
juga menyentuh lantai (mid stance),lalu kembali ekstensi hingga tumit
mengangkat (heel off) pada saat pusat gravitasi bergerak ke depan.

9
Tungkai lainnya memulai gerakan maju segera setelah berat badan
dipindahkan pada tungkai penopang. Kemudian berat badan ditopang
sesaat oleh tumit dari tungkai yang bergerak maju, kemudian oleh kaki
hingga tumit terangkat dan akhirnya oleh bagian depan kaki. Sehingga
gerakan berjalan (gait) yang normal merupakan tahapan penopangan tumit
jari dan maju.
Pelvis sedikit berputar ke sisi tungkai yang bergerak kedepan
(rotasi pelvis 40 pada masing - masing sisi), dan turun 50 pada sisi kaki
yang mengayun (pelvic tilt). Selama berjalan tungkai juga mengalami
rotasi, femur 80, tibia 90. dari awal gerakan (toe off) tungkai mengalami
rotasi interna yang mencapai puncaknya pada mid stance (15-20% siklus
berjalan), kemudian terjadi rotasi eksterna hingga fase push off.
Bersamaan dengan gerakan batang tubuh dan tungkai, terdapat gerakan
ayunan anggota atas asosiatif dengan arah berlawanan pada masing-
masing sisi ekstremitas.

Gait akibat kelemahan


Gangguan gait akibat kelemahan adalah disebabkan oleh penyakit berat
dan lama hingga menyebabkan atrofi yang menyeluruh. Gangguan gait ini
tidak khas menunjukkan suatu penyakit neurologik atau kerusakan fokal
sistem saraf. Gangguan gait berupa ketidak seimbangan (unsteadiness) dan
mengharapkan bantuan. Pasen tampak bergoyang-goyang ke satu sisi dan
lainnya, meyerupai ataksia. Pasen terlihat ingin bersandar di kursi untuk
memperoleh pegangan atau bersandar ke dinding. Gerakannya lambat dan
lutut tampak gemetar.

The steppage gait


Gangguan berjalan ini terdapat dalam hubungannya dengan foot drop dan
disebabkan oleh kelemahan atau paralisis dorsifleksi kaki dan/atau jari
kaki. Waktu jalan kaki bisa diseret atau diangkat tinggi untuk
mengkompensasi foot drops. Terdapat fleksi yang berlebihan pada

10
panggul dan lutut, kaki dilemparkan kedepan dan jari-jari turun dengan
suara yang khas sebelum tumit atau bagian depan kaki meneganai lantai.
Pasen tidak dapat berdiri pada tumitnya.
Gait ini bisa unilateral atau bilateral. Penyebab yang paling sering
adalah faresis tibialis anterior dan/atau ekstensor digitorum danhallucis
longus, yang disebabkan karena lesi pada nervus peroneus komunis atau
profunda, lesi pada segemen L4-S1 atau kauda ekuina. Foot drops dan
steppage gait bisa juga terdapat pada poliomyelitis, PSMA (progressive
spinal muscular attrophy), ALS, penyakit Charcot-Marie-Tooth, dan
neuritis perifer.

Gait yang berhubungan dengan parese dan paralisis


Gangguan berjalan dapat terjadi pada berbagai kelumpuhan. Parese
gastroknemius dan soleus, pasen tidak dapat berdiri pada jari kaki, saat
berjalan tumit lebih dulu mengenai lantai, dan kaki terseret parese otot
hamstring, terdapat kelemaham fleksi otot lutut. Parese otot kuadrispes
femoris, kelemahan ekstensi lutut, tidak mampu naik atau turun tangga
atau bangkit dari posisi berlutut tanpa menahan lututnya, bila jalan lutut
harus dijada tetap lurus, bila lutut menekuk pasen cenderung jatuh.
Berjalan mundur lebih mudah daripada maju. Parese n.peroneus
superfisialis, kelemahan eversi, pasen berjalan menggunakan sisi luar
kakinya.

11
2.2.Peroneal Palsy

A. Definisi

Keadaan yang ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motorik


pada tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Nama lain
dari penyakit ini adalah peroneal neuropati atau peroneal nerve injury.1

B. Epidemiologi

Saat ini tidak ada perbedaan ras, maupun jenis kelamin yang lebih
cenderung mengalami peroneal palsy ini namun kasus ini lebih jarang
dialami oleh anak-anak.

C. Etiologi

Peroneal nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk dengan kaki
bersilang yang menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan
condylus femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan.
Kondisi ini lebih sering terjadi pada mereka dengan penurunan berat badan
yang drastis atau pada masa konvalesen dari suatu penyakit atau tindakan
operasi. Hilangnya lemak (fat) yang sangat akan mengurangi proteksi
terhadap saraf tersebut, sedangkan penurunan berat badan memungkinkan
pasien merasa enak (comfortable) dengan duduk bersilang kaki. Kebiasaan
duduk bersilang kaki dapat menimbulkan dimple sign yang terdiri dari
daerah pressure atropi berbentuk oval yang mengenai jaringan sampai ke
saraf peroneal di caput fibula.

Selain itu beberapa pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau


bersujud, seperti bertani, penambang akan meningkatkan tekanan pada
saraf terhadap collum fibula sehingga menyebabkan terjadinya
occupational peroneal palsy, juga gangguan fungsi saraf peroneal dapat
terjadi setalah mengalami keseleo atau terkilir pada pergelangan kaki.

12
Mekanisme lain yang diketahui sebagai penyebab peroneal nerve
palsy adalah trauma langsung, dislokasi lutut, fraktur tibia dan fibula,
myxedema pretibial, intoksikasi ergot dan malposisi diatas meja operasi.
Lokalisasi lesi sebagian besar ditemukan pada collum fibula tempat saraf
tersebut bercabang menjadi N.Peroneal superficial dan profunda. Pada
daerah ini tampaknya saraf tersebut paling mudah mengalami kompresi
atau streching.

D. Manifestasi Klinis2

Pasien dengan peroneal palsy sering mengalami drop foot (tidak mampu
melakukan gerakan dorsofleksi). Kram pada malam hari dapat terjadi di
anterior tungkai bawah (jika kompresi yang kronis). Jika kompresi akut,
gejala cenderung lebih maksimal di awal. Nyeri bisa terjadi di lokasi
kompresi. Gangguan sensorik (misalnya, kesemutan, mati rasa) di lateral
tungkai bawah dan kaki. Untuk gejala klinis pastinya dapat dibedakan
menurut lesinya antara lain:

 Lesi Pada Kaput Fibula


Sebagian besar kelumpuhan saraf peroneus terjadi pada daerah
kaput fibula, dimana saraf tersebut terletak superfisial dan rentan
terhadap cedera. Cabang profunda lebih sering terkena dari pada
saraf yang lain. Jika ke 2 cabang terkena (superfisial dan profuna)
menimbulkan parese/paralise jari kaki, dorso fleksi kaki dan jari
kaki, serta bagian lateral distal dari tungkai bawah. Jika hanya

13
cabang profunda yang terkena, menimbulkan deep peroneal nerve
syndrome.
 Anterior Tibial (Deep Peroneal) Nerve Syndrome
Saraf ini bisa terkena cedera pada kaput fibula atau lebih distal.
Kelainan ini menimbulkan parese/paralise jari kaki dan dorsofleksi
kaki. Gangguan sensoris terbatas pada kulit di sela jari-jari antara
jari kaki 1 dan 2. Saraf ini dapat juga tertekan pada pergelangan
kaki, sehingga menyebabkan anterior tarsal tunnel syndrome yang
menimbulkan gejala parese dan atropi pada M.extensor digitorum
brevis. Sedangkan gangguan sensoris bisa terdapat atau tidak pada
kulit di sela jari-jari antara kaki 1 dan 2.
 Superficial Peroneal Nerve Syndrome
Lesi bisa pada kaput fibula atau lebih distal. Menimbulkan parese
dan atropi pada M.Peronei dan gangguan eversi kaki. Gangguan
sensoris pada kulit bagian lateral distal tungkai bawah dan dorsum
kaki, sedangkan kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2 masih
baik.

E. Patofisiologi4

N.Peroneus tersusun oleh serabut-serabut fasikel dan dipisahkan oleh


jaringan ikat, ruang interfasikular dan jaringan ikat yang elastis, keadaan
ini memberikan bantalan sebagai proteksi terhadap tekanan. Serabut-
serabut saraf yang terletak superfisial agaknya melindungi serabut-serabut
saraf yang letaknya lebih dalam.

Di lain pihak jika tenaga mekanik externa terjadi secara tangensial


atau jika ada cedera terbatas yang disebabkan oleh pergerakan saraf tubuh
terhadap permukaan tulang yang keras, beberapa fasikel dapat terkena,
sedangkan lainnya selamat. Saraf-saraf yang mempersarafi otot lebih
rentan dari pada saraf kulit terhadap efek kompresi. Perbedaan ini
mungkin karena adanya perbedaan sifat biokimiawi dan komposisi serabut

14
yang terdapat di antara otot dan saraf kulit. Kepentingan komposisi serabut
saraf dikatakan bahwa serabut-serabut tebal yang bermielin kurang tahan
terhadap tekanan daripada serabut yang tipis dan serabut bermielin lebih
mudah rusak dari pada serabut saraf yang tidak bermielin dan 75% serabut
saraf kulit tidak bermielin. Perbedaan dalam komposisi dan kerentanan
terhadap tekanan dapat menpengaruhi efek tekanan secara keseluruhan
pada saraf otot dan saraf kulit

Meningkatnya kerentanan saraf terhadap cedera tekanan

Sekali saraf tepi itu rusak oleh karena penyakit, maka saraf tersebut
menjadi lebih sensitif terhadap efek tekanan. Jadi pada pasien yang
menderita malnutrisi, alkoholisme, diabetes, gagal ginjal atau Guillain-
Barre Syndrome sering terjadi komplikasi pressure neuropathy. Kelainan
tersebut biasanya tampak pada saraf yang lazim berpeluang terkena
tekanan. Penyebab meningkatnya kerentanan tetap tidak diketahui.
Disamping itu faktor genetik juga berperan sebagai predisposisi timbulnya
pressure neuropati.

F. Diagnosis

Diagnosa peroneus palsy ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan dengan foto polos pada lutut dan pergelangan kaki
harus diperoleh untuk mengevaluasi adanya fraktur, lesi massa, atau
arthritis jika ada riwayat yang menunjukkan salah satu etiologi tersebut.
Selain itu, MRI lumbal dapat memberikan bukti radikulopati L5 jika
radiografi negatif. MRI pada lutut dan pergelangan kaki dapat lebih
menjelaskan lesi tulang atau menunjukkan ganglia intraneural.
Pada pemeriksaan elektromiografi terlihat adanya perubahan
amplitudo yang menunjukkan blok konduksi dan kegagalan kkonduksi
saraf, kecepatan hantaran menurun, latensi distal meningkat dan
memperlihatkan tanda-tanda denervasi.

15
Differensial Diagnosis:
 Radikulopati L5
 Post operasi pinggul
 High aciatic mononeuropathy yang mengenai serabut peroneus
kommunis

G. Penatalaksanaan6

 Konservatif yaitu dengan mengistirahatkan kaki dan menghindari


faktor-faktor kompresi seperti menyilangkan kaki.
 Tindakan bedah diperlukan jika terdapat lesi akibat terdapat suatu
massa yang mengkrompresi saraf, membebaskan saraf yang
tertambat atau terjepit, dan jika terjadi trauma terbuka dan tumpul
yang berat dan mengkompresi saraf.
H. Prognosis & Komplikasi

Dekompresi saraf peroneal komunis adalah prosedur yang berguna untuk


memperbaiki sensasi dan kekuatan serta mengurangi nyeri. Sebuah studi
retrospektif mengevaluasi faktor prognostik elektrodiagnostik setelah
cedera saraf peroneal pada 39 sunjek penelitian. Hasil ini dikaitkan dengan
potensial aksi respon otot ekstensor digitorum brevis dan tibialis anterior:
81% subyek dengan respon tibialis anterior dan 94% dengan ekstensor
digitorum brevis memiliki respon yang baik (setidaknya 4 dari 5
pergelangan kekuatan dorsofleksi) dibandingkan dengan mereka yang
tidak berespon baik. Selain itu, semua pasien dengan kompresi
nontraumatik memiliki hasil yang baik.
Komplikasi dari penyakit ini yaitu berkurangnya kemapuan berjalan
dan sensasi serta kelemahan atau paralisis pada tungkai bawah dan kaki
secara permanen.3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Agarwal, P. 2012. Peroneal Mononeuropathy. From


http://emedicine.medscape.com, 30 Oktober 2015
2. Baima, J. & Krivickas, L. 2008. Evaluation and Treatment of Peroneal
Neurophaty Curr Rev Musculoskelet Med. 1(2): 147–153.
3. Campellone, JV. 2013. Common peroneal nerve dysfunction.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000791.htm, 30 Oktober
2015
4. Kennedy JG, Baxter DE.2008. Nerve disorders in dancers. Clin Sports Med.
27(2):329-34.
5. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
6. Sotaniemi K.A. 1984. Slimmer’s Paralysis—Peroneal Neuropathy During
Weight Reduction. J Neurol Neurosurgery Psychiatry. 47(5):564–6.
7. Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of anatomy and physiology. 12nd
ed. United States of America : John Wiley & Sons, Inc

17

Anda mungkin juga menyukai