Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN AML (acute myeloid leukemia)


PADA PASIEN ( An.A) DI Ruang 7B
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

Elok Susilowati (14901.05.18010)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
MALANG
2018
A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel
darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit
infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak
berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus
dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga
11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar
7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000
sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih .Dalam kasus leukemia, jumlahnya
dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat
dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen
seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan
berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme
penyusup. Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel
polimorfonuklear yaitu:
 Basofil.
 Eosinofil.
 Neutrofil.
2. Fisiologi
Fisiologi sel darah manusia
1) Leukosit
Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal
leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan
ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam
mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit),
yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula,
sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua
jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak
besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:
Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas
granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila
ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar
precursor (pra zatnya). Meski masing-masing jenis sel terdapat dalam sirkulasi
darah, leukosit tidak secara acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai
akibat sinyal-sinyal kemotaktik khusus yang timbul dalam berkembangnya proses
peradangan.
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran
lambat, leukosit mengalami marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang
pembuluh darah. Kemudian melekat pada endotel dan melakukan gerakan
amuboid. Melalui proses diapedesis, yakni kemampuan leukosit untuk
menyesuaikan dgn lubang kecil lekosit, dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.
Pergerakan leukosit di daerah intertisial pada jaringan meradang setelah leukosit
beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal kimia.
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-
11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai
12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel
darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun
persentase khas dewasa tercapai.
2) Fungsi sel Darah putih
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan
badan terhadap mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-
memakan), mereka memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran
darah. Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah
putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil
dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah beisi "jenazah" dari kawan
dan lawan - fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian
juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan
sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan
disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
B. Definisi
Leukemia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan
menjadi sel-sel darah. Salah satu jenis leukemia yang akan dibahas adalah leukemia
mieloid akut (acute myeloid leukemia/ AML), nama lain penyakit ini antara lain
leukemia mielositik akut, leukemia mielogenous akut, leukemia granulositik akut, dan
leukemia non-limfositik akut.1 Istilah akut berarti leukemia dapat berkembang cepat
jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan.1,2 Istilah mieloid
merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel mieloid imatur (sel darah putih selain limfosit,
sel darah merah, atau trombosit) (Yuliana, 2017)
Leukemia mieloid akut (AML) merupakan keganasan yang berasal dari sel-sel
mieloid imatur yang dapat fatal dalam beberapa bulan. Usia ratarata pasien saat
diagnosis AML adalah sekitar 67 tahun. Penyakit ini tidak memiliki tanda dan gejala
klinis spesifik (Yuliana, 2017)
Acute Myeloid Leukaemia (AML) merupakan leukemia yang terjadi pada seri
myeloid, meliputi neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan sebagainya
(Esti, 2014)
C. Etiologi
Menurut Yuliana, 2017. Etiologi AML masih belum diketahui pasti, tetapi terdapat
beberapa faktor risiko yang diidentifikasi berpotensi leukemogenik, yaitu:
1. Rokok : Satu-satunya faktor risiko AML yang terbukti terkait gaya hidup adalah
merokok. Merokok dilaporkan berkaitan dengan AML tipe M2.
2. Pajanan bahan kimia tertentu : Risiko AML meningkat karena pajanan bahan-bahan
kimia tertentu, misalnya benzene, formaldehyde
3. Obat kemoterapi tertentu : Kemoterapi dengan agen pengalkil dan platinum dikaitkan
dengan meningkatnya risiko AML, puncaknya sekitar 8 tahun setelah kemoterapi.
Pasien sering mengalami sindrom mielodisplastik (MDS) sebelum AML.Kemoterapi
lain yang juga dikaitkan dengan AML adalah penghambat topoisomerase II. Pada
obat ini, AML cenderung dijumpai beberapa tahun setelah terapi dan tanpa didahului
MDS.
4. Pajanan radiasi : Pajanan radiasi dosis tinggi (misalnya dari bom atom, reaktor nuklir)
meningkatkan risiko AML. Selain itu, terapi radiasi untuk kanker juga dikaitkan
dengan meningkatnya risiko AML.
5. Gangguan darah tertentu : Pasien MDS memiliki jumlah sel darah merah rendah dan
sel-sel abnormal dalam darah dan sumsum tulang. MDS dapat berkembang menjadi
AML dan biasanya memiliki prognosis buruk.
6. Sindrom genetik : Beberapa mutasi genetik dan kelainan kromosom saat lahir dapat
meningkatkan risiko AML, misalnya anemia Fanconi, sindrom Bloom, ataksia-
telangiektasia, anemia Diamond-Blackfan.
7. Riwayat dalam keluarga : Memiliki keluarga dekat pengidap AML meningkatkan
risiko juga terkena AML.
D. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi Maher Abdul, 2016. Leukemia akut terbagi menjadi 2
( dua ), Acute Limphocytic Leukemia ( ALL ) dan Acute Myelogenous Leukemia
(AML).
1. ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
 L1 : Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak.
 L2 : Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan
L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
 L3 : Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel
Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis
yang buruk.
2. ALL sendiri terbagi menjadi 7, yakni :
 Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia ) : Merupakan bentuk paling tidak
matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi
minimal.
 M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi ) : Merupakan leukemia
mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada
AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan
sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2
dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1 .
 M2 ( Akut Myeloid Leukemia ) : Sel leukemik pada M2 memperlihatkan
kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit
dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih
dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari 50 %
dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .
 M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia ) Sel leukemia pada M3 kebanyakan
adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang
kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang
berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa
promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan
granula-granula abnormal ini .
 M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia ) : Terlihat 2 ( dua ) type sel,
yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik lebih dari 30 %
dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara
20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan
tahapan maturasi yang berbeda-beda.
 M5 ( Acute Monocytic Leukemia ) : Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari
sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit, dan monosit.
Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas,
sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan
hasil perawatannya cukup baik.
 M6 ( Erythroleukemia ) : Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas
dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini
mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat
yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang
tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan
eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-
induksi standar .
 M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia ) : Beberapa sel tampak berbentuk
promegakariosit/megakariosit.
E. Patofisiologi
Menurut (Maher Abdul, 2016) Jaringan pembentuk darah ditandai oleh
pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari
prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur
produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang
membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena
kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum
tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam
sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka
dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat
radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang
berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada
sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum
tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih
dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan
sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang
mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk
ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur
antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah
masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka
virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari
berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan
tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut
hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor
herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang
lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi
granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di
sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.
Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat
pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemia meningeal.

F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Menurut Yuliana, 2017. Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan
biasanya terkait dengan infiltrasi leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir
sitopenia. Pada pasien dapat dijumpai lelah, perdarahan, atau infeksi dan demam
karena penurunan sel darah merah, trombosit, atau sel darah putih. Gejala umumnya
adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas.
Dapat pula dijumpai nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam
kulit, gejala saraf pusat seperti kejang, muntah, muka kesemutan, penglihatan kabur.
Hiperleukositosis (> 100.000 sel darah putih/ mm3) dapat menyebabkan gejala
leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan okuler dan serebrovaskular yang
termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun jarang.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat
didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari
50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada pasien sembarang umur.
2. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3. Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4. Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.
5. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6. Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.
(Yuliana, 2017)
I. Penatalaksanaan
Terapi pengobatan pasien AML menurut Handayani (2008) yaitu:
1. Fase pertama terapi (remisi-induksi) adalah pengobatan dengan kemoterapi
kombinasi intensif dosis tinggi untuk mengurangi atau meneradikasi sel leukemik
dari sumsum tulang dan mengembalikan hemopoiesis normal.
2. Kemoterapi paska induksi: hal ini dapat intensif (kemoterapi “intensifikasi” atau
“konsulidasi”) atau kurang intensif (kemoterapi rumatan). Setiap perjalanan
pengobatan intensif biasanya memerlukan waktu 4-6 minggu di rumah sakit.
3. Treanspalntasi sumsum tulang
a. Merupakan kemoterapi postremisi yang memberi harapan penyembuhan.
b. Efeksamping dapat berupa: pneumonia interstitial.
c. Hasil baik jika umur penderita <40 tahun
d. Sekarang lebih sering di berikan dalam bentuk transplantasi sel induk dari
darah tepi.
Terapi untuk leukemia akut (Bakta, 2013), dapat di golongkan menjadi dua, yaitu:
1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi.
2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.
3. Tiga metode terapi konsulidasi adalah kemoterapi sendiri,transplantasi sumsum
tulang autologus, atau transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik
saat ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus menunjukkan hasil
baik, namun transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang identik masih
merupakan yang terbaik untuk kesembuhan.
J. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
(Whaley’s, 2011)
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas. JakartaHandayani,W., & Haribowo,


A.S. (2008). .Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta

M Abdul-Hay,De Kouchkovsky. 2016. Acute myeloid leukemia: a comprehensive review.


Blood Cancer Journal.

Suryani Esti, Salamah Umi, Wiharto, Andy W.A. 2014. Identifikasi Penyakit Acute Myeloid
Leukemia (AML)Menggunakan ‘ Rule Based System’ Berdasarkan Morfologi Sel Darah
Putih. SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI TERAPAN 2014.
Semarang

Whaley’s and Wong. 2011. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby.

Yuliana. 2017. Perkembangan Terapi Leukemia Mieloid Akut CDK-250/ vol. 44 no. 3.
Balikpapan. Indonesia

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data
yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan
diagnosa keperawatan.
1. Data biografi pasien : meliputi nama, alamat, usia, nomer register, jenis kelamin
2. Riwayat penyakit : biasanya pada pasien dengan kasus AML terdapat keluhan
kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan berat badan, letargi,
hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal, dll
3. Riwayat penyakit
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemiayaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tanda-tanda
leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda
trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji
adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi,
gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri.
4. Kaji adanya tanda-tanda leukimia :
 Pucat
 Kelemahan
 Sesak
 Nafas cepat
5. Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia :
 Anemi normokrom normositer
 Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)
 Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang pada kromosom
6, 11
 Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 – 16.0 g/dL).
 Trombosit : 100.000 (150.000-400.000/mm3)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan HB menurun
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
6. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
Tujuan : Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri.
Kriteria hasil :
Indikator Di pertahankan Di tingkatkan
Mengenali kapan nyeri terjadi 4 5
Menggambarkan faktor penyebab 4 5
Menggunakan tindakan 3 5
pengurangan nyeri tanpa
analgesik
Melaporkan nyeri yang terkontrol 3 5

Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus.
2. Gunakan strategi komunikasi trapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri.
3. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
5. Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologi.
6. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk
memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia


Gangguan mobilitas fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pergerakan pasien kembali stabil.

Kriteria Hasil :

Indikator Di Pertahankan Di tingkatkan


Keseimangan 3 4
Gerakan otot 3 4
Gerakan sendi 3 4
Bergerak dengan mudah 3 4
Intervensi :

1. Peningkatan mekanika tubuh


a. Informasikan pada pasien tentang struktur dan fungsi tulang belakang dan
postur yang optimal untuk bergerak dan menggunakan tubuh.
b. Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang
benar.
c. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kaki terlebih dahulu kemudian
badan ketika memulai berjalan dari posisi berdiri.
d. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan mekanika tubuh
dan latihan (misalnya, mendemonstrasikan kembali teknik melakukan
aktivitas / latihan yang benar)
2. Terapi latihan : Ambulasi
a. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi
penyesuaian sikap tubuh.
b. Instruksikan pasien mengenai pemindahan dan tekhnik ambulasi yang aman.
c. Bantu pasien untuk ambulasi dengan jarak tertentu
d. Monitor kruk pasien atau alat bantu berjalan lainnya.

Diagnosa 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan


tubuh

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam keparahan infeksi
pasien dapat berkurang

Kriteria Hasil : keperahan infeksi


Kriteria Hasil Dipertahankan Ditingkatkan
Kemerahan 3 5
Cairan (luka) yang berbau 3 5
busuk
Demam 3 5
Hilang nafsu makan 3 5
Peningkatan jumlah sel 3 5
darah putih

Intervensi :
a. Kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
- Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protokol institusi
- Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
- Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal
- Berikan terapi antibiotik yang sesuai

Anda mungkin juga menyukai