Anda di halaman 1dari 21

Tugas final Proposal

Representasi Perempuan Dalam Novel Cantik Itu


Luka Karya Eka Kurniawan ;
(Tinjauan Feminis Poskolonial Gayatri Spivak)

OLEH :
BOY CANDRA FERNIAWAN
N1D1 16 104

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
2

BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Sastra Indonesia semakin berkembang. Hal itu dibuktikan dengan

beragamnya tema yang ditawarkan pengarang kepada pembaca. Seperti

halnya novel religius dan teenlit yang belakangan banyak penggemar, dan

produktivitasnya meningkat di tahun 2000-an, novel-novel sejarah juga

mulai banyak diproduksi, termasuk di dalamnya sejarah kolonial.

Beragamnya tema tersebut karena mengacu pada esensi sastra itu sendiri

yang merupakan bagian dari seni tiruan alam atau kehidupan manusia

sebenarnya. Plato menyatakan bahwa pada hakikatnya segala bentuk seni

merupakan tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan. Adapun

Aristoteles mengatakan bahwa tiruan itu justru yang membedakannya dari

segala sesuatu yang nyata dan umum, karena seni merupakan aktivitas

manusia (Wellek dan Warren, 1990: 25).

Kehadiran novel sejarah, khususnya sejarah kolonial, dilatarbelakangi

berbagai hal. Pertama, sejarah kolonial adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, novel sejarah kolonial yang

merupakan bagian dari refleksi realitas, seharusnya memang ada. Indonesia

merupakan bagian dari negara yang tidak lepas dari penjajahan beberapa

negara Eropa dan Jepang. Kedua, novel sejarah kolonial, memunyai nilai lebih

dibanding buku-buku sejarah yang sudah ada. Sastra, salah satu di antaranya

adalah novel Selain berguna dalam artian menyampaikan pengetahuan, sastra


3

juga mengandung keindahan yang berarti memberikan kesenangan. (Gandhi,

2006: vi)

Salah satu novel yang dikategorikan dalam novel sejarah yang

memusatkan perhatian pada isu kolonialisme adalah Cantik itu Luka (selanjutnya

disingkat dengan CIL) karya Eka Kurniawan. novel ini membahas kondisi

subaltern dimana tokoh utama harus menanggung penderitaan yang

berkepanjangan atas kelemahan mereka akibat terjajah oleh pihak penjajah.

penjajah-terjajah (atau bekas jajahan) adalah hubungan yang bersifat hegemonik,

penjajah sebagai kelompok superior dibanding pihak terjajah yang inferior

(Gandhi, 2006: vi)

Adapun Beberapa karya yang membahas tentang penjajahan serta telah

diterbitkan antara lain Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis

(1999), Corat-coret di Toilet dan Cerita-cerita lainnya (2000), Cantik itu Luka

(2002), Lelaki Harimau (2004) yang membahas tentang subaltern. Subaltern yang

dimaksudkan dalam hal ini adalah pihak yang terjajah. Yang dimaksud Spivak

dengan ‘subaltern’ adalah subjek yang tertekan, para anggota‘kelas-kelas

subaltern’-nya Antonio Gramsci, atau secara lebih umum, mereka yang berada di

tingkat inferior (Gandhi, 2006:1).

Berdasarkan pada pengertian tersebut, subaltern secara umum di

Indonesia adalah masyarakat Indonesia itu sendiri. Subaltern yang digambarkan

oleh Eka Kurniawan sebagai masyarakat Indonesia mampu menhasilkan karya

berupa novel CIL. Eka Kurniawan, pengarang CIL, lahir di Tasikmalaya, 28

November 1975. Ia menyelesaikan studi filsafatnya di Universitas Cinta tak Ada

Mati dan Cerita-cerita Lainnya (2005), dan Gelak Sedih dan Cerita-cerita
4

Lainnya (2005). Debut novel pertamanya, Cantik itu Luka, mendapat tempat

tersendiri di hati pembaca Sastra Indonesia. CIL pertama kali diterbitkan oleh

penerbit Jendela tahun 2002, habis terjual, kemudian diterbitkan lagi penerbit

Gramedia Pustaka Utama tahun 2004. Ribeka Ota tertarik untuk

menerjemahkannya dalam bahasa Jepang, dan tahun 2006 diterbitkan Shinpu-sha

dengan judul Bi Wa Kizu.

Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan menyuarakan

ketidakmampuan perempuan mempertahankan hak-haknya. Pengarang

menggambarkan bagaimana peran tokoh utama Dewi Ayu bisa terjerat dan

mengenal dunia pelacuran di masa Pemerintahan Kolonial Belanda, kenyataan

sosial bahwa Ia keturunan Belanda memaksanya merelakan diri untuk dijamah

oleh tentara Jepang. Kecantikan dan kemolekan tubuh yang dimiliki

menjadikannya primadona di Istana Mama Kalong. Akhirnya ia melahirkan tiga

anak perempuan yang nyaris melebihi kecantikannya. Ketiga putrinya pun

mengalami penderitaan akibat kecantikan yang mereka miliki. Ayu Dewi

beranggapan bahwa kecantikan hanya akan mendatangkan malapetaka.

Kemudian kehamilannya yang keempat, ia mengharapkan kejelekan rupa yang

tiada tara bagi calon bayinya, karena cantik itu luka.

Berbeda dengan tokoh utama Dewi Ayu, persoalan perempuan juga

dihadirkan oleh Eka pada tokoh-tokoh perempuan lainnya dalam novel. Seperti

pada tokoh Rosinah, pengikut setia Dewi Ayu, yang sebelumnya ia dibuat

sebagai alat transaksi agar bisa berhubungan badan dengan Dewi Ayu.

Ketaatannya pada Ayahnya membuat ia rela menjadi budak Dewi Ayu seumur

hidupnya. Tokoh Alamanda juga dihadirkan Eka menjadi sosok yang


5

mempasrahkan dirinya dinikahi oleh pemerkosa dirinya sendiri. Hal ini

menunjukkan betapa rendahya perempuan di dalam bingkai fiksi yang ditulis

oleh pengarang laki-laki. Perbedaan gender yang selalu mensubordinasi oleh

kaum lak-laki terpampang jelas pada novel Cantik itu Luka, marginalisasi pun

terbentang seolah kaum wanita memang tak mampu memperjuangkan hak-hak

mereka dimana pun, termasuk dalam sastra sendiri. Persoalan-persoalan

perempuan yang dihadirkan oleh pengarang dalam novel ini begitu nyata.

Kejadian itu terjadi di depan mata pembaca sendiri. Kemahiran mengolah

bahasa yang dimiliki oleh pengarang memang selalu bisa menarik perhatian

para pembaca sastra. Kepiawan seorang Eka dalam meletakkan persoalan-

persoalan wanita dalam novel buatannya seolah-olah mengajak para kaum

feminis untuk memperjuangkan haknya. Novel ini menceritakan

ketidakmampuan perempuan mempertahankan hak-haknya sebagai perempuan

akibat budaya patriarkhi pada masa kolonial. Berangkat dari hal tersebut maka

penulis tertarik meneleti tentang bagaimana cara seseorang dalam

merepresentasikan peran dan kedudukan perempuan pada masa penjajahan

dalam novel Cantik Itu Luka berdasarkan teori poskolonial Gayatri Spivak.

Penjelasan selanjutnya akan dibahas dalam tulisan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah peneliti membuat rumusan yang lebih

spesifikasi terhadap masalah yang diteliti. Berdasarkan identifikasi dan batasan

masalah di atas, perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana peran

dan kedudukan perempuan yang direpresentasikan oleh pengarang dengan


6

menggunakan kajian feminis poskolonial spivak pada novel Cantik Itu Luka

karya Eka Kurniawan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana

peran dan kedudukan perempuan yang direpresentasikan oleh pengarang dengan

menggunakan kajian feminis poskolonial Spivak pada novel Cantik itu Luka

Karya Eka Kurniawan.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat. Sehubungan

dengan hal tersebut, adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut.

1. Dapat memperluas khasanah ilmu dalam suatu karya ilmiah terutama bidang

bahasa dan sastra Indonesia;

2. Mengungkapkan perkembangan sastra, sehingga akan diketahui sejarah

perkembangan sastra dari waktu ke waktu; (3) mengungkapkan nilai-nilai

yang ditawarkan dalam sastra. Demikian pula bagi pembaca, penelitian ini

dapat menambah minat membaca dalam mengapresiasikan karya sastra; (4)

Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan

menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat.

1.5 Penelitian yang Relevan

Retno Tri Wijayanti (2004) dalam laporan penelitian yang berjudul "Citra

Wanita dalam Novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi Karya A.A. Navis:

Tinjauan Sastra Feminis", berisi tentang kesabaran dan ketegaran wanita dalam
7

masyarakat, ketekunan, dan keuletan wanita dalam pekerjaan, wanita terbelakang

dalam pendidikan, wanita tertindas dalam keluarga, wanita menjadi objek

pelecehan seksual, dan terbelakang dalam pekerjaan.Hasil penelitian tersebut

merupakan acuan pendukung dalam penelitian ini. Persamaannya adalah meneliti

wacana tentang perempuan dalam novel.Perbedaannya terletak pada fokus

kajiannya. Fokus kajian dalam skripsi Retno Tri Wijayanti adalah menyoroti citra

wanita dalam novel Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A.A. Navis: Tinjauan

Sastra Feminis. Adapun, fokus kajian penelitian ini adalah representasi

perempuan dalam novel Cantik Itu Luka karya eka kuriawan dengan kajian

Feminisme Poskolonial Spivak.

Skripsi Mei Sulistyaningsih (2005) dengan judul skripsi "Perspektif

Gender dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sastra

Feminis". Penelitian ini berisi tentang perlawanan seorang perempuan terhadap

tata nilai budaya patriarki. Perempuan sebagai sosok yang selalu dinomorduakan

dan diperlakukan tidak adil. Tokoh utama dalam novel tersebut ingin

membuktikan bahwa perempuan tidak selamanya memiliki derajat di bawah laki-

laki. Akhirnya,7 tokoh utama dapat membuktikan bahwa perempuan bisa sejajar

dengan laki-laki dalam segala hal. Salah satunya adalah masalah pendidikan.

Penelitian ini menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan perspektif

gender yang dialami tokoh utama yang meliputi (1) adanya stereotip perempuan,

(2) ketidakadilan terhadap perempuan, (3) pendidikan bagi perempuan, (4)

perempuan sebagai objek pelecehan seksual. Skripsi Mei Sulistyaningsih

merupakan acuan pendukung dalam penelitian ini. Persamaannya adalah meneliti

wacana tentang perempuan dalam novel. Perbedaannya terletak pada fokus


8

kajiannya. Fokus kajian dalam skripsi Mei Sulistyaningsih adalah menyoroti

masalah-masalah yang berhubungan dengan perspektif gender yang dialami

tokoh utama. Adapun, fokus kajian penelitian ini adalah representasi perempuan

dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kuriawan dengan kajian Feminisme

Poskolonial Spivak.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan judul

“Representasi Perempuan dalam Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kuriawan;

kajian Feminisme Poskolonial Spivak.” ini belum pernah dilakukan peneliti

terdahulu.
9

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teoritis

A. Feminisme

Menurut Geofe (dalam Sugihastuti, 2015:18), feminisme sebagai teori

tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi,

dan sosial, atau kegiatan berorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta

kepentingan perempuan. Secara sosial, “feminisme muncul dari rasa

ketidakpuasan terhadap sistem patriarki yang ada pada masyarakat”,Selden

(Sugihastuti, 2015:68). Selden menggunakan istilah patriarki untuk menguraikan

sebab penindasan terhadap perempuan. Patriarki menentukan bahwa laki-laki itu

superior dan menempatkan perempuan sebagai inferior.

Feminisme tidak mengambil dasar konseptual dan teorinya dari rumusan

teori tunggal, karena tidak ada defenisi abstrak yang khusus tentang feminisme

yang dapat diterapkan bagi semua perempuan di segenap waktu. Hal

terjadi karena defenisi feminisme dapat berubah-ubah. Hal ini

disebabkan oleh pengertian feminisme itu sendiri yang didasarkan pada realitas

kultural dan kenyataan sejarah yang kongkret, maupun atas tingkatan-tingkatan

kesadaran, persepsi, dan tindakan (Darma, 2009:139).

Menurut Rosyad (dalam Darma, 2009:139), istilah feminisme muncul

pada pada abad ke-17 dan pada saat itulah feminisme itu digunakan. Pada

abad ke-18 hingga abad ke-19 (1790-1860). Feminisme tampil dalam satu

gerakan, pandangan, dan strategi yang homogeny. Feminisme atau perjuangan


10

feminis muncul atas kesadaran tentang hak-hak demokrasi serta ketidakadilan

terhadap hak-hak dasar kehidupan kaum perempuan.

Suara-suara menentang subordinasi perempuan bergema terutama pada

saat pasca revolusi industri di Eropa. Dalam dunia sastra Indonesia, feminisme

sudah dipermasalahkan sejak tahun 20-an yaitu dalam roman “Siti Nurbaya”

bertema kawin paksa dan “Layar Terkembang” yang bertema perempuan yang

berkecimpung di dunia politik organisasi. Secara etimologis feminis berasal

dari kata femme (woman), yang berarti perempuan. Feminisme adalah faman

perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai

kelas sosial. Dalam hal ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai

aspek perbedaan biologis dan sebagi hakikat alamiah), sedangkan maskulin dan

feminisme (sebagai aspek perbedaan psikologi dan kultural).

Pengertian male dan female mengacu pada seks, sedangkan maskulin dan

feminis mengacu pada jenis kelamin atau gender, seperti he dah she.

Dalam penegertian yang luas, feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk

menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan

diremehkan oleh budaya dominan, baik dibidang politik, ekonomi, maupun

kehidupan sosial. Emansipasi perempuan adalah salah satu aspeka dalam

kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal

dengan kesetaraan gender,Selden (Darma,2009:140)

Feminisme berbeda dengan emansipasi. Emansipasi cenderung lebih

menekankan partisipasi perempuan dalam pembangunann tanpa mempersoalkan

keadilan gender, sedangkan feminisme sudah mempersoalkan hak serta

kepentingan mereka yang selama ini dinilai tidak adil.


11

Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan

inisiatif sendiri memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai

gerakan. Penjelasan mengenai munculnya feminisme dikemukakan oleh

Stimpson (dalam Darma, 2009:140) yang mengemukakan “asal mula kritik

feminis berakar pada protes-protes perempuan melawan diskriminasi yang

mereka derita dalam masalah pendidikan dan sastra.” Setelah 1945 kritik

feminis menjadi suatu proses yang lebih sistematis, yang kemunculannya

didorong oleh kekuatan modernisasi yang begitu kuat seperti masuknya

perempuan dari semua kelas dan ras ke dalam kekuatan-kekuatan publik dan

proses-proses politik. Munculnya gagasan-gagasan feminis berangkat dari

kenyataan bahwa kontruksi sosial gender yang ada mendorong cita-cita

persamaan hak antara laki- laki dan perempuan. Kesadaran atau ketimpangan

struktur, sistem, dan tradisi dalam masyarakat yang kemudian melahirkan kritik

feminis.

Eksplorasi feminis dilakukan dengan berbagai hal, baik melalui sikap,

penulisan artikel, puisi, novel, maupun berbagai media lain yang memungkinkan

untuk dapat menstransformasikan gagasan atau pandangan sebagai bentuk kritik

frminis terhadap situasi dan pandangan masyarakat (Darma, 2009 Berdasarkan

uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian feminis adalah orang yang

menganut feminisme, yaitu perjuangan kaum perempuan untuk mengubah

struktur hirarki antara laki-laki dan perempuan menjadi persamaan hak, status,

kesempatan, dan peranannya dalam masyarakat.


12

B. Teori Postkolonial

1. Pengertian Postkolonialisme

Postkolonialisme, dari akar kata “post” + kolonial + “isme,” secara

harfiah berarti paham mengenai teori yang lahir sesudah zaman colonial. Dasar

semantik istilah ‘postkolonial’ tampaknya hanya berkaitan dengan kebudayaan-

kebudayaan nasional setelah runtuhnya kekuasaan imperial. Dalam karya-karya

sebelumnya, istilah postkolonial ini tak jarang juga digunakan untuk

membedakan masa sebelum dan sesudah kemerdekaan (‘masa kolonial dan

postkolonial’). Misalnya saja, dalam merekonstruksi sejarah-sejarah

kesusastraan nasional atau memaparkan kajian-kajian perbandingan antar

tahapan-tahapan

.Secara umum, meski istilah ‘kolonial’ telah digunakan untuk menyebut

masa prakemerdekaan dan sebagai istilah untuk menggambarkan karya- karya

nasional, seperti ‘tulisan Kanada modern’ atau kesusastraan India Barat

kontemporer, istilah tersebut juga dipakai untuk menyebut masa setelah

kemerdekaan.

Menurut Ratna, prefiks “post” tidak semata-mata mengacu pada makna

“sesudah” kolonial atau juga tidak berarti “anti” kolonial. Sesuai dengan

pendapat Keith Foulcher dan Tony Day postkolonial mengacu pada kehidupan

masyarakat pascakolonial tetapi dalam pengertian lebih luas. Sasaran

postkolonialisme adalah masyarakat yang dibayang-bayangi oleh pengalaman

kolonialisme. Objek postkolonialisme juga meliputi karya-karya yang ditulis

pada masa berlangsungnya kolonialisme (Ratna, 2008: 150).


13

2. Postkolonialisme Gayatri Spivak

Orientalisme yang secara umum dianggap sebagai katalisator dan titik

referensi bagi poskolonialisme mewakili tahap pertama teori postkolonial. Alih-

alih membahas kondisi akibat kolonial yang ambivalen, atau membahas sejarah

dan motivasi-motivasi peralatan antikolonial,

Orientalisme lebih tertarik untuk memberi perhatian pada pembuatan

makna-makna tekstual dan diskursif tentang kolonial dan pada konsolidasi

hegemoni kolonial. Sementara ‘analisis wacana kolonial’ saat ini hanyalah suatu

aspek dari postkolianisme, beberapa kritikus poskolonial memperselisihkan

kemungkinan dampaknya pada improvisasi selanjutnya Dikaitkan dengan teori-

teori postrukturalisme yang lain, studi poskolonial termasuk relatif baru. Banyak

pendapat yang timbul tentang teori postkolonial, sehingga cukup sulit untuk

menentukan secara agak pasti kapan teori postkolonialisme lahir (2008: 83-84).

Di dunia Anglo Amerika postkolonialisme dirintis oleh Edward Said. Pertama

kali dikemukakan melalui bukunya yang berjudul Orientalism (1978).

Gayatri spivak Lahir di Kalkuta India tahun 1942. Ia menuntut agar kajian

poskolonial tidak dilihat dari sudut pandang negara penjajah (kolonial),

melainkan dari sudut pandang negara terjajah (kelompok tertindas, subaltern).

Penolakan Gayatri terhadap label poskolonial yang berlaku selama ini,

dilakukannya dengan terus memperbaiki penerapan teori tersebut. Ia melibatkan

disiplin ilmu sejarah (historiografi) yang empirik, khususnya informasi biografis,

untuk menguatkan argumentasinya. Dalam kajiannya terhadap karya-karya klasik

dalam kesusastraan Inggris, Gayatri terang-terangan menantang ideologi

kolonialisme Inggris yang sudah begitu kiat mengakar. Mengacu pada


14

pengalaman hidupnya di India, Gayatri menentang kebijakan kolonial Inggris

dalam mendidik masyarakat kelas menengah dan elit India. Tokoh ini

menghidupkan kembali suara mereka yang termarjinalkan dan dibungkam oleh

narasi-narasi yang kolonialis, yang semakin menderita justru di masa

kemerdekaan negara itu. Kelompok subaltern menurut Gayatri terdiri dari : warga

jajahan, perempuan, kelompok suku minoritas, petani.

Postkolonialisme Indonesia berasal dari Barat, melalui gagasan-

gagasan yang dikembangkan Edward Said, tetapi objek, kondisi, dan

permasalahan yang dibicarakan diangkat melalui dan di dalam masyarakat

Indonesia. Dengan adanya teori postkolonialisme Indonesia, diharapkan teori-

teori baru yang dapat berinteraksi dengan teori-teori Barat dapat memecahkan

persoalan yang ada. Fungsi selanjutnya dengan adanya teori tersebut adalah

adanya kesadaran nasional. Selanjutnya pengalaman yang pernah ada di

Indonesia mengenai hegemoni penjajah terhadap bangsa Indonesia bisa dijadikan

pelajaran untuk menata masa depan yang lebih baik.

Secara historis postkolonialisme Indonesia diawali dengan hadirnya dua

buku. Pertama, Clearing a Space: Postcolonial Reading of Modern Indonesian

Literature (Keith Foulcher and Tony Day, ed.), terbit pertama tahun 2002 melalui

KITLV Press, Leiden. Tahun 2006 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

oleh Dikaitkan dengan teori-teori postrukturalisme yang lain, studi poskolonial

termasuk relatif baru. Banyak pendapat yang timbul tentang teori postkolonial,

sehingga cukup sulit untuk menentukan secara agak pasti kapan teori

postkolonialisme lahir (2008: 83-84). Di dunia Anglo Amerika postkolonialisme


15

dirintis oleh Edward Said. Pertama kali dikemukakan melalui bukunya yang

berjudul Orientalism (1978).

Sebelum adanya uraian Orientalism oleh Edward Said,

postkolonialisme telah muncul sejak tahun 1960 dengan terbitnya buku-buku

karangan Frantz Fanon. Sedangkan postkolonialisme Indonesia muncul baru

sekitar tahun 1990-an bersamaan dengan munculnya teori

postrukturalisme.Postkolonialisme Indonesia berasal dari Barat, melalui

gagasan-gagasan yang dikembangkan Edward Said, tetapi objek, kondisi, dan

permasalahan yang dibicarakan diangkat melalui dan di dalam masyarakat

Indonesi

Dengan adanya teori postkolonialisme Indonesia, diharapkan teori-teori

baru yang dapat berinteraksi dengan teori-teori Barat dapat memecahkan

persoalan yang ada. Fungsi selanjutnya dengan adanya teori tersebut adalah

adanya kesadaran nasional. Selanjutnya pengalaman yang pernah ada di

Indonesia mengenai hegemoni penjajah terhadap bangsa Indonesia bisa dijadikan

pelajaran untuk menata masa depan yang lebih baik.

Secara historis postkolonialisme Indonesia diawali dengan hadirnya dua

buku. Pertama, Clearing a Space: Postcolonial Reading of Modern Indonesian

Literature (Keith Foulcher and Tony Day, ed.), terbit pertama tahun 2002 melalui

KITLV Press, Leiden. Tahun 2006 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

oleh

Bernard Hidayat, dengan kata pengantar Manneke Budiman, berjudul

Clearing a Space: Kritik Pascakolonial tentang Sastra Indonesia Modern,

diterbitkan oleh KITLV, Jakarta. Kedua, Hermeneutika Pascakolonial: Soal


16

Identitas (Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, ed), terbit pertama kali

tahun 2004, melalui penerbit Kanisius, Yogyakarta.

3. Representasi

Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil

dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal

lain diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk

melakukan representasi tentang sesuuatu mengalami proses seleksi. Mana yang

sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan

komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementaran tanda-tanda lain

diabaikan. Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai, proses perekaman

gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat dapat

diidefinisikan sebagai penggunaan ‘tanda-tanda’ (gambar, suara, dan sebagainya)

Untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan,

atau dirasakan dalam bentuk fisik. Didalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk

fisik sebuah representasi, yaitu X, pada umumnya disebut sebagai penanda.

Makna yang dibangkitkannya (baik itu jelas maupun tidak), yaitu Y, pada

umumnya dinamakan petanda; dan makna secara potensial bisa diambil dari

representasi ini (X = Y) dalam sebuah lingkungan budaya tertentu, disebut

sebagai signifikasi (sistem penandaan). Hal ini bisa dicirikan sebagai proses

membangun suatu bentuk X dalam rangka mengarahkan perhatian sesuatu, Y,

yang ada baik dalam bentuk material maupun konseptual, dengan cara tertentu,

yaitu X = Y. Meskipun demikian, upaya menggambarkan arti X = Y bukan suatu

hal yang mudah. Maksud dari pembuat 26 bentuk, konteks historis dan sosial

yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini, tujuan pembuatannya, dan seterusnya
17

merupakan faktor-faktor kompleks yang memasuki gambaran tersebut. Agar

tugas ini bisa dilakukan secara sistematis,terbentuklah disini suatu terminologi

yang khas ( Danesi, 2010:34).


18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data dan Data Penelitian

1. Sumber Data

Data merupakan bagian terpenting dari suatu penelitian karena data inilah

yang nantinya akan diolah serta dianalisis untuk mendapatkan hasil penelitian.

Sumber data penelitian ini adalah novel yang berjudul Cantik itu Luka Karya

Eka Kurniawan, terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan ketiga belas,

Jakarta, Desember 2017.

2. Data Penelitian

Adapun data penelitian ini adalah seluruh isi novel yang berjudul

Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan dengan menelusuri dan mendalami peran

dan kedudukan perempuan yang dipresentasikan dalam novel tersebut.

Penggambaran tokoh perempuan Dewi Ayu pada novel tersebut sangat

memperjelas dominasi kaum laki-laki terhadap kaum wanita. Wanita

tersubordinasi dan termarginalisasi oleh kelas pertama atau laki-laki pada masa

penjajahan. Untuk menguatkan data-data, peneliti menggunakan buku-buku

referensi yang relevan sebagai data pendukung.

3. Metode Penelitian

Adapun data penelitian ini adalah seluruh isi novel yang berjudul

Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan dengan menelusuri dan mendalami peran

dan kedudukan perempuan yang dipresentasikan dalam novel tersebut.


19

Penggambaran tokoh perempuan Dewi Ayu pada novel tersebut sangat

memperjelas dominasi kaum laki-laki terhadap kaum wanita. Wanita

tersubordinasi dan termarginalisasi oleh kelas pertama atau laki-laki pada masa

penjajahan . Untuk menguatkan data-data, peneliti menggunakan buku-buku

referensi yang relevan sebagai data pendukung.

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian kualitatif, hubungan antara semua variabel akan

diamati, karena penelitan kualitatif berasumsi bahwa gejala itu tidak dapat

diklasifikasikan, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

(Sugiyono, 2013:65). Untuk mempermudah penelitian, maka peneliti

menjabarkan definisi dari variabel yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Kajian merupakan hasil mengkaji. Mengkaji ialah mempelajari,

memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan) dan menelaah

baik buruk sesuatu.

2. Feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang

bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, sebagai kelas

sosial. Feminis merupakan gerakan kaum perempuan untuk menolak

segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan

direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan

ekonomi maupun kehidupan sosial.

3. Representasi adalah proses dimana sebuah objek ditangkap oleh indra

seseorang, lalu masuk ke akal untuk diproses yang hasilnya adalah sebuah

konsep/ide yang dengan bahasa akan disampaikan/diungkapkan kembali.


20

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif yang

berdasarkan Teori Feminisme Poskolonial Gayatri Spivak. Teknik analisis data

dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menguraikan tentang feminisme poskolonial spivak yang terdapat dalam

novel CIL karya Eka Kurniawan melalui variabel penokohan tokoh utama

perempuan berdasarkan masa penjajahan

2) Merepresentasikan peran tokoh utama perempuan yang terdapat dalam novel

CIL karya Eka Kurniawan

3) Menyimpulkan hasil penelitian.


21

DAFTAR PUSTAKA

Jannah, Wardatul. 2017. Ketidakadilan Gender Novel Cinta Di Dalam


Gelas Karya Andrea Hirata: Kajian Sastra Feminis, (Skripsi).
Medan: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Kurniawan, Eka. 2016. Cantik Itu Luka. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ningrum, Tyas Umi. 2016. Inferioritas Perempuan Dalam Novel Cantik Itu Luka
Karya Eka Kurniawan, (Artikel Skripsi). Kediri: Universitas Nusantara
PGRI Kediri.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar

Anda mungkin juga menyukai