Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum


Pengenalan umum tentang kurikulum dapat disajikan dalam beberapa pengertian
tentang kurikulum yang dapat dikaji lebih lanjut agar dapat diketahui pentingnya kurikulum
dalam sistem pendidikan. Sesuai dengan kenyataan yang ada sekarang, guru akan dapat
membuat program-program operasional untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah apabila
didasarkan pada kurikulum.
Sementara itu, memahami sejarah perkembangan kurikulum pada hakekatnya akan
menyadarkan kita bahwa perubahan kurikulum khususnya dalam suatu sistem pendidikan
yang sudah mapan dan baik merupakan suatu hal dianggap biasa dan selalu terjadi.
Perubahan kurikulum akan dilakukan, baik dalam kurun waktu tertentu dan teratur maupun
kapan saja apabila perubahan tersebut dianggap perlu. Perubahan biasanya diarahkan agar
kurikulum paling tidak mampu menjawab perubahan kehidupan dan tatanan masyarakat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan-perkembangan lainnya
yang mungkin terjadi setiap saat.
Pengertian kurikulum yang terdapat sekarang ini berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya sesuai dengan cara pandang para ahlinya masing-masing. Untuk memahami
sifat dan tingkat perbedaan tersebut, terlebih dahulu kita akan mengkaji berbagai pengertian
kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli.
1. John Dewey (1920), menegaskan bahwa kurikulum dan anak didik merupakan dua hal
yang berbeda tetapi keduanya adalah proses tunggal dalam bidang pendidikan.
Kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan
pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisir
dengan baik.
2. Franklin Bobbit (1918), menyatakan bahwa kurikulum adalah susunan pengalaman
belajar terarah yang digunakan oleh sekolah untuk membentangkan kemampuan
individual anak didik.
3. Harold Rugg (1927), mengartikan kurikulum sebagai suatu rangkaian pengalaman
yang memiliki kemanfaatkan maksimum bagi anak didik dalam mengembangkan
kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi
kehidupan.
4. Holllins L.Caswell dan Campbell (1935), menyatakan bahwa kurikulum adalah ...”all
of the experiences children have under the guidance of teacher”. Kurikulum adalah
susunan pengalaman yang digunakan guru sebagai proses dan prosedur untuk
membimbing anak didik menuju ke kedewasaan.
5. Robert M. Hutchins (1936), menyatakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran :
“The curriculum should include grammar, reading, thetoric and logic, and
mathematic, and addition at the secondary level introduce the great books of the
western world”.
6. Dorris Lee dan Murray Lee (1940), menyatakan kurikulum sebagai:...”those
experiences of the child which the school in any way untilizes or attempts to
influence”.
7. Romine (1945), menyatakan: “Curriculum is interpreted to mean all of t organized
courses, activities, and experiences wich pupils have under direction of the school,
wether in the clssroom or not”.
8. Ralph Tyler (1957), menegaskan bahwa kurikulum adalah keseluruhan pengalaman
belajar yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencpai tujuan
pendidikannya.
9. Hilda Taba (1962), menyatakan: “A curriculum is a plan for learning: therefore, what
is known about the learning process and the development of the individual has
bearing on the shaping of a curriculum”. Kurikulum adalah pernyataan tentang
tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan
diorganisasikan berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar mengajar.
10. Robert Gagne (1967), mengartikan bahwa kurikulum adalah suatu rangkaian unit
materi belajar yang disusun sedemikian rupa sehingga anak dapat mempelajarinya
berdasarkan kemampuan awal yang dikuasai sebelummya.
11. James Popham dan Eva Baker (1970), mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh
hasil belajar yang direncanakan dan merupakan tanggung jawab sekolah dan materi
kurikulum mengacu kepada tjuan pengajaran yang diinginkan.
12. Michael Schiro (1978), mengartikan kurikulum sebagai proses pengembangan anak
didik yang diharapkan terjadi dan digunakan dalam perencanakan pengajaran.
13. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981), mengartikan kurikulum sebagai sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik merupakan konsep kurikulum yang
sampai saat ini banyak mewarnai teori-teori dan praktik pendidikan.
14. Glatthorn (1987), pengertian kurikulum paling tidak harus memenuhi dua kriteria
yaitu kurikulum harus mencerminkan pengertian umum tentang peristilahan
pendidikan sebagaimana sering digunakan oleh pendidik dan kurikulum harus
bermanfaat bagi guru dalam membuat perencanaan pengajaran yang baik.
Di atas sudah dipaparkan beberapa pengertian kurikulum menurut beberapa para ahli
dan dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu
rangkaian unit materi belajar yang disusun berdasarkan pengalaman belajar anak
didik yang terorganisir dengan baik untuk digunakan oleh guru sebagai proses dan
prosedur untuk membimbing anak didik agar mendapatkan hasil belajar yang baik di
sekolah.
Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan rumusan kurikulum
menurut undang-undang pendidikan kita yang dijadikan sebagai acuan dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

2.2 Sejarah Perkembangan Kurikulum


Perubahan kurikulum khususnya di negara-negara yang sudah maju sering
dipengaruhi oleh kekuatan masyarakat dan perubahan itu biasanya menawarkan suatu
pandangan yang lebih luas, istilah resminya adalah “innovations and reforms”.
Perkembangan Kurikulum Secara Global
Sejarah perkembangan kurikulum secara kronologis telah mengalami enam masa
yang masing-masing mempunyai ciri istimewa yaitu “academic scientism, progressive
functionalism, developmental conformism, scholary structuralism, romantic radicalism, dan
privatistic conservatism”.
1. Academic Scientism (1890-1916)
Pada masa ini terdapat dua pengaruh yang berkuasa yaitu para ahli dari
kalangan dunia perguruan tinggi dan para teoritiskus pendidikan. Pandangan aliran
scientific memiliki tiga hal pokok yaitu pengetahuan menyediakan dukungan
intelektual untuk berpikir rasional, ilmu pengetahuan menyediakan materi untuk
kurikulum dan pengetahuan menyediakan wahana untuk perbaikan sekolah.
2. Progressive Functionalism (1917-1940)
Masa ini ditandai oleh pertemuan dua aliran yang nampaknya berbeda yaitu
para pengikut John Dewey dengan “the child-centered curriculum” dan para ahli
kurikulum (functionalism). The child-centered curriculum menyusun kurikulum dengan
menetukan minat anak terlebih dahulu dan materi yang dipilih dikaitkan dengan minat
tersebut. Para ahli kurikulum (functionalism), mengatakan bahwa kurikulum harus
berasal dari analisis tentang fungsi dan kegiatan penting dari kehidupan orang dewasa.
3. Development Conformism (1941-1945)
Periode ini ditandai oleh adanya peningkatan perhatian terhadap implikasi
pendidikan anak dan perkembangan anak remaja. Dua teoritikus kurikulum yang
penting dalam periode ini adalah Ralph Tyler dengan pertanyaan dasarnya dalam
pengembangan kurikulum berupa tujuan pendidikan, prinsip yang digunakan sebagai
pedoman pendidikan, pengalaman belajar dan keefektifan pengalaman belajar. Tokoh
kedua yaitu Hollis Caswell (1935), memandang pentingnya pengembangan staf
perencana kurikulum sebagai kebutuhan dasar dalam menyusun suatu kurikulum, guru-
guru hendaknya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum serta pengembangan
perangkat yang berguna bagi pengorganisasian kurikulum dengan menggabungkan tiga
serangkai yaitu “child interests, social meaning, and subject matter”.
4. Scholarly Structuralism (1957-1967),
Salah satu teoritikus kurikulum yang tercatat dalam periode ini adalah Jerome
Bruner sebagai pemimpin konferensi “The National Academy of Sciences” dengan
laporan akhir konferensi dengan judul “The Process of Education”, sebuah buku yang
berisi usaha-usaha ambisius untuk peningkatan pendidikan. Bruner mengatakan bahwa
kontinuitas belajar dihasilkan oleh penguasaan struktur ilmu pengetahuan, cara yang
paling baik dalam mempelajari struktur ilmu pengetahuan adalah melalui “discovery or
inquiry approach”.
5. Romantic Radicalism (1968-1974)
Periode ini ditandai oleh berbagai eksperimen dalam usaha mengembangkan
“the child-centered school and programs”. Percobaan mengambil tiga bentuk yaitu
“alternative schools, open claccrooms, and elective programs”. Dalam periode
eksperimentasi ini tercatat Carl Rogers yang mendukung “free schools and open
classrooms”. Buku yang ditulis oleh Rogers (1969), “Freedom to Learn: A view of
what education might become”, cukup berpengaruh di kalangan para pendidik.
6. Privastistic Conservatism (1975-.....)
Periode ini ditandai dengan gerakan “School effectiveness and School reform”,
dan “The Critical Thinking Movement”. Benyamin Bloon dan John Goodlad dengan
caranya masing-masing telah memberikan sumbangan dan pengaruh terhadap
penelitian dan praktek pendidikan. Benyamin Bloom dalam dunia pendidikn dikenal
dengan adanya “Bloom’s Taxonomy”, ide tentang klasifikasi tingkah laku. Kemudian
tokoh John Goodlad yang terkenal dengan karyanya dalam dunia pendidikan yaitu buku
yang ditulis berjudul “A Place Called School: Prospects for the Future”, yang sangat
berpengaruh dan bermanfaat dalam dunia pendidikan.
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan yang ada di Indonesia telah mengalami perubahan yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan tahun 2006. Perubahan tersebut merupakan akibat
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Kurikulum yang paling terbaru untuk di tahun ini adalah kurikulum
2013.
Kurikulum pertama yang berlaku di Indonesia yaitu pada masa kemerdekaan
memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular
daripada curriculum (bahasa Inggris).
Kurikulum 1952 lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1965 atau
Kurikulum 1965. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana).
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1965, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 juga bercirikan
“separated subject curriculum”, namun dengan pengelompokan mata pelajaran yang berbeda
dengan kurikulum 1965. Kurikulum 1975 adalah merupakan kurikulum dengan perubahan
yang menyangkut materi, proses belajar mengajar maupun proses pengeloaan proses belajar
mengajar. Kurikulum 1975 menganut pendekatan “intergrated subject curriculum”.
Kurikulum 1984 merupakan penyempurnaan kurikulum 1975. Karena kelemahan-
kelemahan dari kurikulum 1975 disempurnakan pada kurikulum 1984 dengan merampingkan
materi kurikulum, materi pelajaran yang tumpang tindih dan mengihindari pengulangan
materi. Kurikulum 1984 bersifat “student centered curriculum” dengan pengembangan
kurikulum berpusat pada kebutuhan dan minat siswa, baik untuk melanjutkan pendidikan
jenjang yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL).
Pada tahun ajaran 1994/1995 mulai diberlakukan kurikulum 1994 sebagai pengganti
kurikulum 1984 sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan sekaligus menandai mulainya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun. Kurikulum 1994 didesain secara komprehensip dengan pendekatan “learner-centered
curriculum”.
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang
penuh tantangan dan ketidakpasatian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan
kebutuhan yang nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan
yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang
pendidikan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) disosialisasikan sejak pertengahan tahun
2001 oleh Departemen Pendidikan Nasional tetapi baru diterapkan secara resmi pada tahun
ajaran 2004/2005. KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi
dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan.
Kurikulum 2006 yang diperkenalkan dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), merupakan hasil penegasan dari atau sejalan dengan kebijakan
desentralisasi. Ini merupakn sebuah konsepsi yang indah karena memberikan peluang yang
sebesar-besarnya kepada daerah untuk berkembang.
Di atas sudah dipaparkan secara singkat mengenai perkembangan kurikulum di
Indonesia. Kurikulum yang terbaru yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah kurikulum
2013. Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakteristik yaitu mengwujudkan
pendidikan berkarakter, menciptakan pendidikan berwawasan lokal, menciptakan
pendididikan yang ceria dan bersahabat. Kurikulum 2013 lebih menekankan keaktifkan
siswa seperti pada sistem pendidikan dengan metode CBSA tetapi dengan menerapkan
karakteristik di atas.

2.3 Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi


R.Ibrahim (2005) mengelompokan kurikulum menjadi 3 dimensi, yaitu kurikulum
sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem dan kurikulum sebagai bidang studi.
Dimensi pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di
sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Dimeni kedua memandang
kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan dan sistem
masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencangkup struktur personalia dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan evaluasi dan menyempurnakannya.
Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum
adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis. Dimensi ketiga memandang kurikulum
sebagai suatu bidng studi yaitu bidang studi kurikulum. Hal ini merupakan kajian para ahli
kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, sehingga menemukan hal-hal baru yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum
ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana.
Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip dasar tentang
kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya
dengan sistem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur,
jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum dsb. Kurikulum sebagai rencana diungkap
beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain terdapat desain
berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.
Said Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah
kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi
lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu (1) kurikulum
sebagai suatu ide/ gagasan ; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya
merupakan suatu perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide ; (3) kurikulum sebagai suatu
kegiatan/ aktivitas ; (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Tabel 1.DimensiKurikulum
KURIKULUM :
Seperangkat program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
DIMENSI WUJUD
1. Kurikulum sebagai ide Buah pikiran/gagasan yang bersifat
konseptual
2. Kurikulum sebagai rencana Perangkat rencana/dokumen pembelajaran
3. Kurikulum sebagai proses Proses yang sudah terlaksana di lapangan
4. Kurikulum sebagai hasil Hasil yang telah dicapai oleh peserta didik

1. Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Ide


Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi ide pada dasarnya mengandung
makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang dijadikan pedoman dalam
pengembangan kurikulum selanjutnya. Kurikulum dalam dimensi sebagai ide atau konsepsi
adalah kurikulum dalam pengertian yang paling dinamik dibandingkan kurikulum dalam
dimensi lainnya. Dalam bentuk yang paling orisinal kurikulum dalam dimensi ini hanya ada
dalam pemikiran seseorang (Ruhimat, Toto, dkk. 2011: 6).
Dapat dikatakan setiap orang yang terlihat dalam usaha pendidikan, langsung maupun
tidak langsung memiliki kurikulum dalam dimensi ini. Setiap orang yang mencurahkan
pemikirannya terhadap proses pembelajaran di sekolah, tentang apa yang harus dipelajari
siswa, tentang apa yang harus dilakukan oleh pelaksana pendidikan di lembaga pendidikan,
memiliki kurikulum dalam ide atau konsepsi. Apa yang diperkirakan dalam pemikiran tiap
orang dalam hal ini sebetulnya adalah kurikulum yang ada pada dirinya. Apa yang ada itu
adalah yang ideal menurut pandangannya yaitu yang terbaik harus ada dalam dirinya. Oleh
karena itu dengan kurikulum yang ada pada orang lain, walaupun orang itu teman sekelasnya,
sejawatnya atau orang tuanya sekalipun. Dalam realitas sehari-hari kurikulum dalam dimensi
ini berhadapan satu dengan yang lainnya (Lasmawan, Wayan. 2004: 06).
Apabila kurikulum yang dipikirkan setiap anggota masyarakat sejalan dengan apa
yang diperkirakan pengambilan keputusan tertinggi maka terjadi suatu konfirmasi antara satu
dengan yang lainnya. Maka dalam kenyataan yang demikian perubahan kurikulum dalam
dimensi rencana tidak banyak menimbulkan keluhan apalagi penentangan. Sebaliknya apabila
kurikulum yang dipikirkan berbeda, apalagi bertentangan, maka kurikulum yang dihasilkan
dalam bentuk rencana tertulis akan menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh karena itu
tidak mengherankan apabila Tyler menekankan penelitian mengenai siswa, masyarakat, dan
sebagainya dalam usaha untuk menetapkan suatu kurikulum sebagai ide yang akan
diterjemahkan menjadi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis. Buku-buku teks kurikulum
lainnya juga menekankan akan pentingnya apa yang dipikirkan masyarakat tersebut dan
memasukan kedalam apa yang dinamakan sebagai pondasi/landasan kurikulum (Lasmawan,
Wayan. 2004: 06).
Pada proses pengembangan kurikulum, kurikulum sebagai ide atau konsepsi ini
terlihat jelas pada waktu proses awal yaitu proses ajang pendapat baik dalam suatu tim yang
masing-masing anggotanya mempunyai kedudukan sejajar maupun dalam suatu pertemuan
konsultasi antara beberapa pengambilan keputusan. Keterampilan yang ada pada anggota tim
diperlukan untuk membangun kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Pengertian
kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini diantaranya (Ruhimat, Toto, dkk. 2011: 7) :
1. “... the content of instruction without reference to instructional ways or means” (
Henry C. Morrison, 1940).
2. “...curriculum is the substance of the school program. It is the content pupils are
expected to learn” (Donald E. Orlosky and B.Othanel Smith,1978).
3. “... curriculum it self is a construct or concept, a verbalization of an extremely
complex idea or set of ideas” ( Olivia, 1997).
2. Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Rencana
Kurikulum dalam kaitannya dengan dimensi rencana memiliki makna
sebagai seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan, isi, bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan tertentu. Rencana bersifat
menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur,
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain
terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.
Kurikulum dalam kaitannya sebagai rencana (curriculum as a plan) menjadi
dimensi kurikulum yang paling banyak dikenal oleh baik pelaksana kurikulum maupun
stakeholder pendidikan, karena bersifat tertulis atau sering disebut sebagai written
curriculum atau dokumen kurikulum yang dijadikan sebagai pedoman oleh pelaksana
kurikulum. Kurikulum dalam dimensi rencana meliputi landasan dan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program
pengajaran, silabus, satuan pelajaran, pedoman, bimbingan, evaluasi, pengelolaan belajar,
pengembangan program dan media pembelajaran, pengembangan bahan ajar, dsb (Tim
Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, ). Beberapa pengertian lain yang berkaitan dengan
dimensi rencana antara lain:
1. “...a curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning
process and the development of the individual has bearing on the shaping of
curriculum” (Hilda Taba,1962).
2. “...all planned learning outcomes for which the school is responsible” (W. Popham and
Eva L.Baker, 1970).
3. “...the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes,
formulated through the systematic reconstruction of knowledge and eperience of the
school, for learner’s continuous and will full growth in personal-social competence”
(Daniel Tanner and Laurer Tanner, 1975).
Sebagaimana beberapa pengertian tentang kurikulum yang disampaikan sebelumnya,
kurikulum adalah sebuah perencanaan pembelajaran, oleh karenanya pengetahuan tentang
proses belajar dan pengembangannya merupakan dasar dalam menyusun sebuah
kurikulum. Perumusan proses belajar yang efektif menjadi sangat penting untuk
mewujudkan tujuan pendidikan.
Konsep kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran, juga terdapat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, dalam UU ini
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran.
Definisi sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Penididikan Nasional
bahwa kurikulum itu adalah sebuah perencanaan yang di dalamnya memiliki beberapa
komponen yang membentuknya. Komponen-komponen itu adalah komponen tujuan,
komponen isi dan bahan pelajaran, serta komponen cara yang digunakan untuk
menyampaikan isi dan bahan pelajaran itu. Tujuan pendidikan merupakan arah yang
harus dicapai oleh proses penyelenggaraan pendidikan nasional. Berbagai visi dan misi
sekolah yang secara jenjang dan kondisi lingkungan berbeda-beda, namun tetap bermuara
maupun sebuah bentuk formulasi dari tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, hirarki
dan pemahaman yang komprehensif terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional
sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh penyelenggara
dan stakeholderspendidikan.
3. Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Aktivitas
Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktivitas memandang kurikulum
merupakan segala aktivitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
Pada dimensi ini kadang-kadang disebut pula kurikulum sebagai realita atau sebagai
eksperiensial. Istilah realita dipergunakan karena kurikulum dalam dimensi ini adalah
kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Istilah eksperential memperlihatkan
cara memandang dari perspektif siswa. Siswa mungkin saja memiliki kurikulum sebagai
ide tetapi apa yang dialaminya adalah kurikulum sebagai kenyataan, sebagaimana yang
dialaminya. Keduanya, ide dan pengalaman mungkin sejalan tetapi mungkin juga
berbeda. Dilihat dari sudut pengembangan kurikulum, kurikulum sebagai suatu
ide/konsepsi dengan kurikulum sebagai suatu rencana dan kurikulum sebagai suatu
kegiatan/proses merupakan suatu kelanjutan yang berkesinambungan. Kesinambungan ini
merupakan satu hal yang penting dan kritis dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Apabila kesinambungan tersebut mengalami persoalan maka ide yang dimaksudkan
dalam tahap pertama pengembangan kurikulum tidak akan mencapai sasarannya.
Pengertian-pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, diantaranya
(Ruhimat, Toto, dkk. 2011: 7):
1. “....The curriculum [is a design, made] by all of those who are most intimately
concerned with the activities of the life of the children while they are in school... a
curriculum must be as flexible as life and living. It cannot be made beforehand and
given to pupils and teachers to install.[also it/...represents those learning each child
selects, accepts,and incorporates into himself to act with, in, and upon in subsequent
experiences” (L. Thomas Hopkins, 1941).
2. “[the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of young
people and their elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the
traditional curriculum as one....passing on description of earlier cultures and to
perpetuating dead languages and abstract techniques which were useful to no more
than a negligible fraction of our population” (Harold Rugg, 1947).
3. “All of the activities that are provided for the students by the school constituttes its
curriculum” (Harold Alberty, 1953).
4. Pengertian Kurikulum Dikaitkan dengan Dimensi Hasil
Definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat
memerhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut. Kalangan pakar dan
praktisi pendidikan modern, banyak yang berpandangan bahwa kurikulum itu bukan semata-
mata mengandung makna sebagai sebuah rumusan ide, gagasan, rencana, proses, maupun
kegiatan instruksional di dalam kelas. Merupakan sesuatu yang kontradiktif, bilamana
kurikulum hanya dimaknai sebagai sebuah rencana, proses, dan tindakan saja, padahal akhir
dari kegiatan instruksional di mana kurikulum itu diterapkan adalah hasil belajar. Pengertian-
pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, diantaranya (Ruhimat, Toto, dkk.
2011: 8):
1. “....a structured series of intended learning outcomes” (Mauritz Johnson, Jr., 1967).
2. “Curriculum is defined as an plan for achieving intended learning outcomes: a plan
concerned with what is to be learned and with the results of instruction” (Unruh and
Unruh, 1984).
3. “ segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang
diharapkan dalam situasi di dalam ataupun di luar sekolah” (Hilda Taba dalam
Nasution, 1993).
Adapun pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam
dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, adalah kurikulum merupakan suatu
rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.” Dalam Kerangka Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi, pengertian kurikulum
yang digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut dengan
penekanan pada rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai
tujuan nasional dan cara pencapainnya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah
dan sekolah/madrasah.

2.4 Fungsi Kurikulum


Pada dasarnya kurikulum berfungsi seagai pedoman atau acuan. Bagi guru kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pengajaran. Bagi kepala sekolah atau
pengawas kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau
pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing
anaknya di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
memberikan bantuan dalam penyelenggaraan proses pendidikan sekolah. Sedangkan bagi
siswa, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Berkait dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam
fungsi kurikulum yaitu :
a. Fungsi penyesuaian ( the abjustive or adaftive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat fungsi
harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki well adjusted yaitu mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial. Oleh karena itu siswa harus memiliki kemampuan untuk meyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi di lingkungan.
b. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi interasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat penddikan
harus memiliki pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota
dan bagian integral dalam masyarakat. Oleh karena itu siswa harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan dalam hidup dan integrasia dalam masyarakatnya.
c. Fungsi Difrensiasi (the diffrentiating function)
Fungsi difrensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus memberikan peayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap
siswa harus memiliki perbadaan baik dari aspek fisik maupun psikis yan harus
dihargai dan dilayani baik.
d. Fungsi persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa dalam melanjutkan studi kejenjang
pendidikan berikutnya. Selain itu kurikulum juga mengharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakan seandainya karena suatu
hal, tidak melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan (the selektive function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program
belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat
erat hubungannya dengan fungsi diferensial, karena pengakuan atas dasar perbedaan
individual siswa berarti pula diberikan kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih
minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum
harus disusun lebih secara lebih luas dan bersifat fleksibel
f. Fungsi Diagnosik (the diagnostic function)
Fungsi diagnosik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
penddikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami
dan meminta kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa
sudah mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya maka siswa
diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

2.5 Peranan Kurikulum


Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/mandrasah memiliki peranan yang
sangat strategi dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih
mendetail terdapat tiga peranan yang dapat dinilai sangat penting yaitu peranan konservatif,
perana kreatif dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
a. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menakankan bahwa kurikulum dijadikan sebagai saranan
untuk mentrasmisikan nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masi relevan
dengan masa kini pada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konveratif
menempatkan kurikulum yang berorientasi pada masal lampau. Peranan ini sifatnya
menadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidkan pada
hakikatnya merupakan proses sosial. Sala satu tugas pendididkan yaitu memengaruhi
dan membida prilaku siswa sesuai dengan nilai – nliai sosial yang hidup di
lingkungan masyarakatnya.
b. Peranan Kreatif
Pekembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainya senantiasa terjadi
setiap saat. Peranan kreatif menekankan pendidikan harus mampu mengembangkan
sesuai yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum harus
mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa dalam mengembangkan
semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan baru,
kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dapam kehidupannya.
c. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbalakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga
pewarisan nilai-nilai dan budaya masalau kepada siswa perlu disesuaikan dengan
kondisi sekarang. Selain itu perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan
masa yang akan datang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena
itu peranan perkembangan kurikulum hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada
atau menerakan hasil perkembangan yang baru terjadi, melainkan juga memiliki
peranan untuk menilai dan memilih dan budaya serta kebudayaan baru serta
pengetahuan baru yang kan diwariskan tersebut. Dalam hal ini kurikulum harus turut
berpatisifasi dalam kontrol dan filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai
dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadaka modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum diatas juga harus berjalan seibang dan harmonis agar dapat
memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak maka akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang
menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga
kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan, diantaranya guru, kepala sekolah, pengawas orang tua, siswa dan masyarakat.
Dengan demikian pihak terkait tersebut idealnya dapat memahami betu apa menjadi tujuan
dan isi kurikulum yang direrapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa yang akan
datang belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan atau di dibutuhkan. Oleh karena itu
perana kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau penerapkan hasil
perkembangan yang terjadi, melainkan memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan
budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini kurikulum juga
haris aktif dan berpatisifasi dalam kontrol dan filter sosial. Nilai-nilai sosai yang tidak lagi
dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi dan
penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum diatas harus berjalan dengan
harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan yang
menyebabkan peranan kurikulum persekolahan tidak optimal.
Menyerahkan ketiga peranan kurikulum menjadi tanggung jawab semua pihak yang
terkait dengan semua pihak yang terkait dengan proses pendidikan, diantaranya guru, kepala
sekolah, pengawas, siswa, orang tua dan masyarakat. Dengan demikian pihak-pihak yang
tekait idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi kurikulum yang
diterapkan bidang tugas masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai